Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 28

Henley

“Rumahnya siap untuk kau tinggali,” adalah kalimat bahagia Sebastian ketika dia sampai di rumah Bennett di Sabtu sore.

Aku memeriksa tanggal di ponselku. Ini masih 1 Agustus. “Sungguh? Sudah?”

“Kukatakan pada mereka ini mendesak. Semuanya sudah beres,” katanya padaku, sambil melewatiku memasuki rumah. “Dan semuanya jadi lebih cepat ketika kau membayar tunai di depan. Apa Bennett di sini?”

Aku menggelengkan kepalaku. “Tidak, dia pergi ke suatu tempat dengan Henry pagi ini.”

“Well, memang lebih baik dia tidak ada di rumah untuk ini.”

“Haha, ya.” aku menggosok belakang leherku, merasa sedikit bersalah. Bennett sungguh tidak menginginkanku pindah dan rasanya salah merencanakan ini di belakangnya, tapi dia tahu hal ini akan datang. Jika dia ada di sini, Bennett mungkin akan membuatku merasa bersalah agar tetap tinggal. Aku tidak yakin apakah aku cukup kuat untuk menolaknya. Tapi aku tahu kalau Brandon dan aku butuh rumah kami sendiri.

“Kami juga ada di sini!” suara lain mencicit dan aku melihat ke luar pintu untuk menemukan Ariana bergegas naik dengan kakakku yang mengikuti di belakangnya.

“Hai,” aku menyapa mereka, menyingkir agar mereka bisa masuk.

Ariana melangkah ke dalam dan mulutnya menganga. “Wow. Tempat ini bagus. Langit-langitnya sangat tinggi!”

“Tunggu sampai kau melihat ke lantai bawah.

“Apa tidak apa-apa kami ada di sini tanpa Bennett?” dia bertanya sambil membuka sepatunya dan meletakkannya di keset depan.

“Aku sudah bertanya apa tidak apa-apa kalian datang ke sini, katanya tidak apa-apa, asalkan kita tidak merusak sofanya,” kataku, mencoba untuk tidak tersenyum lebar. 

Kakaku mencoba untuk berjalan ke lorong, ke arah kamar tidur Lee. Aku meraih tangannya, menarik dia ke arah tangga yang mengantarkan kami ke dapur. “Lewat sini, Brandon.”

“Tapi aku ingin melihat-lihat!”

“Mungkin nanti kalau Bennett ada di sini.”

Brandon mengerucutkan bibirnya, tapi tetap mengikuti kami menuruni tangga. Ariana berlari ke arah dinding kaca, mulutnya terbuka dengan kagum, berseru dan mengatakan betapa cantiknya ini. Aku tersenyum ketika menyadari aku mungkin memiliki reaksi yang sama dan Bennett menyaksikannya seperti sekarang ini. Ingatan itu sebenarnya sedikit memalukan untuk dipikirkan.

Sebastian duduk di depan meja dapur, membuka koper yang dia pegang dan mengeluarkan kertas serta sebuah tablet. “Aku punya gambar-gambar dari rumahnya di sini jika kalian ingin melihat.”

“Kau mau sesuatu untuk diminum?” tanyaku padanya saat aku mengeluarkan beberapa gelas kertas dari kabinet.

Sebastian mengangkat sebelah alisnya. “Dimana kau dapatkan itu?”

“Gelasnya? Aku membelinya di toko.”

“Huh.”

“Bennett juga punya reaksi yang sama,” aku menghela napas. “Apa yang salah dengan gelas kertas? Lebih baik dari gelas plastik.”

Sebastian menggelengkan kepalanya, sudut bibirnya terangkat. “Tidak ada. Aku mau segelas air.”

Setelah mengambilkan air, aku duduk di depan meja di samping Brandon dan Sebastian mendorong tabletnya ke arahku, membuka kameranya. “Ada dua rumah, satu di Poughkeepsie dan yang satunya lagi ada di Arlington. Kau bisa memilih yang terbaik dari keduanya. Gambar pertama adalah rumah di Poughkeepsie.”

“Aku mungkin akan tetap di Poughkeepsie karena itu lebih dekat dengan tempat kerjaku,” kataku padanya, menggeser-geser gambarnya.

Rumahnya indah. Bahkan tidak dapat dibandingkan dengan apartemenku. Semuanya terlihat baru; dari cat di dinding, sampai dengan lantai di dapurnya, ke lantai kayu di dua kamar tidur. Langit-langitnya tinggi dan rumahnya bergaya modern dengan meja konter yang ramping dan pancuran serta bak mandi yang indah. Aku merasa mulutku berubah kering, karena ini bukan karena Sebastian yang menawarkannya padaku, tidak mungkin aku mampu membayarnya. Tempat ini akan mudah laku dengan setidaknya tiga belas ribu dollar perbulan di luar utilitas. Dan meski pun ini adalah tawaran seorang teman kepadaku, aku masih takut kalau ini mungkin akan terlalu mahal.

“Jadi berapa ini?” tanyaku ketika Brandon mencuri iPad-nya dari tanganku dan mulai mengamati gambar-gambarnya lagi.

“Berapa yang dapat kau bayar?”

Mendadak telapak tanganku terasa berkeringat. Itu adalah pertanyaan yang bagus. Kontraknya sudah berakhir antara aku dan Bennett—jadi uang yang awalnya dia tawarkan kepadaku tidak akan ada lagi. Aku masih memiliki sepuluh ribu awal yang kusimpan dan jika aku bekerja dengan jam normal antara dua pekerjaan, aku pasti bisa membayar sedikit lebih banyak dari seribu. Tapi aku juga tidak ingin menawarkan sesuatu yang terlalu rendah. Aku menggigit bibir bawahku, tidak dapat menghadapi tatapan Sebastian.

“Jika kau mampu membayar $800 dan penghangat serta tagihan listrik, itu dapat kuterima,” dia menawarkan ketika aku tidak menjawab.

“Kamar mandinya agak kecil,” kakakku bicara terus terang sebelum aku bisa bicara.

“Dan seberapa kecil kamar mandi di penjara?” Sebastian membalas tanpa jeda.

Rahangku menganga. Apa Sebastian baru saja menjawab kembali? Bahkan Ariana berhenti sebentar dari kegiatannya memperhatikan rumah Bennett dan datang mendekat ke meja untuk melihat apa yang sedang terjadi. Kakakku menyipitkan matanya ke arah laki-laki itu. “Bagus.”

Sebastian tetap menjaga air mukanya tetap tenang, tapi kedutan di bibirnya mengatakan kepadaku kalau dia juga terkesan pada dirinya sendiri.

“Tidak masalah jika kamar mandinya kecil, ini rumah untuk tinggal,” kataku pada kakakku, tidak ingin kecanggungan ini berlangsung lebih lama.

Brandon menipiskan bibirnya, membalikkan kursinya kembali ke tempat awalnya. “Kita tidak harus menerima sesuatu. Aku sudah keluar da setelah aku mendapatkan pekerjaan kita akan punya lebih banyak uang.”

“Sebastian membeli sebuah rumah untuk membantu kita! Kita akan mengambil tawarannya!”

Sebastian tersenyum lembut ketika kakakku bersungut-sungut dan menolehkan kepalanya ke samping. Untuk beberapa alasan, dia tampaknya tidak menyukai Sebastian. Dia menolak untuk melihat matanya atau bicara langsung padanya. Mungkin karena dia pikir Sebastian sedang mengasihani kami? Atau mungkin ini karena Ariana memutuskan untuk duduk di sebelah Sebastian dan bukan di sebelahnya.

“Well kau bisa pindah kapan pun,” kata Sebastian, mengeluarkan satu set kunci dari sakunya dan menggerakkannya kepadaku.

“Huh? Kau sudah memberikan kunci? Bukankah seharusnya aku membayar DP, melunasi, dan keamanan?”

“Aku tahu dimana menemukanmu,” katanya dengan tersenyum. “Gunakan waktumu. Aku tidak sedang terburu-buru.”

Aku mencondongkan tubuhku dari kursi untuk memberikannya pelukan erat. “Aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih untuk ini.”

Dia terkekeh, menepuk-nepuk punggungku. “Orang baik pantas mendapatkan hal baik terjadi pada mereka.”

Aku menarik diri, tersenyum malu-malu. “Aw, kau membuatku malu sekarang.”

“Bolehkah aku mendapatkan rumah juga?” Ariana bertanya, menyikut rusuk Sebastian. “Maukah kau menjadi Oprah-ku?”

Sebastian menolehkan wajahnya ke arah Ariana. “Tergantung apa yang bisa kau tawarkan kepadaku.”

Ariana menjulurkan lidah melewati giginya dan aku menatap Sebastian. Apa ini? Sekarang dia membuat komentar sugestif? Atau aku saja yang membaca hal ini terlalu dalam? Aku melirik ke arah kakakku yang mengernyitkan hidungnya, seperti mencium sesuatu yang menjijikkan. Aku hampir bisa merasakan tanda tanya di mataku.

Ariana benar-benar sudah membuat dirinya terjebak di tengah-tengah sesuatu di sini. Dan jika tindakan Sebastian dapat dinilai, dia tidak akan membiarkan kakakku dengan mudah menghidupkan kembali apa yang dia dan Ariana pernah miliki.

“Aku bertaruh untuk Sebastian,” kataku.

Ariana memiringkan kepalanya dengan penasaran dan kakakku menepuk belakang kepalaku.

Sebelum argumen lain dapat dimulai, samar-samar aku mendengar suara bip dari pintu depan yang memperingatkan kalau ada seseorang yang mulai menekan kode untuk masuk. Sebastian dan aku bertukar pandang lalu aku merasa dingin di sekujur tubuhku. Bennett seharusnya belum berada di rumah.

Aku berdiri dari meja dan langsung berjalan menuju tangga, berharap dapat mencegat Mrs. Calloway sebelum dia menyadari keberadaan Ariana dan kakakku. Saat aku melakukan itu, Sebastian mengarahkan Ariana dan Brandon pindah ke ruang keluarga yang tidak terlihat dari tangga.

Jantungku berdegup hingga ke tenggorokanku ketika aku menaiki dua anak tangga sekaligus, entah bagaimana dapat sampai di atas sebelum dia berhasil membuka pintu. Aku memegangi pembatas tangganya, tendonku terlihat seperti gugup. Aku harus mencoba dan tetap tenang.

Mrs. Calloway melangkah masuk melewati pintu, ekspresi tidak senang terpancar dari wajahnya. Langsung saja tatapannya mengarah padaku dan untuk sepersekian detik, aku bersumpah melihatnya menyeringai. “Apa kau mengganti kode masuknya atau itu adalah usaha putraku untuk menjauhkanku dari rumahnya?”

“Halo, Mrs. Calloway,” aku menyapanya, mencoba untuk menjaga nada bicaraku tetap stabil, meskipun aku takut melihat sosoknya.

“Sekali lagi kau di sini tanpa ada putraku,” katanya.

“Bukankah kau melakukan hal yang sama?” Aku meringis di dalam hati—usaha yang bagus untuk menjaga ketenangan.

Matanya menajam. “Aku di sini bukan untuk melihatanya. Aku di sini untuk melihatmu.”

“Aku?”

“Kau sepertinya jauh lebih tahu dari putraku, kupikir akan lebih mudah untuk datang kepadamu dari pada mencoba untuk meyakinkan Bennett kesalahan macam apa yang sudah dia perbuat dengan menjalin hubungan denganmu.”

Oh Tuhan. Ini dia. Ini adalah momen paling klise dalam hidupku. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus menjawab. Hidupku dipenuhi dengan drama saat ini. Peringatan dari Bennett tidak datang terlalu cepat. Aku harus e=menguatkan diriku.

“Bisakah kita bicara?” tanyanya, berjalan ke depan dan menunjuk ke arah ruang keluarga di bawah. Aku dengan cepat merentangkan tanganku, menghalangi tangga. “Kita bisa bicara di sini.”

Senyum mencemooh melintasi wajahnya tapi dengan cepat dia menenangkan ekspresinya. “Aku akan mengabaikan kau yang bertingkah seperti ini adalah rumahmu untuk sejenak. Aku akan membuat ini cepat dan sederhana. Bennett tidak bisa menjalin hubungan denganmu. Kau akan menghalangi hidupnya.”

“Well… duh.”

Dia membuka mulutnya untuk melanjutkan kemudian terhenti, bibirnya menutup rapat Terlihat jelas dia tidak memprediksikan jawabanku.

“Aku tahu kau dengan mengerikannya mencari latar belakangku dan sekarang kau mungkin sudah tahu aku sangat miskin dan tidak punya pengetahuan bisnis, tapi coba tebak, aku juga tahu itu,” kataku padanya. “Jadi mencoba untuk menghilangkanku seperti ini tidak akan berhasil. Kau harus memikirkan sesuatu yang lebih baik.”

Lubang hidungnya mengembang. “Jika kau sudah tahu, maka tinggalkan dia. Bennett akan menjadi CEO. Dia butuh seseorang yang bisa mendukungnya, seseorang yang tahu luar dalam dunia bisnis. Seseorang yang menghasilkan sepuluh ribu dollar pertahun tidak akan mengerti.”

“Memanggilku miskin tidak akan menghinaku. Percayalah padaku, putramu membuatku terbiasa dengan itu,” kataku, menggelengkan kepala dan berdecak-decak.

“Dan aku bertaruh kau pasti terbiasa dengan dia yang menyelesaikan semua masalah untukmu,” dia menjawab dengan sinis. “Jangan pikir aku tidak tahu tentang kau yang tinggal di sini. Apa dia memberimu uang saku?”

Aku merinding. Dia sungguh tahu bagaimana membuat seseorang marah. “Aku tidak perlu Bennett untuk dapat menyelesaikan masalahku.”

“Kalau begitu buktikan padaku dan tinggalkan dia.”

“Pas.”

“Usiamu terlihat dari ketidakmatanganmu,” katanya tajam.

Meskipun aku terlihat tenang, tapi sebenarnya aku ingin pingsan. Aku bisa merasakan denyut nadiku di setiap inci tubuhku. “Kenapa kau melakukan ini? Kami juga tidak bertunangan. Masih ada kesempatan untuk kami putus.”

Bibirnya mengerucut dan dia mendengus. “Bennett yang malang. Dia jatuh cinta pada seorang gadis yang bahkan tidak memiliki setengah dari rasa kepedulian yang diberikan Bennett kepadanya. Tapi seperti apa yang kukatakan sebelumnya, Aku datang kepadamu karena Bennett terlalu buta dengan perasaannya untuk menyadari tidak akan ada gunanya menikahimu.”

Apa yang dia maksudkan? Bennett dan aku sama-sama peduli satu sama lain dengan jumlah yang sama. Apa dia sungguh-sungguh berpikir kalau Bennett ingin menikahiku? Tidak mungkin kami sudah berada di tingkat itu sekarang. 

“Dia butuh seseorang yang dibesarkan dengan baik. Dia butuh seseorang dengan latar belakang yang baik, seseorang yang akan membantunya membangun nama Calloway. Ada antrian wanita kelas atas yang ingin bertemu dengan Bennett. Apa yang kau tawarkan kepadanya yang tidak bisa diberikan wanita lain kepadanya?”

“Wajah cantik dan kepribadian menarikku,” kataku kaku. “Dan maaf, kau tidak mencari pernikahan, kau mencari merger.”

Tangannya terkepal membentuk tinju di kedua sisi tubuhnya. 

Aku menarik napas perlahan untuk tidak lepas kendali atas diriku.

“Jangan berpikir bicara denganmu adalah cara satu-satunya aku bisa menjauhkanmu dari Bennett,” kata Mrs. Calloway dengan lembut, belati terdengar di dalam nada rendah suaranya yang tidak terbantahkan.

“Jangan pikir kata-kata akan menakutiku,” Aku menjawab dengan berani. “Dan juga, jika kau mencoba untuk mengirimku ke negara lain, aku hanya akan menikmati perjalananku dan kembali lagi. Jika kau membuatku kehilangan pekerjaanku, hal ada sugar daddy Bennett. Jika kau menelponku setiap hari lewat ponsel untuk menggangguku, well, oke kalau begitu Drake.”

Oh, man. Aku mau muntah. Apa aku terlihat sesakit seperti yang kurasakan? Perkataanku tidak akan terintimidasi jika memang begitu. Aku bisa merasakan keringat di alisku. Tidak mungkin aku bisa mempertahankan sandiwara ini lebih lama lagi.

Tapi mungkin aku memang tidak perlu melakukannya. Mrs. Calloway menarik diri sepenuhnya, siap untuk pergi, tapi dia tidak mengatakan satu kata pun. Dia merengut padaku dan mungkin memakiku dengan segala hal yang bisa dia pikirkan, meskipun dia tidak melakukan apa pun.

“Kenapa kau tidak membiarkan Bennett menjalankan hidupnya sendiri? Kau sudah merusak hidup satu putramu, kau mau melakukan hal yang sama pada hidup putramu yang lain?”

Aku melihat kilatan marah padanya dan dia berjalan cepat ke arahku, tangannya terangkat. Aku mengangkat tangan untuk menutupi wajahku, menjauh dari serangan yang tidak kunjung datang. 

Sebaliknya, ketika aku membuka mata, aku melihat dia membeku, matanya terarah pada sesuatu yang berada di lantai bawah. Mengikuti tatapannya, aku melihat kakakku bergegas menaiki tangga ke arahku. Mrs. Calloway langsung mundur, matanya tidak lepas dari wajah kakakku. Brandon berdiri di depanku. “Siapa kau?”

Mrs. Calloway perlahan mundur, melihat ke arahku dan kakakku. Kemudian dia tiba-tiba berbalik dan berjalan keluar pintu keluar pintu, membantingnya keras-keras di belakangnya. Aku menatap ke arah pintu, mataku melebar. 

Apa yang tadi itu?

“Siapa itu? Kenapa dia bicara padamu seperti itu?” Brandon bertanya, suaranya penuh dengan marah. “Berani sekali dia—”

“Tidak apa-apa,” aku menghentikan perkataannya. Kenapa dia pergi seperti itu? Kenapa dia terlihat sangat terkejut pada Brandon? Ini tidak masuk akal. Kecuali dia pikir aku menyewa laki-laki panggilan saat Bennett tidak ada.

Aku merinding pada gagasan itu. Mungkin ide itu cukup untuk menakutinya hingga pergi. Aku juga akan pergi jika jadi dia.

Sebastian muncul di sebelahku dengan Ariana di belakangnya. “Kau lihat itu?” tanyaku pada mereka.

“Ya,” kata Sebastian, alisnya berkerut.

“Apa kau yakin tidak pernah melihat wanita itu?” tanyaku pada Brandon.

Dia menggelengkan kepalanya. “Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya.”

“Kenapa dia terlihat sangat takut padamu?” Aku berpikir dengan suara keras.

Brandon memamerkan ototnya. “Aku banyak berolahraga selama di penjara. Mungkin wanita tua itu takut dengan bisepku.”

Ariana mendengus dan aku memutar bola mataku padanya merasakan ketegangan di ruangan ini berakhir. Aku sangat tidak yakin kalau otot Brandon yang menyukainya. Tapi apa? Sebab apa pun itu, tampaknya sangat efektif dan aku bisa menggunakannya untuk melawannya. Aku hanya perlu mengetahui apa itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro