Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 26

Henley

Di kepalaku, aku membayangkan reuniku dengan Brandon akan sedikit berurai air mata dan sangat mengharukan. Tentu saja seharusnya aku tahu, berhubung ini Brandon, yang terjadi akan sebaliknya.

“Brandon!” Aku berseru ketika dia menyerbu Bennett dengan tangan terentang.

Aku berada terlalu jauh untuk menghentikannya, tapi Bennett dengan cepat menangkap tangan Brandon, memutarnya dan menahannya di punggung Brandon. Untuk sesaat aku terlalu terkejut dengan reaksinya untuk bergerak—Bennett sepertinya bukan tipe orang yang tahu bagaimana melindungi dirinya sendiri—tapi kemudian aku berjalan maju untuk memegang pundak Brandon dan menariknya menjauh dari Bennett sebelum dia dapat terluka.

“Jadi kau laki-lakinya huh,” Brandon berkata dengan suara rendah, memperhatikan Bennett dari atas ke bawah secara perlahan. 

Bennett tampak bingung. “Maaf?”

“Brandon, jangan mulai,” kataku was-was.

“Tidak mungkin! Tidak ada laki-laki yang boleh tinggal dengan adik perempuanku tanpa seizinku,” kata Brandon, membunyikan buku jarinya dengan mengintimidasi. 

Sebastian mendengus dari belakang, membuatnya menerima tatapan kesal dari kakakku. “Dan sejak kapan kau jadi dikelilingi laki-laki, Henley? Apa kau karakter utama sebuah novel?” tanya Brandon.

Aku memutar bola mataku. “Tidak seperti itu. Aku sudah mengatakannya kepadamu. Bennett menawarkanku tempat untuk tinggal ketika apartemenku diserang. Kau seharusnya bersyukur dia menampungku.”

“Dia mencurigakan.”

“Aku bisa lulus dari pemeriksaan latar belakang dan izin keamanan dengan mudah,” ucap Bennett dengan percaya diri.

Brandon menatap Bennett seolah dia adalah spesies alien. Aku sedikit meringis dan menepuk Bennett pada pundaknya. “Lihatkan? Dia sangat normal… atau agak.”

“Disamping itu, jika aku ingin melakukan sesuatu pada adik perempuanmu, aku pasti sudah melakukannya,” Bennett menambahkan dengan santai, memeriksa punggung tangannya.

 “Kenapa kau—”

“Woah there,” kata Ariana, mengayunkan tangannya di sekitar pundak kakak laki-lakiku untuk membuat Brandon tetap di tempatnya. “Tenanglah. Bennett hanya bercanda. Mungkin.”

Aku juga tidak yakin. Bennett bukan tipe yang akan membuat lelucon, tapi dari cara dia tersenyum dengan puas kepada dirinya sendiri, aku bertanya-tanya apa dia mulai melakukannya. Brandon merengut untuk sesaat sampai aku menoleh ke arahnya. “Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau bisa keluar dari penjara?”

“Pembebasan bersyarat,” jawabnya, melipat kedua tangannya di depan dada. Ariana beranjak dari Brandon untuk kembali ke tempatnya di sudut dengan Sebastian. Ada otot-otot jelas yang sebelumnya tidak ada. Mungkin berolahraga sudah membantunya menghabiskan waktu. “Pengacara baruku memintanya berdasarkan bukti yang dia berikan dan pejabat setempat menerimanya. Kurasa Richard sama sekali tidak mencoba untuk mengeluarkanku lebih awal.”

“Siapa pengacara baru itu? Bukti baru apa? Kenapa kau membuatku berada dalam kegelapan tentang segalanya?” Tanyaku. “Tidak bisakah kau menelepon untuk memberitahukan kalau kau dibebaskan?”

Bibirnya melengkung ke atas dan dia merentangkan tangannya. “Aku ingin memberikan kejutan untukmu, jadi. Kejutan!”

Aku menekankan bibirku bersamaan. “Setidaknya, aku bisa menjemputmu.”

“Aku dapat tumpangan dan lagi aku sudah besar. Aku bisa melakukan hal-hal sendiri, Bu. Apa kau lupa kau ini adik perempuanku?”

“Tunggu apa tadi kau bilang bukti baru?” tanya, kata akhirnya mulai tercerna oleh kepalaku. “Apa itu? Video dari McKellan’s?”

“Kau tidak akan percaya. Aku tidak tahu bagaimana Richard melewatkan ini— ini jadi membuatku curiga kepadanya.” Brandon membuka mulutnya untuk melanjutkan tapi kemudian menutupnya kembali, melirik ke arah Bennett dan Sebastian. “Tapi mari kita diskusikan ini nanti.”

“Kenapa?”

“Karena ini masalah pribadi, aku tidak mau mendiskusikannya di depan orang asing.”

Benar, Sebastian dan Bennett di sini. Mereka tidak perlu tahu tentang ini. “Baiklah, tapi sebaiknya kau memberitahukanku semuanya.”

“Pasti, pasti. Sheesh, berbahagialah karena kakak laki-lakimu akhirnya bebas,” dia membalas, menarikku ke dalam pelukannya yang erat. “Aku akan melindungimu dari gelandangan.”

Aku mendorong dadanya dan memberikan ekspresi tidak suka. “Kau? Ya benar.”

“Apa? Aku sudah berolahraga! Lihat otot-otot ini.” Dia mengangkat tangannya, memamerkan bisepnya yang besar. “Kau suka itu, Ariana?”

Ariana terkikik dan aku memutar bola mataku. Benar. Aku lupa harus berhadapan dengan Brandon yang merayu Ariana setiap lima detik. Tatapanku terarah pada Sebastian, yang tersenyum ketat.

“Apa kalian berdua sudah diperkenalkan?” tanyaku, penasaran apakah Ariana yang malang kini terjebak di tengah-tengah cinta segitiga.

“Sekilas,” ucap Brandon.

“Ini Sebastian. Dia memiliki banyak properti jadi dia akan memberi kita penawaran untuk tinggal di sekitar sini,” aku memberitahukan kepada kakak, ingin meletakkan Sebastian di sisi baik Brandon. Jika mereka berteman, kecil kemungkinan cinta segitiga itu akan terjadi.

Brandon memiringkan kepalanya ke samping. “Sungguh? Kenapa?”

“Aku hanya ingin membantu teman,” kata Sebastian dengan sopan.

“Atau ada maksud lain dari itu?”

Aku mengerang. “Oh Tuhan, Brandon. Diamlah. Dia hanya teman.”

“Sebastian sangat baik,” Ariana menyela dengan gembira. “Dia terlihat sedikit mengintimidasi, tapi menurutku itu hanya karena dia berpakaian bagus sepanjang waktu. Jadi kau tidak perlu khawatir tentang dia dan bisa percaya padanya.” Ariana tersenyum ke arah Sebastian, yang pipinya kini sedikit memerah.

Brandon mengernyitkan kening ke arah Sebastian untuk sesaat, lalu dia memandang dirinya sendiri, pada kaus hitam tipis yang dia gunakan. “Hmm.”

Aku terkesiap. “Oh tidak! Aku tidak punya pakaianmu lagi, semuanya dicuri oleh gelandangan!” Bagaimana aku bisa tidak memikirkan hal itu? Aku seharusnya lebih bersiap-siap dan membeli pakaian untuk menggantikannya.

 “Tidak apa-apa, pakaian itu mungkin sudah tidak muat lagi denganku, jadi setidaknya mereka didonasikan dengan cara yang aneh. Aku menyimpan sedikit uang dari bekerja di penjara,” kata Brandon, menyudahi kekhawatiranku. “Jangan khawatir soal itu. Kau sudah punya banyak hal untuk dikhawatirkan karena aku yang menghilang.”

“Kau kakakku,” kataku, mengernyit. “Aku harus mengkhawatirkanmu. Kita bisa pergi berbelanja saat aku selesai bekerja besok. Aku punya uang yang bisa kau gunakan.”

Brandon menggelengkan kepalanya. “Uh-uh, Aku tidak akan mengambil uangmu. Lagi pula, Ariana bilang dia akan membawaku berkeliling besok pagi untuk memasukkan lamaran pekerjaan. Jadwalku penuh.”

“Aku bisa membantumu mendapatkan pekerjaan, jika kau suka,” Bennett berbicara.

“Tidak terima kasih,” ucap Brandon langsung. “Jika aku mendapatkan uang darimu, haruskah aku mengencanimu juga?”

Mulutku menganga. “Brandon!”

“Lagi pula, aku bisa menemukan pekerjaan sendirian, aku tidak butuh pemberian,” katanya, mengangkat dagu tinggi-tinggi.

“Kau baru saja keluar dari penjara, rasaku kau tidak bisa pilih-pilih!”

“Lebih banyak alasan bagiku untuk melakukan ini sendirian.”

“Kau tidak perlu bersikap brengsek tentang hal ini.”

Brandon dan aku melotot satu sama lain sampai Bennett membuat kami menjauh dan menghadap ke arahnya. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengedikkan bahu. “Itu hanya tawaran. Penawaran itu akan tetap ada jika kau tidak dapat menemukan apa pun.”

“Tentu saja,” kata Brandon. “Terima kasih,” dia menggertakkan gigi setelah aku menendang tulang keringnya untuk memberikan tanda. Dia mencoba menendangku kembali saat aku memindahkan kakiku yang dia tuju dan berhasil menendangnya kembali dengan mengayunkan kakiku keluar. 

“Kalian berdua benar-benar saudara kandung,” Sebastian bergumam, senyum miring terlihat di wajahnya. 

“Sayangnya,” aku menghela napas.

Brandon mengalungkan tangannya ke sekeliling leher dan memberikanku jitakan. “Aww, dia menyayangi kakaknya.”

Saat ini biasanya aku bisa membebaskan diri darinya, tapi itu sebelum dia masuk ke penjara dan menjadi Biseposaurus. “Kurasa aku lebih menyukaimu saat kau berada di dalam penjara.”

Ariana tertawa keras dan Brandon akhirnya melepaskanku, mencoba untuk meraih Ariana ke dalam cengkramannya yang erat. Sambil menjerit kecil, Ariana merunduk ke konter untuk mendapatkan keselamatan di sisi lain. “Kau tidak bisa masuk ke belakang sini! Hanya pegawai!”

“Aku selalu bisa bertemu denganmu di kamar belakang,” kata Brandon dengan kedipan.

Aku berpura-pura untuk muntah.

Sebastian berjalan ke arahku ketika Ariana mulai melempari biji kopi ke arah kakakku. Aku meringis ke arahnya, merasa kalau aku perlu meminta maaf. “Maaf tentang dia.”

“Kalian berdua tampaknya akrab.”

“Sungguh? Terlihat seperti itu bagimu?”

“Well, kau terlihat bersenang-senang.”

Menyelipkan rambutku ke balik telinga, aku tersenyum kecil. “Ya. Senang melihatnya kembali. Bahkan jika dia menyebalkan. Ngomong-ngomong sudah berapa lama kau di sini? Apa kau ke sini untuk sesuatu?”

“Tidak bisakah aku datang ke kedai kopi untuk kopi?”

Pipiku memerah. Entah bagaimana Sebastian selalu dapat membuatku merasa malu. “Haha, ya. Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu. Kau lebih dari diterima di sini. Bahkan ketika rasanya memalukan dilihat olehmu menggunakan seragam.”

Matanya mengkerut ketika dia tersenyum. “Aku sedang berada di area sini jadi aku singgah untuk melihatmu dan Ariana. Dan kupikir seragamnya manis. Kalian berdua terlihat manis.”

“Kau tahu Henley sedang keluar denganku, jadi kau tidak datang ke sini untuk melihatnya,” Bennett menyela, muncul di sampingku. Sedikit terlalu dekat. Pundaknya menyentuh pundakku. “Dan lagi, kau tidak diizinkan untuk melihat Henley dengan seragamnya lagi.”

Sebastian menutupi mulutnya, tapi tidak dapat menyembunyikan tawa yang dikeluarkannya. Aku memberinya tatapan dari sudut mataku, tidak dapat percaya. Sebagai jawaban, dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada, seolah dia sungguh-sungguh berusaha menirukan orang yang dia hadapi. “Dia datang untuk melihat Ariana,” Bennett bergumam.

Mengangkat tangannya, Sebastian berpura-pura menyerah. “Kau menangkap basah aku. Tapi kau tidak bisa menghentikanku mengunjungi Henley di tempat kerjanya tidak peduli seberapa cemburunya dirimu.”

“Aku tidak cemburu,” Bennett bergumam. Kemudian dia terlihat seperti menyadari seberapa dekatnya dia dengan aku lalu dia mengambil langkah menjauh.

Itu sedikit manis. Sedikit. Dan dengan cara yang klise, aku suka berpikir kalau Bennett merasakan cemburu kepada Sebastian seperti itu. Sayang sekali dia tidak sadar kalau ketertarikan Sebastian berada di tempat lain. 

“Jadi kau pikir Ariana manis dengan seragamnya,” aku mulai berkata, hanya untuk diinterupsi dengan suara tabrakan keras ketika Brandon membuat salah satu toples biji kopi melayang dari meja dan tergelincir ke lantai.

Ariana menutupi telinganya dan meringis, lalu membuka satu matanya dengan perlahan untuk melihat kerusakannya. Bersiul untuk dirinya sendiri, kakakku berpura-pura tidak bersalah ketika aku melototinya. Mereka berdua selalu membuat masalah tiap kali mereka berada di dekat satu sama lain.

“Kurasa kita harus melanjutkan ini di tempat lain,” kataku.

“Kenapa kau memberikanku tatapan itu? Dia yang melakukannya!”

“Bukan,” jawab Ariana dengan cepat.

“Kita harus pergi,” aku mengulangi. Kemudian ragu. Kemana kami akan pergi? Aku tidak punya tempat tinggal. Aku hanya punya tempat tinggal Bennett. Bisakah kita pergi ke sana? Dia tidak suka ada orang lain di dalam rumahnya. Dan kakak laki-lakiku adalah kekuatan alam yang tidak semua orang dapat hadapi.

Krak, krak, krak. Brandon menginjak biji kopi, bahkan tidak mencoba untuk menghindari mereka, melangkah ke depanku. “Kemana kau pikir aku akan pergi?”

Aku melirik ke arah Bennett, tidak yakin pada apa yang harus dikatakan. Bolehkah aku mengundang Brandon datang? Apa itu terlalu mendesak? Apakah Bennett akan merasa nyaman?

“Oh, Brandon, kau bisa tinggal denganku,” Ariana menawarkan, mengumpulkan sapu dan pengki  untuk membersihkan kekacauan. “Jika kau mau. Aku tahu Bennett menyukai ruang pribadi di rumahnya.”

“K-kau bisa tinggal denganku,” Sebastian berkata dengan keras dan kami semua menoleh ke arahnya untuk memberikan tatapan aneh.

Mungkin karena dia tidak pernah tergagap sebelumnya. Sama sekali. Atau mungkin karena dia bahkan tidak mengenal Brandon, jadi kenapa dia menawarkan? Mukanya memerah dan mulutnya terbuka, seolah dia terkejut dengan apa yang dia katakan. Aku merasa ingin mencubit pipinya—dia sangat manis! Dan dia jelas sekali tidak ingin Brandon tinggal di tempat Ariana.

“Uh, aku lebih baik tinggal dengan Ariana, tapi terima kasih…?” Brandon memberikanku tatapan bingung dan aku mengedikkan bahu, mencoba untuk menyembunyikan senyumku.

“Dia bisa tinggal di rumahku. Jika kau menginginkannya,” kata Bennett dengan pelan.

Kepalaku tersentak ke arahnya. Apa dia serius? Bennett—yang tidak pernah membiarkan orang lain selain ibunya dan Sebastian ke rumahnya—akan membiarkan orang asing datang? Untukku? Aku tidak yakin apakah harus menangis atau menciumnya. Ini sangat berarti untukku, tapi aku tidak yakin jika aku suka memberikan tekanan semacam itu kepadanya. Dia tidak perlu merasa harus meninggalkan zona nyamannya untuk menyenangkanku. “Ah, tidak. Dia baik-baik saja dengan Ariana! Aku juga tidak keberatan. Aku akan bisa melihatnya kapanpun. Tapi terima kasih.”

Dia terlihat tenang. “Beritahu aku jika kau berubah pikiran.”

“Kau tidak perlu melakukan itu untuk kami, kami akan mencari tempat tinggal kami sendiri secepatnya,” kataku padanya. 

Yang merupakan hal salah untuk dikatakan. Wajahnya langsung murung seperti anak anjing yang sedih. “Oh.”

 “Jangan khawatirkan soal itu sekarang,” kataku. “Aku akan di sini dengan kakakku sampai jam kerja Ariana berakhir untuk mencoba dan menahannya agar tidak menghancurkan tempat ini. Kau bisa pulang, jika kau mau.”

Bennett memeriksa jamnya dan duduk di salah satu meja. “Kencan kita masih berlangsung. Rasanya tidak sopan jika aku meninggalkanmu.”

“Kau mungkin akan bosan.”

“Aku punya pekerjaan yang bisa kulakukan,” dia menjawab, mengeluarkan ponselnya. “Berkumpulah dengan kakakmu, ini pasti sudah lama.”

Aku tersenyum kepadanya. “Itu tidak benar-benar kencan.”

“Aku senang melihatmu senang dan bukankah kebahagian adalah inti dari kencan?”

“Rasanya aneh ketika kau mengatakan hal-hal cheesy seperti itu.”

“Provolone.”

Aku menunjuk jariku kepadanya. “Dan kau juga membuat lelucon!”

“Dia menjadi sangat ahli, bukankah begitu?” Sebastian berkomentar, meletakkan tangannya ke pundak Bennett. “Ini juga aneh untukku.”

Bennett mengangkat bahunya untuk melepaskan pegangan Sebastian dari bahunya, mengarahkan matanya ke ke layar ponselnya. “Aku selalu lucu.”

Sebastian dan aku bertukar tatapan sarkastik dan aku tersenyum. Bennett benar-benar pemikat hati.

“Oh, Henley, bolehkah aku menanyakanmu sesuatu?” Sebastian bertanya. “Secara pribadi.”

Dagu Bennett terangkat dan dia memberikan kami tatapan curiga, tapi aku tetap mengikuti Sebastian sampai kami jauh dari jarak dengar semua orang. “Ada apa?” Apakah dia akan menyatakan perasaannya untuk Ariana ke aku? Mungkin dia berharap aku bisa bermain makcomblang! Aku akan dengan senang hati menjodohkan Ariana dengannya—dia jauh lebih baik dari pada kakakku.

Sebelum aku terjun terlalu jauh ke dalam fantasiku, dia menjernihkan tenggorokannya. “Siapa nama lengkap pengacara lamamu? Richard apa?”

Itu bukan sesuatu yang aku harapkan, “Richard Tapillo. Kenapa, kau mengenalnya?”

Alis Sebastian terangkat, seolah dia sedang larut dalam pikirannya. “Ya, aku mengenalnya… bagaimana kau bisa mempekerjakannya?”

“Apa maksudmu? Dia punya harga yang murah untuk pengacara. Tapi kemudian, dia juga sangat buruk. Jadi kurasa, kau mendapatkan apa yang kau bayar.”

“Dia salah satu pengacara terbaik yang aku tahu.”

Aku mengangkat sebelah alisku. “Sungguh? Tidak terlihat seperti itu.”

“Kenapa dia mengambil kasus kakakmu?” dia bergumam.

Sekarang kedengarannya Sebastian seperti bicara kepada dirinya sendiri daripada denganku. Perasaan dingin aneh menjalar padaku dan aku merasa gugup. Kenapa dia bertanya soal Richard? Apakah Sebastian mengetahui sesuatu?

“Mungkin kasus lain yang dia tangani membuat dia kehilangan fokus pada kasus kakakku,” dia bicara sebelum aku dapat mengatakan apa pun. “Rasanya aneh jika dia tidak memenangkan kasusnya.”

Perasaan canggung menghilang dan aku mengerucutkan bibirku. “Itu tetap bukan alasan. Maaf jika dia temanmu, tapi kupikir dia cukup mencurigakan.”

“Banyak pengacara memang demikian,” kata Sebastian, sebuah senyum simpati ada di wajahnya. Senyum itu dengan cepat menghilang ketika dia berpaling dariku. “Dan banyak orang juga begitu.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro