Bab 10 - Mabuk -
Gedung yang terlihat begitu megah itu, nyatanya membuat Deon ngeri. Bahkan pria itu nyaris saja meninggalkan parkiran gedung diskotek jika saja, Rexa tidak menahannya.
Jujur, Deon ragu untuk masuk. Namun, Rexa terus-menerus memohon padanya untuk masuk ke dalam gedung itu.
"Ayolah, kapan lagi sih kita bisa seneng-seneng gini," ucap Rexa dengan wajah melas.
Dengan ragu, Deon mengiakan ajakkan Rexa dan pria itu langsung menariknya masuk.
Sebelum benar-benar masuk. Ternyata mereka dimintai KTP untuk menujukkan umur kami yang harus di atas 17 tahun.
Deon mengerutkan dahinya bingung. Dia baru sadar bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya dan umurnya sudah 17 tahun.
Deon menyodorkan KTP nya pada sekuriti di depan pintu masuk. Rexa yang berada di sampingnya kemudian merangkul teman sebangkunya itu.
"Bisa masuk kan, Pak. Dia ulang tahun hari ini, jadi saya mau ajak dia seneng-seneng," jelas Rexa dengan wajah bahagia.
Deon tersenyum aneh karena bingung harus melakukan apa.
Kedua sekuriti itu kemudian mengembalikan KTP milik Deon dan juga Rexa. "Ya sudah, silakan masuk."
Deon dan Rexa akhirnya bisa masuk ke dalam gedung tersebut. Sebelum itu mereka harus membayar uang masuk yang entah untuk apa sekitar 200 ribu rupiah pee orangnya.
Setelah benar-benar masuk mereka langsung di sapa dengan musik yang cukup kencang. Cahaya lampu yang sebelumnya terang, kini malah nyaris tidak ada. Gelap dan agaknya sedikit membuat sakit mata.
"Lo jangan jauh-jauh dari gue, gue takut ilang," ucap Deon sembari melihat sekitar.
Ada banyak orang yang tengah berjoget mengikuti irama. Pakaian tak pantas pun jelas bisa Deon lihat di sini. Namun, pria itu memutuskan untuk mengabaikan mereka semua.
"Iya, santai aja. Kita di sini mau seneng-seneng. Jadi, nikmatin ya."
Rexa mengajak Deon untuk memilih minuman karena kurang paham pria itu meminta bartender untuk membuatkan apa saja untuknya.
"Bang, dia lagi ulang tahun nih. Bikinin yang spesial ya."
Bartender yang mereka tak kenal namanya itu kemudian meracik minuman tepat di hadapan Deon dan Rexa yang duduk tepat di depan Bar.
Keduanya cukup takjub dengan keahlian bartender tersebut. Setelah selesai, segelas minuman kemudian di sodorkan pada Deon dan pria itu mencicipinya sedikit.
Wajah Deon berubah aneh setelah mencoba minuman yang entah namanya apa. Dahinya mengkerut karena merasakan pahit juga manis masuk ke dalam tenggorokannya.
"Gimana, enak nggak?" tanya Rexa sembari menaikkan alisnya.
"Aneh," jawab Deon singkat.
"Habisin, dikit doang itu," ucap Rexa yang langsung dilakukan oleh Deon.
Rexa terkejut karena Deon melakukan apa yang dia minta. "Gila ya lo."
"Kan lo yang nyuruh."
Deon tidak bisa mengabaikan rasa panas di tenggorokannya setelah menegak habis minuman yang dihidangkan untuknya.
Dia kemudian dengan cepat mengambil milik Rexa yang sama sekali belum pria itu minum.
Dia pikir, setelah meminum minuman teman sebangkunya itu, rasa terbakar yang ada bisa menghilang. Namun sayang, rasanya malah semakin membara.
"Gila, sakit banget tenggorokan gue," keluh Deon yang langsung membuat Rexa tertawa.
"Hahaha, siapa suruh sih, lo minum punya gue juga."
"Bang, bikinin yang manis kek. Tenggorokan gue rasanya mau kebakar."
Satu dua gelas Deon habiskan dengan cepat. Entah setan apa yang merasuki pria itu sehingga dia tidak mempedulikan sekitarnya.
Saat akhirnya Deon dan Rexa nyaris tak sadar, Deon tiba-tiba ingin pergi ke toilet. Pria itu kemudian berjalan dengan sempoyongan dan menabrak seorang perempuan.
"Sorry, sorry," ucap Deon dengan mata nyaris tertutup.
"Lo, Deon kan?" tanya perempuan itu.
Deon yang merasa namanya dipanggil kemudian dengan sekuat tenaga membuka mata. Namun sayang, belum sempat matanya terbuka pria itu tiba-tiba saja pingsan.
***
Pagi harinya, Deon terbangun dengan kepala yang cukup sakit. Perlahan dia mendudukkan dirinya di atas kasur yang terasa asing baginya. Matanya terbuka pelan memperhatikan dengan saksama ruangan aneh itu.
Dimana gue? tanyanya di dalam hati.
Deon masih ingat terakhir kali dia ada di diskotek dan kini, dia berada di rumah yang entah rumah siapa. Perlahan pria itu menggeser tangannya dan terkejutnya dia saat tangannya tersebut mengenai tubuh seseorang.
Mata Deon nyaris melompat karena melihat perempuan yang tengah tidur tepat di sisinya. Perempuan yang dia hindari beberapa waktu belakangan ini.
"Asya!" pekiknya yang berhasil membuat Asya terbangun.
Perempuan itu membuka matanya perlahan sembari mengusaknya. Dia mencoba agar matanya dapat melihat dengan jelas karena silauan sinar matahari yang masuk ke kamarnya itu cukup mengganggu.
"Kok, lo ada di sini?" tanya Deon dengan wajah terkejut.
Asya mendudukkan dirinya dan kemudian memeluk lututnya. "Harusnya lo tanya, kenapa lo di sini. Ini kamar kost gue," jelas Asya yang lagi-lagi membuat Deon terkejut.
Deon terdiam sembari mencerna ucapan perempuan yang dia sukai itu.
Asya tersenyum sembari tertawa kecil, perempuan itu kemudian menepuk pundak pria di sampingnya." Nggak usah khawatir, lo nggak gue apa-apain kok."
Jelas, ucapan Asya hanya bercanda. Lagipula, siapa yang akan memperkosa siapa dalam masalah ini.
Deon tersenyum canggung saat menanggapi ucapan Asya tadi. Perempuan itu kemudian beranjak dari kasur dan langsung pergi meninggalkan Deon yang kini terpesona padanya.
Asya terlihat sangat cantik saat rambutnya terurai, sebuah hal yang begitu membuat penasaran di dalam hati Deon tentang alasan Asya selalu mengikat rambutnya.
Deon kemudian merogoh kantongnya, mencari ponselnya. Dia mau menghubungi Rexa, pria yang membuatnya mendapat masalah.
Pria berambut hitam itu kemudian bingung saat tidak mendapati ponselnya. "Dimana ya ponsel gue?" tanyanya entah pada siapa.
Asya yang baru saja keluar dari kamar mandi kemudian ikut bingung saat melihat Deon. "Nyari apa?" tanya Asya.
"Hape gue," jawab Deon singkat tanpa melihat ke arah Asya.
Kini perempuan itu sudah mengganti pakaiannya, sebelumnya dia menggunakan baju tidur dan kini sudah berganti dengan kaus hitam juga celana panjang berwarna cream.
Dengan ponsel di tangan, Asya kemudian kembali duduk di sisi Deon. "Nih, ponsel lo," ucap perempuan itu sembari menyodorkan ponsel Deon.
"Semalem hape lo kehabisan baterai jadinya gue carger, kayanya udah penuh sih."
Tentu, ponsel itu sudah terisi penuh jika di isi semalaman. Deon kemudian menyalakan ponselnya dan mulai mencari nomor telepon Rexa.
Berkali-kali Deon menghubungi pria itu. Namun, tidak ada jawaban satu pun. Asya yang berada di sampingnya kemudian melirik ke arah Deon yang terlihat frustasi.
"Kenapa? Temen lo nggak ngangkat?" tanya Asya yang langsung dibalas anggukan oleh Deon.
"Ya udah sih, lo nggak lupa jalan pulang kan. Biar gue anter."
Tanpa basa basi, perempuan itu beranjak dari tempat duduknya dan mengambil sebuah sweater untuk dia gunakan. "Ayuk, buruan."
***
Yeay, bab 10.
Semoga suka yaa.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro