Bab 44
Henley's POV
"Apa ini?"
Sudah beberapa hari sejak kabar dijatuhkan mengenai Brandon yang dijebak, lalu Lee dan aku akhirnya memutuskan inilah waktunya untuk memberitahu Brandon semuanya. Berhubung aku tidak yakin bagaimana Brandon akan menerima berita ini, aku memutuskan kalau kami harus bertemu di tempat umum. Bukannya aku tidak percaya Brandon—dia sungguh tidak akan menyakiti siapa pun dengan sengaja. Tapi dia sudah menghabiskan waktu dalam penjara dan dia tidak bohong saat mengatakan kalau dia ditipu. Aku tidak ingin memberikan kesempatan pada apa pun.
Berbagai skenario berlarian di dalam kepalaku. Brandon yang marah, Brandon yang tidak mengakuiku karena sudah berhubungan dengan Calloway bersaudara bahkan setelah mengetahui semuanya, Brandon meninju wajah Lee, Brandon meninju wajahku...
Aku hanya tidak pernah memperkirakan, dan jika dipikir-pikir kembali mungkin aku memang seharusnya tahu, kalau Lee akan memulai pembicaraan dengan suap.
Suap dalam bentuk Maserati 2015 terbaru.
Tanganku berkedut ketika Lee berhenti di parkiran Starbucks, memarkirkan mobil hitam cantik itu di depan kami. Lee keluar dari dalamnya dan menyerahkan kuncinya kepada Brandon. "Tolong terimalah hadiahku."
"Apa?" Brandon dan aku berkata secara bersamaan.
"Ini punyaku?" Brandon melanjutkan, melihat ke arah kunci di tangannya.
"Ya," Lee menjawab dan aku bersumpah langsung terkena serangan jantung.
"Tidak mungkin," kata Brandon, membuka pintu bagian pengemudinya dan memeriksa interiornya.
"Aku tahu kau tidak memiliki mobil sekarang dan setidaknya hanya ini yang bisa kulakukan," kata Lee, sebuah senyum puas terukir di wajahnya. "Aku juga menghubungi perusahaan asuransi dan membayar asuransinya untukmu selama tiga tahun ke depan. Dengan begitu mobil akan mengalami depresiasi dan menjadi terjangkau untukmu pada saat itu. Hanya saja pastikan untuk memberikan informasi lainnya pada perusahaan. Kartunya ada di dasbor."
"Lee, kau tidak harus melakukan ini," kataku padanya, mencoba untuk mengabaikan bagaimana jantungku berdebar kencang karena melihat mobil impianku.
"Aku tahu aku tidak perlu melakukannya. Aku ingin melakukannya."
"Apa yang terjadi bukanlah kesalahanmu."
Lee tidak menjawab itu dan memasukkan tangan ke dalam sakunya. "Ini sungguh bukan apa-apa. Brandon juga tidak terlihat terlalu terbebani."
Ini tidak benar— aku tahu ini tidak benar. Kau tidak bisa menyuap seseorang seperti ini. Tapi tetap saja... untuk pertama kalinya di dalam hidupku aku berharap menjadi Brandon. Satu tahun di dalam penjara untuk sebuah Maserati? Aku akan menukarnya kapan pun. Mobil impianku ada di depanku... sebagai hadiah untuk saudara laki-lakiku yang menyebalkan. Ketika Brandon masuk ke dalam kursi pengemudi aku terkesiap dan meremas dadaku, bertanya-tanya apakah kecemburuan dapay membunuhku.
"Apa ada yang salah?" Lee bertanya, menyadarinya.
"Aku tidak apa-apa, aku tidak apa-apa. Aku ingin mati, tapi aku tidak apa-apa," gumamku.
"Maaf?"
"Aku baik-baik saja," kataku lebih keras, menarik bibirku menjadi sesuatu yang semoga saja terlihat seperti senyum. "Aku hanya berpikir kalau ini sedikit terlalu berlebihan."
"Aku merasa buruk dengan apa yang sudah terjadi. Khususnya mengetahui dia telah menjual mobilnya untuk membayar perbaikan mobil yang aku rusak. Aku ingin memberikan sesuatu yang bagus. Aku berpikir berhubung kau sangat menyukai Maseratis saudara laki-lakimu juga akan begitu. Aku mendapatkan penawaran yang bagus karena aku berteman dengan manager di dealernya."
Kenapa bukan aku yang ada di balik kemudi? Kenapa bukan Brandon yang menandatangani kontrak dengan Bennett? Aku memilih Calloway bersaudara yang salah. Kenapa aku harus puas dengan enam puluh ribu dollar yang sangat sedikit ketika aku bisa memiliki Maserati? Apa sudah terlalu terlambat untuk mengganti kontrak? Tunggu, sial, sudah tidak ada kontrak lagi.
Tidak, Henley, aku memarahi diriku sendiri. Aku tidak bisa tergoda seperti ini. Itu hanyalah sebuah mobil. Itu hanyalah sebuah mobil...
"Apa yang kau lakukan?" aku berseru ketika Brandon meletakkan kaki kotornya di kursi untuk mencoba memanjat ke kursi belakang. "Brandon! Keluar dari mobil cantik itu sekarang!"
Brandon menoleh kembali ke arahku, tidak terpengaruh dengan teriakanku. "Kenapa? Ini mobilku."
Aku mengulurkan tanganku ke arah Mesarati, mengucapkan selamat tinggal pada mobil bersih, baru, berharga yang sempat kukenali selama hampir lima menit. Mobil itu milik orang lain sekarang. Seseorang yang benar-benar menjijikkan.
"Henley? Apa kau yakin baik-baik saja?" Lee bertanya, meletakkan tangannya pada punggungku untuk menyokong tubuhku saat kupikir aku akan pingsan tidak lama lagi.
"Maukah kau menikahiku?"
"Huh?"
"Tidak, tidak. Aku mencintai Bennett," Aku memarahi diriku. Lebih dari Maseratis? Belum pasti. Kami belum mengenal satu sama lain selama itu.
Lee mencondongkan tubuhnya sehingga mulutnya berada sejajar dengan telingaku. "Apa menurutmu dia akan tetap menghajarku?"
Aku melangkah mundur, terkejut pada kedekatan yang tiba-tiba itu. "Brandon? Dia tidak akan menghajarmu. Siapa yang mengatakan kalau dia akan melakukannya?"
"Henry bilang padaku kalau dia cukup berotot."
"Henry yang mengatakan?"
"Well, aku yakin semua orang terlihat cukup berotot bagi Henry, sekarang kalau aku memikirkannya kembali," Lee merenung. "Bocah itu hanya terdiri dari kulit dan tulang."
Bocah? "Bukankah dia lebih tua darimu?"
"Ya, kenapa?"
"Tidak ada alasan. Brandon, ayolah, kita tidak punya waktu sepanjang hari!" aku memanggil, membuat dia menjulurkan kepalanya dari atap mobil.
Dia menyeringai seperti orang bodoh. "Ini mobil yang mengagumkan."
Mataku berkedut ketika Brandon mulai memanjat keluar dari atap mobil dan meluncur ke kap mobil. Aku menoleh ke arah Lee yang melihat Brandon dengan tatapan tenang. Berapa banyak uang yang kau miliki untuk merasa tenang ketika melihat seseorang memanjat ke atas mobil baru seharga puluhan ribu dollar? Bagaimana bisa ini menjadi hidupku?
Di dalam Starbucks, Aku memilih meja di mana aku bisa melihat Maserati itu dari jendela. Selagi kami berada di daerah aman di Arlington, aku merasakan dorongan kuat untuk melindungi mobil ini. Yang mungkin akan menjadi hal yang sulit mengingat siapa pemilik barunya.
Lee datang ke meja, meletakkan tiga minuman dingin. Segelas macchiato untuk dirinya sendiri, segelas latte hitam dan putih untukku, dan kopi biasa untuk Brandon. Brandon menarik kopinya ke arah dia dan menyeruput panjang ketika Lee duduk di depannya. "Jadi, ini terasa seperti sebuah intervensi tapi supaya kalian tahu aku tidak kecanduan apa pun. Aku memang banyak berolahraga tapi itu karena aku bosan—"
"Ini bukan intervensi Brandon. Kami menemukan lebih banyak kabar tentang kecelakaanmu."
Raut wajahnya tidak berubah. "Ah, Kukira juga seperti itu."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Henley, kau sudah menghindariku selama lima hari. Kau tidak berpikir kalau aku akan sadar jika ada sesuatu yang terjadi?"
Aku meringis. "Apa sangat terlihat?"
"Sangat. Dan aku tahu kalau Lee juga terlibat entah bagaimana karena a, dia ada di sini, dan b, dia membelikanku sebuah mobil yang lebih berharga daripada hidupku. Jadi jangan menahan diri dan katakan padaku."
Tangan Lee mengepal menjadi tinju dan dia menarik napas dalam. "Itu adalah salahku kau masuk ke dalam penjara—"
"Tidak, Lee. Oke, inilah kenapa aku tidak ingin membiarkan kalian berdua bertemu sendirian," Aku menyela, mengusap tanganku ke kening. "Itu membuatnya terdengar buruk."
Brandon menatap Lee dengan curiga. "Bagaimana bisa itu kesalahanmu? Kau tidak memaksaku minum dan mencuri mobil."
"Itulah permasalahannya. Kau tidak menabrak mobilnya. Kau bahkan tidak mencurinya. Aku yang lakukan."
Brandon melirik ke araku sebentar sebelum menoleh kembali ke arah Lee. "Apa maksudmu?"
"Seluruh kecelakaanmu diatur oleh ibuku."
Sebuah tawa keras meninggalkan bibir Brandon, mengejutkan Lee dan aku. "Apa? Apakah itu mungkin? Kau meninggalkan pub sebelum aku. Aku mengerti kalau adikmu mengencani adik perempuanku, tapi ini sepertinya sudah terlalu jauh. Kau tidak perlu mengakui kesalahan yang kuperbuat. Aku sudah menjalani hukumanku."
"Brandon," Kataku, menunggu sampai dia memberiku kontak mata. Perutku bergejolak dan aku menarik napas kecil. "Tidak seperti itu. Ibu Bennett dan Lee benar-benar menjebakmu. Dan ada buktinya."
Brandon menatapku selama sesaat. "Apa kau serius sekarang?"
"Brandon, aku sungguh menyesal," ucap Lee dengan cepat. "Aku tidak tahu kalau ibuku melakukan ini. Semuanya adalah kesalahanku."
"Tunggu, itu terdengar tidak masuk akal—"
"Masuk akal. Kau tidak tahu ibuku. Dia sepenuhnya mampu melakukan ini. Apa yang sudah kau derita... aku tidak bisa cukup meminta maaf. Ini kesalahanku, dan kaulah yang membayar harganya."
Brandon mengerucutkan bibirnya ke samping, alisnya mengernyit. "Bagaimana kau tahu? Bukti apa yang kau miliki?"
"Pengacara lamamu," kataku padanya. "Dia adalah ayah Sebastian dan dia bekerja dengan ibu mereka. Karena itulah dia sangat tidak berguna. Sebastian menemukan semua catatan lama dan ada pembayaran. Kau tidak pernah ada di mobil itu. Karena itulah kau tidak terluka sama sekali."
"Aku bisa menunjukkan padamu semuanya," Lee menambahkan.
"Ini terdengar sangat gila. Aku bahkan tidak ingin mengakui kalau itu masuk akal. Aku tahu tidak mungkin aku mencuri mobil itu. Aku punya mobilku sendiri di parkiran. Aku sama sekali tidak terluka meskipun mobilnya sudah hancur. Tidak ada yang ditambahkan. Tapi bagaimana aku bisa membela diriku sendiri ketika aku tidak bisa mengingat apa pun?"
"Aku juga tidak ingat banyak tentang malam itu," Lee mengakui. "Aku tidak tahu ada orang yang disalahkan untuk perbuatanku, karena aku bahkan tidak ingat banyak tentang apa yang kulakukan. Tapi aku tahu mobil itu dan aku tahu aku menabrakkannya. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun, Brandon."
Menggelengkan kepalanya, Brandon tertawa lagi kali ini tanpa rasa humor. "Wow. Ini sangat gila dan sepenuhnya omong kosong."
Suaranya meninggi pada kalimat terakhirnya dan Lee menyusut di kursinya. Beberapa pelanggan menolehkan kepala mereka ke arah kami dan aku menelan ludah. Mungkin tempat umum adalah pilihan yang buruk. "Brandon—"
"Jadi sebenarnya, aku di penjara selama setahun karena kau tidak ingin mengakui kesalahanmu?" Brandon menuduh, tinjunya mengepal di sekitar gelas kopinya.
Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, Brandon, bukan itu yang terjadi—"
"Maafkan aku," Lee bicara di atas perkataanku. "Aku tahu aku tidak bisa mengganti waktu yang kau habiskan di dalam penjara, tapi aku bersedia melakukan apa pun untuk menebusnya padamu."
"Menebusnya untukku?" Brandon mengulangi.
"Brandon, Lee tidak tahu," aku protes. "Ibunya mengirim dia ke ujung negeri dan menguncinya di dalam institusi mental. Lee, berhenti mencoba mengambil semua kesalahan. Kau perlu menjelaskan semuanya dengan jelas."
"Semuanya kembali padaku," Lee membalas. "Tidak peduli apa yang dilakukan ibuku, itu tetap kesalahanku. Semuanya di tanganku untuk memperbaikinya."
Brandon melarikan tangannya ke dalam rambut. "Apa yang terjadi? Kenapa aku terjebak di dalam sini?"
"Kau pastilah orang paling dekat. Dan itu bukan alasan bagi ibuku untuk melakukan ini, tapi kau juga mabuk. Ibuku mungkin berpikir kau tidak akan cukup mampu untuk protes tentang apa yang terjadi. Aku juga tidak dapat mengingatnya. Aku sungguh tidak tahu apa yang terjadi saat itu."
"Aku tidak percaya omong kosong ini terjadi di kehidupan nyata."
"Katakan padaku bagaimana kau ingin memperbaiki ini," Lee mendesak. "Kau sudah melalui banyak hal karena aku. Akan adil jika aku melakukan hal yang sama."
"Bahkan jika kau berakhir di penjara?"
"Ya."
"Jadi, kau akan pergi ke kantor polisi dan mengatakan kepada mereka kalau kaulah yang mencuri mobil dan menabrakkannya lalu melimpahkan semua kesalahan kepadaku?" Brandon bertanya.
Lee mengangguk. "Akan kulakukan."
Jantungku menciut di dalam dadaku. Apa Brandon sungguh akan meminta ini dari Lee? Pada kenyataannya, dia memang berhak melakukan itu. Aku tidak bisa memintanya untuk tidak melakukan itu. Aku tidak bisa menghentikan Lee juga. Aku hanya di sini sebagai mediasi. Bukan tempatku untuk mencoba menghentikan salah satu dari mereka.
"Benar, kau akan pergi ke kantor polisi, membersihkan namaku, dan menghabiskan lebih banyak waktu di penjara sendiri," Brandon melanjutkan, melipat kedua tangannya di depan dada. "Itu yang ingin kau lakukan?"
Lee menahan tatapannya. "Ya."
"Kau bodoh."
"Itu benar," Lee setuju.
Brandon memutar bola matanya. "Tidak, maksudku, kau sungguh bodoh. Jika ibumu melakukan semua ini untuk menjebakku sejak awal, aku tidak bisa melihatnya membiarkanmu pergi ke kantor polisi dan mengklaim semua kesalahan sekarang."
"Dia tidak akan tahu."
"Entah bagaimana aku meragukan itu. Hal baik apa yang akan muncul dari semua itu? Aku sudah keluar. Kau pikir aku akan merasa lebih baik melihatmu terkunci di sana?" Brandon menengadahkan kepalanya ke belakang dan menghela napas. "Aku tidak akan melakukan itu."
Mata Lee melebar karena terkejut dan aku menutup mataku untuk beberapa saat, rasa tenang menjalari seluruh tubuhku. "Kenapa tidak?"
"Aku sudah katakan. Aku sudah menyelesaikan hukumanku. Sudah berakhir. Aku hanya mencoba untuk bergerak maju. Kenapa aku ingin menempatkanmu pada hal itu? Kita teman, Lee. Ini memang payah dan ya, aku marah, tapi jika kau sungguh tidak terlibat dengan hal ini, kenapa aku harus melakukan itu padamu?"
"Karena ibumu—"
"Ibumu payah. Aku bisa mengerti itu. Ibu kami meninggalkan kami dan tidak pernah kembali. Apa itu salahku dan Henley? Tidak. Jadi, ini bukan kesalahanmu jika ibumu membuat pilihan yang bodoh juga. Kau tidak perlu mengambil semua kesalahan."
Wajah Lee mengerut. "Tapi..."
"Melihatmu merasa begitu bersalah sudah cukup bukti bagiku. Gagasan untuk membersihkan namaku terdengar bagus, tapi tidak dengan harga itu. Apa ada hal lain yang dapat kita lakukan?"
"Kami sedang mencoba menemukan cara," Aku mengatakan kepadanya, merasakan dorongan yang luar biasa untuk memeluknya. Mungkin dia sudah lebih dewasa dari apa yang kupikirkan. Mungkin dia pantas menerima Maserati itu.
"Aku ingin terlibat," katanya.
"Tentu saja," Lee menjawab.
"Ini menjelaskan ekspresi yang dia berikan padaku ketika berada di rumah Bennett," Brandon berkomentar, sebuah seringaian kecil mengembang di bibirnya. "Mungkin kalian bisa menggunakanku untuk keuntungan kalian. Dia terlihat sangat ketakutan."
Aku terkesiap. "Kau benar! Itu menjelaskan kejadian itu. Dia ingat padamu."
"Apa karena itu dia sangat tidak setuju denganmu dan Bennett bersama?" Brandon bertanya padaku. "Wanita jalang."
Aku memikirkannya beberapa saat. Bahkan sebelumnya Mrs. Calloway memang sudah tidak begitu suka kepadaku, tapi sekarang saat Brandon mengatakannya, Bennett memutuskan hubungan kami segera setelah Mrs. Calloway bertemu dengan Brandon. Bukan hanya sekedar kebetulan. Dia ingat pada Brandon dan khawatir hal ini akan datang. "Kita mungkin sebaiknya memberitahukan Bennett dan Sebastian tentang ini. Aku khawatir sekarang kalau dia akan menggabungkan hal demi hal dan mulai mencoba menyembunyikan bukti."
Lee mengeluarkan ponselnya. "Aku memikirkan hal yang sama."
"Aku akan menyimpan Maserati-nya," kata Brandon. "Sebagai kompensasi."
"Tentu saja," Lee saja.
"Aku juga punya syarat lain."
"Apa itu?"
"Aku ingin pekerjaan. Di perusahaanmu."
Aku mengangkat alisku. "Apa?"
Senyum Brandon membuat bulu di tanganku berdiri. "Jika aku sangat membuatnya, kenapa tidak membuat hidupnya sedikit lebih sulit? Biarkan aku bekerja di hotel."
"Dia hanya akan memecatmu."
Lee mengetuk jarinya di atas meja. "Belum tentu. Kau tidak bisa memecat seseorang tanpa alasan. Brandon bisa saja menuntut perusahaan dan biasanya kami menghindari hal itu. Itu mungkin berhasil. Tapi, dia menghabiskan banyak waktunya di kantor yang ada di kota. Tampaknya agak jauh untuk ke sana."
"Aku tidak perlu mulai di sana," kata Brandon. "Bagaimana dengan hotel di sini yang ada di Arlington?"
"Aku bisa melakukan itu. Mungkin akan bagus untuk menjauh dari sadarnya dulu di awal. Kemudian jika kita ingin membuatnya sangat ketakutan kita bisa memindahkanmu untuk sementara ke Manhattan."
Brandon menjentikkan jarinya. "Aku suka caramu berpikir."
"Jika ada hal lain yang kau inginkan, beritahu aku."
"Well—"
"Dia merasa sudah cukup untuk sekarang," kataku, memberikan tatapan kejam pada Brandon.
Brandon cemberut dan menyesap kopinya. "Ya, kau sudah cukup melakukan banyak hal Lee. Terima kasih."
"Kau tidak perlu berterima kasih padaku. Setidaknya ini yang dapat kulakukan."
"Tunggu aku memang masih memiliki permintaan untuk diajukan sebenarnya," kata Brandon. "Berhenti merasa bersalah padaku. Semuanya akan berjalan baik. Aku tahu itu. Ayo kembali ke bagaimana kita biasanya, oke?"
Lee menatap Brandon, kemudian padaku, dan kembali pada Brandon. "Kalian berdua sangat mirip."
"Ew," Brandon dan aku berkata secara bersamaan membuat Lee tertawa.
"Jika itu membuatmu lebih nyaman, aku akan mencoba tidak terlalu merasa bersalah. Tapi ketahuilah kalau aku memang merasa begitu."
Brandon memutar bola matanya. "Aku sungguh akan meninjumu."
Lee secara tidak sadar menjauhkan tubuhnya dari Brandon. "Baiklah, aku akan berhenti."
"Bagus. Belikan aku kopi lagi."
"Brandon," aku memarahinya.
Lee langsung berdiri dan menuju ke meja konter. Brandon menyeringai pada dirinya sendiri dan dengan cepat mengubah ekspresinya ketika aku memberikan tatapan menilai kepadanya. "Oke, aku mengerti," katanya. "Aku tidak akan memanfaatkannya seperti itu."
"Bagus."
"Kau tahu, aku sungguh marah dengan semua ini."
"Kau punya hak untuk merasa begitu.... Terima kasih karena tidak memasukkan Lee ke penjara."
Brandon mengedikkan. "Itu sungguh bukan kesalahannya. Lee laki-laki yang baik. Dan juga, kita mungkin akan menjadi keluarga suatu hari nanti. Bahkan jika itu yang aku inginkan, aku tidak bisa melakukan itu padamu. Tidakkah kau memiliki kakak laki-laki yang baik?"
Aku tersenyum padanya. "Ya, benar. Terima kasih Brandon."
"Tidak masalah, Henley. Tapi kau berhutang padaku."
Aku memberikannya tatapan datar. Tipikal.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro