Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 51

Bennett

"Aku tidak bisa menghubunginya."

"Coba lagi."

Aku mengetuk nama Cara di ponselku lagi, meletakkannya ke telingaku. Setelah lima deringan, suara fonetis menginstruksikan untuk meninggalkan pesan. "Ayo pergi ke rumahnya saja."

"Apa tidak apa-apa jika muncul begitu saja?"

"Aku tidak melihat ada yang salah dengan itu. Kami seharusnya berkencan. Ayahnya seharusnya ada di tempat kerja. Ini penting."

Sebastian mengangguk, menjaga matanya tetap ke jalanan. "Apa yang harus kita lakukan jika dia juga terlibat?"

"Dia tidak terlibat," kataku tegas.

"Bagaimana kau bisa yakin?"

"Aku tahu saja kalau dia tidak terlibat. Percayalah padaku. Cara tidak akan melakukan sesuatu seperti itu."

"Apa dia dekat dengan ayahnya?"

Mataku berali dari ponselku ke Sebastian. Aku belum pernah mempertimbangkan itu. Setahuku, keluarga Castrilli tidak terlihat dekat, tapi mereka juga tidak terlihat berjarak satu sama lain juga. Cara tidak pernah berkata buruk tentang ayahnya, meskipun dia memaksanya ke dalam hubungan kami. Apa Cara akan terluka karena ini?

Sebelum aku dapat menjawab, ponselku mulai bergetar. Nama Henley berkedip di layar dan aku menggeser tombol jawab. "Henley."

Kemudian hening beberapa detik dan kemudian dia tertawa. "Bisa kulihat sesuatu tidak akan pernah berubah."

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak pernah mengatakan halo. Selalu saja hanya..." Dia berdehem. "Henley," dia melanjutkan, suaranya lebih berat dan lebih kasar.

Aku menoleh ke arah jendela, tersenyum sedikit. "Aku tidak terdengar seperti itu."

"Kurasa aku cukup baik menirukannya."

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Oh, benar. Umm. Well. Henry dan aku sudah memasangkan kamera di ruang kerja ibumu—"

"Tunggu, kau melakukan apa?" aku menginterupsi.

"Well kami telah merencanakan ini juga..." Dia menyeret kalimatnya, menghembuskan napas berat. "Itu tidak penting. Kami pikir dia sedang pergi."

"Dia memang pergi."

"Tidak. Dia di kantor. Dia pasti kembali lebih awal. Dan dia menangkap kami lalu memecat Henry."

Mataku nyaris keluar dari tempatnya. "Apa? Apa yang kau maksud dengan memecat Henry? Dia tidak bisa melakukan itu. Akulah bosnya..."

Sebelah alis Sebastian terangkat dan dia memiringkan kepalanya padaku. "Ada apa?"

"Aku tidak tahu, Bennett. Kami tidak tahu dia akan ada di sana dan aku rasa dia mungkin mengincar kita. Maafkan aku. Kami mengacau."

"Kau tidak mengacaukan apa pun. Apa yang terjadi? Apakah dia melakukan hal lain? Di mana Henry? Apa kau baik-baik saja?"

"Uh, dia. Well. Aku baik-baik saja. Henry di rumahnya. Aku hanya ingin memberitahukan kepadamu karena aku tahu kau dan Sebastian sedang menginvestigasi. Di mana kau?"

Sebuah perasaan berat terasa di dadaku. Kenapa ibuku memecat Henry? Apa yang telah dikatakannya pada mereka? Kenapa dia kembali lebih awal? Aku juga tidak melewatkan bagaimana Henley tidak menjawab semua pertanyaanku. "Apa kau yakin baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, Bennett. Aku hanya khawatir kalau kau tidak menemukan bukti apa pun. Aku hanya ingin ini berakhir. Henry kehilangan pekerjaannya karena aku dan aku takut apa yang akan terjadi selanjutnya."

"Tidak ada yang akan terjadi. Henry tidak kehilangan pekerjaanya. Ini bukan kesalahanmu," Aku meyakinkannya, merendahkan suaraku. "Sebastian dan aku menemukan sesuatu."

"Benarkah? Apa?"

"Aku akan mengatakan padamu nanti. Kami sedang menuju ke rumah Cara sekarang."

"Rumah Cara?"

"Ya. Aku akan menghubungimu kembali, ok? Beberapa jam lagi. Kami hampir sampai di sana."

"Baiklah, beritahukan padaku apa yang terjadi. Aku sedang bersama Lee sekarang jadi hubungi kami jika kau membutuhkan kami."

"Baiklah. Aku mencintaimu, Henley."

"Aku juga mencintaimu."

"Aww itu manis," aku mendengar suara di latar belakang dan aku hanya bisa berasumsi kalau itu adalah saudara laki-laki bodohku. "Berikan ponselnya padaku juga."

"Tidak, Lee, hentikan!" Terdapat suara gesekan dan aku sadar kalau Lee sedang mencoba merebut ponsel dari tangan Henley. "Katakan padanya kita akan pergi ke makan malam romantis! Tidak. Lepaskan! Bennett, aku akan pergi—"

Dua suara dentingan memberitahukan padaku kalau sambungan telah berakhir dan aku menarik ponselku menjauh sambil terkekeh. Henley tampaknya baik-baik saja. Bagus.

"Apa aku berbelok di sini?"

"Ya," kataku, kedamaian sesaat menghilang begitu cepat. "Kemudian berbelok ke East street dan rumahnya adalah yang paling akhir."

"Apa yang terjadi dengan Henley?"

"Dia mengatakan padaku kalau ibuku kembali lebih awal dan dia menangkap mereka sedang berada di kantornya."

Sebastian meringis. "Ouch."

"Tidak apa-apa. Kita akan mengakhirinya segera."

Ketika kami berhenti di rumah Cara—karena tidak ada kata yang lebih baik maka—mansion, aku mencoba menghubunginya untuk terakhir kali. Ketika dia tidak menjawab, aku mencoba untuk Aku memperhatikan jalan masuk rumahnya untuk mencari BMW milik Cara, tapi kemudian teringat kalau semua orang parkir di belakang. Semoga saja dia di rumah.

Meskipun sangat dapat diterima jika aku mengunjungi rumahnya, aku tetap merasa gugup mengetuk pintu depan rumahnya. Aku memainkan jam yang ada di tanganku ketika Sebastian memperbaiki dasinya. Setelah satu menit pintu pun terbuka dan Cara muncul, matanya melebar. "Bennett?"

"Cara—"

"Oh shit. Kau tidak boleh ada di sini. Pergi sekarang, cepat," dia berbisik padaku, melemparkan pandangan ke balik pundaknya.

"Kenapa, apa yang terjadi?"

"Akan kuhubungi kau nanti, pergilah—"

"Siapa yang ada di pintu?"

Aku membeku pada suara yang bertemu dengan telingaku. Mata Cara tertutup dan dia mengatupkan giginya sebelum membuka pintu sepenuhnya. Ketika dia berbalik, sebuah senyum menyilaukan terpancar dari wajahnya. "Ini Bennett! Masuklah."

Aku menelan ludah dengan susah payah sebelum melangkah memasuki ambang pintu. Ibuku berdiri di sebelah Cara, alisnya melengkung ke atas. "Bennett. Waktu yang tepat."

"Apa yang Ibu lakukan di sini?"

"Apa maksudmu? Aku tidak bisa mengunjungi calon menantu masa depanku?"

Cara menatapku sedih dan aku merasa perutku bergejolak. "Kupikir Ibu sedang di luar kota."

"Aku selesai lebih awal. Aku hanya tidak sabar menunggu untuk membagikan kabar ini dengan Cara."

"Kabar apa...?"

Ibuku memberi gestur ke Cara yang tidak mau repot-repot menutupi kesedihannya kali ini. Cara menatap lantai. "Kita sudah memiliki tanggal pernikahan."

Ibuku menyeringai, mengulurkan tangan ke bahu Cara. "Bukankah ini menyenangkan?"

Aku tidak membiarkannya mempengaruhiku. Tanggal pernikahan bukanlah hal yang besar. Aku hanya berharap Cara tahu apa yang Sebastian dan aku lakukan. Dia terlihat begitu kalah. Jika saja dia tahu kalau ini akan segera berakhir. Kami hanya perlu ikut masuk ke dalam permainan sedikit lebih lama lagi. Kemudian dia bisa bahagia selamanya dengan Tala. Aku akan bebas untuk bersama Henley. Tidak akan ada yang menghalangi lagi. Kami akan memastikan itu. "Memilih tanggal adalah langkah awal. Kapan itu akan berlangsung?"

"Besok."

Seluruh dunia berubah statis untukku, momen yang mencekik. Besok. Besok. Kata itu hampir tidak masuk akal bagiku. Kenyataan bergegas kembali dan aku terhuyung ke belakang, ke arah Sebastian. Mata ibuku berbinar. Bisa kurasakan tetesan keringat jatuh di keningku. "Tidak."

"Tidak?"

"Itu terlalu cepat," aku bergegas. "Aku bahkan tidak punya tux—"

"Tidak perlu. Kalian berdua tidak saling jatuh cinta. Kalian sudah membuktikan itu. Kalian tidak perlu pernikahan yang elegan. Kita hanya akan mengumpulkan sebagian kecil orang dan kemudian menandatangani berkas."

Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak. Itu tidak adil untuk Cara. Dia pantas mendapatkan gaun yang cantik dan tempat yang menakjubkan dengan semua teman-teman dan keluarganya—"

"Kau tidak serius dengan perkataanmu, Bennet."

Kata-katanya tajam. Cara menatapku, matanya merah. Aku hanya perlu mengulur waktu. Aku hanya perlu melanjutkan sandiwara. Sedikit lebih lama lagi.

"Saat berkas sudah ditandatangani, kalian akan naik ke pesawat menuju Hawaii untuk enam bulan ke depan. Kau akan fokus untuk menyelesaikan resort dan membantu Cara mempelajari bisnis. Tiketnya sudah dipesan. Kau akan pergi sebagai pria yang sudah menikah dan semoga saja pelacurmu itu akhirnya akan belajar di mana tempatnya."

Kuku terasa menancap ke dalam telapak tanganku. "Ayo hentikan ini."

"Aku senang akhirnya kau mengerti, Bennett."

"Apa ini baik-baik saja?" tanyaku, mengarahkan pandangan pada Cara.

Cara mengangguk samar. "Ya."

"Apa ini sangat berat?" ibuku menghela napas. "Seperti inilah hidupmu seharusnya. Bukan hanya milikmu sendiri. Kau adalah Calloway. Kau adalah masa depan perusahaan kita. Kau tidak bisa egois."

Kemarahan memancar padaku. Aku melotot ke arahnya. "Fuck off."

Rahang Cara menganga. Dia mundur ke belakang beberapa langkah, matanya berpindah dari ibuku, dan kembali padaku. Aku tidak menyalahkannya. Setiap fiber dari diriku terguncang dengan amarah. Aku sudah muak.

"Aku tidak bodoh, Bennett."

Nada dingin, dan penuh kendali dalam suara ibuku membuatku tertegun. Ini bukanlah reaksi yang aku harapkan. Sebastian melangkah ke sebelahku, menyapukan pundaknya padaku. Kemarahan itu dengan cepat menghilang, digantikan dengan kegelisahan yang mengerikan. Kemarahan dari ibuku tidak membuatku takut—tapi ketenangannya.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Tidak. Aku tidak akan membiarkannya menang kali ini. Tidak peduli apa pun yang dia katakan. Tidak ada yang bisa dia gunakan untuk mengancamku. Aku memegang kartu kali ini. "Apa pun yang Ibu pikirkan tidak akan berhasil. Kami tahu semua yang terjadi malam itu."

"Kau tahu?"

"Kami menemukan berkas dari rumah Sebastian. Kami tahu Cecil berkonspirasi denganmu untuk menyalahkan Brandon atas kecelakaan Lee. Kami memiliki bukti. Kau dan Cecil menyebabkan seseorang yang tidak bersalah masuk ke dalam penjara."

Cara terkesiap. "Apa? Apa yang kau bicarakan tentang ayahku?"

"Ini adalah pertukaran, benarkan? Cecil membantumu, dan dia dapat menikahkan putrinya pada salah satu keluarga terkaya yang dia tahu. Hanya butuh sekali pencarian singkat di Google untuk dapat melihat kalau kondisi bisnisnya sedang tidak stabil. Dengan bantuan finansial, maka perusahaannya akan terus berlangsung."

"Apa yang kau bicarakan, Bennett?" Cara menuntut jawaban. "Ayahku tidak akan melakukan sesuatu seperti itu! D-dia tidak akan..."

"Itu adalah investasi," ibuku berkata dengan gampang.

"Hidupku hanyalah sebuah investasi bagimu?"

"Kau harus berguna untuk beberapa hal."

Kata-kata itu melukaiku cukup keras. Meskipun aku tidak bisa memikirkan kapan ibuku bersikap keibuan padaku, ini tetap menyakitkan. Ini tidak masuk akal. Bagaimana bisa seseorang memperlakukan putranya seperti itu?

Sebastian melangkah ke depan. "Ini sudah berakhir. Hentikan sekarang sebelum hubunganmu dengan putramu tidak dapat diperbaiki."

"Kenapa kalian berdua ini? Kenapa kau bertingkah seolah kau telah menang?"

"Kami memiliki bukti untuk semuanya."

Kata-katanya tidak mengusik ibuku. "Kau akan mengkhianati ayahmu sendiri? Kau ingin merusak keluargamu demi orang asing? Bagaimana perasaan ibumu? Bagaimana dengan Cara? Dia baru mengetahui semua ini. Aku yakin dia tidak ingin ayah tersayangnya masuk ke dalam penjara."

Tatapan Sebastian mengeras. "Ayahku melakukan kejahatan. Dia tahu konsekuensinya."

Ketidakpeduliannya tidak berhenti. "Bennett, kau tahu kalau saudaramu adalah bagian dari ini juga kan."

"Dia tidak menyetujui ini."

"Dia tetap saja terlibat di dalam sini. Kau juga tidak keberatan dia masuk ke dalam penjara? Bahkan dalam kondisinya yang lemah? Memalukan sekali bagaimana dia keluar dari pusat rehabilitasi untuk menjadi seorang kriminal. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya."

"Pusat rehabilitasi?" aku mengulangi.

Bibirnya melengkung ke atas. Kali pertama wajahnya berekspresi. Itu membuat jantungku berdetak cepat. Dia selangkah lebih unggul.

"Oh? Apa aku lupa menyebutkannya? Saudaramu akan kembali ke California. Dia tidak dalam kondisi mental yang sehat di sini. Dia perlu diawasi."

"Apa? Dia tersiksa di sana. Dan sendirian. Dia tidak akan setuju dengan itu!" Dia tidak akan ingin kembali ke sana dengan sukarela. Pasti ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat dia merasa seperti dia tidak memiliki pilihan... "Karena itulah kau memecat Henry."

"Kalian berdua bodoh ketika menyangkut pada orang yang kalian kasihi."

Rasa sesak yang teramat sangat terasa di dadaku ketika aku menarik napas. Aku mengerjapkan mata berulang kali, jantungku berdegup keras hingga terdengar ke telingaku. Aku tidak bisa mendapatkan cukup udara. Kami memiliki kartu kunci—kami memilikinya. Dia tidak akan bisa menang kali ini. Dia tidak bisa. Jika tidak aku tidak bisa kabur lagi. Lee akan terperangkap. Aku akan terperangkap. Cara akan terperangkap. Tidak...

"Bennett, kau tidak bisa."

Suara Cara membuyarkan pikiranku. Sebastian dan aku menoleh ke arahnya. Dia lebih dulu menemukan suaranya sebelum aku. "Cara, pikirkan ini dengan rasional. Ayahmu memainkan perannya dan menyebabkan saudara laki-laki Henley masuk ke dalam penjara. Dia adalah bagian dari alasan kenapa Bennett ataupun kau tidak bisa bersama orang yang kalian cintai."

"Dia tidak akan melakukan itu," dia protes. "Aku tahu dia tidak akan melakukan itu."

"Kami memiliki bukti," kataku singkat.

Ibuku memberi isyarat dengan tangannya yang terbuka. "Lihat? Cara dan aku satu-satunya orang yang berpikir rasional di sini. Kau tidak bisa melakukan ini padanya, Bennett. Kau tahu bagaimana rasanya ketika seseorang dirampas dari kehidupanmu kan? Apa kau mau kalian berdua mengalami itu lagi?"

Cara mulai menangis tanpa suara dan pundaknya bergetar. Tenggorokanku tercekat. Kenapa aku berpikir kalau aku bisa menang? Kenapa aku berpikir kalau semuanya akan baik-baik saja kali ini? Aku tidak bisa melakukannya.

"Baiklah," kataku pelan.

"Baik, apa?"

"Baik. Kami akan menikah besok."

"Bennett," Sebastian berkata dengan tajam.

"Tapi dengan syarat."

Ibuku tertawa keras. "Syarat? Tentu saja, akan ada syarat. Aku tidak bisa melihat kau sedang berada dalam posisi yang bisa memberikan permintaan, tapi aku akan mendengarkan."

"Tinggalkan Henley sendiri. Kumohon."

"Selama dia menghilang dari hidupmu, aku tidak melihat ada alasan datang padanya."

"Ibu tidak bisa mengganggunya sama sekali. Bahkan jika dia ingin terus bertemu dengan Lee, dan Henry, dan Sebastian. Ibu tidak bisa melarang mereka melihatnya. Ibu tidak bisa mengganggu hidup Brandon. Tinggalkan mereka sendiri."

"Apa kau yakin kau ingin dia terus berada di dekat Lee? Kurasa tidak akan butuh waktu lama sebelum dia memilih, karena baginya Calloway mana saja, tidak masalah."

"Jangan bicara buruk tentangnya seperti itu lagi."

"Kau mengujiku, Bennett."

"Aku hampir selesai. Aku ingin bertemu dengannya satu kali lagi. Aku butuh menjelaskan semuanya padanya. Aku butuh mengakhirinya dengan benar."

Aku bisa melihat kata tidak terbentuk di bibir ibuku, tapi kemudian dia menekannya kembali, ragu-ragu. Setelah sesaat, dia memberikan anggukan pelan. "Baiklah. Kau boleh pergi dan melihatnya tapi aku ingin kau kembali ke sini tidak lewat dari tengah malam."

"Ke sini?"

"Ya. Di mana aku bisa mengawasimu. Dan besok kita akan pergi ke tempat di mana kita akan mengadakan pernikahan."

Rasa mual kembali menjalariku. "Kami tidak harus menikah besok. Aku berjanji tidak akan menemui Henley lagi—"

"Ini tidak untuk dinegosiasikan. Waktumu berjalan, Bennett. Apa kau tidak keberatan menyia-nyiakannya?"

Dengan itu, dia memalingkan wajah dariku, suara heelsnya mengetuk lantai terdengar ketika dia berjalan menjauh meninggalkan teras, meninggalkan Sebastian, Cara, dan aku sendirian. Cara tersedu dan mengusap matanya, tangisannya tanpa suara. "Bennett, maafkan aku."

Aku tidak bisa menemukan keinginan untuk menghiburnya. Aku tidak bisa menyalahkannya juga. Dia hanya sama lemahnya dengan aku.

"Bennett, apa yang kau rencanakan?" Sebastian bertanya. "Kau tidak bisa menandatangani berkas itu."

"Aku tidak merencanakan apa pun. Ayolah. Aku tidak punya banyak waktu." Tanpa mengatakan selamat tinggal pada Cara, aku berjalan kembali ke mobil Sebastian.

Langkah kaki Sebastian lebih cepat untuk mengejarku. Dia meletakkan tangannya ke pundakku, memutar tubuhku. "Apa maksudmu? Apa yang kau lakukan, Bennett?"

"Ini sudah berakhir, Sebastian. Aku tidak tahu kenapa kita berpikir kalau ini adalah ide yang bagus."

"Ini belum berakhir. Kita memiliki semuanya kita perlu menjatuhkannya!"

"Sebagai gantinya apa? Menyebabkan semua keluarga kita berduka? Tidakkah kau lihat Cara? Bagaimana bisa kita melakukan itu padanya?"

Tangan Sebastian mengepal di pundakku. "Kita akan menemukan jalannya, Bennett."

"Tidak ada jalan, Sebastian!" aku berteriak, menepis tangannya dariku. "Ini tidak berguna. Aku sudah menghadapi kenyataan. Aku tidak mendapatkan akhir bahagia—ugh!"

Rasa sakit terasa di rahangku dan aku terhuyung mundur selangkah, tanganku terangkat ke pipiku. Sebastian menatap marah padaku, mengibaskan tinjunya. Dalam sepersekian detik, aku menarik tinjuku kembali dan menghantam hidungnya.

"Kau pengecut!" Sebastian berteriak padaku.

"Kau tidak mengerti!"

"Kita bisa melakukan ini. Jangan menyerah!"

"Aku tidak bisa mengorbankan hidup orang lain demi hidupku!"

Sebuah pukulan keras membuatku keilangan kesimbangan dan aku jatuh ke tanah dengan keras, kepalaku terbentur pada trotoar dengan keras. Sebastian berdiri menjulang di atasku, bernapas dengan susah payah, darah mengalir dari hidungnya. "Kau sangat... sangat..."

Aku menutup mataku. "Pergilah, Sebastian."

"Aku yang mengantarmu ke sini."

"Pergi saja."

"Masuk ke dalam mobil sialan itu, Bennett. Biarkan aku yang mengantarmu ke rumah Henley."

Tangannya menyentuh tanganku, menarikku hingga berdiri. Seluruh tubuhku berdenyut. Sebastian tampaknya juga merasakan hal yang sama denganku. Aku masuk ke dalam kursi pengemudi, dengan pelan menyentuh bagian yang sakit di keningku. Ketika tanganku kembali, aku melihat darah.

Sebastian menyalakan mobil dan mundur keluar dari jalan masuk. Selama lima menit suasana hening sampai dia bicara. "Kau idiot."

"...aku tahu."

"Kuharap aku menghajar dan mengembalikan sisi rasionalmu."

"Sudah kukatakan, Sebastian. Ini berakhir."

"Jangan membuatku memberhentikan mobil ini."

"Apa yang bisa kita lakukan?"

"Kita akan memikirkan sesuatu. Kita punya 24 jam. Aku akan bicara dengan Cara. Aku akan meyakinkannya."

"Kita tidak bisa melakukan ini padanya."

"Jadi kau tidak keberatan dengan apa yang terjadi pada Brandon dan Henley?"

"Tidak. Aku hanya mengatakan kalau kita tahu apa yang mereka lalui. Apa kau pikir mereka akan menginginkan kita melakukan hal yang sama kepada orang lain? Apa kau tidak masalah melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan orangtua kita?"

"Kecuali orang tua kita melakukan sesuatu yang ilegal. Kita memperbaiki ini, Bennett."

Aku menekankan wajahku ke kaca jendela. "Aku hanya tidak bisa melihat bagaimana semua ini akan berhasil."

"Aku tidak bisa mengatakan bagaimana juga. Tapi kita harus mencoba. Cara akan baik-baik saja. Dengan pengaruh orangtuanya, dia mungkin akan terhindar dari waktu penjara yang cukup lama. Ada kesempatan kalau dia bahkan tidak akan masuk ke dalam penjara sama sekali—dia bisa keluar dari sini dengan mudah. Tentu saja, Brandon selalu bisa menuntutnya, tapi aku ragu dia akan melakukannya. Kita masih memiliki kesempatan, Bennett. Aku tahu ibumu membuatmu merasa tidak berdaya dan juga ahli dalam memanipulasimu, tapi jangan lupa kami semua yang berada di sisimu."

"Denyutan di rahangku cukup sebagai pengingat."

"Kau membuat lelucon. Apa ini artinya kau tidak akan menyerah?"

Aku bergerak di kursiku untuk menghadap ke arahnya, membungkukkan bahu. Pipiku terasa panas dengan cara yang tidak nyaman. "Kau benar. Aku menyerah terlalu cepat."

"Dia tidak bisa mendikte hidupmu, Bennett."

"Aku tahu. Dia hanya tahu bagaimana caranya untuk mempengaruhiku. Dengan sangat mudah. Itu sulit. Dia dan Lee adalah keluargaku satu-satunya."

"Itu tidak benar. Aku juga keluargamu, Bennett. Kita bisa melakukannya bersama."

Aku melirik ke arahnya, rambutku yang acak-acakan jatuh ke wajahku. "Maafkan aku karena sudah memukulmu."

Dia menyeringai. "Aku tidak akan meminta maaf karena sudah memukulmu. Kau pantas mendapatkannya. Aku membutuhkan itu."

"Mungkin satu. Tapi sesuatu mengatakan padaku kalau kau melepaskan amarah lebih dari sekedar untukku. Apa ada orang lain yang ingin kau pukul, entah bagaimana?"

Dia mengangkat dagunya. "Tidak."

"Aku tidak tahu... kau memberikan cukup banyak tenaga dalam tinjumu."

"Tidakkah kita punya rencana untuk dirancang?"

Aku memutuskan untuk membiarkannya. "Kita harus membuktikan kalau Brandon tidak bersalah. Jika kita bisa melakukan itu, Lee dan aku bisa menghubungi dewan direksi dan memulai proses untuk menurunkannya dari posisinya. Tapi... bagaimana aku bisa menghindar agar tidak menikah besok?"

"Aku tidak tahu... tapi kita hanya punya waktu dua puluh empat jam untuk mencari tahunya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro