Bab 40
Henley
Mengingat tatapan penuh arti dari mata Cara dan senyum kotor di wajah Lee, setelah Bennett dan aku keluar dari kamar hotel membuat wajahku terasa terbakar, aku menghantukkan kepalaku ke sandaran kepala di kursi mobil, mengerang. Dari semua momen yang ada di dunia... ini harus terjadi saat kakak laki-laki Bennett dan kekasih pura-puranya berada tepat di luar kamar. Aku bahkan tidak memikirkannya sampai setelah kejadian itu. Bennett nampaknya tidak memiliki rasa menyesal, sebuah senyum puas terukir di wajahnya ketika kami berkendara ke rumahnya. Untungnya setelah membuat keputusan untuk berdiskusi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya menyangkut Mrs. Calloway di kemudian hari, Lee menawarkan diri untuk mengantar Cara pulang, menyelamatkanku dari rasa malu bersama mereka lebih lama lagi.
"Ini hal alami yang wajar terjadi di antara pasangan," ujar Bennett ketika aku menolak untuk meninggalkan kamar hotel sebelumnya.
Tentu saja dia akan mengatakan itu. Aku menjatuhkan diriku di kursiku, ingin mengubur diriku sendiri. Ada waktu dan tempat untuk hal-hal seperti itu. Apa yang kupikirkan? Aku sudah gila. Melebihi gila.
"Henley."
Aku menatapnya dengan waspada. "Apa?"
"Aku mencintaimu."
Dan pada saat yang klise itu, jantungku mulai berdetak tidak karuan. "Oh. Aku-aku juga mencintaimu."
Dia bersenandung puas. "Aku suka itu."
"Bagaimana bisa kau mengatakan hal memalukan dengan begitu mudahnya?"
"Aku tidak menganggap itu memalukan sama sekali. Tidak ada yang memalukan tentang kenyataan kalau aku mencintaimu."
Aku menekankan tanganku ke pipi, berharap wajahku akan menjadi lebih dingin. Bagaimana bisa dia tidak kesulitan mengatakan hal-hal gombal seperti ini? Bagaimana dia beralih dari melontarkan kata-kata penghinaan tanpa sengaja, menjadi charming the pants off of me? Secara harfiah.
"Aku sungguh ingin bertanya padamu, apa itu rencanamu untuk memasukkanku ke dalam kamar hotel, atau rencana Cara?"
"Well Cara meyakinkanku untuk mencoba dan bicara padamu lagi, tapi kupikir yang dia maksud adalah beberapa hari atau minggu atau semacamnya. Aku tidak tahu kalau dia akan mendorong kita ke dalam kamar hotel. Walaupun kurasa ini adalah hal baik yang dia lakukan."
"Kalau kubilang ini adalah hal yang lebih dari baik."
"Bennett!"
"Aku ingin dikunci di kamar tidurku malam ini."
"Ugh," aku mengerang, menjatuhkan kepalaku ke atas tangan. Aku sudah melepaskan makhluk buas.
"Kau akan menginap di rumahku malam ini kan?"
"Ya, aku tidak masuk bekerja besok. Dan... aku merindukanmu."
Kali ini giliran Bennett yang berubah malu, tubuhnya menjadi kaku dengan tidak alami sementara semburat merah jambu menjalar ke lehernya. "Tidak sebanyak yang kurasakan."
"Ya, tapi aku bukan pihak yang memilih untuk menjauh darimu."
Dia tidak menjawab perkataanku dan aku menyeringai ke arah luar jendela. Tentu saja, aku memaafkannya, tapi itu tidak berarti dia bisa lolos semudah itu. Aku tidak bisa menahan keinginan untuk berperan sebagai korban sedikit. Tidak bisa ketika wajah cemberutnya terlihat begitu menggemaskan.
Tunggu. Apa itu membuatku menjadi seorang masokis?
"Aku menarik perkataanku kembali," aku memutuskan.
"Tidak, kau punya segala hak untuk mengatakan itu padaku," dia merespons tanpa basa-basi. "Tapi mulai sekarang, aku akan mencoba untuk menghindari situasi yang mengizinkanmu untuk mengatakan itu padaku."
"Rencana yang bagus."
"Aku biasanya memiliki rencana yang bagus. Namun, sepertinya terkadang aku memiliki eksekusi yang buruk."
"Kau dan Lee sama-sama memiliki diksi yang aneh."
"Kata wanita yang baru saja menggunakan kata diksi."
"Aku menyalahkan Ariana untuk itu."
"Well aku menyalahkan kata-kata pilihanku pada ibuku dan saudara laki-lakiku. Jika kau suka, aku akan mencoba untuk lebih banyak memakai bahasa gaul dalam perkataanku. S'up bro?"
"Ya... tolong jangan lakukan itu."
Ketika kami berhenti di jalan masuk rumah Bennett, aku langsung mengenali Maserati milik Lee terparkir di samping rumah. Melirik ke arah Bennett, kulihat rahangnya mengeras, dan dia ragu sejenak sebelum mematikan mobilnya. Apa Lee di sini? Dia bilang kalau kita akan membicarakan semuanya nanti, jadi kenapa dia ada di sini?
"Jadi sekarang dia di sini?" Bennett bergumam.
Oh.
Lee dan aku sudah bicara, tapi Lee dan Bennett belum memiliki kesempatan untuk bicara. Sejak Lee kembali dia berada di rumahku. Aku yakin dia punya banyak hal untuk dikatakan pada Bennett. Dan Bennett mungkin memiliki banyak pertanyaan.
Pertanyaan yang mungkin mereka tidak ingin aku dengar. "Aku akan menunggu di mobil."
"Tidak, kau bisa masuk," kata Bennett. "Lee akan pergi."
"Dia mungkin di sini untuk bicara denganmu."
Suara Bennett menajam. "Dan kenapa aku harus melakukan segalanya menurut ketentuan dia?" Dia memegang erat kemudi mobil, tetap mengarahkan wajahnya lurus ke depan.
Aku meringis. Saudara kandung—satu hal yang paling bisa membuat kita menjadi tidak dewasa.
"Ayo masuk," kataku. Aku bisa saja bersembunyi di kamar Bennett jika mereka menginginkan privasi. Aku sudah merindukan bak Jacuzzi itu.
Untuk sesaat Bennett terlihat seperti ingin berdebat, tapi ketika dia membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Aku mengikutinya keluar menuju pintu, mencoba untuk tidak mengingat apa yang terakhir kali terjadi saat kami berada di sini. Dia pasti berpikir hal yang sama karena Bennett terus merendahkan tatapannya dan salah memasukkan kode keamanan rumahnya dua kali. Aku menjernihkan tenggorokanku, mencoba menahan diri agar tidak mengamati lantai. Aku pernah melemparkan uang padanya... dan bertanya-tanya apakah Bennett mengutip semuanya.
Bennett tampaknya dapat menebak apa yang aku pikirkan dan dia menjernihkan tenggorokannya. "Aku menaruh semuanya kembali di rekening bank milikmu."
"Apa? Kenapa?"
"Itu sudah ada di dalam kontrak. Kau sudah memenuhi bagianmu, jadi aku memenuhi bagianku."
"Kita sudah membatalkan kontrak. Hanya berjalan dua bulan singkat."
"Aku tetap berhutang uang padamu."
"Tidak, kau— sebenarnya, lupakan." Aku menutup mulutku menekankan tangan ke keningku. Bennett bisa menjadi dewasa, tapi dia mungkin selalu lupa. "Kita akan bicarakan tentang ini nanti. Kakak laki-lakimu ada di dalam. Kau tangani itu terlebih dahulu."
Lee sedang beristirahat di atas sofa sambil membaca koran ketika kami turun menuju ruang keluarga. Aku melihat sepatunya masih dia kenakan...dan kakinya beristirahat di atas bantal sofa. Bennett menarik napas dalam dan Lee menengadah ke atas, matanya melebar dan seketika duduk tegak, meletakkan kakinya di lantai lalu melemparkan kertas yang sedang dia pegang ke atas meja kecil di depannya. "Oh, Bennett, kau sudah kembali—"
"Jadi kau mengundang dirimu sendiri ke dalam rumahku dan meletakkan kaki kotormu ke atas sofaku bahkan tanpa mengatakan halo atau maafkan aku atau—"
"—Agar adil ini juga rumahku—"
"—peringatan kapan pun dan bagaimana kau bisa masuk? aku mengganti kuncinya dan ada kode sandi."
Lee mendorong dirinya dari sofa, tubuhnya bergerak-gerak di atas tumit kakinya. "Kau sangat mudah untuk ditebak, Ben. Aku memecahkan kode sandimu pada kurang dari tiga kali percobaan."
Bennett melipat kedua tangannya. "Lepaskan sepatumu."
Lee melepas sepatunya dan aku melihat jari Bennet tersentak ketika Lee menendang sepatunya ke samping. "Masih saja mysophobic seperti biasa. Dan halo Henley."
"Hai Lee."
"Aku sudah mengatakan kepada Henry, tapi kupikir aku akan tinggal di rumah Bennett sekarang setelah semuanya sudah terbuka sekarang. Tidak perlu lagi khawatir tentang ibuku yang akan menemukanku."
"Di mana kau tinggal sebelumnya? Kembali ke sana," Bennett membentak.
"Di rumah kekasihmu. Tentu saja, aku akan dengan senang hati kembali—"
"Tidak masalah, tinggal di sini."
Lee tersenyum puas. "Bagus."
Bennett bersungut-sungut ke arah Lee dan Lee sepertinya tidak terpengaruh, dia meregangkan tangannya dan menguap. Aku berencana untuk kabur ke kamar Bennett, tapi Bennett pasti sudah mengetahui apa yang aku rencanakan karena ketika aku baru akan mengambil langkah pertama, dia meraih sikuku dan menghentikanku.
Lee berkedip ke arah kami. "Apa aku mengganggu kalian?"
"Tidakkah kau punya hal lain untuk di katakan kepadaku?" Bennett bertanya.
"Aku senang kau berhasil menyelesaikan masalahmu dengan Henley? Pengembangan karakter yang hebat dari pihakmu."
"Lee."
"Apa?"
"Kau tahu apa yang kumaksudkan."
Lee menghela napas. "Aku di sini, Bennett. Aku kembali. Aku tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan. Haruskah aku meminta maaf? Haruskan aku mengatakan kalau aku merasa bersalah? Aku memikirkan tentang itu, tapi aku sadar tidak akan pernah bisa mengekspresikan betapa menyesal dan malunya aku sebenarnya."
Dan itu dia. Aku melirik ke antara dua laki-laki itu, memperhatikan amarah Bennett yang mencair dan postur Lee yang menegang. Aku tidak ingin berada di sini untuk momen yang terkesan pribadi, tapi cengkraman tangan Bennett padaku sangat erat.
"Bukan itu yang aku maksudkan," kata Bennett, dan aku bisa melihat kalau dia mencoba untuk menjaga suaranya agar tidak bergetar. "Bukan salahmu semua ini menjadi terlalu sulit dan bukan salahmu ibu kita mengirimmu ke ujung negeri dan membiarkanmu membusuk."
"Ini salahku. Pilihanku. Aku meninggalkanmu untuk mengatasi kekacauan ini. Itulah kenapa aku harus kembali. Semua yang terjadi sekarang adalah kesalahanku. Aku harus memperbaikinya."
"Tidak, kita harus memperbaiki ini. Kau dan aku berdua. Kenapa kau tidak datang padaku ketika kau kembali? Aku saudara laki-lakimu. Aku lebih bisa menolongmu daripada Henley. Bagaimana bisa kau muncul di rumahku dan bahkan tidak menanyakan apakah aku baik-baik saja? Aku mengkhawatirkanmu, mengatasi semuanya sendiri, berharap kau akan kembali... dan ketika kau kembali kau bahkan tidak dapat melihatku dengan benar."
Lee terlihat seperti habis ditampar. "Bennett, aku bukannya tidak ingin melihatmu—"
"Well, seperti itulah rasanya."
"Maafkan aku. Aku hanya takut jika aku bersamamu, ibu kita akan menyadari dan mencoba mengirimku kembali. Aku ingin melihatmu juga. Tapi aku tidak bisa mengambil risiko—"
Bennett memandangnya dengan datar. "Terkadang kita secara tidak sengaja menyakiti orang yang kita pedulikan ketika kita mencoba untuk melindungi mereka."
Aku tidak dapat menyalahkan Lee yang tidak memiliki jawaban untuk perkataan itu. Bahkan aku merasa sedikit terkejut.
"Aku bisa melihat kalau kita lebih mirip dari sebelumnya," Bennett melanjutkan. "Tapi aku belajar kalau tidak apa-apa meminta bantuan. Sebenarnya, lebih baik jika meminta bantuan. Jika tidak kau akan kesulitan dan menyalahkan dirimu sendiri. Kau tidak harus berjuang seorang diri. Ini saatnya kau belajar itu juga, Lee."
Lee menatap Bennett sebentar sebelum tertawa lembut. "Kenapa kau terdengar seperti kakak laki-lakiku sekarang?"
"Kau tidak harus selalu menjagaku. Aku juga akan menjagamu. Cukup jangan pergi lagi."
Dengan sopan aku mengedarkan tatapanku ke tempat lain dan mencoba untuk melepaskan tanganku, tapi Bennett masih tidak ingin melepaskan. Menilai dari genggamannya yang hampir menghentikan sirkulasi darahku sekarang, aku berpikir dia tidak berencana melepaskanku dalam waktu dekat. Tetap saja, rasanya salah bagiku untuk mendengarkan. Tidak mudah untuk meluapkan perasaanmu seperti itu. Khususnya untuk seseorang seperti Bennett. Mungkin dia membuatku tinggal untuk dukungan moral.
Lee melangkah ke depan dan mengacak-acak rambut Bennett. "Itulah rencananya, Bennett."
Akhirnya, Bennett bergidik dan melepaskan tanganku, menampar tangan Lee dari rambutnya. "Bagus."
"Adik laki-lakiku yang manis, kapan kau belajar jujur pada perasaanmu?" Lee menggodanya, menarik Bennett ke dalam pelukannya. "Aku hampir menangis, sungguh."
Bennett mencoba untuk mendorong Lee menjauh darinya, tapi hanya berhasil menggerakkan tangannya tak berdaya. Aku tersenyum kecil. Perasaan lega di udara terasa hampir nyata. Mereka adalah saudara laki-laki yang baik.
Namun, ketika aku membayangkan skenario ini dengan saudara laki-lakiku, rasanya aku ingin muntah. Perasaan Brandon terdiri atas rasa lapar dan menyebalkan. Sebuah momen menyentuh dengan dia? Mustahil. Aku merasa ngeri untuk bahkan memikirkan contoh seperti itu.
"Jadi haruskah aku meninggalkan rumah malam ini?" Lee bertanya, melangkah mundur dari Bennett dan kembali ke posisinya di atas sofa. "Apa kalian berdua ingin ditinggalkan sendiri? Aku mengerti jika memang begitu."
"Tidak, kau bisa tinggal," kata Bennett.
"Henley, apa tidak apa-apa?"
"Apa?" Dia bertanya padaku? "Ini rumahmu. Ku rasa. Bukankah begitu?"
Lee mengangguk. "Ya. Bennett ternyata meninggalkan kamarku tanpa tersentuh sedikit pun. Henry mengatakannya padaku dia bahkan tidak masuk ke dalam sana."
Bennett memerah. "Henry..."
"Kenapa kita tidak memesan pizza?" Lee menyarankan, berjalan ke arah dapur dan mengintip ke dalam kabinet. "Membagikan perasaan ini membuatku lapar dan Bennett jelas tidak membutuhkan substansi untuk hidup, melihat bagaimana kosong lemarinya. Pizza seperti apa yang kau suka, Henley? Keju? Hawaiian?"
"Keju tidak masalah."
"Kau dan Bennett sangat membosankan. Aku akan memesan setengah Hawaiian kalau begitu. Kau harus memasukkan tagihannya ke dalam kartumu, Bennett. Oke? Bennett?"
Bennett tidak menjawab. Dia tengah mengangkat kumpulan kertas dari atas meja kecil dan sekarang memperhatikannya, membeku di tempat. Lee menyadari ini dan dengan cepat bergerak untuk mengambilnya dari Bennett, tapi dia menjauhkan mereka dari jangkauan pada detik terakhir. "Apa ini?" Bennett bertanya.
"Itu tidak penting, berikan padaku."
"Ini bukanlah sesuatu yang tidak penting, Lee. Kenapa kau memiliki formulir pengembalian pajaknya?"
Nya? Apa maksudnya Mrs. Calloway? Pasti itu. Apa yang dilakukan Lee dengan formulir-formulir itu? Apa dia sedang merencanakan sesuatu? Aku mencoba untuk mengintip kertas-kertas itu, tapi teksnya tidak dapat dibaca. Sebagian dariku berpikir kalau mungkin itu hal yang bagus. Aku tidak ingin mengetahui berapa banyak uang yang dihasilkan Mrs. Calloway selama setahun. Aku mungkin akan menangis.
"Aku hanya menutupi dasarnya," kata Lee, merampas kertas-kertas itu dari tangan Bennett. "Jangan khawatirkan tentang itu."
"Penipuan pajak? Apa kau sungguh berpikir kalau ibu kita sebodoh itu?"
"Apa kau sungguh berpikir kalau dia tidak mampu melakukan itu?"
"Kau mungkin juga memeriksa pencucian uang."
"Memang sedang kulakukan. Sudah kukatakan padamu sebelumnya, aku akan menurunkannya dari posisinya. Aku ingin menghindarinya dari tuntutan kriminal, tapi aku akan menggunakan apa yang bisa kudapatkan. Aku yakin dia bisa menghindari waktu penjara jika itu sampai terjadi."
"Lee," Bennett protes.
"Inilah yang harus kita lakukan, Bennett. Aku akan mengembalikan posisiku sebagai penerus. Aku akan membuat ini menjadi menjadi perusahaan yang lebih baik. Aku akan menemui seluruh dewas dan pemegang saham begitu aku membuat pengumuman resmi."
"Bagaimana jika kau menemukan sesuatu? Apa kau benar-benar akan memberitahu IRS?"
"Jika aku menemukan sesuatu, ya."
"Dia ibu kita."
"Aku tahu," Lee menjawab dengan dingin, tidak gentar sedikit pun. "Tidak apa-apa jika aku bekerja sampai hampir pingsan karena dia ibu kita. Tidak apa-apa jika dia mengancam untuk membuangku dan kau ke jalanan karena dia ibu kita. Tidak apa-apa jika aku berurusan dengan keluarga karyawan yang dia berhentikan yang kemudian tidak mampu membayar hipotek mereka lagi hanya karena ibu kita mengalami hari yang buruk. Apa kau mengerti maksudku?"
Bennett merendahkan tatapannya ke lantai. "Aku mengerti."
Lee menghembuskan napas dengan lembut. "Maafkan aku Bennett, tapi ini tidak boleh berlangsung lebih lama lagi."
"Aku mengerti."
"Aku ragu kalau dia melakukan penipuan pajak. Aku hanya mencari sesuatu yang dapat kita gunakan untuk melawannya sekarang. Aku menyayanginya dan aku tidak ingin menyakitinya, tapi dia perlu tahu ketika cukup adalah cukup."
Bennett menegakkan bahunya. "Aku akan membantumu. Aku tidak bisa memaafkan apa yang sudah dia lakukan padamu dan Henley."
"Begitu juga denganku. Dan Henley, aku tahu kau belum menjadi bagian dari keluarga ini, tapi kupikir kau harus terlibat di dalam sini juga. Kami mungkin membutuhkan bantuanmu."
"Aku sudah mengatakan sebelumnya kalau aku akan membantumu," Aku mengatakan padanya, meremas kain di pahaku. "Tapi aku juga mengerti kalau ini adalah masalah keluarga, jadi beritahukan aku jika aku melewati batasanku."
Lee tersenyum. "Aku ragu kau akan melakukannya."
"Bagaimana pun, di sini terlalu tegang. Aku berkeringat," kataku mengakui. Mendengar Bennett dan Lee bicara dengan sangat serius membuatku sesak. "Aku akan memesan pizza itu."
"Aku memiliki kartu hadiah yang dapat digunakan di kedai pizza yang mengantar di daerah sini, jadi ayo pesan dari sana. Kartunya ada di kamarku," kata Bennett.
"Aku akan mengambilnya!" aku menawarkan diri. Mungkin aku bisa memberikan waktu private untuk mereka.
"Kartunya ada di kotak di dalam laci atas," kata Bennett padaku ketika aku bergegas menaiki tangga.
Aku masuk ke dalam kamar Bennett, berjalan lambat menuju ke lemari pakaian. Aku pernah melihat kotak itu sebelumnya, tapi tidak pernah melihat dalamnya. Ketika aku membuka tutupnya, aku memutar bola mataku. Kotak itu penuh dengan kartu hadiah dari berbagai tempat. Tentu saja Bennett akan mengoleksi kartu hadiah dan bukan membelanjakannya seperti orang normal.
Catatan untuk diriku, jangan membelikan Bennett kartu hadiah sebagai kado.
Setelah berlama-lama untuk beberapa saat yang tidak mencurigakan, aku kembali menuju ke ruangan. Ketika akan melangkah keluar, pintu depan terbuka, dan aku melompat mundur, bersembunyi di balik ambang pintu. Aku mengintip, mengira akan melihat Mrs. Calloway tapi justru melihat Sebastian. Dia langsung menuju ke arah tangga dan aku menghela napas lega.
"Bennett, aku punya sesuatu untuk ditunjukkan padamu," Aku mendengar sebastian bicara ketika aku keluar dari kamar dan melihat dari pegangan tangga ke arahnya.
"Bagaimana kau bisa masuk?"
"Kode sandimu tidak sulit untuk ditebak. Tapi bukan karena itu aku datang ke sini. Ini penting. Lihat ini," Sebastian menjawab, mendorong sebuah folder ke arah Bennett.
Bennett membukanya dan memeriksa halaman pertama, alisnya menyatu. Setelah beberapa detik dia menutup foldernya, menoleh ke arah Sebastian dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa kudengar. Sebastian menengadah melihatku ketika aku mengitari tangga, bertanya-tanya apa yang ada di dalam file. Kesalahan ibu Bennett? Jika seseorang dapat menemukan sesuatu, itu pastilah Sebastian.
"What's up?" aku bertanya ketika mendekati ketiga orang itu.
"Bukan apa-apa," kata Sebastian, mengambil file itu dari Bennett dan memegangnya dengan erat.
Aku mengerucutkan bibirku. "Uh, itu tidak mencurigakan. Apa yang ada di dalam sana?"
"Sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Aku tidak tahu kau ada di sini," Sebastian menjawab. "Aku akan mengamankan ini untuk lain waktu."
"Aku tidak keberatan. Kau bisa membicarakannya."
"Tidak, lagi pula aku terburu-buru."
Keringat mengucur dari kening Sebastian dan Bennett terus gelisah dengan kerah bajunya. Sesuatu telah terjadi. Lee juga menyadarinya karena dia menatapku dan mengangguk ke arah folder itu. Ternyata bukan hanya aku yang penasaran. Dengan tanda yang sama, Lee dan aku membuat rencana kami.
Aku yang pertama meraih folder itu dan Sebastian menariknya kembali, tepat ke arah tangan Lee yang sudah menunggu. Lee mengambilnya dan membukanya, dengan mudah menghindari Sebastian yang mencoba untuk mengambilnya kembali.
"Lee!" Sebastian berseru.
Aku berhenti sebentar, terguncang pada kenyataan kalau Sebastian dapat terdengar sangat marah. Dia langsung kesal.
Lee dengan mudah membuka folder itu, tidak terpengaruh pada nada Sebastian, tapi senyum senang di wajah Lee menghilang hampir seketika. "Apa ini?"
"Lee, kembalikan itu padaku," desak Sebastian.
"Tidak. Sebastian, kenapa kau memiliki file medisku?"
__________________
Terimakasih banyak sudah membaca! ~ Jordan
Twitter & Instagram: @ JordanLynde_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro