Bab 2
Perjamuan makan awal tahun adalah perjamuan pesta malam pertama di Hogwarts untuk menandai awal tahun ajaran baru. Perjamuan ini juga digunakan untuk memperkenalkan staff pengajar baru dan untuk mengumumkan pesan penting tentang beragam hal yang berhubungan dengan tahun ajaran baru.
Perjamuan ini diadakan di aula besar seperti layaknya perjamuan makan lainnya di Hogwarts, dengan dihadiri setiap siswa dan pengajar Hogwarts.
Saat memasuki aula besar, suara bising layaknya dengungan lebah akan segera menyambut indra pendengaran. Di dalam ruangan luas tersebut terdapat empat meja panjang untuk masing masing asrama dengan dipenuhi ratusan piring-piring kosong. Saat mendongak, mata pun akan disuguhi atap layaknya langit malam terbuka dengan ratusan lilin yang melayang di setiap penjuru.
Para siswa Hogwart yang memasuki tahun ajaran baru telah duduk di meja asrama masing masing. Mulai dari kiri meja asrama Griffindor, Hufflepuff, Ravenclaw dan Slytherin. Pada bagian depan terdapat kursi layaknya singgasana tepat di tengah ruangan, tempat dimana Edward Newgate; kepala sekolah Hogwarts duduk serta meja meja di kanan dan kiri untuk para staff.
“Hei,” sapa Iska sebelum duduk di samping (y/n) disusul Perona yang menghimpitnya di sisi yang lain. “apa yang kami lewatkan?” lanjutnya dengan mata menyapu ke segala arah.
Memastikan apa yang tengah dicari Iska, manik (e/c) (y/n) ikut menyisir sekitar tapi, tak menemukan apapun. “Tidak ada,” jawab (y/n) “tapi kalian memerlukan banyak waktu untuk bersiap, ya?”
Belum sempat mereka menjawab, suasana di aula besar lebih dulu berubah. Semua suara segera menghilang dalam sekejap dan semua perhatian teralihkan ke podium, menandakan dimulainya acara dengan upacara seleksi.
Tak lama para siswa yang baru saja diterima di Hogwart segera memasuki aula, saat itu juga bisikan bisikan samar samar mulai terdengar.
Satu persatu para siswa baru yang terpilih itu memasuki asrama masing masing tapi, tidak satupun dari mereka ada yang memasuki Slytherin, membuat (y/n) sedikit mengerutkan alisnya dengan tatapan yang meyisir siswa-siwa baru itu.
“Mencari siapa yang mungkin akan masuk ke asrma Slytherin, huh?” tebak Iska seakan paham jelas apa yang tengah dipikirkan (y/n). Yang ditanya hanya sedikit melirik sebelum membenahi posisi duduknya, mencari posisi yang lebih nyaman. “tapi, jika kau bertanya padaku, aku lebih tertarik dengan pertanyaan ‘Apa yang terjadi saat kami tak ada?’, huh?” dengan cepat (y/n) menoleh pada Iska dengan tatapan bingung yang langsung menemukan wajah penuh makna darinya.
“Apa?” bisik (y/n).
“Jangan berpura-pura di depanku,
(y/n),” lanjut Iska. “tatapan Kid tidak beralih darimu sejak kami sampai.” Dengan cepat (y/n) menatap Kid di sebrang meja dan mendapati tersangka yang dengan terang terangan menatapnya, tepat seperti yang dikatakan Iska tapi, sejak tadi
(y/n) tidak merasakan apapun, hal ini cukup membuatnya terkejut, sebelum kembali memberikan atensi pada Iska.
“Tidak ada apa apa, sungguh.” Kata
(y/n), sayangnya dia menemukan raut penuh sangsi Iska. Dengan penuh keteguhan ia berusaha mempertahankan pernyataannya namun, pertahanan itu tak bertahan lama. “tidak ada yang spesial, sungguh! Dia hanya bertanya tentang luka di sudut bibirku, hanya itu.” dan menghela napas panjang.
“Sebuah kemajuan!” jika mereka tidak berada di upacara yakinlah, suara Iska pasti akan memenuhi seluruh ruangan.
“Kita sudah membicarakan ini berulang kali, oke?” jawab (y/n) dengan berbisik, tidak mau menjadi perhatian setelah suara Iska yang berhasil membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka. “aku dan Kid berada dalam satu asrama yang sama nyaris lima tahun, tidak mungkin dia tidak khawatir saat aku kembali dengan wajah seperti ini.” sembari menunjuk tepat di sudut bibirnya.
“Kau terlalu keras kepala, (y/n).” Kali ini Iska lebih terkendali, dan mulai tidak tertarik dengan percakapan membosankan itu sebelum kembali beralih pada salah satu siswa baru yang akan segera diseleksi.
(y/n) di sampingnya pun juga mengalihkan perhatiannya pada gadis itu. Dengan rambut ponytail hitam yang sangat panjang dan raut angkuhnya, gadis itu jelas tidak begitu menarik perhatian di mata (y/n) tapi, hal itu tidak membuat (y/n) mengalihkan pandangannya.
Baru saja (y/n) berpikir untuk mengalihkan pandangannya pada sesuatu yang lain, sebuah kerlip hijau menarik perhatiannya. sepersekian detik kemudian sebuah perasaan mencekam menggerayanginya. Hawa dingin segera Menyergap dan seakan menusuk kedalam tulangnya. Tangannya pun tak berhenti gemetar. Dengan cepat dia mengalihkan perhatian pada jari-jari di atas pangkuannya yang gemetar hebat. Tanpa tahu apa yang tengah terjadi, matanya mulai memanas dan nyaris menumpahkan air mata.
Namun, riuhnya tepuk tangan seegera menyadarkan (y/n) dan mendorong masuk semua air mata di pelupuk matanya yang sudah siap jatuh kapan saja.
Tatapan (y/n) beralih ke pusat perhatian. Dengan diiringi tepuk tangan meriah gadis berponytail itu itu berjalan dengan tatapan angkuh dan duduk di antara para Charlotte. Terlihat dengan jelas Katakuri yang tersenyum menyambutnya.
Kembali beralih pada jemarinya yang tak lagi gemetar, (y/n) kembali mengingat perasaan mengerikan yang masih dapat dengan jelas di rasakan tapi, satu hal yang masih mengganjal di pikirannya adalah cahaya hijau yang berkelip sesaat sebelum perasaan aneh itu. Apa itu hanya ilusinya saja atau ada hubungannya dengan gadis ponytail itu.
“.../n)! (y/n)!”
“Y- ya?” dengan tergagap (y/n) menoleh pada Perona yang tak henti henti mengguncang pundaknya sampai ia memberikan perhatiannya pada teman pink-nya itu.
“Perjamuan makan sudah di mulai.” Mendengar ucapan Perona, mata (y/n) langsung menatap meja pajang di depannya yang sudah tersaji banyak makanan seperti, steak, puding Yorkshire, permen pappermint, saus tomat dan masih banyak lagi tapi, tak ada satupun yang menarik perhatiannya atau lebih tepatnya, selera makan (y/n) sudah hancur. “kau baik baik saja, kan?”
Matanya masih menatap piring piring di depannya sebelum menjawab. “Aku rasa aku akan kembali ke asrama sekarang.” Bukannya menjawab, sebaliknya (y/n) membuat Perona dan Iska yang mendengar ucapannya terkejut.
“Kau tidak enak badan?” tanya Iska setelah menelan makanannya. (y/n) hanya mengangguk sebelum berdiri dari bangkunya. “mau aku temani?” tanya Iska dengan wajah khawatirnya, sedang (y/n) yang dikhawatirkan hanya menggeleng, membuat semua yang melihat keadaannya semakin khawatir.
Setelah meninggalkan aula besar, semua suara bising segera meninggalkan indra pendengarannya dan tergantikan dengan suara derik dari api obor yang menjadi penerangan di sana. Pencahayaan yang tidak dapat dikatakan baik itu kembali membuat (y/n) memutar perasaan aneh sebelumnya, berharap menemukan sebuah petunjuk barang sedikit.
Namun, sayangnya bukanlah sebuah petunjuk yang datang melainkan tangannya yang kembali gemetar. Ia tak tahu apa itu tapi, yang ia tahu dengan jelas, hal itu pasti berbahaya. Dalam pikirannya (y/n) mengingatkan dirinya untuk selalu menjauh dari gadis ponytail itu agar tak ada lagi kali kedua ia merasa seterancam itu.
“(y/n).” sebuah tepukan dibahu membuat (y/n) sedikit tersentak sebelum dengan panik ia menoleh dan mendapati Killer dengan wajah khawatirnya.
“Ki-Killer...” kata (y/n) dengan nada penuh syukur. Ia pikir yang menepuk pundaknya adalah orang yang sama dengan pemilik kerlip hijau itu. Salahkan imajinasinya yang terlalu tinggi, bahkan sampai berpikir jika kerlip hijau sebelumnya adalah ulah seseorang yang entah menginginkan apa darinya.
“Aku perhatikan kali ini kau banyak melamun,” lanjut Killer tanpa basa basi. “jika ini menyangkut sebuah masalah, kau selalu bisa mengatakannya padaku.”
“A-aku... tidak-” yang di tanya mulai bingung mencari jawaban. Matanyapun memandang liar kesegala arah, asalkan bukan wajah Killer yang kali ini penuh dengan kekhawatiran. “aku baik baik saja.”
“Kau tahu, mereka semua khawatir melihat tingkahmu berubah dalam waktu singkat,” lanjut Killer sangsi dengan jawaban (y/n). “dan jangan lupakan kau yang sering melamun.”
(y/n) yang mendengarnya terkejut. Dia terlalu fokus memikirkan hal yang telah terajadi sampai sampai tidak menyadari orang orang disekitarnya tengah khawatir melihat tingkahnya. Sungguh bodoh.
“Aku... hanya memikirkan beberapa hal kecil.” jawab (y/n) yang tentu saja hanyalah bualannya. “tidak terlalu penting.”
“Sungguh?” tanya Killer memastikan yang dengan cepat dijawab anggukan (y/n). Setelah menghela napas panjang, Killer akhirnya percaya walau masih tak terpuaskan dengan jawaban (y/n).
“Kau meninggalkan perjamuan makan hanya untuk menanyaiku ini?” tanya (y/n) berusaha mengalihkan perhatiannya Killer yang sayangnya kembali membuat si pirang menatap (y/n) dengan raut khawatirnya.
“Kau mau Kid yang datang menyusulmu dan membuat semua semakin kacau?” tanya Killer yang dengan cepat membuat (y/n) bergidik ngeri membayangkan Kid menyusulnya dengan segudang pertanyaan, jangan lupakan hal hal yang mungkin akan dia lakukan untuk menghancurkan malam (y/n) yang memang telah hancur.
“Syukurlah itu kau, Killer.” Bisik (y/n) dan kembali melanjutkan langkahnya dengan Killer di sampingnya.
“Kau tahu, (y/n),” Killer membuka suaranya setelah beberapa saat hening, membuat (y/n) kembali terentak sebelum menoleh pada Killer. “kau bisa selalu berbagi masalahmu denganku.”
Kali ini giliran (y/n) yang menatap Killer dengan tatapan yang tak dapat dibaca. (y/n) sudah menganggap Killer sebagai kakaknya sendiri dan selalu bisa mengandalkannya tapi, kali ini dia masih ragu, selain dari rasa ketakutan itu. Dia masih tidak tahu apa itu hanya karna dia yang kelelahan atau sesuatu yang lain.
Hampir semua tahu jika Killer adalah Mudlood dan tak jarang mendapat perlakuan kurang menyenagkan. Tentu saja Kid tidak akan tinggal diam saat temannya mendapat perlakuan buruk tapi, Killer pasti akan terus memikirkannya dan (y/n) tidak ingin membuat masalah yang masih belum jelas ini lebih membebani Killer.
“Aku tahu.” Jawab (y/n) dengan senyum manisnya. “aku tahu aku selalu bisa mengandalkanmu.” Killer yang mendengarnya tak bisa menahan senyumnya sembari mengacak acak rambut (y/n).
“(y/n)-ya.” Seketika langkah mereka terhenti saat suara familiar itu menyambut indra pendengaran mereka dan saat mereka menoleh, Law; orang yang sebelumnya memanggil (y/n) tengah bersandar pada dinding koridor. “bisa kita bicara?”
Dengan tatapan bingung (y/n) menatap Killer, meminta pendapat sebelum mendapat anggukan Killer. “Empat mata.” Lanjut Law yang menghentikan langkah Killer.
_________
Maaf chap kali ini tidak seberapa, ide ide yang sebelumnya sudah terkumpul harus kembali aku susun satu persatu karna yang lalu telah berhamburan karna tugas yang menggunung (இдஇ; )
Tapi, semoga hawa dari Hogwarts san One Piece nya kerasa ya... Dan juga moga ke abang-able an Killer kena. Wkwkkw, I love him 🥺✨
Oh ya, selamat tahun baru!! 🎉🎊
Aku tahu ini terlambat Tapi, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali, kan?
With love,
Marina
Revisi
3 Januari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro