Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 41


Bennett

"Kenapa kau punya file medisku?" Lee mengangkat kertas-kertas yang sedang dipertanyakan, bibirnya membentuk garis ketat. Sebastian meraih kertas itu lagi, tapi Lee tidak membiarkannya. Dia membalik halaman demi halaman lagi, memeriksa dokumen itu. "Apa tujuan memiliki ini?"

"Bukan apa-apa—"

"Sebastian," aku menginterupsi. "Jika ini ada hubungannya dengan Lee, dia harus tahu. Kita tidak bisa menyembunyikan hal-hal jika ingin bekerja sama."

Sebastian tampak gelisah dengan gerakan tangannya dan matanya melirik ke arah pintu depan, seolah dia sedang berpikir untuk melarikan diri. Ini tidak biasa. Sebastian biasanya adalah inti dari ketenangan. Dia pasti menemukan sesuatu yang sangat mengkhawatirkannya.

"Apa itu...?" Aku bertanya dengan was-was.

Sebastian membuka dan menutup mulutnya beberapa kali, seakan-akan dia tidak dapat memutuskan apakah harus mengatakan padaku atau tidak. Aku berpikir untuk mengirim Lee dan Henley keluar dari ruangan ini, tapi tidak ada gunanya. Kita semua membutuhkan informasi yang sama. Kecuali ini bukan tentang ibuku? Jika tidak, lalu tentang apa itu?

"Pertama-tama aku butuh menjelaskan beberapa hal," Sebastian akhirnya mengatakan. "Pada saat aku sedang belajar, aku memeriksa file lama milik ayahku. Dia menyimpan semua catatan dari kasus-kasus dan vonis lamanya, jadi aku memeriksa mereka dan melihat bagaimana dia menghadirkan bukti dan bagaimana dia membuat juri sampai pada kesimpulan yang mereka lakukan. Beberapa waktu lalu, aku menemukan file medis milik Lee disembunyikan dalam satu file untuk salah satu kasus."

"Kasus apa?" Lee bertanya.

"Kasusnya tidak penting. Kenyataan kalau file itu di sembunyikan di dalam sana yang penting. Kenapa ayahku memiliki salinan? Untuk tujuan apa? Dia tidak punya alasan untuk memiliki file medis milik Lee. Tidak pernah ada kasus untuk Lee dengan kecelakaan itu."

"Mungkin untuk jaga-jaga jika kota ingin menuntut atas kerusakan properti?" Lee menebak.

Sebastian mengangguk. "Aku memikirkan soal itu... yang memunculkan masalah yang berbeda."

"Masalah apa?" aku bertanya.

"Kecelakaan Lee... bagaimana jika itu bukanlah kecelakaan?"

Kata-katanya membuatku merinding. Apa yang sudah dia temukan? Sebastian tidak akan menanyakan itu jika tidak ada sesuatu yang dijadikan dasar.

Lee, di sisi lain, tertawa getir. "Tentu saja itu bukan kecelakaan. Aku dengan sengaja menabrakkan mobil itu."

"Tepat sekali," kata Sebastian. "Kau menabrakkan mobil itu."

"Ya."

"Apa kau sudah melihat laporan kecelakaannya?"

"Tidak."

"Apa kau pernah melihat laporan medisnya?"

"Tidak," Lee menjawab dengan pelan. "Apa yang kau maksudkan?"

Sebastian memberi isyarat pada file itu dan Lee menyerahkannya. Aku melangkah mendekat sehingga dapat melihat ketika Sebastian membalik ke halaman depannya dan menyeret jarinya. Jenis penerimaan. Jenis tinggal. Biaya. Pembayar. Dia berhenti ketika sampai pada kode darurat. "Kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor pada pejalan kaki karena pengemudi yang mabuk; tabrakan langsung," dia membaca dengan keras.

"Apa yang salah dengan itu?" Lee bertanya.

"Pejalan kaki. Itu artinya kau sedang berjalan di trotoar saat kecelakaan itu."

Lee mengambil kembali kertas itu dari Sebastian dan membacanya kembali. "Apa? Itu tidak mungkin. Aku ada di dalam mobil ketika aku menabrakkannya. Aku tidak keluar...? benarkan?"

"Seseorang memalsukan laporan kecelakaan," kataku, mulutku terasa kering.

Henley melihat ke arahku, matanya melebar. Itu hanya bisa dilakukan oleh satu orang. Tapi kenapa dia melakukan itu? Apa keuntungan yang didapat dari sana?

"Tidak, laporannya tidak palsu. Luka-luka yang diterima Lee kongruen dengan tabrakan frontal pada mobil. Kau tidak pernah berpikir itu aneh, Lee? Trauma pada kaki bagian bawah, paha atas, dan bahu. Jika kau memikirkan tentang itu, jelas sekali kau ditabrak mobil."

"Tapi aku tidak ditabrak oleh mobil," Lee protes. "Aku ingat dengan sangat jelas kalau aku masuk ke dalam sebuah mobil dan melaju sangat kencang ke arah pohon. Aku ada di dalam mobil itu."

Aku mengepalkan tanganku, berusaha agar kata-katanya tidak mengusikku. Bayangan Lee meluncur ke arah pohon... aku tidak bisa mengenyahkannya dari pikiranku. Setelah sesaat aku bisa merasakan tangan Henley yang menyusup ke dalam tanganku.

"BAC-mu berada pada .20. Kau bisa saja pingsan— beberapa kali. Ketika kecelakaanmu pertama kali terjadi, aku tidak begitu memikirkan luka yang kau miliki. Aku pengacara, bukan seorang dokter. Aku tidak tahu apa yang bisa menyebabkan apa. Tapi aku selalu berpikir kalau situasimu sangat sempurna. Bagaimana kau bisa mencuri mobil orang lain, menabrakkannya, dan lolos tanpa terjadi apa-apa? Bahkan tidak sitiran? Ya, kesehatan mentalmu dan membebaskanmu dari hukuman, tapi bagaimana dengan biaya properti? Siapa pemilik mobil itu? Mereka tidak menuntut. Mereka tidak melakukan apa pun. Kenapa begitu?"

Henley melepaskan tangannya dari genggamanku, aku menoleh untuk melihatnya. Dia menatap Sebastian, wajahnya pucat. Tangannya terkunci pada kedua sisi tubuhnya, meremas bagian bawah bajunya.

"Jadi ketika aku menemukan catatan medis itu, aku terus menggali lebih jauh dan menemukan transaksi aneh di laporan rekening ayahku. Lebih dari dua puluh ribu ke rekening acak pada sebuah bank di Poughkeepsie. Satu hari setelah kecelakaan. Dan tidak sulit untuk menemukan nama akun itu juga."

"Jadi mereka membayar orang itu untuk tidak membuat klaim asuransi?" aku bertanya, melewatkan inti dari pernyataan itu. Itu hal yang lumrah dilakukan. Bahkan lebih lumrah jika kau mampu mengganti satu buah mobil tanpa ada masalah.

"Ada klaim asuransi, Bennett. Dan ada penuntutan. Ayahku yang menangani kasus itu."

"Tidak, tidak ada. Lee bahkan tidak pergi ke pengadilan," kataku, merasa frustasi.

Sebastian menoleh ke arah Henley, tapi tidak melihat matanya. Sebaliknya, Sebastian fokus pada kaki Henley dan bicara dengan pelan. "Kupikir aneh jika dia mengambil kasus kakak laki-lakimu. Tapi melihat bagaimana Brandon adalah alat dalam rencana mereka untuk menjauhkan Lee dari masalah, jadi masuk akal sekarang. Maafkan aku, Henley. Aku tidak bisa mengatakannya padamu. Awalnya aku tidak yakin, tapi ketika aku sadar apa yang terjadi, aku tidak bisa mengatakannya padamu. Tidak setelah semua yang terjadi."

Henley menatap Sebastian, ekspresinya kosong. "...Apa karena itu kau mengatakan padaku untuk jangan pernah menyebutkan tentang kakak laki-lakiku pada Bennett?"

"Ya."

"Kau tahu bahkan setelah kau berjanji akan mengatakannya padaku jika menemukan sesuatu?" Suaranya terdengar tajam dan jelas, meskipun bahunya mulai bergetar.

"Ya."

"Dan saudara laki-lakiku, yang sudah masuk ke dalam sel penjara selama hampir setahun dan berjuang seperti yang aku lakukan sendirian, sepenuhnya tidak bersalah? Kau tahu itu?"

Aku adalah orang terakhir yang sadar apa yang terjadi. Kata-kata Sebastian terngiang di telingaku. Dia adalah alat dalam rencana mereka. Dia? Kakak laki-laki Henley? Brandon adalah kambing hitam untuk Lee? Kenapa saudara laki-laki Henley? Itu tidak mungkin. Jika itu benar, maka ibuku sudah menghancurkan hidup orang yang tidak bersalah secara permanen.

Apa itu sungguh mengejutkan? Sebuah suara di dalam kepalaku bertanya dengan kejam.

"Henley, aku sungguh minta maaf," kata Sebastian lagi, membuyarkanku dari pikiranku.

Sekali lagi aku menoleh ke arah Henley. Pundaknya terangkat ketika tarikan napasnya meningkat. Dia menarik dan menghembuskan napas, tajam dan cepat, hampir seperti hiperventilasi. Air mata menggenang di sudut matanya, dia mengerjap berulang kali, tapi tidak dapat menghentikan air matanya agar tidak mengalir jatuh.

"Aku..." Dia memulai, suaranya tertahan di tenggorokannya. Dia terlihat seperti hewan yang terperangkap, tidak dapat menemukan jalan untuk melarikan diri, terjebak dan takut.

Aku melangkah mendekat ke arahnya, tapi menghentikan diriku. Baik aku terlibat atau tidak, ini juga jadi kesalahanku. Ibuku menempatkan Brandon ke dalam penjara. Untuk sesuatu yang dilakukan Lee. Keluargaku yang melakukan ini pada keluarga Henley. Apa aku punya hak untuk menenangkannya?

"Aku akan pergi ke kantor polisi," Lee mengumumkan, berjalan ke seberang ruang keluarga menuju ke tangga.

Aku berjalan ke depan untuk menghentikannya, tapi Henley mengalahkanku untuk itu. Tangannya terulur cepat, memegang pergelangan tangan Lee dan menahannya. "Tidak."

Lee mencoba untuk melepaskan pegangan tangan Henley dari tangannya. "Aku tidak bisa membiarkan ini. Ini adalah kesalahanku!"

"Aku sangat marah. Aku sangat marah," Henley mengulangi, air mata terus mengalir dari matanya sekarang. "Aku bahkan tidak bisa berpikir lurus sekarang. Jadi jangan pergi kemana pun."

"Henley," kataku dengan lembut.

Matanya menatapku dan rahangnya mengatup, alisnya membentuk ekspresi yang menunjukkan kemarahannya dengan cara yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. "Ini bukan salahmu. Tapi aku sangat marah Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku tidak bisa berpikir, Aku tidak bisa —"

"Tidak apa-apa," kataku padanya, membuka tanganku.

Dia sudah berada di dalam pelukanku dalam hitungan detik, bergelayut sangat erat hingga udara terdorong keluar dari paru-paruku. Seluruh tubuhnya bergetar dan aku menangkup belakang kepalanya dengan tanganku, perlahan mengusap rambutnya. Aku berharap tubuhku bisa lebih kuat dari perasaanku saat itu. Di dalamnya, aku juga gemetar. Tapi ingin menjadi cukup kuat untuk menenangkan Henley, meskipun hanya sedikit.

Sebastian duduk di atas sofa, menjatuhkan kepalanya ke atas kedua tangannya, meringkuk sendiri. Lee menatap ke arah danau di luar, posturnya tak bergerak. Kami semua bingung. Mungkin inilah kenapa Sebastian ingin bicara denganku sendirian. Mungkin ada cara lain yang lebih baik untuk mengatakan kepada Henley jika kami memikirkannya lebih lanjut.

Atau bagaimana kami tetap menjadikannya rahasia? Aku tidak yakin. Mungkin akan lebih baik mengatakannya langsung seperti ini. Kami akan dapat menghadapi konsekuensinya.

Tapi itu bisa menunggu, untuk sekarang, ini adalah tentang Henley. Dan Brandon. Apa yang mereka inginkan adalah hal yang paling penting sekarang. Aku harus melakukan apa pun yang aku bisa untuk mereka.

Segera saja tarikan napas Henley kembali normal dan dia menghembuskan napas lembut. Aku menarik diriku sedikit dan dia melihat ke arahku, matanya merah. Pipinya memerah dan aku mencondongkan kepala untuk mencium keningnya, mengarahkan tanganku untuk menyeka dengan lembut air di bawah matanya.

"Kau tidak harus merasa tenang jika tidak ingin," kataku padanya.

"Aku baik-baik saja," dia menjawab, menekankan keningnya pada pundakku. "Maaf."

"Tidak perlu. Kau berhak untuk merasa marah."

Dia mengambil langkah mundur, mengeringkan matanya dengan bagian belakang lengan bajunya. "Aku tahu. Aku masih sangat marah. Pikiranku sangat kacau sekarang. Aku mencoba untuk memilih kata-kataku dengan hati-hati."

Lee berjalan kembali ke kami, matanya juga merah. "Henley, aku sangat menyesal. Aku tidak tahu apa yang harus dikatakan."

"Ini bukan salahmu. Aku tahu ini bukan kesalahanmu. Tapi aku tidak ingin melihatmu sekarang. Aku tidak ingin melihat Sebastian. Aku juga tidak ingin melihatmu, Bennett."

Perutku mengeras. "Aku bisa mengantarmu pulang."

"Aku tidak ingin pulang. Bagaimana aku harus menghadapi Brandon?"

Lee mengusap rambutnya, berjalan mondar-mandir. "Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah pergi ke kantor polisi. Aku akan mengakui semuanya. Aku yakin kita dapat menemukan bukti. Aku tidak peduli jika aku harus masuk penjara. Aku tidak percaya seseorang menderita karena menggantikanku."

"Kau tidak boleh melakukannya," kataku cepat. Situasi ini lebih serius dari itu. Tidak perlu pengacara untuk mengetahui betapa buruknya situasi ini.

"Ini bukan terserah padamu Bennett."

"Aku tidak akan membiarkanmu masuk ke dalam penjara."

"Bennett. Brandon adalah saudara laki-laki Henley! Bahkan jika ini tanpa disengaja, kita melakukan ini padanya! Tidak, Aku melakukan ini padanya!"

"Kau saudara laki-lakiku! Dan kau juga mengalami masa-masa sulit!" Aku berteriak.

"Apa yang kulakukan hanyalah menghancurkan hidup banyak orang," ucap Lee dengan lembut.

Aku merasa mual. Semua ini tidak terasa benar. Henley yang seharusnya marah sekarang, bukan aku. Seharusnya Henley yang berteriak, bukan aku. Harusnya Henley yang harus kulindungi, bukan Lee. Rasanya ruangan ini seperti berputar. Semuanya menjadi kabur.

Aku meraih sesuatu untuk menahan tubuhku, tapi tidak ada apa pun di sana.

"Bennett!" aku mendengar Henley memanggil sebelum aku merasa dunia mulai miring ke kanan dan aku menghantam lantai.

__________________

Terimakasih banyak sudah membaca! ~ Jordan

Twitter & Instagram: @ JordanLynde_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro