Bab 42
Henley
"Haruskah aku memanggil ambulan?"
Keringat membasahi rambut Bennett yang ada di keningnya dan kulitnya terlihat begitu pucat. Aku berhasil menangkapnya sebelum dia menghantam lantai dan kini takut menggesernya, jadi aku menahan tubuhnya dan tubuhku setenang mungkin, memeluk kepalanya yang ada di pangkuanku. Lee berlutut di sampingku, menyusupkan tangannya ke bawah lengan Bennett untuk menggesernya. "Tidak. Baringkan dia dengan lurus untuk sekarang. Dia akan bangun sebentar lagi."
Aku membiarkan Lee menarik Bennett dariku, melihat bagaimana dia dengan lembut membaringkan Bennett di lantai. Jantungku masih menghantam-hantam seperti palu di dalam dadaku, tapi sekarang aku tidak yakin karena apa. Mengetahui kalau Brandon dijebak dalam kecelakaan Lee? Sadar kalau mungkin ibu dari kekasihku yang menyebabkan kakak laki-lakiku masuk ke dalam penjara? Mengetahui Sebastian menyembunyikan ini dariku? Melihat Bennett jatuh ke lantai seperti tadi?
Yang mana pun itu, untuk sekarang, Bennett telah menakuti rasa marah dalam diriku. Dan sejujurnya aku merasa sedikit bersyukur dengan itu. Sekarang aku bisa tenang dan memikirkan semua hal ini dengan rasional.
Tapi sebelum aku masuk lebih jauh dalam pikiranku, mata Bennett perlahan membuka. Pandangannya berpindah antara Sebastian, Lee, dan diriku dan bisa kulihat rasa panik yang kembali meningkat di matanya. "Aku akan kembali," kata Lee, mendorong dirinya berdiri dari lantai.
Tangan Bennett terangkat dan memegangi kain celana Lee, menarik dirinya ke posisi duduk. "Tidak."
"Aku tidak pergi. Aku hanya akan mengambilkanmu obat."
Cengkraman Bennett mengerat dan dengan lembut aku melepaskan pegangannya dari Lee, menggenggam tangannya yang berkeringat. "Tidak apa-apa, Bennett. Tidak ada dari kita yang akan pergi ke mana pun." Setelah sesaat sepertinya dia mulai tenang jadi aku menarik tangannya, membantu dia berdiri.
Dia butuh beberapa saat untuk mendapatkan kembali keseimbangannya. Dia meringis, menutup erat-erat matanya dan memijat keningnya. "Aku pingsan?"
"Ya, apa kau baik-baik saja?" aku bertanya.
"Kau seharusnya tidak menanyakan itu padaku."
Aku menekan bibirku menjadi garis datar. "Aku cukup yakin itu adalah pertanyaan normal untuk seseorang yang baru saja melihatmu pingsan."
"Jika kau tahu apa yang aku pikirkan, kau tidak akan menanyakan itu padaku," dia menjawab dengan nada pelan, tidak dapat menatap mataku.
"Apa, kau pikir aku seharusnya tidak mengatakan kepada siapa-siapa kalau kecelakaan Brandon sebenarnya adalah kesalahan Lee?"
Kedutan di rahangnya memberikanku jawaban untuk pertanyaanku. "Aku tidak bisa kehilangan Lee lagi."
Kata-katanya menyulut rasa kesal dalam diriku. Dia tidak bisa kehilangan saudara laki-lakinya? Bagaimana dengan saudara laki-lakiku? Yang sudah menghabiskan setengah tahun terakhir di dalam penjara untuk kejahatan yang tidak pernah dia lakukan? "Menurutmu bagaimana perasaanku ketika Brandon ada di dalam penjara?"
Bennett tersentak pada nada dalam suaraku. Aku menghela napas, membiarkan kepalaku menengadah dan aku menatap langit-langit. Situasi apa yang sedang kami alami. Apa aku seharusnya berteriak padanya? Ini bukan kesalahannya. Bisakah aku berteriak padanya? Bukankah itu hanya akan memicu serangan panik lainnya? Seberapa buruk rasa paniknya? Kenapa aku tidak mengetahuinya? Apa lagi yang aku tidak tahu?
"Kita akan mencari tahu soal ini," Sebastian berjanji, akhirnya angkat bicara lagi. "Aku akan membayarmu jika ini membantu."
Aku menoleh ke arahnya. "Apa kau serius?"
"Penyelesaian hukum untuk pembebasan dari tuduhan terkadang hanya bisa dilakukan dengan kompensasi—"
"Sebastian, apa kau sungguh berpikir kalau uanglah yang kuinginkan sekarang ini?" Aku mendesaknya, penasaran apakah rasa tidak percaya terpampang di wajahku. Bagaimana dia bisa berpikir seperti itu?
Dia menyusutkan dirinya. "Maafkan aku, Henley. Aku hanya tidak tahu apa yang bisa dikatakan."
"Apa kau pikir di antara kita ada yang tahu apa yang harus dikatakan? Apa aku mendadak menjadi musuh bagi kalian? Kau sungguh berpikir aku akan membahayakan kalian?"
"Tidak..."
"Mari bicarakan tentang ini bersama," kataku.
Lee muncul saat itu, menuruni tangga dengan segelas air di tangannya, dan berjalan kembali ke arah Bennett. "Mungkin minum satu saja dari obat ini karena kita punya banyak hal untuk didiskusikan."
Bennett menggelengkan kepalanya, menolak pill yang ditawarkan Lee padanya. "Aku tidak membutuhkan itu."
"Bennett. Ini tidak akan menjadi pembicaraan yang mudah. Kau terlihat seperti akan pingsan lagi. Dan kita perlu membicarakan tentang ini. Henley mungkin sudah takut kau akan pingsan lagi."
Lee benar. Bennett masih tidak terlihat baik. Dan aku memang merasa takut dia mungkin akan pingsan lagi.
Bennett ragu untuk sesaat sebelum mengambil pil dan menelannya. Dia sadar aku memperhatikan dan mengernyit. "Ini bukan apa-apa Henley. Hanya untuk membantuku tenang."
"Aku tidak sadar kalau rasa panikmu seburuk ini."
"Dia datang dan pergi," Bennett menjelaskan. "Umumnya hanya ringan. Situasi ini bukanlah sesuatu yang aku harapkan."
"Aku juga," gumamku.
Lee melihat ke arahku dengan mata sedih. Aku menolehkan kepalaku darinya. Pikiranku begitu kacau. Aku tidak bisa mengabaikan masalah ini begitu saja dan aku tentu saja tidak bisa melepaskannya. Tapi kemana kita harus mulai dari semua sini? Apa yang dapat aku lakukan? Apa yang dapat mereka lakukan?
Lee melipat kedua tangannya di depan dada, bersandar pada sisi samping sofa. "Kita tidak perlu mendiskusikan apa pun. Aku yang salah dan aku akan menyelesaikan semuanya."
"Lee, kau tidak bisa—"
"Bennett, apa lagi yang bisa aku lakukan? Orang lain menderita karena aku. Aku harus memperbaikinya. Dan bagaimana dengan Henley? Apa kau ingin mengatakan kalau kau tidak peduli jika kakak laki-lakinya masuk ke dalam penjara karena aku?"
Ketika Bennett tidak langsung menjawab, aku mencoba agar ini tidak menyakiti perasaanku. Dia dan Lee punya ikatan yang kuat. Jika aku ada di posisinya, aku juga akan kesulitan membiarkan Brandon mengklaim kesalahan jika mengetahui konsekuensinya. Tapi sebagian dari diriku ingin Lee untuk pergi dan mengaku apa yang terjadi, hanya untuk membersihkan nama Brandon. Semua kompensasi moneter tidak berarti apa pun dibandingkan dengan membersihkan namanya. Catatan akan terus ternoda seumur hidupnya.
Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja.
"Sebastian, apa yang akan terjadi pada Lee jika dia membuktikan kalau dia yang mencuri dan menabrakkan mobil dan bukannya Brandon?" Aku bertanya, menoleh ke arah satu-satunya pengacara di ruangan ini.
Ketiga laki-laki itu membeku, seolah mereka tidak menyangka pertanyaan itu akan datang. Rasanya seperti semua orang berhenti bernapas.Tidak ada yang membuat suara. Sebastian bahkan tidak berusaha menjawab pertanyaanku. Dia hanya menggigit bibirnya, mengalihkan pandangannya ke lantai. Apa itu berarti buruk? Atau dia hanya tidak ingin aku mempertimbangkan pilihan itu? Tidak bisakah dia menjawabku?
"Kalian bertiga tidak membuat hal ini lebih mudah," kataku. "Jika kau merasa sangat bersalah, kenapa kita tidak melakukan sesuatu tentang itu?"
Bennett meraih tanganku dan melangkah ke depanku, mendekat hingga dada kami hampir bersentuhan. Mata hijaunya menatap lamat padaku dan dia menggenggam tanganku dengan sangat erat, aku bersumpah jari tanganku akan patah. "Henley."
"Bennett—"
"Aku tidak berhak untuk meminta ini padamu. Dan aku tahu betapa salahnya ini, tapi bahkan jika kau membenciku karena ini, aku memohon padamu, jangan lakukan itu pada Lee. Kumohon." Keputusasaan dalam suaranya membuatku merinding.
"Kau benar," aku mengakuinya, mulutku terasa kering. "Kau tidak punya hak untuk memintaku melakukan itu."
"Aku tahu, tapi—"
"Dengar Bennett, jika ini tentang aku, maka akan berbeda, tapi ini tentang kakak laki-lakiku. Bukan terserah padaku apa yang akan kita lakukan dengan semuan ini. Dia butuh tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi dan memutuskan apa yang akan dilakukan dari sana."
Bennett meraih dasi di sekeliling lehernya, menariknya, seolah dasi itu sudah mencekiknya. Aku tahu dia stres dengan semua ini, tapi kami semua juga merasa begitu. Situasi ini berefek pada semua orang. Aku tidak akan membuat keputusan sendirian.
"Henley, jangan khawatir soal ini. Aku akan memastikan nama Brandon bersih," kata Lee, mendekat ke arahku. "Bennett, jangan minta itu dari Henley. Itu tidak benar."
"Lee, ini bahkan bukan kesalahanmu," Bennett protes.
"Ya, ini kesalahanku."
Bennett menggelengkan kepalanya. "Tidak, kau tidak memilih untuk menyalahkan orang lain. Ini kesalahan ibu kita. Jika ada yang harus disalahkan, maka itu adalah dia."
"Dia melakukan itu untuk melindungiku. Jika aku tidak membuat pilihan untuk minum malam itu semua ini tidak akan terjadi."
"Hei, jangan tersinggung, tapi ini bukan tentang kalian berdua," aku menyela. "Kita bisa bermain permainan saling menyalahkan semau kita, tapi ini tidak akan menyelesaikan apa pun. Pertama-tama, tenanglah. Bennett, aku tidak berencana untuk mengirimkan Lee ke penjara, mengorbankan dirimu terdengar berani Lee, tapi siapa yang tahu apakah itu akan berdampak sesuatu? ketika aku mengatakan kita perlu bicara tentang ini, maksudku kita perlu memikirkan rencana."
Kedua Calloway bersaudara itu diam dan melipat kedua tangannya di depan dada mereka.
"Aku tidak menyalahkan salah satu dari kalian atas apa yang terjadi, jadi jangan panik. Aku tidak ingin bertengkar dengan kalian. Jelas sekali aku merasa terluka dan kesal, tapi aku tahu ini bukan kesalahanmu. Jika ada, aku hanya merasa jengkel dengan Sebastian."
Sebastian dengan jelas berubah merah. "Aku mengerti."
"Tapi aku juga mengerti kenapa kau tidak ingin mengatakan apa pun, jadi aku mencoba untuk mengabaikan hal itu," aku menambahkan.
Sebastian memasukkan tangannya ke dalam saku, berjalan ke arah di mana Bennett, Lee, dan aku berdiri. "Tidak apa-apa Henley. Aku seharusnya mengatakan padamu ketika aku sadar apa yang terjadi."
"Kau seharusnya begitu," aku setuju.
"Bagaimana kita akan memperbaiki masalah ini jika kita tidak mengakui apa yang sebenarnya terjadi?" Lee bertanya.
Aku mengedikkan bahu. "Kita akan limpahkan kesalahan kepada orang yang paling bertanggung jawab."
"Itu aku."
"Tidak. Itu ibumu."
"Sejauh ini jelas, tapi—" Lee terkesiap. "Oh. Dua burung dengan satu batu."
Sebastian adalah orang selanjutnya yang mengerti dan bibirnya melengkung ke bawah. "Mungkin akan sulit menemukan bukti."
"Bukti?" Bennett mengulangi.
Aku mengangguk. "Ibumu yang menyebabkan ini, jadi kenapa harus Lee yang disalahkan? Kita hanya akan menemukan bukti kalau ibumu menjebak kakak laki-lakiku dan pergi ke polisi dengan bukti itu. Dua burung dengan satu batu— Catatan Brandon akan bersih dan kau bisa menurunkan ibumu."
Bennett tidak terlihat yakin. "Ibuku akan menemukan jalan meloloskan diri dari ini. Dengan apa dia akan dituntut?"
"Well, beberapa hal sebenarnya. Sumpah palsu, menghalangi keadilan, memberikan bukti palsu, konspirasi. Kita bahkan bisa bertindak atas dasar pencemaran nama baik," Sebastian menjelaskan, menghitung dengan jari-jarinya.
"Ayahmu dapat membantu dia untuk terhindar dari tuntutan."
"Belum tentu. Karena dia terlibat pada peradilan pertama saat menghadirkan informasi palsu, itu bisa menjadi pelanggaran kewajiban fidusia. Dia harus menyewa pengacara pembela yang berbeda. Brandon juga dapat menuntut ayahku jika kita membuktikan dia tahu tentang jebakan ini."
Aku mendengus. "Ya, itulah yang ingin kita lakukan. Menuntut pengacara pembela."
Sebastian tersenyum. "Ya, aku tidak akan menyarankannya juga."
"Di mana kita harus mencari bukti?" Lee bertanya. "Mungkin kita seharusnya menuju ke McKellan's dan—"
"Tunggu sebentar," ucap Bennett, mengangkat tangannya. "Lee, yang kita bicarakan adalah ibu kita."
Mata Lee melebar dan dia berputar untuk melihat Bennett. "Apa kau mencoba untuk melindunginya lagi sekarang? setelah semua yang dia lakukan padamu? padaku? pada Henley? pada Brandon?"
"Bukan itu yang kumaksud. Jika kita akan melakukan ini, kita hanya memiliki satu kesempatan. Kita perlu merencanakannya. Dia tahu sesuatu sedang terjadi karena kau telah menunjukkan wajahmu dan tidak hanya itu, kau juga bilang berencana untuk menikahi Henley."
Aku berkedip. "Uh, apa?"
Lee memerah. "Well... aku hanya..."
Sebastian terkekeh dan Bennett mengerucutkan bibirnya. "Inti yang ingin aku katakan adalah dia akan sangat waspada. Kita tidak bisa menyusup ke sekitarnya. Kita harus bersabar."
"Henley, bagaimana menurutmu?" Lee bertanya padaku. "Aku tidak akan menunggu jika kau tidak menginginkannya."
"Bennett benar. Jika ibumu memiliki cukup kekuatan dan pengaruh untuk menjebak Brandon sejak awal, aku yakin jika dia mengetahui apa yang kita lakukan bukti apa pun yang mungkin tersisa akan dilenyapkan. Brandon sudah keluar dari penjara, dan selama kita membersihkan namanya, kita tidak harus terburu-buru. Tentu saja, aku akan mengatakan padanya tentang semua yang terjadi hari ini."
Lee dan Sebastian menggumamkan persetujuan mereka dan Bennett mengangkat tangannya ke dagu, matanya tidak fokus. "Kita perlu mengelabui ibu dengan rasa aman yang palsu."
"Bagaimana kita melakukan itu? Aku tidak bisa membayangkan dia percaya begitu saja saat Lee mengatakan akan menikahiku." Alisku terangkat pada Lee yang menundukkan kepalanya.
"Tindakan terbaik untukmu adalah menjauh dari Bennett dan Lee, jadi kelihatannya kau sudah tidak ada dalam hidupnya," Sebastian menyarankan. "Jika Bennett patuh pada ibunya, dia tidak akan berpikir kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Jadi jika dia terus berakting seolah mengencani Cara—"
"Aku tidak akan melakukannya," Bennett menyelanya. "Meninggalkan Henley lagi bukanlah pilihan."
Bibirku berkedut dan aku berusaha keras untuk menyembunyikan senyumku. Awalnya aku merasa sedikit gugup kalau Bennett akan ambruk lagi dan memutuskan jika menjauhkanku dari situasi adalah yang terbaik, tapi mendengar dia mengatakan itu terasa lebih menenangkan dari yang kupikirkan. Mungkin apa yang aku katakan benar-benar masuk ke dalam pikirannya kali ini.
"Maksudku kalian tidak harus saling berhenti bertemu," Sebastian mengklarifikasi, "tapi untuk sekarang, akan lebih baik jika Henley tidak datang ke sini. Dalam artian, jika kau ingin menghabiskan waktu dengannya, lakukan di rumah Henley. Ibumu tidak mengetahui soal itu. Kita bebas melakukan apa yang kita inginkan di sana. Dengan begitu kau dapat berpura-pura tidak punya hubungan apa pun dengan dia."
"Aku juga berpikir kau harus terus berpura-pura mengencani Cara," kataku. "Itu adalah kamuflase yang sangat baik."
Bennett menggerakkan rahangnya. "Aku tidak menginginkannya."
"Kau tidak punya pilihan," ucap Lee, menyikut samping tubuh Bennett. "Sekarang bukanlah waktu untuk menjadi keras kepala atau romantis. Kau harus memainkan peranmu."
"Rasanya tidak benar melibatkan dia."
"Aku yakin dia tidak keberatan. Kita bisa membalas perbuatan baiknya suatu hari."
Tatapan Bennett bertemu denganku, seolah meminta izin. Meskipun aku tidak terlalu menikmati ide itu, tapi cukup masuk akal. Dan Cara sepertinya adalah orang yang baik. Dan tidak tertarik pada Bennett sama sekali, jadi tidak masalah. "Aku tidak masalah dengan itu, Bennett, sungguh. Apa pun untuk membersihkan nama Brandon."
"Aku juga akan pergi dan melihat apa yang dapat aku lakukan," kata Lee, mengeluarkan ponselnya dan menatapnya. "Aku akan pergi ke kantor dengan Bennett besok."
Sebastian bangkit dari sofa dan merapikan kemejanya. "Lalu sementara itu, aku akan melakukan beberapa investigasi sendiri. Tidak akan membuatnya curiga. Aku hanya penasaran jika ada sesuatu yang dimiliki ayahku dan dapat kita gunakan untuk bersaksi."
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku.
"Tenang," kata Sebastian padaku. "Sekarang kau dan Brandon dapat yakin seratus persen kalau saudara laki-lakimu tidak melakukan tindak kejahatan."
"Aku masih harus mengatakan kepada Brandon."
Lee menjernihkan tenggorokannya. "Sebenarnya... Aku ingin mengatakan kepadanya."
"Huh?"
"Meskipun ini kesalahan ibuku, aku tetaplah alasan ini terjadi pada Brandon. Dan kami teman. Aku berhutang penjelasan padanya secara langsung dan permintaan maaf. Tolong biarkan aku melakukannya."
"Jika itu yang ingin kau lakukan, aku tidak akan menghentikanmu." Meskipun seharusnya ibu Lee yang meminta maaf, Lee adalah pilihan terbaik kedua selain ibunya. Yang ada, itu akan menjadi permintaan maaf paling tulus yang akan didapatkan Brandon. Tapi mungkin akan lebih baik jika aku juga ada di sana ... bukannya aku tidak percaya pada Brandon. Aku hanya tidak yakin kalau Lee akan baik-baik saja jika Brandon marah dan meninjunya. Setidaknya aku bisa di sana untuk menjadi semacam pertahanan.
"Jika semuanya sudah ditetapkan untuk hari ini, kalian berdua bisa pergi."
Lee, Sebastian, dan aku menoleh ke arah Bennett. "Aku?" tanyaku.
"Tidak, Sebastian dan Lee."
"Kenapa kau mengusir kami?"
"Aku ingin menghabiskan waktu sendirian dengan kekasihku."
"Ke mana seharusnya aku pergi?" tanya Lee.
"Pergi kunjungi Henry atau lainnya. Jangan kembali sampai besok."
Aku meringis saat alis Lee terangkat hingga ke garis rambutnya. Bennett sungguh dapat memilih kata-katanya dengan lebih hati-hati... seorang biarawati saja tidak akan melewatkan kalimat tidak langsung dari kata-katanyanya tadi.
Sebastian berjalan ke arah dapur dan mengambil kunci dari atas meja dapur. "Aku akan pergi kalau begitu. Kita dapat berdiskusi lebih banyak lagi besok, mungkin dengan Brandon."
"Kedengarannya bagus."
"Dan Henley," dia menambahkan, berhenti ketika dia melewatiku. "Aku sungguh menyesal karena sudah menyimpan hal ini darimu. Aku tidak berharap kau akan percaya lagi padaku, tapi aku tidak ingin kehilangan pertemanan denganmu."
"Sebastian, aku tahu kau berada di posisi yang sulit, tapi lain kali, ketahuilah kalau tidak apa-apa mengatakan hal ini padaku. Kita teman, bukankah begitu? Kita perlu melakukannya bersama-sama. Jangan menyimpan apa pun dariku. Itulah fungsinya teman—"
Sebastian memelukku dengan erat ke dadanya dan secara efektif membuatku diam. "Terima kasih, Henley."
"Sama-sama," aku bergumam.
"Bukankah itu sudah cukup lama?" tanya Bennett, secara ajaib muncul di samping kami.
Sebastian memutar bola matanya dan melangkah mundur. "Sampai jumpa besok, Bennett."
"Bawa Lee bersamamu."
"Aku pergi, aku pergi," Lee mengerang, menepuk-nepuk kantongnya sampai dia mengeluarkan kuncinya. "Padahal, aku sudah sangat ingin tidur di tempat tidurku lagi."
"Tinggalah di rumah Henry."
"Tempat tidurnya sangat kecil. Kakinya pasti menggantung di pinggir tempat tidur jika dia meluruskannya."
"Tinggalah di hotel kalau begitu."
"Aku mengerti saat aku tidak diinginkan lagi. Ayo pergi Sebastian," kata Lee, mendorong pundak Sebastian. "Tetap aman, anak-anak."
Rona merah langsung muncul di wajahku dan Lee menyeringai sebelum dia menghilang ke atas bersama Sebastian. Setelah mereka pergi, ruangan menjadi sunyi. Aku merasa sedikit canggung jadi aku melangkah ke dinding kaca, menatap ke arah danau di luar. Melalui pantulan, aku melihat Bennett mengikutiku. Dia menyusupkan tangannya pada tubuhku, membungkus tubuhkan dengan tubuhnya, meletakkan dagunya pada pundakku.
"Maafkan aku, Henley," dia berbisik di telingaku.
Tubuhku merinding. "U-untuk apa?"
"Apa yang sudah dilakukan keluargaku pada keluargamu."
"Itu bukan salahmu," Kataku untuk yang keseratuh kali sepertinya. Calloway bersaudara memang mirip.
"Aku akan menebusnya padamu dan kakak laki-lakimu. Kita tidak akan membiarkan ibuku lolos dengan ini."
Aku menyentuh tangannya dan meremasnya. "Aku tahu."
"Apa kau lelah? Lapar? Aku bisa memasak sesuatu untukmu jika kau suka. Apa kau ingin mandi?"
Aku menarik diri darinya jadi bisa melihat wajahnya. "Apa kau mencoba untuk menyuapku sekarang?"
Sebuah senyum kecil muncul di bibirnya. "Mungkin sedikit."
"Well kau tahu bagaimana cara menyuapku. Apa yang kuinginkan sekarang adalah masuk ke dalam Jacuzzi."
"Ayo mandi kalau begitu."
"Ayo?" aku mengulangi.
Senyum tidak pernah lepas dari bibir Bennett ketika dia mengarahkanku kembali ke tangga dan menuruni lorong menuju ke kamarnya. Aku berdiri di sudut kamar mandi ketika dia menyalakan kran dan memasukkan tangannya ke dalam air sampai dia menemukan suhu yang dapat diterima. Kemudian dia melangkah kembali ke padaku dan menarikku lebih dekat dengan bak mandi.
Dia mungkin merasakan penolakanku dan kemudian berhenti. "Apa kau lebih suka sendiri?"
"Um... tidak. Aku hanya tidak pernah mandi dengan orang lain sebelumnya. Aku merasa malu," akuku dengan pelan.
"Telanjang itu alami. Kita terlahir ke dunia tanpa pakaian."
Aku menyipitkan mataku padanya.
"...Haruskah aku menambahkan busa? apa itu akan membantu?"
Aku mengangguk dan dia membuka lemari di bawah wastafel dan mengeluarkan sebuah botol kecil, menuangkan sedikit isinya ke dalam air. Dalam beberapa detik busa mulai terbentuk dan aroma bunga memenuhi seluruh kamar mandi.
Bennett mulai melonggarkan dasinya dan menarik benda itu melewati kepalanya, melemparkannya ke meja wastafel. Dia melepas kancing pergelangan tangannya dan mulai melepas kancing kemejanya satu per satu, membiarkannya jatuh ke lantai. Mulutku terasa kering dan aku melihat ke bawah ke arah pakaianku sendiri. Apa situasinya memang secanggung ini? Apa hanya aku yang merasa canggung?
Ketika aku meraih pakaianku, tangan Bennett menghentikanku. "Biar aku yang lakukan," katanya, meraih ujung kaosku dan mengangkatnya melewati kepalaku. Tangannya mengusap bahuku yang telanjang untuk sesaat sebelum tangannya berpindah pada kaitan bra milikku yang dia lepaskan dengan mudah. Aku memindahkan tanganku untuk menutupi dadaku ketika dia membalikkan tubuhku.
Senyum bodoh itu masih ada di wajahnya. "Kau manis," katanya padaku.
"Diamlah," aku bergumam.
Tangannya beralih pada jeans milikku dan dia membuka kancingnya, mendorongnya turun dari pinggangku bersamaan dengan pakaian dalamku lalu membantuku melepaskan kakiku dari sana. Aku sungguh memilih hari yang salah untuk menggunakan celana jeans paling ketat yang aku miliki. Kenapa ini harus jadi hal yang sulit?
Sekarang setelah sepenuhnya telanjang, kegugupan mulai menguasaiku dan aku bergegas ke dalam bak dan masuk ke dalamnya, airnya yang panas menusuk kulitku. Dengan segera aku berdiri dan mengeluarkan diriku dari air, menuju ke samping bak mandi. "Apa kau mencoba untuk merebusku hidup-hidup, Bennett?"
Bennett telah melepas sisa pakaiannya dan aku kesulitan menelan ludah. Ya, Bennett memang tampan, aku tahu itu, tapi dia terlihat sangat tampan saat telanjang juga. Bagaimana perutnya membentuk Adonis' belt. Bukankah itu kelemahan semua orang? Itu terlihat sangat bagus.
Ketika aku mendapatinya memperhatikan tubuhku sebagai balasannya aku meluncur masuk ke bawah busa, rela tubuhku menyesuaikan diri dengan suhu yang mendidih. Bennett juga masuk ke dalam bak, mematikan keran jadi airnya tidak melimpah keluar. Dia duduk dengan punggung menempel di pinggiran bak dan memberi tanda padaku untuk mendekat kepadanya.
Bagian bawah bak sedikit licin jadi saat aku berusaha bergeser ke arahnya, aku mendorong terlalu kuat. Bokongku terpeleset, meluncur hingga kepalaku menabrak dagunya dan tubuhku pada kakinya. "M-maaf."
Tangannya menyusup ke sekeliling tubuhku dan dia membantuku berbalik hingga aku bisa duduk di antara kakinya dengan punggungku yang menghadap dadanya. Dia menyebarkan gelembung itu ke pundakku dan mulai memijatnya.
Rasanya seperti surga. Aku menghembuskan napas panjang, puas dan bersandar kembali padanya.
"Aku pernah mengambil kelas memijat dengan Lee," Bennett menjelaskan tanpa kutanya. "Ini akan membantumu melepaskan sedikit rasa stresmu."
"Kenapa kau tidak memberiku pijatan sebelumnya?"
"Aku ingin melakukannya. Tapi tidak ada kesempatan yang muncul."
"Kurasa aku sungguh mencintaimu."
Dia terkekeh, mencondongkan tubuhnya dan menekankan ciuman ke leherku. "Aku juga mencintaimu. Sekarang tutup matamu dan rileks."
Tidak perlu disuruh dua kali. Rasanya memang ketegangan meninggalkan tubuhku. Apa dia menggunakan garam mandi yang menenangkan itu juga? Apa pun itu, sepertinya berhasil. Aku merasa seperti genangan relaksasi. Ketika Bennett selesai dengan punggungku, dia membuatku pindah ke depan bak mandi sehingga dia bisa memijat kaki dan telapak kakiku.
"Bisakah kau melakukan ini setiap hari?"
"Jika kau ingin," dia menjawab.
Dengan usaha keras, aku menarik kakiku darinya, mengernyit. "Apa kau hanya melakukan ini karena merasa bersalah dengan apa yang terjadi?"
Bennett berpindah ke depan bak, berada di antara kakiku dan meletakkan masing-masing tangannya di sisi tubuhku. Detak jantungku meningkat dengan kedekatannya yang tiba-tiba, tapi aku tidak bisa meloloskan diri kemana pun. "Henley, aku melakukan ini karena aku ingin."
"Tapi—"
"Aku juga melakukan ini karena kau sudah melalui banyak hal hari ini dan aku tahu bagaimana rasanya. Aku ingin membuatmu rileks."
"Oke," aku menelan ludah. Kepalaku rasanya ringan dan bertanya-tanya apa aku sudah berada di dalam air panas terlalu lama. Atau mungkin karena Bennett berada di atas pangkuanku, kulitnya menekan kulitku, membakar, bahkan melalui air yang hangat.
Matanya menatap lamat padaku dan aku mendadak mengetahui betapa dekat bibirnya padaku. Rasanya seperti sengatan listrik di dalam air. Apa yang dia lakukan? Hanya menatapku? Kenapa dia tidak menciumku?
Kenapa aku menunggunya membuat langkah pertama?
Aku meraih belakang kepalanya dan menarik bibirnya padaku, tidak ingin repot untuk melakukannya dengan lembut ketika aku menggerakkan mulutku pada bibirnya, menghisap bibir bawahnya untuk menggodanya. Bennett mengerang dan memindahkan salah satu tangannya dari samping bak mandi ke pundakku, menekankan tubuhnya padaku.
...Dan dia kehilangan keseimbangannya, membuatnya terjatuh langsung ke atas perutku. Aku terkesiap kesakitan, menumpahkan air ketika aku berbalik dan mendorongnya menjauh dariku. Untuk sesaat aku tidak melihatnya yang masih berada di dalam air tapi kemudian kepalanya muncul, rambutnya basah dan tertempel di keningnya kalimat. "Maafkan aku!"
"Kita sebaiknya tidak mencoba ini di dalam bak mandi. Tidak dengan sabun dari busa. Salah satu dari kita akan mati."
"Kau benar," dia bergumam. "Mungkin itu aku. Kau yang memulainya."
"Kau yang memulai."
"Dan bagaimana bisa aku yang memulainya? Bukannya kau yang menarikku?"
"Well, ya...tapi kau yang memanjat ke atasku. Apa lagi yang seharusnya kulakukan? Kau seksi, Bennett."
Rona merah menyebar di pipinya dan aku berusaha keras untuk tidak terlihat malu. Itu pujian yang tidak berbahaya. Dan fakta, apa lagi ketika kulitnya mengkilap karena air...
"Apa kau ingin pindah ke tempat tidur?" dia bertanya, nada suaranya berubah serak.
Sebelum aku dapat mengangguk, Bennett menarik sumbatan yang menuju ke saluran air.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro