Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❬ 13 ❭ @Unravel_Owl - Help

Jangan lupa putar mulmed-nya nanti pas mencapai klimaks yaa~ biar kerasa hehehe... Tengkyuu😘

.
.
.
.
.
.
.

< •••• >

"Karena dia, kami tertidur. Karena dia, kami bangkit kembali untuk membalaskan dendam."

< •••• >

Di setiap sekolah pasti selalu ada penghuninya, siapa lagi kalau bukan makhluk tak kasat mata. Makhluk yang berbeda dari dunia kita. Setiap sekolah pasti mempunyai cerita mistis di balik gedung tersebut, misalnya tanah bekas kuburan, rumah sakit angker, atau bahkan terkenal angker karena ada suatu kasus.

Byurrr

Seember air berbau tak sedap jatuh mengenai kepala seorang siswi saat ingin membuka pintu kelas.

"Hahaha, lihat si nerd itu, dia terkena prank kita," kata seorang siswi yang ikut andil dalam membuat jebakan tersebut.

"Kau benar. Lihat, pakaian yang ia kenakan basah semua. Hahaha kasihan sekali ..."

Sedangkan si obyek yang terkena ulah kejahilan dari teman-temannya hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Apa kalian sudah puas?" tanya siswi itu dengan suara serak tertahan.

"Tentu saja belum!" Seru gadis bermata hazel sembari menjambak rambut gadis itu.

Bel masuk menyelamatkan gadis itu dari serangan teman-teman yang membully-nya. Guru cantik dengan baju kemeja panjang serta rok spans berwarna hitam menutupi bagian paha sampai lututnya.

"Bu Erika, bukannya sekarang tidak ada pelajaran ibu?" tanya salah seorang siswa, Bu Erika tersenyum dan menjawab, "Ibu kesini bukan untuk mengajar, melainkan memberikan sedikit informasi."

Anak-anak mendengarkan dengan sangat seksama, "Sekolah kita akan mengadakan festival kesenian, Ibu akan menunjuk langsung murid-murid yang akan ikut andil dalam pelaksanaan acara ini."

Semua anak-anak terdiam menantikan Bu Erika, mereka langsung menebak pasti anak murid kesayangan Bu Erika siapa lagi kalau bukan Navisha.

"Ibu akan membuat drama Putri Salju-" Bu Erika diam sebentar sembari menatap sekeliling kelas.

"Navisha, Kanaya, Vannie, Aneska Zoya, Arkan, Jeff, dan Orion. Kalian akan memainkan drama Putri Salju."

"Saya menolak!" Arkan berdiri dengan menggebrak meja, diikuti oleh Jeff serta Orion yang ikut berdiri."Ya, kami juga."

"Tidak ada penolakan, atau kau mau saya adukan pada tuan Betelgeuse?" Arkan mendecih sebal jika sudah menyangkut perihal ayahnya. Ia pun duduk. "Baiklah ibu akan melanjutkannya, Kanaya kau akan menjadi putri saljunya, Arkan akan menjadi pangerannya, Navisha, Aneska, Vannie akan menjadi kurcaci. Sisanya juga akan menjadi kurcaci."

"Zaidan kau akan melukis diatas panggung." Kanaya berteriak girang sambil berkata. "Wahh kekasihku akan melukis!"

"Sepertinya hanya itu saja yang ingin ibu sampaikan. Terimakasih ...." Kyla menghela nafasnya lega karena dirinya tidak akan bermain dalam peran inti, sampai ...

"Oh iya, Kyla, kau akan memainkan pertunjukan piano dengan musik Fur Elise Ludwig Van Beethoven. Kau bisa berlatih nanti saat pulang sekolah." Setelah mengucapkan hal itu, Bu Erika benar-benar pergi dari kelas itu.

"Woahhhh lihat, si cupu ini akan memainkan pertunjukan piano. Memangnya kau bisa memainkan piano itu hah?!"

"A-aku akan mencobanya nanti."

"Awas kau jika mengacaukan festival kesenian ini." Ancamnya. Kyla hanya bisa mengangguk dan berbisu tidak berani menjawab.

....

Arkan menopangkan dagunya tak minat menatap pelajaran kali ini, ia menguap karna ngantuk. Berbeda dengan Kyla yang tangannya berkutat mencatat semua yang di sampaikan oleh gurunya di depan.

Arkan melirik ke arah Kyla. "Membosankan sekali dia," gumamnya pelan.

Kringgg ... kringgg ... kringgg...

Bel pulang berbunyi, Arkan meregangkan tangannya ke atas dan ke depan. Ia melirik ke arah Kyla yang sedang memasukkan semua buku-bukunya dan kemudian memakaikan tasnya ke bahu. Sampai gadis itu pergi, Arkan masih tetap dengan lirikannya.

"Hey, bengong saja. Ayo ke lapangan latihan basket."

"Oh, iya bentar."

#Skip Time

Kyla membuka pintu ruangan ekskul musik. Terpampang jelas piano besar dengan banyak debu yang menumpuk karna jarang digunakan.

Ia membersihkan piano tersebut dengan sapu tangan yang selalu ia bawa. "Selesai." Kyla duduk dan membuka buku partitur Fur Elise Ludwig Van Beethoven.

Kyla memulai dengan sentuhan jari yang pelan pada tuts piano seperti sedang menyentuh kepala seorang bayi. Sebenarnya ia bisa memainkan piano, kenapa? Karna dulu temannya pernah mengajarkan dirinya memainkan piano.

Nada-nada fur Elise begitu menenangkan saat Kyla memainkannya dengan penuh perasaan.

Karena cukup puas berlatih, ia membereskan pianonya dan meninggalkan ruangan tersebut. Setelah kepergian Kyla hawa di ruangan tersebut berubah drastis.

"Aku bebas ... Aku akan membalaskan dendamku padanya."

"Aku menantikan permainan Pianomu... Kyla Ruskaina.. fufufufu..."

Tuts piano bergerak sendiri mengeluarkan suara yang begitu kasar seolah menandakan bahwa hantu jahat telah bangkit. Ya, hantu Beethoven ...

....

Kyla berjalan bersenandung menatap langit yang sudah mengeluarkan semburat orange.

Bruk

"M-maaf." Kyla tidak berani menatap orang yang ia tabrak.

"Kau lagi cupu?! Beraninya menabrak Arkan, kau sengaja ya, hah!"

Mendengar bentakan itu ia tidak perlu mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa itu, "M-maaf aku memang tidak sengaja Aneska."

"Kau pasti sengaja! Sini kau, kuhukum!" Aneska langsung menyeret lengan Kyla. Kyla menatap Arkan dengan pandangan 'tolong aku', sedangkan Arkan bingung antara ingin menolongnya atau tidak.

Byurrr

"A-aku minta maaf Aneska. Aku tidak se-"

Byurrr

Aneska terus saja menyirami air kepada Kyla, "Kumohon ... hikss
... jangan lakukan ini...,"

"Kau pantas mendapatkannya cupu!"

"Kau berani-beraninya melirik ke arah Arkan, memangnya aku tidak melihatmu, hah?!"

Duakk

Aneska menjedotkan kepala Kyla ke dinding bilik kamar mandi. Kepala Kyla sangat pening "Aku akan menguncimu disini sampai esok pagi." Kyla berusaha mencegah Aneska, namun langsung di tepis dan di dorong oleh Aneska.

Ceklek

"Kumohon ...hiks ...buka pintunya ...,"

"Seseorang tolong aku hiks ..."

"Pilih tissue merah atau tissue biru ..."

Kyla menatap ke sekeliling ruangan kamar mandi, "Si-siapa itu?" tanyanya gugup. Tangannya yang basah berasa dingin sekali, karna dengan tiba-tiba suhu di ruangan itu terasa berbeda.

"Pilih tissue merah atau tissue biru ..."

Suara itu terus saja mendesak Kyla dan mengabaikan pertanyaannya. Kyla langsung tersentak dan mundur beberapa langkah dari bilik kamar mandi keempat sambil membekap mulutnya tak percaya.

Apa dia ...

Pikirannya kacau, ia langsung teringat dengan hantu toilet yang pernah ia baca. Ia tak menyangka bahwa dirinya akan berada di posisi seperti ini.

"Pilih tissue merah atau tissue biru?!"

Hantu itu geram karena tidak mendapatkan jawaban dari Kyla.

Kyla mengigit kuku jarinya, "Apa yang harus aku lakukan? Aku harus memilih warna apa?" gumamnya pelan.

"Cepat katakan! Pilih tissue merah atau tissue biru..?!"

Cepatlah berpikir Kyla, hantu itu mulai marah, pikirnya.

Kyla berusaha untuk tenang agar pikirannya jernih, ia berusaha mengingat bagaimana cara ia meniduri hantu Aka Manto ini. Ya ... hantu toilet ini bernama Aka Manto yang akan menanyakan sebuah pilihan kepada mangsanya.

"Pilih tissue merah atau tissue biru..?!! Grrr... Cepat katakan atau kau akan kubawa ku dunia lain..!!"

Kyla langsung teringat bagaimana cara menidurkan hantu Aka Manto ini. Sebuah tangan menyembul dari kloset kamar mandi dan langsung mencekik leher Kyla.

"Ekhh ...!" Ringis Kyla saat tangan itu mencekiknya.

Kyla meronta-ronta, setelah bebas ia langsung mengambil botol serta kertas dan spidol merah. Tangannya menuliskan sebuah kanji gerbang, lalu ia tempelkan di botol minumnya itu.

"Lalu aku harus bagaimana lagi?!" Pikirannya buntu saat ia sedang panik, ia berusaha untuk tenang. Namun, tangan itu kembali mencekik lehernya.

"Ekhh ...!"

Tangannya gemetar, ia tidak tahu apakah mantra ini akan berhasil.

"Kami pinjam toiletnya ..."

"Kami pinjam toiletnya ..."

Mantranya tidak menunjukkan reaksi apapun terhadap hantu itu.

"Tolong aku! Siapapun tolong aku ...hiks ...,"

Tes

Kyla menangis sesegukan ia ketakutan sekarang.

Apa yang harus aku lakukan sekarang ...?

Akhirnya Kyla berusaha untuk mencobanya sekali lagi, ia meronta-ronta mencoba lepas dari cengkeraman hantu Aka Manto.

Setelah lepas, ia langsung mengucapkan mantranya sekali lagi.

"Kami pinjam toiletnya ..."

"Kami pinjam toiletnya ...,"

"Kami pinjam toiletnya ..."

"HUAAAARRRGGGHH!!!"

"Kami pinjam toiletnya!"

Tangan hantu itu pun keluar dari wc dan masuk ke dalam botol minum Kyla.

"Kami pinjam toilet!!!"

"HUAARRGGHH INI TIDAK MUNGKIN!!"

Akhirnya hantu itu sepenuhnya sudah masuk ke dalam botol minum Kyla, dan kertas bertuliskan kanji gerbang itu menjadi tutup botol minum Kyla tersebut.

"Hhhh ...hhh ..." Nafas Kyla terengah-engah, ia menyenderkan punggungnya pada dinding toilet dan mengambil tasnya lalu memeluknya. Ia kedinginan dengan semua bajunya yang sudah basah karena air.

Ceklek

Pintu toilet dibuka oleh seseorang, Kyla mendekati pintu untuk melihat siapa yang datang dan menyelamatkan dirinya itu.

"Kau baik-baik saja?!" Kyla terkejut saat laki-laki jangkung itu menyentuh kedua bahu mungilnya dengan tatapan intens serta khawatir.

Sadar apa yang ia lakukan, Arkan langsung melepaskan tangannya dari bahu Kyla. "Ma-maksudku ... apa yang kau lakukan disini hah?! Ini sudah sore, kalau mau menginap di sekolah carilah tempat yang praktis, jangan disini dasar bodoh!" Sarkasnya memalingkan muka agar tidak menatap Kyla.

Kyla hanya tersenyum malu-malu, "Terimakasih karna sudah menyelamatkanku." Arkan menundukkan kepalanya menatap Kyla yang jauh lebih pendek sebahu darinya.

"Aku permisi dulu, ada urusan yang harus kuselesaikan." Kyla pergi meninggalkan Arkan yang masih terdiam di dalam kamar mandi. Kyla tak lupa membawa botol yang sudah ia gunakan untuk menidurkan hantu Aka Manto, dan ia akan menggantungnya di pojokan tempat menaruh peralatan kamar mandi.

"Kenapa kau masih disana Arkan? Kau tidak mau pulang?" Kyla menanyakan hal yang serupa dengan pertanyaan Arkan sebelumnya. Arkan sadar, dan langsung memandangnya dengan tatapan tajam lalu berjalan melaluinya.

.....

Festival Kesenian di percepat karena permintaan anak murid kesayangan Bu Erika, Navisha. Para pemain drama dan juga tari berlatih lebih keras, termasuk Arkan yang sedang menghafal bagian teks dramanya dengan sangat malas.

"Semangat," bisik Kyla saat melewati Arkan di samping lelaki itu. Membuat sang empunya tersentak dan menatap punggung kecil itu yang sedang mengobrol dengan adik kelas. Senyum tipis tercetak di wajah tampannya, sangat tipis sampai orang di sampingnya tidak akan menyadarinya.

"Latihan kita sudahi hari ini, kalian bisa mengasahnya saat di rumah dengan menggunakan cermin. Dan besok kita akan latihan lagi lebih keras dari hari ini. Semangat anak-anak!" Anak-anak bersorak gembira sebagian, sedangkan sisanya malas untuk mengikuti hal tersebut.

"Dan untuk Kyla, kau bisa berlatih bermain piano saat pulang sekolah nanti. Pastikan kalau kau sudah lancar betul memainkannya."

Kyla menganggukkan kepalanya, "Baik Bu." Kelas di bubarkan mereka boleh beristirahat.

Rombongan Aneska sudah keluar kelas lebih dulu untuk ke kantin bersama teman-teman Arkan juga. Sedangkan Arkan sendiri sedang menyenderkan punggung kokohnya itu pada tembok di dekat pintu ruang kesenian.

"Apa yang kau katakan tadi?" Kyla tersentak mana kala laki-laki itu mengeluarkan suara baritonnya.

"Kau membuatku kaget Arkan." Katanya.

"Yang mana ya?" Tanya Kyla menatap bingung pada Arkan.

Arkan menatap gadis yang lebih pendek darinya sebahu dengan tatapan intens, "Tidak ada, lupakan saja." Ia pun melenggang pergi menuju kantin dimana teman-temannya berada.

Sedangkan Kyla memilih arah yang berlawanan dari Arkan.

Kejadian sore kemarin saat di kamar mandi masih teringang-ingang di pikirannya, membuatnya enggan untuk memasuki toilet itu sendiri.

Kyla memakan bekalnya dengan khidmat sampai Arkan memasuki kelas dan menghampirinya.

"Apa yang kemarin sore kau lakukan di toilet?" tanyanya.

"Yang mana? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan Arkan."

"Apa kemarin Aneska yang menarikmu dan menguncimu di toilet?" Kyla menghentikan kegiatan makannya dan matanya menghindari kontak mata dengan Arkan.

"Benar? Sudah kuduga."

"A-apa pedulimu memang?"

"Tentu saja aku peduli karena ak-" Arkan langsung membungkam bibirnya rapat-rapat. Setelah itu, ia pergi ke tempat duduknya yang sebenarnya.

Setelah bel istirahat kedua berakhir, pelajaran di lanjutkan oleh Bu Rahma selaku guru Bahasa Indonesia. Seperti biasanya Kyla hanya menatap lurus ke depan mendengarkan gurunya menerangkan. Sedangkan Arkan sesekali matanya melirik ke arah Kyla.

"Nah, sekarang kalian kerjakan halaman 758 essainya saja dan pake soal, di kumpulkan setelah bel berbunyi kepada ketua kelas. Ibu tinggal sebentar ya, jangan ribut." Bu Rahma pun keluar untuk mengurus keperluan penting.

Kyla langsung mengerjakan tugasnya dengan sangat sungguh-sungguh, tidak berbicara sedikit pun pada teman-temannya. Ia hanya ingin cepat selesai dan bisa pergi ke taman, ia merasa kalau Arkan terus memperhatikannya dan itu membuatnya sedikit risih.

Setelah selesai, ia langsung mengumpulkannya kepada Arkan selaku ketua kelas.

"Arkan, aku mau izin ke luar kelas."

"Mau kemana kau?" Bukan Arkan yang menjawab, melainkan Aneska yang sedang bergelayut di lengan lelaki itu.

"Aku mau ke toilet."

"Hn, yasudah cepat kembali." Kata Arkan. Dan setelahnya Kyla langsung ke luar kelas dengan arah yang berlainan dari arah toilet.

....

Karna bel pulang sudah berbunyi, Kyla langsung kembali ke kelasnya yang sudah sunyi karna anak-anaknya sudah terlebih dahulu keluar.

Kyla mengambil tasnya dan pergi ke ruang musik untuk latihan bermain piano. Ia memulai tuts pertamanya dengan pelan dan lembut seolah seperti memegang kepala bayi.

Saking menikmati alunan musiknya, Kyla tidak menyadari bahwa ada sesosok penunggu piano tersebut yang berada di belakang punggungnya.

"Kyla ...,"

Gadis itu menghentikan permainannya, ia memeluk kedua lengannya merasakan hawa yang tidak biasa. Bulu kuduknya meremang.

"K-kenapa hawanya jadi tidak enak begini ya?" tanyanya heran pada dirinya sendiri.

"Kyla... Aku menantikan permainan pianomu di depan banyak orang fufufufu..."

Kepalanya celingak-celinguk mencari sumber suara itu berasal, "Si-siapa kau?" tanyanya takut.

"...!!!" Kyla terkejut saat piano itu mengeluarkan suara seperti nada yang ia mainkan sebelumnya, bedanya kali ini suaranya begitu kasar dan bukan ia yang memainkannya, bukan jarinya lah yang bergerak-gerak lincah dalam tuts piano tersebut. Melainkan hantu terkutuk lukisan Beethoven-lah yang mengendalikannya.

"Fufufufu aku sudah tidak sabar ingin membunuhmu Kyla. Aku juga tidak sabar untuk membunuh teman lelakimu itu. Fufufufu ...,"

Kyla terhenyak, kenapa hantu itu ingin membunuhnya? Padahal ia tidak melakukan kesalahan apapun atau mengusik hantu tersebut.

"A-apa maksudmu? K-kenapa kau mau membunuhku dan juga temanku."

"Gegara teman lelakimu itu, kami semua para hantu jahat terkurung, terikat dalam sebuah mantra yang menyebabkan kami tertidur dan ingin membalaskan dendam kami. Hahahaha.!!!" Hantu Beethoven itu tertawa keras begitu nyaring dan menakutkan.

"Kyla!! Buka pintunya Kyla!!" Suara teriakkan seseorang yang sudah sangat ia hapal di luar kepalanya. Ya, Arkan lah yang menggedor-gedor pintu ruangan tersebut.

"Fufufufu itu dia.. kenapa tidak sekalian saja kubunuh ia disini bersamamu? Hahaha ...!!"

Mata Kyla membulat dengan sempurna. "Kumohon jangan bunuh Arkan. Kumohon ...,"

"Percuma kau memohon, toh kau juga akan ikut mati bersamanya."

Prang

Suara kaca pecah terdengar dari luar jendela. "Kyla!!"

Hantu Beethoven itu melayangkan sebuah kardus yang berisi peralatan berat ke arah Arkan yang berusaha masuk melalui jendela.

Bruk

"TIDAK!" Kyla berteriak histeris menatap khawatir Arkan di luar sana.

Hantu itu terus saja melayangkan semua benda yang ada di sekitar ruangan tersebut ke arah Kyla. Kyla berusaha menghindari Lemparan benda tersebut yang mengarah ke dirinya.

Bruk

"Akh!" Pekiknya kesakitan saat kardus itu mengenai menimpa badan mungilnya, dan kemudian di susul dengan lemparan kardus lainnya yang menimpanya sampai dirinya tenggelam dalam tumpukan.

Tubuh Kyla terangkat melayang di kendalikan oleh hantu Beethoven. "Ekh!!" Hantu itu mencekik leher Kyla sangat kencang membuat sang gadis susah untuk bernafas.

"Le-lepaskan- ekh!!"

"Fufufu rasanya sangat menyenangkan membuatmu tersiksa seperti ini Kyla ..."

BRAK

"Kyla!!" Arkan berhasil mendobrak pintu ruang kesenian dan matanya membulat dengan sempurna melihat sosok mengerikan yang sedang mencekik leher gadis yang ia cintai itu.

"Lepaskan dia!" Perintahnya tegas.

"Baiklah kali ini ku lepaskan kalian berdua, dan aku akan menunggu saat festival kesenian tiba. Dimana semua orang akan mati. Hahahaha...!!!" Setelah berucap mengerikan seperti itu, hantu Beethoven kembali masuk ke dalam lukisan Beethoven yang tertancap di dinding.

Kyla jatuh terkulai lemas, matanya sayu, nafasnya tersengal-sengal. Arkan menghampiri gadis tersebut. "Kau tak apa? Mana yang sakit?" Datar, namun ada sarat kekhawatiran di dalamnya.

Kyla menggeleng, "A-aku tak- apa ..." setelahnya warna gelaplah yang di rasakan Kyla dan suara panik Arkan sebelum dirinya benar-benar kehilangan kesadaran. Ya, ia pingsan.

Arkan menggendong Kyla ala bridal style keluar dari ruangan yang sudah seperti kapal pecah itu. Arkan membawa Kyla ke UKS sekolah untuk mengobati luka gadis itu. Tanpa mereka sadari ada tiga perempuan yang menatap punggung lelaki yang sedang membawa perempuan cupu di gendongannya.

"Arkan ..."

~ UKS ~

Arkan mengobati luka yang berada di pipi serta lengan tangan kanan sang gadis dengan sangat hati-hati takut menyakitinya.

"Ehmm ..." Kyla melenguh dan mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya.

Matanya mengedarkan pandangannya ke arah lelaki yang mengobati luka-lukanya.

"Terimakasih Arkan," katanya.

"Hm ..."

"Sudah, ini biar aku saja sendiri. Kau juga harus mengobati lukamu." Kyla mengambil alih kapas dan juga kotak P3K tersebut, mengajak Arkan untuk duduk di atas tempat tidur di sampingnya.

"Maaf gegara aku kamu jadi ikut terluka."

"Tidak, ini bukan salahmu."

"Ada keterkaitan apa kau dengan hantu jahat tadi?" tanya Arkan pelan.

Kyla menghela nafasnya kasar. "Aku juga tidak tahu, tiba-tiba ia berkata ingin membunuhku dan membalaskan dendamnya pada seseorang yang sudah menidurkannya."

Setelah keduanya saling mengobati satu sama lain, Arkan berniat mengantarkan Kyla pulang ke rumahnya dengan selamat.

"Terimakasih banyak Arkan." Dan hanya di balas anggukan ringan dari Arkan.

.

.

.

#SkipTime

Festival Kesenian, 25 November 2015

Hari ini, dimana hari mereka akan menunjukkan hasil latihan kerja keras mereka selama 3 Minggu yang lalu. Menghafal teks drama, berlatih tari modern dan tradisional, berlatih bermain orkestra, lenong, dan lain sebagainya.

"Seperti yang kita ketahui bahwa hari ini adalah hari dimana seharian penuh kita akan di berikan berbagai pertunjukan yang berkaitan dengan seni."

"Karena tidak membuat para hadirin sekalian menunggu lebih lama, langsung saja kita lihat persembahan dari kelas 10 IPA dengan modern dancenya." Suara gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai terdengar hingga ke ruangan belakang.

Kyla berjalan bolak-balik yang tak sengaja berhadapan langsung dengan Arkan. Arkan yang melihat tersebut pusing dan langsung saja memarahi gadis itu, "Bisakah kau berhenti melakukan hal tersebut? Itu membuat mataku sakit!" Kyla menghentikan kegiatannya tersebut dan duduk.

Ada seorang pria dari kelas lain menghampirinya dan memberinya semangat untuk tampil nanti. Mereka mengobrol dengan sangat asyik sampai-sampai tidak menyadari keberadaan Arkan yang sedang terbawa api cemburu melihat keakraban mereka.

"Dan kita persembahkan penampilan dari Kyla Ruskaina dengan permainan pianonya Fur Elise Ludwig Van Beethoven!!" Namanya disebut dan setelahnya sorak sorai tepuk tangan bergerumuh.

"Cepatlah naik ke atas dan mainkan partitur-partitur fur Elise dengan sangat indah di depanku. Aku akan duduk di barisan terdepan untukmu Kyla." Kyla mengangguk malu karena ada yang peduli padanya. Apalagi dia lelaki tampan dari kelas sebelah.

Setelah lelaki itu pergi, Kyla berusaha tenang dengan cara menarik nafas dan membuangnya, "Tarik nafas ... buang ... tarik nafas ... buang. Oke kau pasti bisa Kyla." Ia mantapkan hal itu dalam hati dan pikirannya, namun ia teringat dengan perkataan hantu Beethoven terkutuk itu. Tentang orang-orang yang akan mati saat ia memainkan piano terkutuk itu.

PUK

"Jangan khawatir, ia tidak akan melakukan hal itu. Pasti." Arkan menenangkannya. Hatinya menghangat saat sang pujaan hati menenangkan sekaligus menyemangatinya.

"Terimakasih Arkan." Ia langsung meninggalkan Arkan dan naik ke atas panggung.

Kyla mendapatkan sambutan tepuk tangan saat dirinya memasuki panggung. Ia membuka buku partitur musik Fur Elise- Ludwig Van Beethoven. Ia menarik nafasnya agar tenang. Sekilas ia melihat sekelebat bayangan hitam.

"Fufufu ... Bermainlah ... dan mereka semua akan mati di hadapanmu Kyla fufufu ..."

Kyla menarik nafasnya sekali lagi, ia harus berkonsentrasi penuh pada permainan pianonya, dirinya tidak akan terhasut oleh hantu jahat itu.

"Tidak, hantu itu pasti hanya bercanda. Jangan dengarkan dia Kyla." Bisik hati kecilnya.

Ia memulai menyentuh tuts pianonya dengan sangat lembut, memulai not pertamanya. Pelan dan lembut, nadanya mengambang menyelaraskannya dengan hati. Ia memainkannya dengan penuh penghayatan sambil menutup matanya menyerap semua nada-nada yang keluar dari sentuhan jari-jari kecilnya itu.

Ia membuka kelopak matanya dan menghadap ke para penonton.

Deg!

"Tidak ... tidak ... ini tidak mungkin ... apa yang terjadi pada mereka!!" Ia berteriak histeris saat melihat para penonton yang mengadahkan kepala mereka ke atas dengan mata melotot dan mulut yang menganga lebar, jiwa mereka seperti sedang di hisap.

"Apa yang terjadi! Kenapa tanganku tidak mau berhenti memainkan piano ini!!" Suara piano yang di mainkan Kyla berubah haluan menjadi sangat kasar, namun masih memainkan menyelesaikan semua nada-nada yang terdapat di dalam buku partitur.

"Kau sudah terkena kutukan piano tua itu Kyla Ruskaina ... dan kau akan melihat semua teman-temanmu mati karena permainan pianomu itu, dan tentu saja dirimu juga akan mati di tanganku. Hahahaha..!!!" Hantu itu tertawa jahat melihat betapa senangnya saat dirinya berhasil membalaskan dendamnya itu.

....

Arkan yang sedang menghafalkan teks dialognya kesal karena mengingat kejadian tadi, dimana Kyla mengobrol dengan asyik dan tertawa pada lelaki selain dirinya.

"Shit! Ada apa dengan diriku? Kau tidak berhak melarang Kyla untuk dekat dengan pria lain bodoh! Ingatlah, kau tidak lebih dari seorang teman baginya, bahkan bukan!" Makinya pada dirinya sendiri.

Ia keluar dari ruangan itu untuk melihat permainan piano Kyla, siapa tahu hatinya bisa tenang mendengar tiap nada yang di mainkan oleh Kyla.

Deg!

Arkan terkejut saat melihat orang-orang yang berada di depan panggung. Mereka seperti orang mati dan nyawa mereka seperti sedang di hisap.

Ia melihat ke arah panggung dimana Kyla memainkan pianonya. Betapa terkejutnya ia mendapatkan gadisnya dengan posisi yang sama seperti para penonton. Tangan gadis itu masih menari-nari lincah di atas tuts piano yang berwarna putih itu.

"Kyla!!" Teriaknya. Ia menghampiri ke atas panggung. Kyla menangis seolah berkata, "tolong aku," dalam tatapan matanya.

Tap

Entah bagaimana saat Arkan menyentuh dan menarik kedua tangan Kyla, ia berhasil membuat gadis itu berhenti memainkan piano terkutuk itu.

Kyla jatuh terkulai, ia lemas mungkin karena sebagian jiwanya terhisap oleh hantu jahat itu.

"Apa yang terjadi? Kenapa bisa begini?" tanya Arkan.

"Ini semua salahku. Mereka jadi seperti ini saat aku memainkan piano terkutuk itu. Hantu jahat Beethoven sudah mengutukku Arkan ... hiks ...," Ia menangis di dada bidang Arkan.

"Tenanglah, ayo kita tidurkan kembali hantu itu." Kyla mendongakan kepalanya menatap Arkan bingung. "Bagaimana caranya?"

Arkan berpikir sebentar. "Jika kau memainkan nadanya dari awal sampai akhir akan membawa mereka pada jurang kematian, maka kita hanya perlu memainkannya secara terbalik Kyla."

"Apakah bisa?" tanyanya ragu.

Arkan mengangguk mantap. "Aku yakin bisa." Mereka mencoba untuk menidurkan hantu Beethoven dan mengembalikan jiwa semua penonton yang sudah terhisap oleh hantu tersebut.

Mereka memainkannya secara terbalik, dari nada akhir ke awal. Dengan panduan buku partitur yang dibawa oleh Kyla. Mereka memainkannya dengan penuh perasaan.

"AARGGHH ...!! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!"

"Tentu saja menidurkanmu hantu jahat," kata Arkan.

"AAARGGHHH!!! HENTIKAN!! HENTIKAN!! ARRGHH!!" Hantu itu berteriak kesakitan, sedikit demi sedikit jiwa orang-orang mulai masuk kembali ke raga mereka masing-masing.

"Kau hantu jahat tidurlah kembali!!"

"Kau hantu jahat tidurlah kembali!!"

"Kau hantu jahat tidurlah kembali!!" Kyla mengucapkannya dengan sangat lantang.

"AARRGGHHH TIDAK!! HENTIKAN ...!! KAU MEMBUATKU GAGAL MEMBALASKAN DENDAMKU KYLA!!"

"KAU HANTU JAHAT TIDURLAH KEMBALI!!" Arkan dan Kyla berteriak bersama.

"HUARGHHHH!!! INI TIDAK MUNGKIN...!!!!!" Dan setelahnya hantu piano tersebut berhasil di tidurkan kembali dan tidak akan muncul lagi.

Kyla dan Arkan berdiri dari tempat duduk mereka. Kyla memandang Arkan dengan mata yang siap untuk menangis. Gadis itu langsung menerjang ke arah Arkan. Terkejut, namun Arkan menerima pelukan itu dan mengelus punggung gadisnya untuk menenangkannya.

"Ini sudah berakhir ...," bisiknya pelan pada sang gadis. Kyla mengangguk pelan dalam pelukan Arkan.

Satu persatu para penonton mulai kembali pada posisi semulanya, mereka bertanya-tanya apa yang terjadi seperti orang linglung. Lalu ada seorang anak yang berteriak sambil menunjuk ke arah panggung.

"Lihat!!"

"Itu Arkan dan Kyla! Mereka ber ... pelukan?" Anak itu bingung.

Arkan melepaskan pelukannya dan menghadap ke penonton. "Mohon maaf kepada para hadirin yang sudah datang, acara festival kesenian ini akan kami hentikan karna ada kendala besar." Bisik-bisik bergerumuh setelah Arkan mengatakan hal tersebut, adanya berteriak tidak terima dan sebagainya.

Arkan menuntun Kyla turun dari atas panggung, gadis itu masih shock dengan kejadian tadi.

Bu Erika menghampiri mereka, lebih tepatnya menghampiri anak murid lelakinya itu yang seenak jidatnya menghentikan acara yang sudah ia rencanakan dan ia buat jauh-jauh hari.

"Apa yang kau lakukan Arkan! Jangan mentang-mentang kau anak pemilik sekolah ini bisa menghentikan acaraku seenak jidatmu." Wanita paruh baya itu berteriak marah.

Arkan menatap datar gurunya itu. "Ikut dengan kami dan kami akan menunjukkan kejadian yang sebenarnya." Mereka pergi ke ruang CCTV untuk melihat apa yang terjadi di aula panggung tadi.

Betapa terkejutnya Bu Erika saat melihat kejadian mengerikan tersebut, akhirnya ia percaya dan menghentikan acara festival kesenian itu. Setelah kepergian Bu Erika menghadap ke kepala sekolah, Arkan menarik Kyla ke dalam pelukannya untuk menenangkan gadis itu.

"Tenanglah ..." ia berbisik lembut mengusap punggung kecil itu.

"Aku masih tidak percaya, aku akan menidurkan hantu jahat." Arkan menatap mata gadis itu, "Me too Kyla," katanya.

"Sudahlah yang terpenting sekarang tidak ada yang mati di tangan hantu jahat itu. Kau pun juga."

"Kyla ..." Arkan memanggil gadis itu lembut.

"Hmm?"

"Aku menyukaimu. Sudah sangat lama." Semburat merah muncul di pipi Arkan.

Mata Kyla berair dan liquid bening itu jatuh ke pipinya, "Aku juga menyukaimu Arkan." Ia senang bahwa cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, cintanya terbalaskan.

"Terimakasih." Mereka berpelukan dengan sangat erat. Akhirnya mereka dapat menyatakan perasaan mereka satu sama lain. Ya, semuanya akan berawal dari sana, bangkitnya para hantu jahat yang tidak senang dengan mereka berdua.

- THE END -

A/N:

Agak sedikit telat ngirimnya gegara sinyal jelek 😭

@Unravel_Owl

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro