Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6:36 pm

Kalau diingat-ingat kemarin sore itu tepat sekali hujan deras dan Aubrey menunggu seseorang di dalam kelasnya. Seseorang yang kalau ia sebutkan namanya tidak akan ada yang memercayainya.

Dia Mark Lee.

Malam sebelumnya Aubrey mendapati kertas kecil — yang sepertinya terjatuh dari seseorang — di lantai kamarnya. Aubrey meyakini itu milik kakaknya, Mark.

Siapa lagi yang sering mengunjungi kamar Aubrey tengah malam hanya untuk menaikkan suhu ruangan dan membenarkan posisi selimut di tubuhnya? Hanya Mark Lee. Tidak perlu ditanya bagaimana Aubrey tahu, gadis itu hanya akan percaya pada kakaknya di dunia ini. Bahkan kedua orang tua Aubrey pun, gadis itu lebih memilih diam dan mengurus dirinya sendiri.

Lagipula isi kertas itu pun memang tertuju untuk Mark. Tidak salah lagi.

Temui aku di depan ruang kesenian saat jam pulang sekolah, Mark. Jangan pikir kau bisa lari.

Begitu isi kertasnya. Aubrey khawatir? Tentu saja. Tidak peduli apakah itu hanya kertas jebakan atau apa, keselamatan Mark Lee lebih utama dibanding kepentingan lainnya bagi Aubrey.

Maka keesokannya di sore hari Aubrey menunggu di dalam kelasnya, di sebelah ruang musik, dan seorang diri. Beruntungnya sore itu Jaemin bilang ia ada urusan lain sehingga ia meminta Aubrey untuk pulang tanpanya. Mungkin memang takdir Tuhan itu begitu indah, Tuhan ingin Aubrey dan Mark kembali bersama meski caranya tidak selalu instan.

Benar, cara tidak selalu instan. Sore itu Aubrey justru mendapati Jeno menghampirinya di kelas. Pertanyaan pertama yang dilontarkan Aubrey pada temannya itu pasti Mark. Hanya Jeno yang selalu percaya kata-katanya.

"Jeno? Apa kau bertemu Mark saat jalan ke sini?"

Jeno memasang wajah cemas saat itu. Namun rasa gugup lebih tercetak jelas di wajahnya. Jeno berjalan mendekat dan berlutut di depan Aubrey. Menggeser kursi yang diduduki gadis berambut cokelat tua itu untuk menghadap ke arahnya.

"Aubrey, aku harus melindungimu." Jeno mengambil tangan kanan Aubrey yang kosong. Detik itu juga Aubrey baru menyadari maksud dan tujuan Jeno menghampirinya di kelas.

Jeno mengeluarkan sebuah kertas kecil dari saku jasnya dan membiarkan Aubrey membacanya.

Pesan yang sama. Jeno pun mendapat pesan untuk bertemu seseorang di ruang musik.

"Aku tidak tahu kalau kau akan datang ke sini, tapi aku tahu alasan kau menunggu di sini. Seseorang ingin bertemu Mark, kan?"

Aubrey mengangguk sebagai jawaban. Jeno pun semakin mengeratkan genggaman tangannya. Wajah Jeno benar-benar tidak bisa Aubrey deskripsikan. Bahkan laki-laki itu tanpa ragu mengikis jarak di antara keduanya dan di antara hening yang tercipta cukup lama di antara mereka berdua, ada kehangatan yang tersalur pada Aubrey.

Sore itu Jeno terasa manis dan hangat. Mungkin laki-laki itu sebelumnya menghisap permen mint? Karena rasanya juga sedingin angin sore yang memaksa mendorong kaca ruangan di sebelah mereka.

"M-maaf kalau lancang." Kata-kata itu spontan Jeno ucapkan selepas dirinya menyadari apa yang baru saja ia lakukan pada Aubrey. Satu kata kerja di sore hari itu benar-benar tidak terduga dan tidak pada waktunya. Jeno seharusnya melakulan itu di lain kesempatan. Aubrey bisa saja mendorongnya tadi dan membuatnya tersungkal ke belakang.

Jeno pikir Aubrey akan memakinya karena bertingkah seenaknya. Namun wajah gadis itu malah memerah, sama merahnya dengan Jeno.

He got one point, tho?

Jeno tersenyum kecil, kali ini ia lebih memberanikan diri. Meski rasanya seperti tengah dipaksa untuk terjun bebas dari lantai sepuluh. "Aubrey, kau tahu? Mark baik-baik saja dan aku ingin menjagamu, jadi jangan pergi dari sisiku." Jeno dengan mantap mengatakannya. Mengunci pandangan Aubrey tepat di manik hitamnya.

Kalimat itu seolah membius seluruh sel dalam otak Aubrey, kalimat yang Jeno ucapkan setelah merebut ciuman pertama milik Aubrey selama sembilan belas tahun hidup.

Aubrey berharap kalau Mark benar baik-baik saja dan keputusannya sore itu dengan menganggukkan kepalanya yang kedua kali adalah hal yang tepat. Jeno bilang, "Kita cari Mark bersama, ya?"

Dan ya ini faktanya: kejadian sore itu rasanya seperti hidup dan mati bagi Jeno, serta harapan paling brengsek yang pernah Aubrey terima.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro