Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6

Henley

Selama setengah jam pertama, perjalanan terasa mulus. Musik melantun keras dan Bennett menutup mulutnya. Kemudian setelah tepat satu jam di jalan, dia menurunkan volume musiknya.

"Aku akan memarkirkan mobilku di luar kota, sopir akan menjemput kita dan mengantarkan kita menempuh sisa perjalanan," dia mengatakan kepadaku.

"Kenapa kita tidak berhenti saja di stasiun lalu naik kereta?"

Dia mengernyitkan hidungnya. "Kenapa aku harus naik transportasi umum yang kotor ketika aku memiliki supir yang dapat bayaran untuk menyetir di jalan?"

Walaupun aku juga bukan penggemar transportasi umum, aku tidak akan mengatakan hal sejauh itu. Kereta bawah tanah dan kereta listrik sangat berguna di kota yang padat. Perjalanan akan jadi lebih lama dari yang dibutuhkan karena lalu lintas yang padat daripada menaiki transportasi umum di kota. Tapi aku tidak mendebatnya. Aku sadar kata-kataku hanya akan masuk ke telinga yang tuli. Bennett nampaknya adalah tipe orang yang akan melakukan apa pun yang dia inginkan tidak peduli apa pun yang dikatakan orang lain.

Dan aku dibayar untuk melakukan ini, jadi aku tidak bisa bicara banyak.

"Ke mana kita akan pergi?" tanyaku, menunduk ke arah sneaker bututku. Semoga saja ke mana pun kami akan makan, tempat itu tidak memiliki aturan berpakaian. Jika tidak maka aku akan gagal secara spektakuler.

"Ini kejutan," dia menjawab.

"Jadi aku akan menebak kalau apa yang kukenakan tidak sesuai."

"Menurutmu itu sesuai?"

Aku menutup mataku sejenak, mencoba untuk tidak merasa terhina. "Aku tidak bisa menemukan gaun yang kumiliki. Maaf."

"Kau tidak perlu meminta maaf," ucapnya sambil lalu. "Kemungkinan besar aku akan membuatmu mengganti pakaian."

Bernapas, Henley, bernapas. "Apa kau harus terdengar merendahkan ketika bicara denganku?" aku bertanya, menoleh dari kursiku untuk memberinya tatapan tidak suka.

Dia terlihat terkejut. "Apa aku terdengar merendahkan?"

Dia bahkan tidak menyadarinya? Oh man, aku sedang menghadapi jenis istimewa dari arogan. Pola pikir seperti apa yang dimiliki pria ini? Jika aku harus menghadapi hal seperti ini sepanjang malam, aku tidak yakin bisa bertahan.

Sesuai janji, Bennett memarkirkan mobilnya di garasi parkir dan meminta kami dijemput oleh seorang pria berjas yang mengendarai BMW yang tampak lebih sederhana. Kami berdua naik ke kursi belakang dan setelah kami sudah duduk, sopir mulai melajukan mobil. Gedung di sekeliling kami menjadi semakin tinggi dan jalanan menjadi semakin sempit, aku tahu kami semakin dekat dengan jantung kota. Sesuai dugaan, kami terjebak macet. Aku menduga Bennett akan mengeluh, tapi dia menutup mulutnya, hanya menatap ke luar jendela. Aku mengalihkan perhatianku ke luar jendela di sebelahku, memperhatikan kerumunan orang di trotoar yang masuk dan keluar dari lingkungan bisnis dan apartemen. Kerumunan biasanya menggangguku, tapi mereka lebih cocok berada di kota. Dengan cara yang menyenangkan secara estetika.

"Menepi di sini," Bennett mendadak memerintah, dan mengejutkanku. "Henley, kita keluar."

Sopir melakukan apa yang diinstruksikan dan aku langsung membuka pintu mobil, menginginkan udara segar. Aku melihat ke sekeliling, tidak tahu di mana kami berada. Yang kutahu hanyalah kami tidak berada di Times Square. Semakin bertambah usiaku, semakin jarang aku pergi ke kota. Udaranya terasa sesak dan temperatur setidaknya sepuluh derajat lebih tinggi dari di Poughkeepsie.

"Sebelah sini," ucap Bennett dan meraih tanganku dengan tangannya.

Aku memperhatikan tangan kami, bertanya-tanya apakah seharusnya aku menarik tanganku menjauh. Tapi dia mungkin akan menyebutkan berpegangan tangan adalah bagian dari kontrak, jadi aku memutuskan untuk diam saja.

Kami berjalan sedikit dan aku mengikuti di belakang Bennett sehingga kami tidak akan memadati trotoar. Dia cukup berniat untuk tidak melepaskan tanganku. Akhirnya kami sampai ke sebuah toko di sudut Grand Street dengan jendela lebar dan tulisan Alexander Wang di bawahnya.

Sepasang orang keluar dari toko. Sang pria menggunakan jas. Wanitanya menggunakan gaun hitam ketat dengan heels paling tinggi yang pernah aku lihat. "Aku tidak bisa masuk ke sini," kataku langsung pada Bennett, menarik tangannya.

Dia berhenti, berbalik dengan kerutan di wajahnya. "Kenapa tidak?"

"Mereka akan mengusirku sebelum aku bisa mengambil dua langkah di dalam," kataku kepadanya dan takut kalau kalimatku mungkin tidak jauh dari kenyataan sebenarnya. Mereka mungkin berpikir kalau aku adalah tunawisma atau sebangsanya.

Bennett tersenyum sedikit. "Mereka tahu kau akan datang. Seperti yang kukatakan, aku sudah membuat janji untukmu."

Aku menaikkan satu alisku, tapi sebelum aku bisa mengatakan sesuatu dia sudah menarikku ke dalam toko. Seperti yang sudah kuduga, pemandangan bagian dalam toko sangat luar biasa. Segalanya sangat teratur—presentasi, display, mannequins. Bahkan staf penjualnya tampak sudah diposisikan sebelumnya. Di menit kakiku menginjak ke lantai kayu, semua mata tertuju padaku. Kemudian sebagian besar dari mata mereka meninggalkanku. Mungkin memutuskan kalau aku terlihat terlalu miskin untuk pantas mendapatkan waktu mereka.

Salah satu staf penjual perempuan menatap Bennett dan bibir merahnya melengkung dengan gelagat predator. "Mr. Calloway!"

Bennett menyapanya dengan sedikit lambaian tangan. "Dianna, sudah lama kita tidak bertemu. Ini Henley, gadis yang aku bicarakan kepadamu sebelumnya."

Dianna mengalihkan perhatiannya kembali kepadaku, ekspresi senangnya memudar sedikit. Aku mencoba untuk memberikannya senyum, tapi kurasa justru terlihat seperti ringisan. Dia terlihat mengintimidasi. Kurus tinggi, setidaknya empat inci lebih tinggi dariku, dengan rambut pirang lurus. Dia pasti seorang model saat masih muda.

"Aku tidak mau menghabiskan terlalu banyak waktu, jadi tolong biarkan dia mencoba apa yang sudah kau pilihkan," ucap Bennett, mendorongku ke depannya.

Aku mencoba usaha terbaik agar Bennett tidak dapat memindahkanku. Tidak mungkin aku pergi sendirian dengan wanita ini.

Dianna tampak agak menghina, tapi dia memintaku untuk mengikutinya. "Ya, well mari kita lihat apa yang bisa kita lakukan untuknya."

"Aku tidak sabar melihat hasilnya. Pergilah, Henley."

Aku melayangkan tatapan sinis ke arah Bennett sekilas sebelum berjalan ke arah Dianna. Dia membuatku terdengar seperti anjing atau semacamnya. Ketika aku berjalan ke arah display, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menilai. Setengah dari benda yang mereka sebut gaun hanya terlihat seperti tirai hitam yang dibalut di tubuh mannequins. Aku mengintip salah satu label harga dan nyaris terkesiap. Harganya lebih dari apa yang bisa kuhasilkan selama tiga minggu!

Dianna tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku ketika kami berjalan lebih jauh ke dalam toko. Aku harus akui di samping harga yang mengerikan dan desain yang aneh, desain minimalis tempat ini sangatlah sesuai. Lantainya terbuka dan lapang. Tidak terasa sesak seperti kebanyakan toko pakaian—kecuali ketika aku memikirkan ada banyak karyawan yang berdiri sambil melihat ke arahku. Sepertinya Bennett dan aku adalah satu-satunya pengunjung di toko saat ini.

Kami pergi ke belakang ruangan yang aku asumsikan sebagai kamar pas, tapi juga terasa lebih pribadi dari itu. Aku bertanya-tanya apakah tempat ini terbuka untuk umum. Dianna berbalik dan memperhatikan tubuhku sekali lagi, bibirnya mengerucut. Kemudian dia mengeluarkan pita pengukur entah darimana dan mengukur tubuhku. "Kau punya bentuk tubuh yang bagus," dia berkomentar, wajahnya tidak berekspresi.

"Oh, um, terima kasih," aku menjawab.

"Aku tahu gaya seperti apa yang disukai Bennett, jadi aku akan mengeluarkan beberapa gaun untuk kau coba. Aku akan pilih apa yang paling pas untukmu dan kemudian kita akan menemukan sepasang heels yang pas. Kau bisa menunggu di kamar pas dan aku akan membawakan semuanya kepadamu," dia memerintah, menunjuk ke arah salah satu stall di sepanjang tepi belakang ruangan.

Aku mengangguk tanpa bicara, tidak yakin bagaimana harus merespons. Aku tidak bisa memberikan pendapat tentang apa yang akan aku kenakan? Ada yang salah dengan itu. Tapi, menilai dari harga yang aku lihat di display, aku tidak akan menawarkan diri untuk membayar kembali ke Bennett untuk pakaian dari sini. Tidak mungkin.

Rasanya dua puluh menit telah berlalu sebelum Dianna kembali kepadaku dengan tiga gaun yang berbeda. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu lama karena toko ini tampaknya hanya memiliki beberapa desain yang berbeda. Aku melepas pakaianku dan mengenakan gaun pertama lalu berbalik menghadap ke cermin.

Aku hampir terbahak. Gaunnya punya bahan yang cukup renggang. Ini terlihat seperti aku mengenakan selimut hitam dengan lubang yang dipotong untuk kedua tangan dan kepala. Aku terlihat seperti balok. Tapi tetap, aku menunjukkannya ke Dianna.

"Hmm, tampaknya bagus," dia berkomentar.

"Aku terlihat seperti mengenakan kantong sampah," kataku sebelum dapat menghentikan diriku sendiri.

Dia menyipitkan matanya ke arahku, seolah aku sudah menyinggungnya dengan sengaja. "Itu adalah salah satu dari desain paling populer milik Mr. Wang."

"Aku bertanya-tanya bagaimana bisa."

"Selera rendah," dia bergumam. Kemudian dengan lebih keras dia berkata, "Pergi dan cobalah gaun selanjutnya."

Aku memutar bola mataku ketika kembali masuk ke dalam kamar ganti. Aku benar-benar tidak mengerti dengan orang kaya. Aku bisa membuat gaun yang terlihat sama dengan ini dengan hanya lima dolar. Yang kubutuhkan hanyalah bahan dari A.C Moore. Tapi karena dress ini memiliki nama brand, orang-orang akan membayar beberapa ratus dolar untuk gaunnya.

Gaun kedua hampir sama buruknya dengan yang pertama. Gaun ini membuat dadaku jadi tampak sangat besar. "Aku tidak mau menggunakan yang ini," kataku ketika keluar dari kamar pas.

Dianna mengangkat satu alisnya kepadaku. "Kenapa lagi sekarang?"

Aku berbalik dan menunjukkan dadaku. Kainnya terlalu tertarik ketat di kulitku dan dadaku terlihat seperti gunung kecil dari samping. Belum lagi jika aku mengangkat satu kaki terlalu tinggi maka bokongku akan terlihat. Gaun ini sangat pendek. Aku seperti siap memulai pekerjaan prostitusi.

"Ya, desain itu memang untuk gadis dengan tipe bentuk tubuh yang bagus," Dianna menjawab, menyeringai sedikit.

Aku menahan diriku untuk tidak menjawab kembali. Tidak baik menyerang gadis lain. Bahkan jika gadis lain itu tidak sopan. "Setiap ukuran tubuh itu bagus," kataku dan kembali masuk ke dalam kamar pas.

Aku berdoa agar ada hal baik pada gaun terakhir ini. Jika ini juga mengerikan, aku tidak lagi peduli dengan pekerjaan ini, aku tidak akan mengenakannya. Aku tidak akan mempertontonkan diriku seperti orang bodoh dengan balutan selimut hitam.

Sama seperti dua gaun lainnya, gaun ketiga juga berwarna hitam. Tapi tidak seperti dua lainnya, yang ini adalah gaun panjang, yang mencapai hingga pergelangan kakiku. Ada potongan setinggi paha di satu sisinya. Gaunnya kemudian membalut dadaku dengan sesuatu seperti bustier. Yang sempurna karena aku tidak ingin jika bra yang kukenakan terlihat. Gaun ini juga memiliki ikat pinggang satin yang terletak sedikit lebih tinggi dari pinggulku. Aku melihat ke cermin dan meskipun aku tidak begitu terkesan, menurutku gaun ini dapat diterima. Dadaku tidak terlihat sangat besar dan aku tampak sedikit seksi ketika mendorong kakiku keluar dari celah gaunnya.

Aku senang karena sudah mencukur kakiku sebelumnya.

Aku keluar dari ruang ganti, merasa lebih percaya diri. Semakin lama aku mengenakan gaun ini, semakin aku menyukainya. Ekspresi Dianna juga mengatakan kalau dia juga terkesan, tapi dia dengan cepat menahannya. "Well, aku tahu yang satu ini akan pas untukmu."

"Dari tiga gaun itu, ini pilihanku."

"Gaun itu yang termahal. Tentu saja, aku yakin Bennett yang akan membayar semua ini," ucapnya, terlihat meremehkan.

Aku mengedikkan bahu. "Secara pribadi, aku tidak akan menghabiskan uang untuk sampah ini."

Dia merengut. "Ayo kita cari sepatu."

Aku mengumpulkan pakaian lamaku dan menyusupkan kaki ke dalam sneakers sebelum mengikutinya keluar dari kamar belakang ini. Bennett berada di ruangan utama, berbincang dengan salah satu gadis penjual. Dia tidak menyadari keberadaanku ketika aku melintas dan turun ke lantai bawah.

"Dengan gaun itu, kau akan membutuhkan sepatu peep-toe pump," ucap Dianna ketika kami berjalan menuju bagian yang hanya menampilkan sepatu. "Aku punya sepasang sepatu yang menurutku akan sangat sempurna."

Aku mengangguk dengan bodoh, karena tidak tahu apa yang dia maksudkan.

Dia menginstruksikan untuk duduk di salah satu sofa kulit, jadi itulah yang kulakukan. Setelah mengukur kaki telanjangku dia mengambil sepasang heels. Aku mengangkat kakiku di udara dan melihat bagaimana kain dari gaunnya jatuh memperlihatkan kulitku. Aku suka dengan betapa seksinya gaun ini. Aku tidak akan pernah memiliki gaun yang punya potongan celah seperti ini.

"Coba yang ini."

Sepasang heels hitam dengan tinggi empat inci bergelantungan di depan wajahku. Aku mengambilnya dan memasukkan kakiku ke dalam sepatu itu. Jari kakiku mengintip keluar dari sepatu dan aku paham kenapa mereka disebut peep-toe pumps. Dianna memasangkan tali pengikatnya untukku dan kemudian memintaku untuk berjalan. Aku mendorong tubuhku dari sofa sedikit gemetar sebentar, tidak terbiasa dengan heels. Dia memberikan tatapan menghina yang aku abaikan. Tumitnya yang tebal mengetuk dengan keras ke lantai dan aku merasa sedikit malu. Aku bahkan tidak dapat mengingat kapan terakhir kali mengenakan heels.

"Sudah pernah berjalan dengan heels sebelumnya?" dia membentak kepadaku ketika aku hampir mematahkan pergelangan kakiku saat ingin berbalik.

"Beberapa kali."

"Darimana Bennett menemukanmu?" dia bergumam pada dirinya sendiri.

Aku tahu dia ingin aku mendengarkannya. "Apa itu hal yang kau katakan kepada pengunjung?" aku bertanya.

"Kau bukan pengunjung. Bennett lah pengunjung di sini. Aku seharusnya tahu akan jadi seperti ini dari apa yang dia katakan sebelumnya."

Kami saling melotot satu sama lain dan akhirnya aku menoleh ke arah lain. Aku tidak peduli apa yang dia pikirkan tentang aku. Aku tidak peduli tentang apa pun yang dikatakan Bennett sebelumnya. Aku hanya melakukan semua ini demi uang. Aku harus bertahan melakukan ini.

Aku mendengar seseorang datang ke bawah sini dan ketika berbalik aku melihat Bennett. Matanya menemukanku dan dia berhenti ditengah-tengah langkahnya. Tiba-tiba aku merasa canggung, dan menarik kakiku agar berdiri rapat jadi tidak ada kulit yang terlihat dari belahan gaunnya.

"Mr. Calloway," Dianna memulai. "Aku tahu dia tidak terlihat sangat baik—"

Aku baru akan menunjukkan ekspresi tidak suka tapi suara Bennett menghentikanku.

"Henley, kau terlihat menakjubkan," dia memuji, sepenuhnya bicara dengan Henley.

Mataku melihat cepat ke arahnya dan aku merasa mulutku sedikit membuka. Apa kalimat benar-benar keluar dari mulutnya? Apa dia serius? Bennett berpikir aku terlihat bagus? Aku bertanya-tanya apakah ini karena nama brand nya.

"Pakaian bagus memang pas untukmu," dia melanjutkan, dan menatapku sepenuhnya.

Dianna memperhatikan dengan kedua tangan terlipat di depan dadanya. Merasa sedikit bangga, aku bergerak sehingga belahan gaunku akan terpisah dan menampakkan kakiku. "Tidakkah kau berpikir kalau kakiku terlalu terlihat?"

Mata Bennett menggerayangi mulai dari pergelangan kaki naik hingga ke pertengahan pahaku di mana celah dari potongan gaun yang kugunakan berakhir lalu membuat suara tidak jelas.

Aku hampir memutar bola mataku. Laki-laki memang sangat sederhana.

Bennett berdehem untuk menjernihkan tenggorokannya, lalu mengalihkan perhatiannya ke Dianna. "Kami harus pergi ke janji yang dibuat untuk menata rambutnya. Bisa kau berikan total harganya pada kami?"

"Tentu saja, mari kembali ke lantai atas," dia menjawab, memberikan senyum lebar ke Bennett.

Aku memastikan untuk berjalan di depan mereka karena tahu kalau gaun ini akan membentuk bokongku. Pamerkan apa yang kau miliki dan semuanya.

Total harga untuk gaun dan heels ini hampir membuatku ingin menangis. "Aku berasumsi kau yang akan membayar?" Dianna berkata, mengarahkan pertanyaannya kepada yang paling kaya di antara kami.

Bennett meletakkan tangannya ke pundakku. "Dia akan menolak jika aku membuatnya membayar."

Well, duh. Siapa yang mau membayar ribuan dolar untuk gaun dan sepasang sepatu? Dianna menyeringai sedikit dan aku menyilangkan kedua tanganku. Apa dia berpikir aku akan merasa malu? Jika aku bekerja di sini, aku akan malu karena sampah yang mereka jual.

Bennett tidak masalah menggesekkan kartunya untuk menghabiskan ribuan dolar. Aku tidak bisa memahami pikirannya. Bahkan jika aku mendadak menjadi seorang milioner, aku tetap akan belanja dari harga yang murah terlebih dahulu, ke harga yang mahal, rak obral pertama kali.

"Kau tahu, kita bisa menemukan gaun ini di Forever 21 dengan harga tujuh ratus dolar lebih murah," kataku pada Bennett saat Dianna mengambil pakaian lamaku dan meletakkannya ke dalam kantong untukku.

Mereka berdua menoleh kepadaku, Bennett tersenyum, Dianna menggelengkan kepalanya. "Kau dan toko pakaian retailmu." Dia mengambil kantong berisi pakaianku dan mengucapkan selamat tinggal ke Dianna saat dia mengarahkanku keluar dari toko ini.

"Selanjutnya kita akan pergi ke temanku untuk menata rambut dan riasan wajahmu," katanya padaku, menoleh untuk mencari sopirnya.

Angin meniup gaun yang kukenakan dan membuatnya berkibar, menunjukkan kakiku. Sekaran setelah kami keluar dari toko dan berada di tempat umum, aku merasa tidak nyaman. Aku membenarkan letak belahan gaun ini agar tidak terbuka. "Kenapa aku harus melakukannya? Apa yang salah dengan rambutku sekarang?"

Dia melirik sekilas ke balik pundaknya. "Rambutmu sangat membutuhkan perbaikan."

Aku mengatupkan gigiku secara bersamaan. "Gee, thanks."

"Selalu ada ruang untuk perbaikan, Henley."

Aku menarik ikal rambut pirangku. Biasanya aku akan meluruskan rambutku untuk membuatnya lebih rapi, tapi selama musim panas cuaca biasanya terlalu panas, jadi aku melewatkannya. Menurutku rambutku tidak terlihat seburuk itu. Dan untuk riasan wajah, siapa yang peduli? Kulitku juga tidak terlalu buruk.

Setelah menemukan sopirnya, kami kembali ke dalam mobil. Berjalan rasanya lebih masuk akal, tapi aku tetap menutup mulutku, karena berjalan dengan heels ini tidak akan terasa begitu menyenangkan. Untuk pertama kalinya aku merasa senang Bennett punya ketidaksukaan tersendiri dengan transportasi umum.

Janjiku dengan salon tersebut berlangsung kurang lebih sama dengan di Alexander Wing Wang atau apalah itu. Kami sampai di sana, mereka menitikkan air liur ke arah Bennett, aku mendapatkan tatapan aneh, lalu mereka mendandaniku. Stylist-ku cukup menyenangkan. Dia adalah gadis manis dengan rambut ikal cokelat. Dia mengerjakan rambutku untuk waktu yang cukup lama, memotong ujung rambut dan menggunakan bermacam-macam semprotan yang ada kepadaku, Tapi setelah semua itu selesai aku tidak bisa memercayai mataku. Sudah cukup lama rasanya sejak aku benar-benar berusaha untuk terlihat cantik, jadi melakukannya dengan bantuan profesional adalah suatu yang lain. Aku benci mengatakan kalau aku hampir tidak mengenali diriku, tapi itu benar.

Secara sederhananya, aku terlihat mengagumkan.

"Kau melakukan keajaiban," kataku kepada stylist-ku. Kukira dia menyebutkan namanya sebagai Carly.

Dia tersenyum ke bawah, ke arahku. "Aku hanya mengeluarkan apa yang memang sudah ada di sini."

"Lihatkan? Selalu ada ruang untuk perbaikan," Bennett bicara dari atasku.

Aku berbalik untuk memberikan ekspresi cemberut ke arahnya. Dia hanya tersenyum kembali ke arahku. Aku sungguh tidak dapat membedakan apakah dia sedang mencoba berkelakuan seperti orang brengsek atau hanya benar-benar bodoh.

"Dia masih sama cantiknya seperti pertama kali masuk ke sini," ucap Carly, memberikan tatapan tidak suka ke arah Bennett.

Aku memutuskan kalau aku menyukai Carly.

"Aku ikut menyesal karena kau harus menghadapi dia," kata Carly padaku. "Dia benar-benar tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan orang kecuali untuk urusan bisnis. Dia sudah seperti itu seumur hidupnya."

"Dia itu.... Sesuatu yang lain, benarkan."

"Jangan pernah takut untuk mengatakan itu kepadanya. Dia bahkan mungkin tidak menyadari kalau dia sudah bersikap tidak sopan."

Memarahi Bennett terdengar menyenangkan, tapi aku juga mencoba untuk membiarkannya saja. Aku juga bukan orang yang sangat konfrontatif.

"Kau kini sudah siap untuk pergi," katanya padaku, melepaskan kain pelapis dariku.

Aku berdiri dan dengan lembut mendorong rambutku. Dia mengikalkan rambutku lebih baik dari apa yang bisa kuimpikan untuk diriku sendiri. "Terima kasih," kataku sementara aku mengikutinya ke depan toko di mana meja kasir berada. Bennett terus menatapku, tapi aku berpura-pura tidak menyadarinya.

"Terima kasih banyak. Semuanya menjadi seratus lima puluh untuk rambut dan riasan wajahnya."

Seratus lima puluh dolar untuk rambut dan riasan wajah? Itu gila! Atau mungkin itu standar. Aku tidak pernah pergi ke salon. Dengan enggan, aku mengeluarkan dompetku untuk membayar, tapi Bennett menghentikanku. "Aku yang akan membayar," ujarnya.

Aku sangat tergoda untuk membiarkannya membayar, tapi aku masih memiliki sepuluh ribu dari tip yang dia berikan padaku. "Tidak, aku akan membayar—"

"Aku yang akan membayar. Tidak perlu menghabiskan uang untuk hal yang tidak perlu. Kau harus menyimpannya," dia menyelaku, mendorong tanganku ke bawah dan mengeluarkan kartunya.

Carly mengangkat satu alisnya tapi tetap mengambil kartu Bennett dan menggeseknya. Aku mengalihkan pandanganku ke lantai, tidak dapat menjawab. Setengah dari perkataannya benar. Aku sebaiknya menyimpan uang yang dia berikan kepadaku, tapi cara dia mengatakannya membuatku kesal. Aku mengerti—aku miskin. Tidak perlu mengingatkanku setiap lima detik.

"Semoga malam kalian menyenangkan!" Carly mengatakannya kepada kami ketika kami keluar dari salon. "Dan Bennett, tolong cobalah bersikap sedikit lebih gentleman."

Bennett melirik ke arah Carly dengan tatapan bingung dan kemudian melihat ke arahku. "Apa? Aku sudah bersikap gentleman, bukankah begitu?"

Aku mendengus dan mengubahnya menjadi batuk.

"Bukankah begitu?" dia mengulangi pertanyaannya, terdengar lebih tidak yakin kali ini.

Aku tidak menjawab. Sebaiknya biarkan dia berkubang di dalam pikirannya untuk beberapa saat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro