Bab 49
Henley
"Sungguh... apa yang kalian berdua lakukan?"
Aku melepaskan pakaian Henry, membiarkannya kembali menutupi perutnya lagi. Henry dengan cepat menepis tanganku, wajahnya berubah merah padam. "Kami pikir kau adalah Mrs. Calloway atau orang lain."
Lee melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Dan rencanamu adalah...? Bersembunyi di lemari?"
"Aku tidak tahu," aku mengakui. "Bercumbu dengan sembunyi-sembunyi?"
Lee tertawa. "Henry? Bercumbu dengan seseorang? Aku ingin sekali melihat hari itu."
"Entah bagaimana aku juga tidak bisa membayangkan Henry melakukan hal itu."
Henry menjernihkan tenggorokannya. "Bisa kita pergi?"
"Ya, kita harus keluar dari sini," aku setuju, memperhatikan ruangan ini untuk terakhir kali. Tidak ada yang diletakkan tidak pada tempatnya. Mrs. Calloway bahkan tidak akan sadar kalau kita ada di sini. Dan semoga saja dia tidak menemukan kamera yang sudah diletakkan.
Sebuah perasaan dingin menyapu tubuhku saat terpikir kalau dia akan menemukan salah satu dari kameranya. Apa yang akan terjadi? Apakah dia hanya akan menghancurkannya dengan tinjunya dan kemudian melakukan hal yang sama Henry dan aku? Gagasan itu bagus sebelumnya, tapi setelah kami melakukan ini... aku tidak begitu yakin. Aku merasa gugup. Seolah sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Oh, tunggu." Henry mengintip ke dalam lemari dan memperbaiki letak beberapa mantel. "Siapa yang tahu hal acak apa yang akan dia sadari?"
"Dia sangat tanggap," kata Lee.
Perutku bergejolak. Ugh. Ini akan sangat menegangkan. Kami menuju ke pintu dan ketika aku meraih pegangan pintu, pintu itu berayun ke dalam, nyaris menghantam wajahku. Aku tersandung ke belakang pada Lee saat berusaha menghindari pintu. Lee tetap tidak bergerak, tubuhnya menegang.
Mrs. Calloway bahkan tidak perlu mengatakan apa pun. Aku merasa kalau jiwaku keluar dari tubuh saat ini. Seolah pikiranku tidak tahan membayangkan tertangkap basah olehnya dan berubah menjadi pengecut. Tubuhku rasanya kaku. Aku tidak bisa menggerakkan bibirku. Tapi lagi pula apa yang harus kukatakan?
"Lee, bagaimana keadaanmu?" dia bertanya dengan tenang, melangkah mengitari kami bertiga.
Henry dan aku tidak bergerak. Aku mendengar Lee menelan ludah sebelum dia berbalik. "Aku baik-baik saja. Bagaimana perjalananmu?"
"Membuang-buang waktu," dia menjawab. "Apa kau sudah memikirkan apa yang aku minta padamu di hari sebelumnya?"
"Aku sudah memberikan jawabanku padamu."
"Kau tidak akan mengubah pikiranmu kalau begitu?"
"Tidak," Lee menjawab dengan tegas.
"Bagus sekali. Mr. Arceo, aku senang kau berada di sini."
Kata-katanya membuatku tersentak. Arceo? Apa ada orang lain di sini? Aku menoleh ke arah pintu, tapi tidak ada seorang pun di sana. Henry melirik ke arahku sebelum menolehkan kepalanya untuk menghadap Mrs. Calloway. "Ya?"
"Pekerjaanmu sudah memadai. Silakan kumpulkan barang-barangmu dan pergilah dengan tenang. Berhubung kau sudah berada di sini untuk waktu yang lama, aku akan mengizinkanmu mendapatkan paket pesangon."
Aku tidak mengerti maksudnya pada awalnya. Begitu juga dengan Henry. Kami mulai mengerti pada saat bersamaan. Mulutku terbuka.
"M-maaf?" Henry tercekat.
Mrs. Calloway mengangkat sebelah alisnya. "Kau tidak mendengarkan? Kau selalu memiliki masalah dengan itu, benarkan? Aku bisa membuatnya lebih mudah dimengerti untukmu. Kau dipecat."
"Ibu—"
"Sejujurnya, Lee, aku tidak mengerti kenapa kau memilih untuk dikelilingi individu kelas dua seperti ini."
Lee berusaha untuk melangkah maju ke arah ibunya, tapi Henry menggenggam tangannya dengan erat. Lee menepisnya, mendorong Henry mundur. "Henry, jangan kumpulkan barang-barangmu. Kau tidak dipecat. Itu perintah dari atasanmu."
"Kau bukan atasannya, Lee. Jika ada, itu adalah Bennett, tetapi, aku juga atasan Bennett," jelas Mrs. Calloway. "Aku membuat keputusan, pada akhirnya."
Tangan Lee mengepal membentuk tinju. "Kau tidak bisa melakukan ini!"
"Aku sudah melakukannya. Apa aku harus memanggil keamanan untuk mengantar Mr. Arceo keluar? Aku yakin mereka ingin melakukan sesuatu," dia menjawab, mengangkat sebuah patung berbentuk segitiga dari atas mejanya dan memperhatikannya.
Pundak Lee bergetar. "Tidak! Henry tidak ada hubungannya dengan ini! Kenapa kau tidak bisa menjadi orang baik bahkan sekali dalam hidupmu?"
Mrs. Calloway melontarkan tatapan mematikan kepadanya. "Kau berani mengatakan itu kepada ibumu?"
"Haruskah aku memperlakukanmu seperti seorang ibu jika kau tidak bisa memperlakukanku seperti putramu?"
Sesuatu berhembus di sebelahku, membuat rambutku bergerak. Sebuah tabrakan tajam terdengar dari belakangku dan aku terlonjak, mendengar kaca berhamburan. Aku sadar kalau itu adalah objek segitiga yang ada di tangannya tadi.
"Maaf, tanganku licin," Mrs. Calloway meminta maaf.
Lee berderap ke depan dan sekali lagi Henry menahannya. "Lee!" dia berseru. "Tidak apa-apa! Ayo pergi!"
"Ini tidak baik-baik saja—"
Pintu terbuka tak lama kemudian dan dua pria besar dengan pakaian gelap masuk ke dalam ruangan. Menakutkan adalah satu-satunya kata yang bisa kupikirkan untuk mendeskripsikan mereka. Salah satu dari mereka langsung menarik Henry dari Lee dan dengan kasar mendorong mereka ke arah pintu, menahan tangan mereka ke belakang dan membuatnya meringis.
"Hey, kau menyakiti dia!" kataku, mencoba untuk berjalan ke arah Henry tapi laki-laki yang berbeda melangkah ke antara kami. Aku mengangkat tanganku, menyerah seketika.
"Bawa mereka keluar. Mereka membuat tempat ini berantakan."
"Aku belum selesai bicara denganmu," ucap Lee marah.
"Well, aku sudah." Dia menolehkan pandangannya kembali ke Henry. "Mr. Arceo. Sangat disayangkan harus kehilanganmu. Kau selalu tahu di mana tempatmu."
Henry tetap diam. Jantungku berdetak dengan liar di dalam dadaku. Ini terasa seperti langsung menuju ke adegan mengerikan di dalam drama. Laki-laki penjaga keamanan itu mulai membawa Lee dan Henry keluar dari ruangan dan aku baru akan mengikuti mereka, suara Mrs. Calloway membuatku berhenti.
"Henley, kau tinggalah sebentar."
Jantungku seakan berhenti.
"Jika dia tinggal, aku juga akan tinggal," Lee berseru, berusaha lolos dari laki-laki yang memeganginya.
Mrs. Calloway memberi tanda dengan tangannya. "Selamat tinggal."
Pintu tertutup di belakang mereka, suara protes Lee terputus. Aku berdiri di dekat sisa patung yang berhamburan, takut berbalik dan menghadapi Mrs. Calloway, malah mempertimbangkan untuk lari melewati pintu.
"Kemarilah."
Kakiku mengikuti perintahnya. Tidak pernah sebelumnya dia menakutiku sebesar ini. Aku berusaha agar perasaan takut itu tidak terlihat, tapi tubuhku tidak bisa berhenti bergetar. Apa yang Henry katakan tentangnya... aku tidak meragukannya sekarang. Wanita ini mampu melakukan apa pun.
Aku berhenti di depan mejanya dan dia menghembuskan napas panjang, duduk. "Kurasa aku tidak cukup jelas."
"Dengan apa?" tanyaku, senang mendengar suaraku stabil.
"Hanya karena aku mengatakan padamu untuk menjauh dari Bennett, bukan berarti kau bisa menempel pada Lee."
"Aku tidak menempel pada siapa pun."
"Kau telah mengganggu kehidupan kedua putraku. Bagaimana perasaanmu mengetahui kalau kaulah penyebab hancurnya hubungan sebuah keluarga?"
"Aku tidak merasakan apa pun karena kupikir semua ini bukan salahku."
Dia menyipitkan matanya. "Itukah yang kau pikirkan?"
"Tidak. Aku tahu itu. Dan tipu dayamu tidak akan berhasil padaku. Kau tidak mengancamku dengan apa pun."
"Aku yakin bisa memikirkan beberapa hal. Ariana adalah nama sahabatmu bukankah begitu?"
Kemarahan akhirnya berkobar dalam diriku. "Benar. Dan jika kau lupa, Brandon adalah nama saudara laki-lakiku. Kau ingat dia kan? Dia yang kau jebak malam itu di McKellan's? Di malam kecelakaan Lee?"
Provokasi itu meluncur dari bibirku sebelum aku dapat berubah pikiran. Teknik menakut-nakutinya tidak akan berhasil padaku. Tapi mungkin aku bisa menggunakan metode yang sama untuk melawannya. Sudah terlambat untuk mundur, lagi pula.
Dan ada kamera di sini jika memang keadaanya menjadi buruk.
Hanya dalam sepersekian detik, tapi perubahan mimik wajahnya sudah merupakan bukti. Itu sudah cukup. Bibirnya sedikit bergetar, jari tangannya yang berkedut. Itu sudah mengatakan jawabannya.
"Aku tahu," bisikku. "Kau sungguh melakukannya. Bagaimana mungkin?"
"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," katanya dengan tenang.
"Kau memasukkan orang tidak bersalah ke dalam penjara! Tidakkah kau merasakan sesuatu?"
"Seperti yang kukatakan, aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Jika kau hanya akan membicarakan hal yang tidak masuk akal ini aku tidak ingin bicara denganmu."
Aku meletakkan tanganku ke atas mejanya, mencondongkan tubuh ke arahnya. Ini mulai mempengaruhinya. Aku butuh untuk mengambil satu langkah lebih jauh. "Og sungguh? Mungkin kau bisa menjawab pertanyaan ini untukku—apa kau dengan sengaja menabrak Lee dengan mobilmu? Apa yang kau pikirkan ketika kau menginjak gas? Kau lebih memilih untuk membungkamnya dan menyalahkannya daripada menerima kenyataan kalau kau begitu lemah, kalau putramu sendiri tidak menginginkanmu di dalam hidup mereka—"
Kuku jarinya membakar saat mereka menggores kulitku. Aku tidak berkedip, tapi mundur, mengatupkan rahangku untuk menjaga ekspresiku agar tidak menunjukkan rasa sakit apa pun.
"Keluar," dia menggeram.
"Baik. Aku sudah mendapatkan jawabanku, lagi pula. Tapi ketahuilah. Aku punya bukti. Bukti tak terbayangkan yang tidak bisa kau temukan atau gunakan untuk mengintimidasiku. Mungkin untuk kali ini kau bisa merasakan gelisah yang biasanya kau berikan kepada orang lain. Pikirkan soal itu. Khawatirlah dengan kapan aku akan muncul bersama polisi."
Dia mengkerutkan bibirnya padaku. "Siapa yang akan percaya seseorang sepertimu?"
"Lucu bagaimana bukti adalah indikator apakah suatu hal itu benar atau tidak."
"Kau bisa pergi sekarang."
"Oh? Kupikir kau ingin mencoba mendikte hidupku lagi? Tapi jika kau melakukannya, aku mungkin akan mengadukannya ke kakak laki-lakiku."
"Kubilang pergi."
Sebagian dari diriku masih ingin mencoba lebih jauh dan memprovokasinya, tapi aku sadar apa yang kuketahui sudah cukup untuk hari ini. Sekarang kami bisa seratus persen yakin apa yang terjadi malam itu.
Aku menyentuh pegangan pintu, berhenti sebentar untuk memberikan kalimat terakhir dari balik pundakku. "Kau wanita yang mengerikan."
Aku tetap tenang sampai aku menutup pintu di belakangku. Kemudian aku lari sekencang-kencangnya, nyaris terjatuh ketika kakiku terasa seperti akan menyerah. Pipiku berdenyut. Aku tidak tahu di mana Lee dan Henry pergi, tapi aku butuh keluar dari gedung ini terlebih dahulu. Aku tidak bisa menghilangkan bayangan Mrs. Calloway menyeretku kembali ke dalam ruangan dan membuatku diam. Dia pantas di dalam penjara.
Orang-orang memperhatikanku ketika aku berlari cepat menuju ke lobi hotel. Maserati Lee masih terparkir jadi aku pergi ke sana, tenang ketika aku melihat Lee dan Henry sedang duduk di dalamnya. Aku mencoba untuk membuka pintu belakang, mengejutkan kedua laki-laki di depanku. Dalam keadaaan gelisah aku bahkan tidak sadar kalau pintunya terkunci dan terus menarik-narik pegangan mobil itu sebagai usaha untuk membukanya.
Akhirnya aku mendengar suara klik, pintunya terbuka dan aku nyaris terjatuh. "Jalan," aku terkesiap.
"Ada apa— apa yang terjadi pada wajahmu?"
"Nyalakan, dan jalan!"
"Apa kau baik-baik saja?" Henry bertanya, matanya melebar. "Kau berdarah!"
Aku berkedip. "Benarkah?" aku menyentuh pipiku dan menarik kembali tanganku untuk melihat ujung jarinya berwarna merah. "Ow."
"Apa yang dia lakukan?" Lee bertanya, mundur dari parkiran.
"Dia memukulku, tapi aku akan mendorongnya melakukan itu."
"Apa yang kau katakan?" tanya Henry.
"Aku mengatakan padanya soal menjebak Brandon."
Lee menginjak rem dan aku merosot dari kursiku lalu menghantamkan kepalaku pada sandaran kepala Henry sebelum jatuh ke sela-sela dua kursi.
"Maaf!" Lee berseru.
"Aku belum memakai sabuk pengaman," aku bergumam, mendorong diriku kembali duduk. Detak jantungku masih tidak beraturan. Seolah aku habis berlari lima mil—atau untuk lebih tepatnya, lari lebih dari lima menit.
"Tetap saja, kau melakukan apa?"
"Dengar, aku hanya ingin melihat reaksinya. Sekarang tidak ada keraguan soal itu. Dia melakukannya. Aku tahu kita sudah mengetahui tentang itu tapi ini mengkonfirmasi lebih lanjut. Dan sesuatu yang lain."
"Sesuatu yang lain apa?"
Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak ada."
Pandangan Henry terkunci padaku dan aku mengenali tatapannya. Kepalaku mengangguk pelan, rahangnya mengeras.
"Kita butuh sesuatu untuk melindungi diri kita. Dia mencoba untuk mengambil semuanya—kita membutuhkan beberapa pengaruh. Selama dia percaya aku memiliki bukti, kita bisa melindungi diri kita."
Lee mengernyit. "Kau benar, tapi kuharap ini tidak terlalu cepat."
"Tidak. Kita akan mengakhiri ini segera."
"Bagaimana jika kita tidak dapat menemukan bukti?"
"Kita harus mempercayai Sebastian dan Bennett," kataku. "Atau kamera. Tidak bisakah kita memberikannya masalah karena memecat Henry, setidaknya? Untuk sekarang?"
Lee menggigit bibirnya. "Sayangnya, tidak. Kita menganut at-will employment. Dia tidak membutuhkan alasan untuk memecat Henry."
"Oh, tidak..."
"Tidak apa-apa," Henry meyakinkan kami. "Aku bisa menemukan pekerjaan baru."
"Aku akan mempekerjakanmu kembali setelah semua ini."
"Aku... aku tidak yakin jika aku ingin kembali."
Keheningan menyelimuti Lee sesaat berikutnya. Aku mulai berpikir dia tidak akan mengatakan apapun sampai akhirnya dia bilang. "Aku mengerti."
"Bisakah kau menurunkanku di rumahku?"
"Apa? Henry, kembalilah ke rumahku," kataku, mencondongkan tubuh ke antara dua kursi di depanku lagi.
Henry menggelengkan kepalanya, menoleh ke arah luar jendela. "Aku lelah. Aku ingin pulang."
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Lee.
"Aku baik-baik saja. Bisakah kau mengantarku pulang saja?" dia bertanya dengan nada kesal di dalam suaranya.
Lee tidak menanyakan lebih banyak pertanyaan lagi dan berkendara langsung ke rumah Henry. Ini kali pertama aku melihatnya. Pada awalnya jelas kenapa Lee tidak bisa tinggal di tempat Henry, di samping karena mata Mrs. Calloway yang maha tahu. Aku pikir apartemen lama milikku kecil, tapi rumah Henry ternyata lebih kecil.
Aku bergegas keluar dari mobil ketika Henry keluar. "Apa kau yakin baik-baik saja?"
Henry menutup matanya dan mengangguk. "Aku... aku hanya merasa mual."
"Kau tidak merasa sehat?"
"Aku merasa mual karena Mrs. Calloway menggunakanku untuk mengancam Lee. Aku tidak bisa membayangkannya. Sama seperti Bennett... apa yang dia pegang di atas kepala Lee adalah keamanan pekerjaanku sebagai ancaman? Aku..." dia menutup mulutnya, mengerang.
Aku menariknya ke dalam pelukanku. "Tidak apa-apa, Henry. Ini bukan kesalahanmu. Dan ini tidak akan terjadi lagi sekarang."
"Aku tahu," dia menarik napas.
"Kau akan baik-baik saja sendirian?"
"Ya. Aku butuh tenang. Bukan berarti kau dan Lee membuatku stres, tapi aku hanya butuh waktu sendiri untuk membenahi pikiranku."
Aku mengangguk, membiarkannya pergi. "Oke. Aku butuh mengatakan padamu tentang apa yang aku katakan pada about Mrs. Calloway yang membuat dia memukulku."
"Kurasa aku memiliki tebakan yang bagus," dia berbisik. "Aku tidak ingin mempercayainya."
"Aku juga."
"Tetap saja, rahasiakan itu dari Lee. Hanya untuk sekarang."
"Kurasa kita harus mengatakan kepadanya."
"Kita akan lakukan. Hanya saja tidak sekarang. Berjanjilah padaku Henley. Kita perlu memberitahukan kepada Bennett terlebih dahulu."
"Tidak akan kukatakan. Mungkin akan lebih baik untuk mengatakan pada Bennett terlebih dahulu. Ini adalah masalah keluarga."
"Tepat sekali. Pastikan kau membersihkan lukamu. Setiap ini dari kulit Mrs. Calloway itu kotor."
Aku bergidik pada pikiran itu. "Akan kulakukan."
Henry masuk ke dalam apartemennya dan aku naik ke kursi penumpang di dalam mobil Lee. Lee memperhatikan Henry sampai dia menghilang ke dalam apartemennya. "Dia marah padaku, bukankah begitu?"
"Bukan denganmu. Dengan situasi ini."
"Aku sadar. Mungkin aku harus pergi dan bicara dengannya—"
"Biarkan dia sendiri untuk sekarang."
Lee mencebik. "Baiklah."
"Ayo kembali ke rumahku. Aku lelah."
Tubuhku terasa tidak bertulang. Sekarang kegembiraan telah menghilang, Aku hampir tidak dapat membuka mataku. Aku ingin tidur sejenak segera setelah kami kembali, tapi Lee membuatku ikut dengannya ke kamar mandi sehingga dia bisa membersihkan luka cakaran yang ada di wajahku.
"Maafkan aku," dia bergumam, mengoleskan Neosporin ke setiap luka goresan itu. Ada empat seluruhnya. Aku senang ibu jarinya tidak sampai melukaiku juga.
"Tidak perlu. Ini sungguh adalah kesalahanku."
"Aku tidak tahu kenapa dia kembali lebih awal... aku seharusnya menghentikan kalian."
"Kamera itu akan berguna Lee. Percayalah padaku ini sepadan. Kau dan Bennett tidak bisa terus hidup seperti ini. Ini tidak benar dan tidak adil."
Lee meraih tanganku dalam genggamannya. "Aku sangat senang kau datang ke dalam kehidupan Bennett. Dan hidupku."
Aku tersenyum. "Aku juga senang. Sekarang berhentilah. Kau akan membuat wajahku memerah. Dan itu akan kontraproduktif dengan kegiatan membersihkan lukaku."
"Aku tidak yakin itu cara kerjanya, Henley."
"Sungguh?"
Lee akhirnya tertawa dan dengan pelan menepuk pipiku yang tidak terluka. "Sudah selesai. Apa kau punya plester luka?"
"Tidak. Ini sudah bagus, goresannya tidak begitu dalam," kataku padanya. "Kalau dibutuhkan aku bisa meminta Brandon membelinya kapanpun dia pulang ke rumah."
"Kakak laki-laki memang yang terbaik, bukankah begitu?"
"Belum tentu."
"Aku sering berpikir kalau Bennett akan lebih baik tanpa aku, tapi sekarang aku sadar tidak seperti itu. Aku mencoba dengan sangat keras untuk melindungi kami semua. Kenapa aku tidak bisa melihat betapa kasar ibu kami?"
"Karena kau mencintainya," kataku. "Dia adalah ibumu. Aku tidak bisa membayangkan hal apa pun selain hal buruk, tapi kau bisa kan? Kau ingat momen baik dengannya. Kau memaklumi kejahatannya. Bukan salahmu kenapa kau tidak bisa melihatnya."
Lee bersandar pada konter kamar mandi, menatap ke lantai kamar mandi. "Mungkin tidak akan menjadi seburuk ini jika aku—"
"Menyalahkan dirimu sendiri tidak akan pernah mengubah apa pun. Ayolah, kau tahu itu. Kau tahu tidak ada yang menyalahkanmu juga. Kau dan Bennett bisa memperbaikinya."
"Dengan memasukkan ibu kami ke dalam penjara. Jika bahkan sampai sejauh itu. Aku yakin dia akan mencari jalan keluar dari sana."
"Dia pantas mendapatkannya," ucapku. "Aku tidak akan memaafkan apa yang telah dia lakukan pada kalian dan saudara laki-lakiku. Itu juga bukan kesalahanmu. Mungkin jika dia masuk ke penjara maka itu akan mengubah pola pikir apa pun yang saat ini dia miliki, siapa yang tahu? Kita bisa mengatasi apa pun yang datang kepada kita. Meskipun aku tahu ini pasti lebih sulit bagimu dan Bennett daripada bagiku."
Lee berdehem. "Lebih muda dengan semua dukungan di sekitar kita. Terima kasih, Henley. Apa kau lapar? Aku akan memesan makanan untuk kita."
"Tentu! Aku akan mandi sebentar. Aku banyak berkeringat saat bicara dengan Mrs. Calloway. Kurasa aku bau."
Lee terkekeh. "Semua orang begitu."
Setelah dia meninggalkan kamar mandi aku mengambil handuk dan menyalakan pancuran. Apa yang aku katakan pada Mrs. Calloway terus membuat pikiranku berkelana dan sekarang aku mulai memikirkan hal lain. Bisakah aku menangani ancamannya? Apakah akan ada ledakan darinya? Akankah sesuatu terjadi pada Bennett? Tidak, dia sudah takut. Kami jelas berada di atas angin kali ini. Pertanyaannya adalah untuk berapa lama?
Aku hanya bisa berharap Bennett dan Sebastian menemukan sesuatu yang bagus.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro