Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 54

Henley

"Ayolah, jawab..." aku berjalan mondar-mandir di ruang keluarga, memegangi ponselku di telinga. Kenapa dia tidak menjawab ponselnya? Kita perlu menemukan rencana kita! Setelah beberapa deringan, aku sampai pada pesan suaranya lagi. Aku menekan tombol akhiri beberapa kali.

Apa yang dia lakukan? Kami tidak punya waktu untuk bermain-main. Ini sudah hampir pukul sepuluh PAGI! Sesuatu mengatakan padaku Mrs. Calloway tidak akan menunggu sampai kita memiliki rencana untuk mengakhiri semua. Semakin cepat kami memiliki rencana dan mengejar mereka, lebih baik. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Bennett.

Aku mencoba untuk menghubungi Lee, yang juga tidak menjawab. Kemudian Henry. Yang ponselnya bahkan tidak berdering.

"Ugh!" Aku tidak bisa hanya menunggu dan tidak melakukan apa pun. Kami harus memulai sesuatu dan dengan segera. Aku mendekati kamar kakak laki-lakiku dan mengetuknya beberapa kali dengan keras sebelum membiarkan diriku masuk. "Brandon, bangunlah, kita harus pergi ke— Brandon?"

Kamarnya kosong. Tempat tidurnya tidak tersentuh, masih dibuat bingung dengan pagi sebelumnya, laptopku tampak berada di atas bantal. Apa dia bahkan tidak pulang kemarin malam? Aku bahkan tidak menyadarinya. Aku hampir langsung tertidur begitu keluar dari bathtub. Tapi, di mana dia? Ini bukanlah saat yang bagus baginya untuk menghilang.

Merasa kelelahan, aku pergi ke dapur. Tidak ada siapapun. Tidak ada seorangpun yang menjawabku. Aku setidaknya tahu di mana Henry tinggal dan Lee pasti sedang bersamanya, jadi aku bisa mulai dari sana. Aku mengambil kunciku dan hampir menabrak pintu. Di perjalanan, aku mencoba menghubungi Sebastian beberapa kali, tetapi tidak berhasil.

Aku menggedor pintu Henry ketika tiba di sana. "Henry! Lee! Kalian berdua sebaiknya sudah bangun dan bersiap-siap!" aku berteriak.

Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan Henry yang bermata merah mengintipkan kepalanya keluar, rambutnya berantakan dan mencuat ke mana-mana. "Henley?"

"Apa Lee di sini?"

"Aku di sini," Lee menjawab, kepalanya muncul di atas kepala Henry, walaupun rambutnya jauh lebih rapi dan terlihat lebih sadar.

Aku membuka pintu lebih lebar lagi hingga Henry tersandung ke belakang, dia hanya menggunakan boxer dengan gambar hati. Wajahnya merah padam dan jika ini dalam situasi yang berbeda aku akan mengatakan sesuatu, tapi karena situasi saat ini, aku berhasil menyimpan kalimat itu untuk diriku sendiri. Setidaknya Lee berpakaian lengkap.

"Apa kalian tidak khawatir sedikitpun?" aku bertanya, menatap mereka.

Lee melirik ke arah Henry dan tersenyum. "Tidak sama sekali. Aku cukup bangga dengan seksualitasku."

"Urgh, bukan itu yang aku maksudkan! Maksudku Bennett!"

"Sebastian belum menghubungimu?"

"Belum! Aku sudah menghubunginya sepanjang pagi!" kataku, melarikan kedua tangan ke wajahku. Henry mendekat kepadaku dan menyipitkan mataku padanya. "Apa kau akan berdiri saja di sana dengan boxermu sepanjang hari?"

Henry menggelengkan kepalanya dan bergegas menuju ke pintu yang terbuka. Lee memperhatikan dia dan terkekeh. "Give him a break, dia baru saja bangun. Kemarin adalah malam yang panjang."

"Well, aku senang kalian berdua mendapatkan malam yang menyenangkan. Sementara, aku khawatir dengan adik laki-lakimu sepanjang malam. Yang, kecuali telah kau lupakan, sedang mengalami sedikit masalah sekarang."

Lee menghela napas lembut, meletakkan tangannya ke pundakku dan membimbingku ke kursi di balik meja dapur Henry. Aku membiarkannya dan duduk dengan kaku, aku memperhatikan sekelilingku. Henry tidak bohong saat mengatakan kalau apartemennya kecil. Pintu depan langsung mengarah ke ruang keluarga kecil yang terhubung dengan dapur dan aku melihat kamar tidurnya. Tapi tetap saja, ini tidak begitu buruk untuk satu orang.

"Tenanglah sedikit," Lee mendorongku, mengusap punggungku dengan lembut.

"Aku tidak bisa. Bagaimana kau bisa?"

"Karena semuanya akan berhasil."

Aku memicingkan mata ke arahnya. "Aku tidak tahu apakah kau positif karena kau tahu sesuatu atau jika ini euforia pasca bersenggama."

Lee tergagap dengan jawabannya dan wajahnya berubah merah. "Henley!"

"Kau beruntung sementara saudaramu diculik! Tunggu!" aku terkesiap, melompat dari kursi. "Kau bahkan tidak tahu! Lee! Ibumu memaksa Bennett menikahi Cara hari ini!"

"Tidak, tidak, aku tahu Henley," katanya.

Aku mengatupkan bibirku, mencoba memproses ini. "Kau tahu dan masih tetap tenang?"

"Ya. Aku tidak tahu kenapa Sebastian belum menghubungimu, tapi kami menemukan jalan keluarnya pagi ini. Semua ini akan berhasil."

"Apakah dia menemukan sesuatu yang dapat digunakan untuk melawan Mrs. Calloway?"

"Ya—"

Beberapa suara ketukan terdengar dari pintu depan dan Lee bergegas untuk membukanya, disanalah muncul Sebastian. Aku membuka mulutku untuk memarahinya, tapi kemudian melihat ekspresi wajahnya, dan akhirnya menutup mulutku kembali. Tidak pernah sebelumnya aku melihat Sebastian begitu tertekan. Rambutnya menempel di keningnya karena keringat dan dasinya menggantung longgar di kemejanya yang kusut.

"Kita harus pergi," ucapnya. "Naik ke mobil."

"Ada apa?" aku bertanya, buru-buru mendekatinya. "Kau habis dari mana?"

Sebastian berjalan keluar dari pintu dan aku mengikuti di belakangnya. "Akan kujelaskan di perjalanan," ucapnya.

Lee dan Henry muncul beberapa detik kemudian, masuk ke kursi belakang sementara aku berada di kursi depan. Sebastian meninggalkan mobilnya dalam keadaan hidup jadi segera setelah kami naik, dia bisa langsung mengemudikannya keluar jalan masuk, mengetik alamat di GPS mobilnya. "Kita punya waktu yang sangat terbatas."

"Apa yang terjadi?" aku bertanya, mencengkram tumitku.

"Kita harus menyusul mereka segera."

"Apa?"

Ponsel yang tergeletak di konsol tengah mobil bergetar dan dia memberikan tanda padaku untuk menunggu sebentar selagi dia menjawabnya. "Ya. Aku sedang berada di jalan. Tidak, sudah terlambat untuk itu. Aku rasa dia tidak merencanakan sejauh ini. Pelacaknya masih menyala. Ikuti itu ke lokasi di mana mereka. Kita akan bertemu di sana."

"Pelacak?" aku mengulangi.

Sebastian mengangkat satu jarinya. "Oke. Terima kasih." Dia menarik ponselnya menjauh dari wajahnya dan melemparkannya kembali ke konsol di tengah mobil. "Maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyuruhmu diam."

"Tidak apa-apa. Tapi apa yang terjadi?"

"Aku tidak punya kesempatan untuk menghubungimu. Aku sudah bergegas pergi sejak fajar. Aku baru akan singgah ke rumahmu setelah ini, tapi untungnya kau sudah berada di rumah Lee karena kita sedang terburu-buru sekarang. Kita akan pergi ke tempat di mana Bennett saat ini berada."

"Di mana dia?"

"Pengadilan di Waterbury."

"Waterbury?" Lee mengulangi, mencondongkan tubuh dari kursinya. "Tapi itu satu jam yang lalu."

"Karena itulah kita terburu-buru."

"Kenapa jauh-jauh ke sana?" aku bertanya.

Sebastian menyesuaikan temperatur mobil, membuat AC-nya menyala. "Lebih ke untuk menghentikan siapapun agar tidak mengganggu. Aku yakin Dolores tahu kita akan mencoba untuk menghentikan ini."

"Bagaimana kau tahu mereka di sana? Sebuah pelacak GPS?"

"Ya."

"Apakah Bennett mengunduh aplikasi atau semacamnya?"

"Aku membuatnya melakukan itu sehari sebelumnya. Aku tidak yakin jika kita membutuhkannya, tapi aku hanya ini berjaga-jaga."

"Pertimbangan yang bagus," kataku. Aku tidak ingin membayangkan apa yang akan terjadi jika kami tidak tahu di mana dia.

"Sebastian, pelacaknya bergerak," Lee bicara. "Mereka meninggalkan pengadilan."

Sebastian melirik ke arahnya dari kaca spion. "Apa?"

Jantungku bergemuruh di dadaku. "Apa maksudnya itu? Mereka sudah selesai di sana?"

"Tidak... mereka tidak mungkin sudah selesai," ucap Sebastian, menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mengerti. Kita seharusnya mengejar mereka tepat waktu. Ke arah mana mereka pergi? Kembali ke sini?"

"Tidak. Mereka menuju ke arah Timur."

Sebastian menggigit bibir bawahnya. "Ke mana mereka akan pergi?"

Aku mengeluarkan ponselku, dengan cepat Googling sebua map di Connecticut. "Bisa kulihat ke mana mereka pergi, Lee?"

"Mereka titik di sini," Lee menjawab, mencondongkan diri dari kursinya untuk menunjukkan ponselnya kepadaku.

Aku menemukan jalan terdekat menuju ke lokasi Bennett dan kemudian menemukan lokasi yang sama dengan map, mencari ikon yang lebih relevan di daerah sekitar sana. Tidak ada yang menonjol. Berasumsi kalau Bennett tidak dapat cukup menahan mereka untuk menunda pernikahan, apa mereka akan pergi? Kenapa mereka tidak dalam perjalanan pulang saja?

"Hawaii," kataku. "Mereka akan pergi ke Hawaii. Bennett tidak mengatakannya secara langsung, tapi aku yakin itu ke sanalah mereka akan pergi."

"Hawaii?" Sebastian mengulangi.

"Di mana bandara terdekat?" aku bertanya, mataku kembali menyusuri map lagi. Ada lima bandara dalam jarak lima puluh mil. Bisa jadi yang mana saja.

"Tentu saja. Dia akan mengirimkan mereka pergi untuk menjauhkan Bennett dari kita semua," ucap Lee. "Sama seperti yang dia lakukan kepadaku."

Sebastian memberikan anggukkan kaku. "Tapi siapa yang tahu ke airport mana mereka akan pergi?"

"Bradley," aku menjawab, melihat jadwal penerbangan saat ini yang menuju ke Hawaii. "Sebuah pesawat berangkat pukul 3:30. Kita harus ke sana sebelum mereka."

"Apa kau yakin dengan ini?" Lee bertanya. "Jika kita memilih bandara yang salah, semuanya akan menjadi sepuluh kali lebih sulit untuk dihentikan."

Aku mengetik nama bandara kecil lainnya. "Tweed punya satu, tapi..."

"Kemungkinan besar mereka akan pergi dari Bradley," Sebastian berkata. "Awasi lokasi mereka. Aku akan membawa kita ke sana tepat waktu."

"Mereka sudah berjalan satu jam lebih dulu dari kita," ucapku, perutku tegang. "Apa mungkin untuk mengejarnya?"

"Kita akan mengejar," Sebastian meyakinkanku, mengganti tujuannya di GPS. "Aku hanya berharap mobilku tidak diberhentikan. Aku akan merusak catatan mengemudiku yang bersih."

Aku mengalihkan pandanganku kepada Sebastian. "Mereka sedang memasuki jalan raya sekarang."

Sebastian berakselerasi dan aku merasa harus memeriksa sabuk pengamanku sekali lagi. Aku menoleh untuk melihat ke belakang untuk memastikan mereka berdua sudah memasang sabuk pengaman dan kemudian tersenyum karena Lee Henry sedang berpegangan tangan. Lee tersenyum ke arahku, tapi Henry tetap menolehkan kepalanya, menatap ke luar jendela, keningnya mengernyit.

"Beritahukan kepadaku jika ada perubahan, Henley," instruksi Sebastian.

Menganggap itu sebagai pertanda untuk fokus, aku memperbaiki posisiku, fokus pada ponsel. Kami harus sampai pada mereka sebelum mereka pergi. Harus.

Jika Sebastian mengklaim kalau dia adalah pembalap akrobat atau pengemudi NASCAR, aku akan percaya padanya. Dia berbelok-belok melewati lalu lintas seperti seorang pro. Melihat bagaimana tenangnya dia saat mengemudi dengan kecepatan yang tidak akan sanggup dilakukan mobilku, membuatku penasaran pada fakta kalau dia tidak pernah mendapatkan surat tilang sebelumnya. Bagaimana bisa dia belum pernah? Dia tidak akan senyaman ini mengemudi secepat ini dalam hitungan jam. Telapak tanganku berkeringat deras. Aku tidak tahu apakah harus menyalahkan caranya mengemudi atau situasi.

Sadar aku mulai melamum, aku membuat diriku kembali fokus pada ponsel Lee. Pelacak Bennett mulai berhenti bergerak. "Mereka berhenti."

"Di mana?"

"Sepertinya mereka berhenti di jalan raya di suatu tempat," kataku, Dengan ponselku, aku memeriksa lokasi kami. Kami dekat dengan mereka. "Kita hampir sampai pada mereka."

"Mungkin kita tidak harus sampai ke bandara," ucap Sebastian, memeriksa kaca spion samping mobilnya sebelum mengganti jalur. "Apa itu terlihat seperti tempat beristirahat? Atau itu adalah jalan keluar?"

Memperbesar gambar di ponselku, aku mengernyit. "Aku tidak tahu. Dia memiliki nama jalan. Mereka mungkin sedang turun. Tapi..." aku menggulir ke sekeliling area. "Ini tampak seperti lingkungan tempat tinggal biasa. Tidak ada apa pun selain rumah di sini."

"Dolores tahu banyak orang. Dia bisa saja sedang mencoba membuang kita dari jalan mereka."

"Kau pikir dia tau kita mengikutinya?"

"Waspada pada apa pun jika menyangkut soal ibuku," ucap Lee.

Aku menatap ke arah titik yang berkedip. Tidak ada rumah di dekat sana. "Kurasa kita tidak harus berhenti."

"Tidak?"

"Mungkin dia mencoba membuang kita. Dia bisa saja melemparkan ponsel Bennett."

"Jika kita turun itu akan membuat kita semakin tertinggal. Menurutmu apa yang harus kita lakukan?" Sebastian bertanya padaku.

Aku menatap ke arah titik terang kecil. Pertanyaannya ditujukan padaku? Bagaimana jika aku salah memilih? Aku bisa saja sudah memilih bandara yang salah. Aku harus menggunakan firasatku. "Kita harus terus berjalan. Jika mereka tidak muncul di bandara, kita bisa kembali. Kurasa kita tidak harus mengambil resiko ini."

"Aku setuju. Lee, bisakah kau mengatakan kepada yang lain?"

Tangan Lee muncul dan aku memberikan ponselnya kembali. "Akan kulakukan."

"Yang lain?"

"Ketika kita sampai di bandara, yang paling penting adalah kita langsung menemukan Bennett," Sebastian mengatakan kepadaku. "Maskapai apa yang kau lihat?"

"American. Tapi ada juga satu dari Delta setengah jam lagi. Bisa juga yang itu."

"Kita akan berpencar kalau begitu."

"Apa yang akan kita lakukan ketika kita menemukan mereka?" tanyaku. "Tarik Bennett dan kabur?"

"Tidak. Prioritas kita adalah memastikan tidak ada yang naik ke pesawat. Saat itu berhasil, kita semua akan kembali ke Poughkeepsie."

Mataku mengerjap ke arahnya. Ketika dia tidak melanjutkan alisku mengkerut. "Umm. Kau sungguh berpikir ini akan berhasil?"

"Ya."

"Apa kau tidak cukup tidur kemarin malam? Tidak mungkin Mrs. Calloway hanya akan menyerah dan pergi pulang dengan kita."

"Dia akan melakukannya," kata Lee dengan percaya diri. "Khususnya setelah aku mengatakan padanya aku akan pergi ke penjara."

Kepalaku menoleh ke belakang, nyaris mencekik diriku sendiri dengan sabuk pengaman. "Kau apa? Kenapa kau akan pergi ke penjara?"

"Ada kemungkinan aku mungkin tidak akan ke sana, tapi ini satu-satunya ancaman yang kita butuhkan."

"Dan ancaman itu adalah?"

Lee menggaruk punggung tangannya dengan tangan yang bebas. "Well. Karena Cecil tidak akan mengakui kalau dia membantu menjebak Brandon di dalam kecelakaan mobil, maka memutuskan untuk mengaku."

Hatiku mencelos. "Apa?"

"Brandon sedang berada di kantor polisi sekarang dengan bukti yang kami kumpulkan. Aku bicara dengan polisi sebelumnya juga. Kami mungkin tidak dapat membuktikan dia yang mengatur semuanya, tapi setidaknya, kita bisa memberikan waktu yang kita butuhkan."

"Tapi sebagai gantinya apa?" Aku bertanya.

"Aku tidak khawatir, Henley," Lee mengatakan kepadaku, matanya mengkerut. "Aku sudah memikirkannya. Aku telah ikut andil di sini, sengaja atau tidak. Ini terasa benar jika aku membantu memperbaiki keadaan."

"Tapi—"

"Aku tidak ingin kau tahu sampai kita sampai ke bandara," dia menyelaku. "Kau tidak membuatku mundur. Sudah terlambat untuk itu."

"Merusak nama perusahaan adalah pemicu yang akan membuatnya melupakan tentang Cara dan Bennett untuk saat itu," ucap Sebastian. "Aku akan menjadi pengacara Lee. Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja."

Kepalaku menoleh ke Henry, yang menekan bibirnya bersamaan, masih dengan tatapan keras memandang ke jendela. Lee menghela napas, dan menyenggolkan pundaknya ke pundak Henry. "Jangan khawatir. Kemungkinan aku dikirim ke penjara sangat tipis. Ini tidak hanya akan memberikan kita waktu yang kita butuhkan untuk menghadirkan bukti lain yang kita butuhkan untuk menjatuhkan ibuku, tapi ini akan membersihkan nama saudara laki-lakimu, Henley. Itulah yang kau inginkan sejak awal kan?"

"Ya, tapi ini juga bukan kesalahanmu!"

"Aku mabuk dan masuk ke mobil orang lain lalu menabrakkannya. Aku bisa melakukan hal yang lebih buruk, juga. Aku beruntung tidak membunuh orang lain. Setidaknya aku bisa melakukan ini untuk membersihkan nama saudara laki-lakimu sambil membantu semuanya. Aku seharusnya melakukan ini sejak lama, tapi aku takut. Tapi tidak lagi sekarang."

"Tapi..."

"Tidak ada tapi," kata Lee tegas. "Sudah terlambat. Inilah yang akan terjadi. Kita harus fokus untuk memastikan kalau kita sampai tepat waktu, oke?"

Aku tidak menyukai ini. Aku tidak suka karena semuanya jatuh pada Lee. Ini bukan kesalahannya. Tapi tidak ada pilihan lain. Ini adalah kesempatan terbaik kami. Lee juga benar. Ini akan berhasil. "Aku menyesal, Lee."

"Jangan menyesal."

"Tapi bahkan ketika kita tidak bisa menghentikan Bennett naik ke pesawat, bukankah tidak masalah jika kita menemukan Mrs. Calloway? Kemudian bisa pulang ke rumah."

"Ya, tapi jika kita membiarkan ibuku mendapatkan waktu tambahan, siapa yang tahu bagaimana dia akan berpikir untuk meloloskan dirinya? Kita harus membutakannya dengan ini. Dan lebih dari itu, pikirkan bagaimana perasaan Bennett. Ibuku adalah orang yang manipulatif. Bennett mungkin mengira ini adalah akhir baginya. Aku khawatir padanya."

Aku mengangguk. "Kau benar."

"Biasanya aku memang benar. Sekarang ayo pergi dan temukan adik laki-lakiku."

Mengetahui kami punya sesuatu di pihak kami menguatkan tekadku. Tetap saja, semakin dekat kami dengan bandara, tubuhku semakin bergetar karena gugup. Kita aku melihat tanda yang mengarahkan ke terminal utama, perutku seperti bergulung. Ini adalah saat untuk mengakhiri ini. Aku memeriksa ponselku. 2:40. Jam berapa awal keberangkatannya? Bagaimana jika mereka sudah berada di pesawat? Apa kita akan tepat waktu?

"Aku akan memarkirkan mobil. Kalian bertiga berpencar. Kau butuh melewati gerbang terlebih dahulu. Katakan saja kau ingin menemui seseorang dari penerbangan yang akan datang. Periksa gerbangnya, tempat keamananya, kamar mandi. Telusuri semua area itu. Aku akan menemuimu di sana," Sebastian memberi perintah, masuk ke jalur untuk menurunkan penumpang. "Jika kau menemukan Bennett, langsung beritahukan kepada yang lain. Cukup biarkan ponselmu memanggil sekali dan kami akan tahu."

Aku hampir jatuh karena tergesa-gesa keluar dari mobil. Lee, Henry, dan aku berlari, tidak peduli pada orang lain di bandara yang melihat. Setelah di dalam, kami langsung pergi ke meja pusat informasi yang mengarahkan ke mana gerbang masuknya. Mungkin karena Lee yang manis saat berbicara, hingga dia berhasil membuat kami masuk dengan mudah. Atau mungkin itu karena dia mengatakan kalau akan bertemu dengan nenek kami yang sedang sakit.

Tetap saja, setelah kami berhasil melewati screening dan TSA, aku memilih arah yang acak, hanya berhenti untuk memastikan kalau Lee dan Henry tahu ke mana aku pergi. Bandara itu tidak begitu besar dibandingkan dengan bandara yang kami gunakan untuk pergi ke Hawaii, tapi ukurannya masih terlihat besar.

Aku memperhatikan wajah dari setiap orang yang lewat. Aku mencari bentuk tubuh yang familier, gaya rambut yang familier, setelan, apa pun yang bisa menyerupai Bennett. Tidak ada, tidak ada, tidak ada. Aku pergi ke pintu kamar mandi laki-laki dan memanggil namanya lalu meminta maaf ketika tidak ada yang menjawab, hanya laki-laki lain yang terkejut.

Paru-paruku terasa berdenyut seolah habis lari sejauh tujuh mil. Semakin dalam aku masuk ke dalam bandara, semakin ramai tempat itu. Aku menyalip melewati orang-orang, menimbang-nimbang untuk memanggil nama Bennett, untuk melihat jika ada yang bereaksi. Ada begitu banyak orang. Aku tidak akan bisa menemukannya. Aku tidak akan bisa menghentikannya—

Untaian rambut pirang menarik mataku, menghilang di sudut di depanku. Aku berlari ke arah itu, mendorong orang lain dari jalanku, firasatku berteriak padaku untuk mengejarnya. Bergegas ke sudut itu, aku mencoba menemukannya, tapi tidak bisa. Di sana ada kamar mandi perempuan di sisi kanan dan aku mendorong pintunya dengan kasar, membuat seseorang berambut pirang di depan kaca terlonjak. Mata coklatnya bertemu denganku di pantulan kaca, mulutnya terbuka.

"Cara," kataku, berjalan ke depannya. "Cara, di mana dia? Katakan padaku sekarang."

Dia mengangkat tangan untuk menutup mulutnya. "Henley—"

Aku memegangi pundaknya, jantungku berdetak tidak karuan saat melihat cincin emas di jarinya, tapi aku mendorong perasaan itu menjauh. Bennett lebih penting sekarang. "Di mana dia? Kami tidak punya banyak waktu."

"Henley, aku bisa menjelaskan—"

"Aku tidak menginginkan penjelasan, Cara. Aku pikir dari semua orang, kau yang paling mengerti apa yang Bennett lalui dan ingin menghentikan ini," kataku, mengeratkan peganganku padanya. "Tidakkah kau merasa muak dikendalikan? Apa ini yang kau inginkan dalam hidupmu? Atau kau tidak peduli selama kau memiliki warisanmu?"

"Ini tidak seperti itu," dia menyangkal, kepalanya menunduk. "Seseorang sepertimu tidak akan pernah mengerti apa yang aku lalui—"

"Kau benar. Aku tidak tahu. Tapi bisa kulihat. Aku melihat apa yang Bennett lalui. Aku tahu bagaimana perasaan Tala. Aku bisa menekankan dengan situasimu," kataku padanya. "Aku tidak mengatakan kalau ini semua kesalahanmu, tapi kau bisa membantu menghentikan ini. Ini belum terlalu terlambat. Ayahmu bisa mendengarkanmu. Di mataku, sekarang dia adalah seorang kriminal, tapi jika dia mengakui apa yang dia lakukan, semuanya akan berakhir."

Cara menarik napas cepat, matanya menatapku. "Dia bukan seorang kriminal."

"Dia menjebak saudara laki-lakiku, Cara."

"Itu karena ibu Bennett—"

"Hentikan pembicaraan ini," suara lain dari sisi kiri kami menyela.

Aku mundur dari Cara, menoleh untuk melihat Mrs. Calloway berdiri di depan kamar mandi, ekspresi wajahnya tidak senang. Cara menciut. "Pergi ke gerbang," katanya dengan pelan.

"Dia sudah berada di pesawat," ucap Mrs. Calloway. Dia melewatiku, menyalakan keran air. Aku tidak bergerak, pikiranku berpacu. Dia pasti berbohong. Kenapa mereka berada di kamar mandi sementara Bennett sudah berada di pesawat?

"Sepertinya kau terlambat. Bukannya itu akan menjadi masalah juga seandainya Bennett melihatmu," dia melanjutkan.

"Tidak penting apakah dia berada di Hawaii atau tidak, kau sudah tamat," kataku padanya. "Meskipun jika Bennett berada di dekatmu akan membuatmu tidak terlalu mencurigakan, jadi kau mungkin ingin mempertimbangkannya. Saudara laki-lakiku sedang berada di kantor polisi sekarang."

Cara terkesiap padaku, tapi Mrs. Calloway tidak menunjukkan reaksi. "Dan?"

"Putramu yang lain sedang dalam perjalanan. Dia akan mengakui semuanya."

"Oh, dear."

"Kau seharusnya menurunkan Bennett dari pesawat. Lee akan mengatakan kalau dia sebagai saksi, Polisi mungkin ingin bicara dengannya. Tidakkah menurutmu itu akan terlihat lebih memberatkanmu jika Lee mengatakan kepada polisi kalau kau mencoba untuk mengirimkan Bennett ke Hawaii?"

Mrs. Calloway mematikan keran, lalu menuju ke pengering dengan pandangan menghina sebelum meraih dompetnya dan mengeluarkan sapu tangan. Aku tidak suka bagaimana dia terlihat tenang. Dia menjernihkan tenggorokannya, mengarahkan wajahnya padaku. "Lakukan apa yang kau suka."

"Maaf?"

"Biarkan Lee mengaku. Itu tidak apa-apa. Jika dia ingin sekali mengakui semua kesalahan, bagaimana aku bisa menghentikannya?"

"Bahkan jika dia sendiri yang masuk ke dalam penjara?"

"Akan lebih mudah bagiku jika dia menghilang dari jalanku."

Aku menyipitkan mataku kepadanya. "Tapi tidakkah itu akan mengotori nama Calloway?"

"Aku ingin menghindarinya, tapi jika memang harus seperti itu, aku yakin setelah aku menjelaskan bagaimana dia adalah seseorang yang disfungsional orang-orang akan melihat seberapa keras aku sebagai seorang ibu berusaha untuk membesarkannya."

"Kau tidak peduli sama sekali jika Lee mengakui semua kesalahan atas tindakanmu?"

"Haruskah aku merasa begitu?"

Aku tidak bisa mempercayai telingaku. "Kau hina."

"Sekarang aku mengerti kenapa Bennett sangat terobsesi denganmu. Kalian berdua cukup sama. Keduanya keras kepala dan sangat berpikiran sederhana."

"Hanya butuh pikiran sederhana untuk melihat kalau kau adalah penyihir wanita," aku membentaknya.

"Penyihir wanita? Perusak keluarga."

"Perusak keluarga?" aku mengulangi.

"Kau di sini bukan untuk putraku? Yang sudah menikah?" dia bertanya padaku. "Aku akan membuat pengumuman resmi sore ini. Jika kau terlihat di dekatnya mulai dari sekarang, aku tidak bisa membayangkan bagaimana reputasimu akan dikenal."

Menikah? Jadi, mereka sudah menjalankannya? Cincin itu bukan hanya untuk pertunjukkan? Sebuah simpul seperti terbentuk di perutku, tapi aku mengabaikannya. Itu tidak masalah. Itu tidak mengubah perasaan siapa pun. Itu hanya secarik kertas bodoh. Tapi, bagi Bennett...

"Di mana Bennett?" aku bertanya pada Cara.

"Aku sudah mengatakan kepadamu," ucap Mrs. Calloway.

"Cara," aku memohon.

Cara menutup rapat matanya. "Gerbang 21. Kau mungkin bisa mengejarnya sebelum dia naik ke pesawat, tapi pergilah dengan cepat!"

Aku tidak membuang-buang waktu. Aku berbalik, keluar dengan cepat dari kamar mandi, bayangan kalau Mrs. Calloway mencoba untuk menjebakku di sini melintas pikiranku. Anehnya, dia tidak bergerak, tapi aku tidak diam di sana lebih lama untuk melihat apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Aku mencari tanda yang akan menunjukkanku ke arah gerbang mana saja agar aku bisa mengetahui lokasiku. Satu tanda memiliki panah yang mengarah ke ruangan besar menuju ke gerbang 20-30. Aku berlari ke sana, jantungku rasanya seperti berada di tenggorokanku.

Dia tidak mungkin sudah naik, dia tidak mungkin sudah naik, dia tidak mungkin sudah

"Bennett!"

Kepalanya menoleh ke arahku, tangannya nyaris tidak dapat menangkapku ketika aku menerjangnya. "Henley?"

"Aku menemukanmu," kataku padanya, memeluknya erat, wajahku kutekankan di pundaknya. Aku bisa mendengar suara jantungnya yang berdetak cepat. "Kau tidak akan pergi dengan penerbangan ini. Aku tidak peduli jika harus menghajar ibumu secara fisik. Kau tinggal di sini."

"Bagaimana kau bisa menemukanku?" dia bertanya, menarikku menjauh darinya sehingga dia bisa melihat wajahku.

Hatiku sakit melihat penampilannya. Tergambar kurus, lingkaran hitam di bawah matanya. Dia tampak benar-benar kalah. Matanya mengerjap dengan lambat ke arahku. "Aku rasa Sebastian menyusupi ponselmu. Itu tidak masalah. Kami semua di sini. Aku perlu memberitahukan kepada mereka." Aku menarik keluar ponselku dan mengirim pesan nomor gerbang kepada Sebastian dan Henry.

"Henley," dia memulai, mengatupkan rahangnya, mencondongkan tubuhnya kepadaku. "Dia menipuku. Aku ingin menahannya seperti apa yang kalian katakan, tapi namaku sudah ada di sertifikat pernikahan. Aku tidak bisa menghentikannya—"

"Itu tidak penting," kataku padanya. "Itu tidak berarti apa pun bagiku. Apa yang terpenting adalah kita menghentikan ini."

"Bagaimana?" dia bertanya. "Aku takut datang ke sini hanya membuat ibuku lebih marah lagi."

"Ada sesuatu yang akan membuatnya sibuk untuk sementara sampai kita dapat menuntutnya dengan benar."

"Apa itu?" dia bertanya, terhuyung ke samping sedikit.

Aku memeganginya, membantu dia berdiri tegak. "Apa kau baik-baik saja?"

"Dia mencoba membiusku," dia mengakui, mengangkat tangan ke keningnya. "Aku berhasil membuat diriku memuntahkannya beberapa kali ketika kami sampai di sini, tapi aku masih merasa sedikit pusing."

Aku bergetar karena rasa marah. "Dia membiusmu?"

"Permisi?"

Bennett dan aku menoleh ke arah laki-laki yang lebih tua yang datang ke arah kami. Dia memiliki rambut pirang yang diwarnai hingga ke akar dengan mata abu-abu dengan bercak cokelat gelap. Jas yang dipakainya mengisyaratkan uang, tanpa meninggalkan keraguan siapa dirinya. Ayah Cara. Cecil. Salah satu tokoh kunci yang menjebak saudaraku.

Aku menelan ludah dengan susah payah, perasaan kebas menjalar di tubuhku. Pandangannya terarah hanya kepadaku. "Ya?" aku bertanya.

"Kau saudara perempuan dari Brandon Linden?"

"Ya," aku mengulangi, seluruh tubuhku menegang. Apa yang akan terjadi? Dia tidak terlihat mengintimidasi, tapi aku yakin dia tahu kalau aku tau semuanya.

Cecil mengulurkan tangannya ke arahku dan Bennett melangkah ke antara kami, menepis tangannya menjauh. "Jangan sentuh dia."

"Bukan seperti itu," ucap Cecil pelan. "Aku ingin meminta maaf."

Mataku nyaris keluar dari tempatnya. "Huh?"

"Aku tidak punya alasan untuk perbuatanku. Aku tidak akan memberikan alasan juga," ucap Cecil, menjaga kontak mata padaku dengan tegas. "Aku memasukkan seseorang yang tidak bersalah ke dalam penjara dan aku sudah merusak tidak hanya hidupnya, tapi saudara perempuannya juga. Selain itu, aku sudah menyeret putriku sendiri ke dalam kekacauan ini, dan Bennett, kau juga. Aku sungguh menyesal untuk ini."

Kata-katanya nyaris tidak dapat kupahami, perasaan mati rasa itu menyebar ke pikiranku. Dia meminta maaf? Setelah semuanya? Aku tidak tahu harus berkata apa.

Bennett meraih tanganku, hampir meremukkan tanganku di dalam genggaman tangannya. "Kenapa mengatakan itu sekarang? Sudah terlambat."

"Kubilang aku tidak akan membuat alasan," Cecil menjawab, melipat tangannya di depan perutnya. "Saat ini aku tidak hanya menyesal, tapi juga malu atas perbuatanku. Aku seharusnya tidak membiarkan ini terjadi."

"Kalau begitu perbaiki." Aku melangkah lebih dekat kepadanya. "Jika kau sangat menyesal, perbaiki. Aku tidak akan menerima permintaan maaf darimu. Tindakan berbicara lebih keras dari kata-kata."

"Itu dia."

Pada suara Mrs. Calloway, aku menoleh. Berdiri bersamanya tiga orang laki-laki berseragam keamanan, dengan Cara yang tidak terlihat di mana pun. Petugas keamanan berjalan, ke arahku, dan Bennett mendorongku ke belakangnya. "Apa yang akan kau lakukan?" dia bertanya.

"Ma'am, boleh aku melihat tiket pesawatmu?"

"Aku memiliki izin melewati gerbang," kataku, mengeluarkannya dari sakuku.

Salah satu petugas keamanan mengambilnya dan melihatnya lalu memasukkannya ke dalam sakunya sendiri. "Kau harus ikut dengan kami."

"Apa? Kenapa?"

"Wanita ini berkata kau menyerangnya dan keluarganya."

"Aku sedang menunggu keluargaku—"

"Para penumpang untuk penerbangan itu sudah turun dari pesawat. Aku akan memintamu sekali lagi untuk ikut denganku."

Aku membeku, tanganku melepaskan Bennett. Mrs. Calloway melangkah ke dekat Cecil, senyum puas terlihat di wajahnya, sangat lebar hingga menakutiku. Ini tidak adil. Bagaimana bisa dia selalu selangkah lebih unggul? Apa yang akan terjadi sekarang? Di mana Sebastian daan Lee dan Henry?

Tangan yang kuat mencengkram lenganku dan menarikku. Aku melawan, dengan mata melebar yang terarah ke Bennett. "Tidak apa-apa," aku berjanji padanya. "Kita akan menemukan jalan keluar. Jangan naik ke dalam pesawat."

"Bennett akan naik ke dalam pesawat," Mrs. Calloway menajawabku. "Kecuali dia ingin saudaranya membusuk di penjara."

Bennett menoleh ke arahnya. "Apa?"

"Kau tidak tahu rencana teman kecilmu ini? Dia akan melimpahkan semua kesalahan ke saudara laki-lakimu. Dia sedang mengaku sekarang."

"Lee?"

Aku mencoba untuk melepaskan diri dari petugas keamanan, tapi ketika dua orang lainnya bergerak untuk memegangiku, aku berhenti, dan mengangkat tanganku. "Tunggu. Tunggu sebentar! Bennett, tidak seperti itu, jangan dengarkan—"

"Kau harus naik ke pesawat atau aku tidak akan mengeluarkan saudaramu dari sana," kata Mrs. Calloway kepadanya, mengumpulkan tasnya. "Sekarang bergeraklah."

"Tunggu sebentar," kataku pada petugas keamanan, berusaha agar tidak terjatuh ketika aku diseret. "Ini tindakan kriminal. Dia diculik! Kau mengeluarkan orang yang salah. Bennett!"

Bennett bergerak ke arahku, tapi Mrs. Calloway melangkah ke depannya, menghalangi pandanganku padanya. Dia mengangkat tangan dan menggerakkan jari-jarinya, kilatan di matanya membuat darahku terasa dingin. "Selamat tinggal, Henley."

Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Tidak setelah kami melangkah sejauh ini. Aku takut. Jika Bennett pergi apa yang akan terjadi? Apa yang akan dia lakukan? Bennett tidak boleh pergi. Tapi aku tidak bisa melawan. Jika aku menolak petugas keamanan ini, Siapa yang tahu masalah macam apa yang akan aku dapat? Tapi apa lagi yang dapat kulakukan? Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi!

"Hentikan."

Suara Cecil bergema keras, membuat petugas keamanan itu berhenti sejenak.

"Bennett! Henley!"

Aku memutar kepalaku untuk melihat ke balik pundakku, melihat Sebastian yang terburu-buru berjalan ke arah kami dengan seorang wanita yang tidak kukenal dan tiga petugas keamanan. Ketika dia mendekati kami, wanita itu mengeluarkan borgol, dan untuk sesaat yang mengkhawatirkan, aku berpikir mereka datang untukku. Tapi justru, dia melewatiku, berjalan langsung ke arah But Mrs. Calloway.

"Dolores Calloway, kau ditahan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro