❬ 15 ❭ @AnaArfha - One Night at The Library
Seorang pemuda tampak serius mengotak atik laptopnya sambil sesekali membalik lembaran buku yang ia gunakan sebagai acuan. Hari sudah malam, tapi dirinya masih setia berada di perpustakaan sekolah.
Pak Harto alias satpam sekolahnya sudah pulang satu jam yang lalu, dan sekarang jam menunjukkan pukul sembilan malam. Beruntung Pak Harto berbaik hati meminjamkannya kunci duplikat.
Pemuda itu melepas seragamnya sehingga hanya menyisakan kaos hitam polos. Ia menatap ke arah jendela, gelap. Karena sudah terlalu lelah ia memilih untuk beristirahat sebentar seraya memejamkan mata.
Tiba-tiba semilir angin menerpa wajahnya, membuatnya reflek membuka mata. Ia pun mulai mengamati sekeliling, dan tidak ada apapun. Pemuda itu lalu memasang wajah acuh dan kembali melanjutkan aktivitas mengetiknya.
Pemuda itu terlonjak kaget saat ponselnya berdering memecah keheningan yang sedari tadi menguasai suasana. Segera ia raih benda pipih tersebut dan mendekatkannya ke telinga.
"Halo, Devian. Kau ada dimana?"
"Di perpus,"
Devian langsung menjauhkan handphone tersebut dari telinga saat lengkingan keras terdengar dari seberang sana.
"Halo, Devian. Maaf, yang barusan itu adikku. Biasalah, sok-sokan mau nonton film horror padahal mah penakut."
Devian memasang wajah datar, kemudian ia menghidupkan speaker hpnya lalu meletakkannya ke atas meja. Ia berjalan ke arah rak buku yang tak jauh dari tempatnya duduk.
"Kau tidak takut Devian?"
"Tidak. Aku lebih ganteng dari mereka, jadi untuk apa aku takut?"
Theo berdecih. Jujur, ia mencemaskan Devian sekarang. Beberapa hari yang lalu, seorang siswi ditemukan tak bernyawa di dalam perpustakaan sekolah. Lalu keesokan harinya terjadi kesurupan masal yang lagi lagi terjadi di perpustakaan. Dan sekarang, Devian ada di dalam perpustakaan.
Brakk!!
"Devian! Apa yang terjadi?! Devian jawab aku!"
"Berisik!"
Devian bangkit sambil berjalan menuju tempat duduk. Tangan kirinya keseleo akibat tersengkang sesuatu yang membuatnya langsung terjatuh. Devian menutup kasar laptopnya, mood belajarnya sudah hilang. Devian memang hobi pergi ke perpustakaan. Setiap hari, entah pagi, siang, sore, bahkan malam.
Ia memulai kebiasaan itu saat dirinya duduk di bangku kelas 8 SMP. Saat dimana dirinya sudah mulai jarang diberi perhatian oleh kedua orangtuanya yang sibuk mengurus pekerjaan, baik ayah maupun ibunya. Devian tidak ingin merusak dirinya dengan mengonsumsi obat-obatan terlarang, minum minuman keras atau pergi ke tempat hiburan malam seperti yang beberapa anak lakukan saat kurang diberi perhatian oleh kedua orangtuanya.
Lagipula Devian sadar, apa yang dilakukan oleh kedua orangtuanya adalah demi dirinya maka dari itu Devian tak mau terlalu banyak menuntut, dan memilih perpustakaan sebagai tempat pelampiasan, mengabaikan insiden beberapa hari yang lalu yang sempat membuatnya tidak bisa pergi ke perpustakaan.
Tok.. Tok.. Tok..
Devian menoleh ke arah pintu masuk/keluar perpustakaan. Untuk beberapa menit, tidak ada reaksi apapun. Sampai akhirnya pintu itu terbuka tiba-tiba dan menampakkan sosok Theo dengan wajah pucat pasi. Bulir-bulir bening menetes dari jidat hingga ke pipi. Ia terlihat ngos-ngosan.
Devian melirik handphonenya dan mendapati panggilan dirinya dan Theo yang sudah terputus. Theo berjalan ke arah Devian dan mendudukkan dirinya tepat di sisi kiri Devian.
"Kenapa kau tidak menyahut saat aku panggil. Aku panik, aku kira kau sudah dimakan hantu."
Devian menautkan alisnya, Theo memanggilnya? Kapan?
"Kapan kau memanggilku?"
"Saat kita telfonan tadi, kau hanya diam saja."
Mulut Devian membulat, kepalanya mengangguk-angguk pelan. Tampaknya dirinya terlalu sibuk melamun sampai tidak mendengar suara Theo yang memanggilnya.
"Jangan bilang kau melamun?"
"Sepertinya begitu,"
Tok.. Tok.. Tok..
Devian dan Theo saling berpandangan. Theo menegakkan posisi tubuhnya sementara Devian berpaling ke arah pintu.
"Apa kau tadi ada mengetuk pintu sebelum masuk ke sini?"
"Tidak,"
Devian berdiri, berjalan ke arah pintu dan berniat untuk membukanya. Namun belum sempat ia melakukan itu Theo dengan cepat menariknya.
"Apa sih?!"
Theo tidak bersuara, namun kepalanya menggeleng cepat.
"Kau ini penakut sekali."
Devian mengabaikan Theo dan membuka pintu tersebut. Seketika tubuhnya membeku saat mendapati Theo yang tengah berdiri di depannya dengan wajah bingung.
"Kenapa kau?"
Devian tidak menjawab, ia memilih untuk menoleh ke belakang dan tidak mendapati siapapun. Ia kembali menatap Theo, wajahnya pucat seketika.
"Tolong jangan tatap aku seperti itu, karena aku bukan hantu!"
Theo jengkel saat tak mendapat respon apapun dari Devian. Pemuda itu terus saja diam dengan raut wajah takut.
Brukk!
Devian membuka matanya yang langsung disambut cahaya remang. Tubuhnya dibasahi oleh keringat. Devian tertegun saat menyadari bahwa dirinya ada di dalam perpustakaan sekolah. Diliriknya jam yang menunjukkan pukul sepuluh lewat. Apa ia ketiduran? Apa yang tadi itu hanya mimpi?
Segera ia raih hpnya dan mengecek panggilan masuk, dan benar saja. Tidak ada bekas panggilan masuk dari Theo yang itu artinya ia hanya bermimpi. Devian menghela nafas lega, sampai ia mendengar sebuah suara,
"Hai, Devian. Terima kasih sudah mau menemaniku."
Dengan segera Devian mengemasi barang-barangnya yang berada di atas meja, dan bergegas meninggalkan perpustakaan dengan langkah kaki seribu.
Dan sejak saat itu, Devian tidak lagi pernah ke perpustakaan di saat malam hari dan selalu menatap curiga ke arah Theo.
The End
A/N : cerita ini hanya fiktif belaka, real hasil karangan dari ana. Cerita ini tidak terinspirasi dari kisah nyata karena tidak pernah terjadi di kehidupan nyata dan jangan sampai terjadi di kehidupan nyata. Intinya, cerita ini tidak nyata.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam
@AnaArfha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro