Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16. Kecupan

Ada yang menanti Bisma dan Kirana? Semoga kalian terhibur sama cerita ini. Yang jelas, jangan lupa klik bintang dan ketikkan komen.

Happy reading

💕💕💕

Sementara itu, bagi Kirana,  tak ada lagi alasan untuk menolak. Bahkan waktu sebulan persiapan seolah berputar dengan sangat cepat dan kini dia sudah berjalan digandeng Bisma yang berjalan gagah dengan tuksedo, menyusuri lorong gereja yang dihiasi mawar putih di setiap ujung bangku. Walau bibir berpoles lipstik merah muda itu tersenyum tipis, nyatanya hatinya miris. Seharusnya dia akan menikahi Bima sebulan lagi. Tetapi, dia justru melangkah bersama Bisma menuju altar. Lebih cepat dari rencana. Dengan orang yang berbeda.

Untungnya tak ada yang menyadari pengumuman di papan depan gereja sehingga kabar pernikahannya belum diketahui teman-teman di SMA. Baik angkatan Kirana maupun Bisma. Sehingga sebelum pernikahan, tak ada drama yang menggagalkan Kirana bersanding dengan Bisma di depan altar.

Kemeriahan lagu Bridal March yang dinyanyikan oleh paduan suara gereja tak bisa menyingkirkan kegundahan Kirana. Rasanya dia ingin mendorong Bisma dan berlari agar lelaki itu tak terlibat dalam peliknya dosa yang dia buat. Namun, semua itu hanya jeritan batin yang tak bisa dia lakukan karena kakinya terus menapak meski terasa berat.

Dengan balutan gaun pengantin impian yang sudah dipesan enam bulan yang lalu, Kirana melangkah dengan Bisma yang ada di sisi kirinya. Setiap tarikan bibir yang dianggap sebagai senyum kebahagiaan, sebenarnya adalah senyum yang ingin menertawakan nasibnya. Bagaimana bisa takdir berubah seratus delapan puluh derajat? Di saat rencana awal pernikahan, Kirana akan menikahi Aloysius Bima Antareja, kini mempelai laki-laki berganti menjadi Alexander Bisma Antasena.

Padahal, selama ini Kirana berpikir, kalau pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Namun kini, pernikahan seolah menjadi sebuah permainan yang dipakai sebagai solusi lengkap masalah yang dia timbulkan. Apakah janji setia yang Bisma ucapkan dengan lantang saat ini memang berasal dari hati? Kirana tak mampu menjawab karena antara bibir dan hatinya pun tak senada.

Seperti sekarang … ketika Kirana melafalkan janji pernikahan di hadapan Tuhan, pastor, dan umat yang hadir di gereja. "Alexander Bisma Antasena, saya memilih engkau menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup."

Sungguh, janji yang diucapkan dengan suara bergetar itu membuatnya seperti seorang munafik. Walau dia menatap lekat Bisma, apakah detak jantung yang menggila itu memang karena Bisma? Atau lebih karena dia sudah mengucap sebuah kebohongan di hadapan Tuhan, mengingat hatinya telah terpatri nama Bima?

"Natalia Kirana Kamaratih, cincin ini aku berikan kepadamu sebagai lambang cinta kasih dan kesetiaanku." Mata hitam Bisma sesekali menatapnya sembari lelaki itu memasukkan cincin di jari manis kurus Kirana.

Hati Kirana semakin merintih karena semua yang dia impikan seolah seperti sebuah simbol tanpa makna. Bagi Kirana, cincin yang dia lingkarkan pada jari Bisma, tak lagi terlihat sebagai tanda cinta yang utuh, melainkan seperti rantai yang menjebak Bisma dalam ikatan pernikahan yang tak terencana.

"Pengantin pria boleh mencium istrinya."

Kirana menelan ludah kasar. Dia tak pernah menyangka Romo akan memperbolehkan Bisma menciumnya di hadapan umat. Walaupun Kirana tahu, hal itu sering dilakukan setiap sakramen pemberkatan nikah, tapi Kirana tak siap. Selama ini dia hanya mempersiapkan hati untuk mengucap janji agar terlihat menghayati. Namun, saat wajah Bisma mengikis jarak, Kirana hanya berharap lelaki itu akan mencium pipinya.

Detak jantung Kirana semakin tak terkendali ketika ujung hidung mancung Bisma berjarak sejengkal dari wajahnya. Kelopak berbulu mata lentik Kirana seketika memejam erat dengan tangan meremas tangan Bisma. Alih-alih bibirnya yang menjadi sasaran, Kirana justru merasakan keningnya bersentuhan dengan bibir merah Bisma.

Kecupan itu begitu lembut dan mengalirkan kehangatan hingga menimbulkan desir di dada. Kecupan yang membuat Kirana merasa aman dan dilindungi.

***

Impian Kirana menikah dengan laki-laki yang sangat dia cintai pupus sudah. Pesta pernikahan yang sangat dia idamkan pun tak terlaksana, mengingat Mami ingin melindungi Kirana agar kehamilannya tidak menjadi buah bibir. Karena alasan kepergian Mama yang berlangsung begitu cepat pula, maka kedua keluarga memutuskan melangsungkan pemberkatan dan pencatatan sipil, dilanjutkan acara makan-makan.

Tak lagi ada pesta besar seperti yang sudah dirancang sebelumnya. Sebuah syukuran sederhana digelar di resto hotel dan diikuti keluarga besar dari pihak mempelai pria dan wanita serta beberapa teman-teman Bisma. Mau tidak mau, Bisma tetap mengundang teman-teman satu departemen dengannya dengan alasan mereka selalu menagih undangan. Sementara itu, Kirana tidak mengundang satu teman pun. Termasuk Keira dan teman kantornya.

"Ran, ini sahabatku. Sangka. Ini calonnya Kai." Bisma mengenalkan Sangka saat teman baiknya itu datang. "Dia ehm … tepatnya mereka tahu tentang kita."

Kirana menjabat tangan Sangka yang wajahnya mirip Taehyung BTS. Sementara wanita yang ikut bersamanya adalah Serafim Kartika, kakak kelasnya. Beruntung Kai tidak banyak berkomentar karena pacar Sangka itu pasti paham bahwa dia adalah pacar Bima yang sempat membuat cewek-cewek satu sekolah iri padanya.

Namun, tetap saja Kirana merasa canggung ketika ada orang satu almamater datang ke pernikahannya dan Bisma. "Mbak, ehm …." Kirana menggigit bibit. Dia menunduk memperhatikan tangan Kai yang masih menjabatnya. "Jangan bilang ke teman angkatan Mbak, ya?"

Kai tersenyum. "Aku cuma ngerti sekilas apa yang terjadi sama kalian. Yang aku tahu dari Sangka, sahabatnya menikah dengan  tunangan kembarannya karena ingin melindungi kamu. Kamu beruntung dapat Mas Bisma, Ran." Mata kucing Kai melirik laki-laki di sebelah Kirana.

"Mbak …." Kirana belum puas karena Kai belum menjawab pertanyaannya.

"Tenang. Aku bakal tutup mulut. Tahu sendiri kan aku kaya gimana?" Kai memberikan cengiran.

Kirana mengembuskan napas kasar. Benar dugaan Kirana. Mengundang teman Sangka, malah membuat salah satu murid di SMA-nya tahu. Namun, dia berusaha menepis kekhawatirannya. Walau tak terlalu mengenal dekat Kai, Kirana tahu kalau pacar Sangka itu tipe cewek cuek yang jarang ghibah.

Akhirnya, syukuran sederhana yang bagi Kirana masih terlewat mewah usai sudah. Walau sebenarmya mereka punya bonus menginap di hotel, tapi Kirana menolak. Untuk apa menggunakannya, karena dia juga tak akan berbuat layaknya pengantin baru. Ya, tidak akan!

Alih-alih menghabiskan malam pertama di hotel, Kirana memilih pulang. Begitu sampai rumah, dia segera masuk ke dalam kamar yang sudah dihias dengan bunga mawar di ranjangnya. Tempat tidur kecil yang menemaninya lima belas tahun ini, sudah diberikan ke tetangga, digantikan dengan springbed mahal seharga tiga kali gajinya pilihan Mami.

Menurut Mami kasur ini anti guncang dan anti derik. Jelas Kirana paham apa maksudnya dan dia juga sudah membuktikan kualitasnya karena Mami membelikan kasur pegas bermerek yang sama, yang masih tersimpan di rumah baru Bima. Kasur yang telah menjadi saksi Kirana melepas kemurniannya itu memang sangat kokoh menahan badai naluri purba yang menggelegak. Sungguh, bila melihat kasur itu, Kirana menjadi ingat dosanya. Namun, tetap saja Kirana tak bisa membantah dan menurut saat Mami membayar lunas ranjang pegas itu.

Malam semakin larut. Tapi, mata Kirana belum menciut. Dia takut membaringkan diri di ranjang sejenak walau punggungnya terasa nyeri. Wanita itu memilih duduk di depan cermin meja rias, dan menatap dirinya dengan nanar.

Hatinya miris mengusap wajah dengan polesan rias dari MUA mahal yang seolah ingin menutup gurat kesedihan di wajah. Tatapan berangsur ke bawah dan mendapati tubuhnya yang mungil dibalut gaun yang didesain sesuai keinginan Bima oleh desainer gaun pengantin kondang di kota Solo. Namun, siapa yang mengira gaun ini akan menjadi gaun pengantin wanita-nya Bisma?

Kirana mengeratkan rahang. Letupan kecewa dengan apa yang terjadi dalam hidupnya, mendatangkan gelombang amarah. Namun, kepada siapa ia hendak marah?

Jelas pada dirinya!

"Kirana! Kenapa kamu munafik sekali? Menyebalkan!" Kirana mengangkat tangannya dan menarik ritsleting yang ada di belakang punggungnya. Namun, baru seperempat ritsleting itu turun, gerakannya tertahan di tengah.

Kirana meringis, berusaha menurunkan penutup baju itu. Bahkan dia menarik kedua sisi kain, berharap bajunya akan terbuka.

"Arrgghh!" Sudah hampir sepuluh menit, tapi usaha Kirana membuahkan hasil yang nihil. Yang ada, napas Kirana tersengal. Wajahnya penuh peluh walau udara dingin AC cukup kuat berembus.

Kirana terduduk lemas. Kehamilan di usia 11 minggu membuatnya cepat lelah. Di saat dia menatap kosong bayangan diri di cermin, derik suara pintu yang kembali dipasang Papa seminggu sebelum pernikahan, terdengar.

"Ran, kamu kok belum ganti baju? Nggak gerah?" Bisma masuk begitu saja tanpa sungkan seolah kamar ini sudah lama menjadi kamarnya.

Wajah Kirana kusut. Bibirnya memberengut hingga maju beberapa senti di depan. Seandainya Mama ada, dia akan berteriak untuk meminta tolong melepas kaitan di punggungnya. Namun, kini dia dikepung tiga laki-laki. Papa, Adit, dan Bisma.

Dengkus kesal meluncur dari hidungnya. Dia melirik Bisma yang sedang melepas jasnya. "Mas mau ngapain?" tanya Kirana dengan pandangan was-was.

"Ganti. Habis itu mandi. Trus tidur. Ini udah jam sebelas. Pagi nanti aku tetep harus visit."

Kirana menggigit bibir. Otaknya berpikir apakah dia harus meminta bantuan lelaki yang kini sudah melepas kemeja putih dengan seenaknya sendiri. Bahkan Bisma menaruh begitu saja kemeja di atas ranjang.

"Mas …."

Hanya dehaman yang terdengar. Sepertinya Kirana harus terbiasa karena memang Bisma bukan Bima yang selalu menjawab dengan penuh perhatian setiap Kirana memanggilnya.

"Ehm, aku …." Kirana menggeleng. Dia mengerem lidahnya karena dia yakin bila Bisma membukakan ritsletingnya maka gaun pengantin yang bermodel off shoulder akan melorot dan menguak baju dalam seksi yang pernah dibelikan Bima agar dipakai saat malam pertama mereka.

"Kamu kenapa?" Bisma mengerutkan alis. Lelaki yang kini hanya bertelanjang dada itu mendekat.

Jantung Kirana seketika berdetak kencang saat mendapati bayangan Bisma mengikis jarak. Otot dada bidang yang dibalut kulit yang lebih cerah dibanding tangannya itu mengingatkan Kirana pada Bima.

Seketika Kirana memutar tubuh, menyembunyikan kancing yang baru terbuka separuh. Dia akan mencoba lagi ketika Bisma keluar kamar untuk mandi.

"Aku … nggak pa-pa. Mas Bisma mandi dulu aja. Aku mau bersihin muka dulu."

Bisma mengendikkan bahu, lalu berlalu begitu saja dari Kirana.

Begitu pintu kembali tertutup, wanita berbalut baju pengantin itu bisa mengembuskan napas panjang. Walau sering kali dia melihat Adit yang bertelanjang dada serta pernah sekali melihat anatomi tubuh laki-laki dari ujung rambut hingga hingga ujung kaki, tetap saja melihat dada kiri Bisma yang bertato wayang dan tak mengenakan sehelai benang pun, membuat jantung Kirana berdetak kencang.

Kirana mengenyahkan reaksi aneh tubuhnya. Berkali-kali dia mengingatkan diri sendiri kalau Bisma bukanlah Bima. Lagipula dia harus segera melepas baju yang seolah ingin membelenggunya. Buru-buru dia memutar tangannya kembali ke belakang untuk meraih ujung ritsleting kecil yang tertahan sesuatu.

Lagi-lagi dia meringis. Dadanya membusung saat dia berusaha menarik penutup baju yang ingin mempermainkannya. Di saat Kirana masih fokus dengan usahanya, dia tidak menyadari pintu terbuka dan Bisma yang mengalungkan handuk di leher sudah berdiri di ambang pintu, memperhatikannya.

Dehaman Bisma sukses membuat Kirana tersentak. Dia menoleh dan mendapati Bisma mengulum senyum, berdiri menyandarkan bahu kirinya di kusen pintu. Tangan yang bersedekap semakin menonjolkan otot lengan sang pencinta olahraga.

"Sejak kapan di situ?" Keringat Kirana semakin mengucur deras.

Kaki Bisma mengayun selangkah, sebelum menutup pintu. Dia lalu menghampiri Kirana yang masih duduk di depan meja rias pemberian Mami Rosa. Saat berada di belakang Kirana yang membeku dengan tatapan was-was, Bisma berjongkok dengan kaki kanan menumpu di lantai.

"Kalau butuh apa-apa bilang. Aku udah jadi suamimu." Tangan kiri Bisma menarik tepian kain off shoulder ke atas, sedang tangan lainnya menarik ritsleting ke bawah. Dengan sekali hentakan kuat, ristleting itu berhasil lolos dari hambatan dan meluncur hingga pinggul.

Serta-merta Kirana mencengkeram kain bagian depan agar tidak melorot. Dia menunduk, menyembunyikan pipi yang memerah di balik perona pipinya. Telinganya terasa panas saat mendengar ucapan Bisma.

Suami? Sungguh, rasanya seperti mimpi, tiba-tiba menjadi istri Bisma. Persiapan kilat yang dilakukan membawanya dalam sebuah kehidupan baru yang tak pernah dia bayangkan.

"Mas …."

"Ehm?" Bisma bangkit dari posisinya. Mereka bertatapan melalui cermin yang memantulkan bayangan mereka.

"Malam ini …." Suara Kirana bergetar. Jarinya tak berhenti bergerak gelisah, meremas gaun pengantin di dada.

"Aku ngerti. Aku nggak akan jamah kamu." Bisma mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. "Kalau kamu ngrasa nggak nyaman, aku bisa tidur di bawah."

Kirana semakin merasa bersalah saat Bisma seolah tahu apa yang dipikirkannya. Namun, dia takut hanya menggunakan Bisma untuk melampiaskan rindunya pada Bima.

Gusti, apa yang harus aku lakukan pada laki-laki sebaik itu?

💕Dee_ane💕

Btw, di KK sudah sampe part 20. Kalian bisa cus ke sana buat baca duluan dengan akses 30 hari.

Ish, gaun yang membagongkan! Kenapa ritsletingnya suseh dibukak?😪

Promo "Seri Para Dokter"

Ada cerita ttg Sangka yang lagi mengabdi di desa sangat terpencil


Atau Nila mahasiswa kedokteran yang dideketin dosen anatomi yang dikenal sebagai duda keren

Ada juga cerita dokter internis yang kebingungan cari pasangan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro