Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 17

Henley

Selama seminggu berikutnya, aku merasa Bennett menghindariku. Dia terjaga di pagi hari sebelum aku bangun, bergegas untuk pergi bekerja sebelum aku dapat menyapanya dan dia akan pulang lebih larut dariku, langsung menuju ke kamarnya sebelum aku bahkan bisa memanggil namanya. Bahkan ketika kami akhirnya pergi mengunjungi kembali apartemen lamaku untuk membersihkannya, dia hanya berdiri di samping pintu dan mengawasi diam-diam saat Sebastian, Ariana, dan aku mengemas barang-barangku ke dalam beberapa kotak dan kantong sampah.

Aku bergidik memikirkan apartemenku. Rasanya tidak nyaman lagi. Rasanya tidak seperti rumah lagi, dan kenyataan itu membuatku semakin memiliki banyak alasan untuk berterima kasih kepada Bennett terutama karena dia telah mengizinkanku untuk tinggal di sini.

Oleh karena itu juga, aku semakin memiliki alasan yang kuat untuk segera menemukan sebuah apartemen baru dan keluar dari sini, kehadiranku mungkin membuatnya merasa tidak nyaman.

Kesal, aku membanting sebuah cangkir kopi ke wastafel sedikit lebih keras dari yang kumaksudkan. Ariana melompat di sampingku, terkesiap kaget. "Maaf," aku meminta maaf malu-malu.

"Apa situasinya masih canggung di antara kau dan Bennett?" dia menebak.

"Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak bisa berbicara dengannya. Aku pikir semuanya baik-baik saja, tetapi sekarang aku tidak tahu."

"Mungkin dia benar-benar sibuk dengan pekerjaan," dia membalas.

Itu sangat mungkin, tetapi jika Bennett memiliki begitu banyak waktu luang sebelum pekan ini, dari mana semua pekerjaan ini berasal? Aku lebih merasa sepertinya dia lebih ingin terus berada di luar rumah.

Dia tiba-tiba tersentak. "Oh ya! Apakah kau pernah ke McKellan's?"

Aku berbalik ke arahnya. "Tidak, aku lupa. Apa yang kau katakan sebelumnya tentang ucapan Wilson?"

"Dia bilang dia memiliki sesuatu yang harus ditunjukkan kepadamu. Aku rasa itu mungkin soal kamera CCTV."

Tiba-tiba dadaku terasa sesak. "Kenapa? Kita telah melihat rekaman kejadian kakakku saat meninggalkan tempat itu. Apakah dia menemukan sesuatu yang baru? Apakah itu penting?"

Ariana menggelengkan kepalanya, tangan menyilang di dada. "Aku tidak yakin. Dia tidak mau memberitahuku tentang itu. Aku rasa kau harus langsung menemuinya."

"Aku akan pergi hari ini setelah bekerja." Aku tidak percaya aku lupa mengunjungi McKellan's. Sudah lebih dari seminggu. Apakah dia masih menungguku? Apakah dia masih memiliki videonya?

Setelah itu, pekerjaan berlalu sangat lambat. Jemariku terus berkedut dan aku merasakan beban berat di dadaku. Aku hampir tidak bisa mendengar jam yang berdetak di setiap detiknya. Begitu kami menutup toko, aku melepaskan celemekku dan bergerak cepat seakan diburu waktu, mendesak Ariana segera keluar dari pintu agar kami bisa menguncinya.

"Biarkan aku ikut denganmu," katanya.

"Oke," aku setuju. Mungkin aku akan merasa lebih nyaman jika pergi bersamanya. "Aku akan menyetir ke sana. Kita harus cepat jadi aku mungkin akan mengebut, aku harap aku masih memiliki kesempatan."

Ariana dan aku sama-sama memandangi mobil sewaan yang diberikan Bennett kepadaku. Charger Dodge; ramping, hitam, dan berkelas. Dengan mobil ini aku bisa berkeliling dan memarkirnya di rumah Bennett. Aku menyukai mobilku, tetapi yang terbaik adalah meninggalkannya di parkiran tempatku bekerja untuk saat ini.

Pub dan bar McKellan's terletak di pusat kota. Karena itu hari Jumat malam, tempat itu penuh sesak saat kami tiba. Teriakan riuh dari sekelompok pria yang bermain biliar menyambut kami ketika kami memasuki tempat itu. Televisi-televisi besar di sana memutar acara olahraga, berita, dan bahkan Parks and Rec. Aku meringis. Ini bukan tempat yang sesuai untukku, Brandon yang lebih senang berada di sini. Ariana di sisi lain, aku tidak terlalu yakin, tetapi dia cukup sering datang ke sini.

Wilson ada di belakang bar, berbicara kepada seorang pramutama bar. Aku menghampirinya dan tersenyum, sedikit melambaikan tangan. "Hai Wilson. Sudah cukup lama kita tidak berjumpa."

"Selamat datang kembali, Ariana. Dan Henley. Aku mulai berpikir kau tidak akan pernah datang lagu," katanya, sedikit meninggikan volume suaranya untuk berbicara kepadaku di sela kebisingan.

"Maaf. Ini minggu-minggu yang sibuk. Atau mungkin lebih tepatnya bulan."

Dia mengangguk simpatik. "Apakah kau sudah mendengar kabar dari kakakmu?"

"Tidak akhir-akhir ini, kenapa?"

"Aku pikir dia sedang melakukan sesuatu. Ayo pindah ke kantorku supaya kita bisa bicara dengan lebih baik."

Ariana dan aku bertukar pandangan terkejut dan kami mengikuti Wilson ke ruangan yang jauh lebih tenang di kantornya. Dia duduk di mejanya sementara Ariana dan aku duduk di kursi kulit seberangnya. Aku duduk dengan tegak, berusaha menahan napas.

"Video apa yang ingin kau tunjukkan padaku?" aku bertanya.

"Ini video yang sama seperti sebelumnya. Di mana kita melihat kakakmu pergi dan memasuki parkiran."

"Ada apa dengan itu?"

"Yah, pengacara baru kakakmu meminta salinan rekaman untuk melihatnya dan dia menunjukkan sesuatu yang belum pernah kita perhatikan sebelumnya. Aku tidak tahu kenapa kita selalu mengabaikan bagian itu."

Kakakku telah menyewa pengacara baru? Aku ingat dia bilang dia ingin melakukan itu, tetapi aku tidak tahu dia benar-benar melakukannya. Aku mencondongkan tubuhku ke depan, merasakan jantungku berdetak kencang di dadaku. "Apa? Apakah itu sesuatu yang bisa membuktikan ketidakbersalahannya?"

Bibir Wilson sedikit melengkung ke bawah. "Aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti. Aku belum diberi tahu apa-apa. Aku hanya berpikir aku akan menunjukkan rekaman itu dan melihat apakah kau bisa mengenali sesuatu. Sebentar, aku akan memutarnya."

Aku meremas lututku dengan tangan, mataku terpaku pada layar komputer di hadapanku. Begitu video yang sudah amat familiar itu diputar, Ariana berlari mendekat ke arah monitor. Aku mengikuti, mataku menelusurinya. Aku segera melihat kakakku. Tidak seperti aku, rambutnya cokelat gelap dan lebat. Dia mengenakan kemeja hitam di malam itu dan celana jeans gelap. Kau bisa melihatnya dengan sangat jelas di kamera.

"Kita selalu sangat terfokus pada kakakmu saat menonton video ini, kita tidak melihat sekelilingnya. Lihatlah sudut di sini." Dia mengetuk bagian bawah, sisi kiri monitor. "Apakah dia terlihat akrab?"

Aku memindahkan wajahku lebih dekat ke layar, menatap orang asing yang dia tunjuk. Punggungnya menghadap ke kamera, tapi dia sangat mirip... "Ya Tuhan."

"Ya Tuhan," ulang Ariana, tampaknya dia mulai menyadari hal yang sama denganku.

"Aku terus berpikir. Bagaimana kita bisa melewatkan ini?" kata Wilson. "Bagaimana mungkin tidak ada yang memperhatikannya?"

Aku menatap layar, mulutku terbuka. Orang yang membelakangi kamera itu... dia tampak seperti kakakku dari belakang. Dia mengenakan pakaian yang hampir sama—kemeja hitam, celana jeans gelap. Rambutnya lebat dan gelap. Bahkan tubuh mereka sama. Orang itu hampir seperti replikanya. Satu-satunya perbedaan yang dapat aku temukan adalah bahwa pria itu mengenakan dua jam tangan emas di pergelangan tangannya.

Tangan Ariana mencengkeram tanganku dan aku menoleh padanya, melihat matanya mulai berair. "Bagaimana kalau orang ini yang benar-benar mencuri mobil itu dan menabrakkannya? Bagaimana kalau itu bukan kakakmu?"

Mataku berkeliaran kembali ke layar monitor. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari bagian belakang kepala orang asing itu. Hampir terasa akrab. Apakah itu karena dia memiliki penampilan yang sama dengan kakakku? Atau itu sesuatu yang lain? Apakah itu seseorang yang kukenali.

Kemudian aku menarik napas dalam-dalam, baru tersadar akan fakta bahwa aku telah menahan napas cukup lama. Ariana menggigit kukunya, kebiasaannya yang telah kucoba untuk hentikan. Tetapi aku tidak bisa memarahinya sekarang.

"Bagaimana mungkin tidak ada yang memperhatikannya?" aku berhasil menguatkan diri. "Bagaimana mungkin tidak ada yang melihat orang itu berpenampilan seperti kakakku? Dan orang macam apa yang memakai dua jam tangan pada satu pergelangan tangan?" amarahku datang dengan cepat. Dadaku naik dan aku mengepalkan tanganku dengan kencang, kuku-kukuku menusuk kulitku.

Wilson menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Begitu banyak yang orang telah melihat rekaman ini. Mungkin kita menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak begitu jelas, semua orang mengabaikan?"

Aku merasa muak. Aku sudah melihat rekaman ini lebih dari dua puluh kali. Bagaimana mungkin aku tidak memperhatikan detail ini sebelumnya? Bagaimana mungkin pengacara kakakku tidak memperhatikannya? Ini tidak masuk akal.

"Henley, tenang. Sekarang kita memiliki sesuatu untuk dipecahkan. Pengacara baru kakakmu sepertinya tahu apa yang dia lakukan,"Ariana berbicara dengan lembut.

Dia benar. Ini lebih dari apa yang pernah kami miliki sebelumnya. Menghembuskan napas dengan gemetaran, aku duduk kembali di kursiku. Ini adalah sesuatu yang baru. Mungkin kakakku tidak bersalah. Mungkin kakakku tidak bersalah. "Aku tidak percaya dia tidak segera memberitahuku hal ini."

"Aku pikir itu karena mereka hanya ingin situasinya tetap tenang," kata Wilson. "Dia memberitahuku untuk tidak mengatakannya kepada siapa pun selain dirimu. Aku merasa ada sesuatu yang mencurigakan yang terjadi di sini."

Bagian belakang kepala orang asing itu menonjol di video. Aku tidak bisa menghilangkan perasaan aneh yang aku rasakan. Aku merasa seperti mengenal orang itu. Aku tidak tahu bagaimana, tetapi di suatu tempat di dalam diriku aku tahu dia tampak akrab.

Tiba-tiba pintu bar terbuka dan seorang karyawan dengan wajah pucat memasukkan kepalanya.

Wilson mengerang. "Lagi?"

"Lagi?" aku bertanya padanya. Sekarang bahkan lebih dari sebelumnya, aku tidak bisa membayangkan Ariana yang kecil berada di tempat seperti ini. Terkecuali kakakku.

"Maaf teman-teman, aku harus pergi. Jika suatu informasi baru berkembang, aku akan memberitahumu," katanya, lalu berdiri dari kursinya.

Ariana dan aku menirukan tindakannya, mengucapkan selamat tinggal. Ketika kami kembali ke mobilku, ponselku mulai berdering. Nama Bennett muncul di layar. "Halo?"

"Apakah kau sudah di rumah?"

"Aku belum di rumahmu, jadi tidak. Kenapa?"

"Tolong kembali sekarang. Henry akan ada di sana sebentar lagi dan salah satu dari kita harus ada di sana."

"Dan kau tidak bisa?"

"Aku lebih sibuk darimu."

Aku mengerutkan keningku. "Oh, apakah begitu?"

"Tolong temui saja dia di sana. Aku harus pergi."

"Tunggu sebentar! Siapa Henry? Bennet? Bennett!" aku menarik ponselku menjauh dari telingaku, mendapati dia telah memutuskan sambungannya. Aku mengeratkan gigiku. Dia jarang berbicara kepadaku sepanjang minggu ini, dan ini yang aku dapatkan?

Ariana menyeringai sedikit. "Ini seperti kisah cinta sejati."

"Aku rasa kau seharusnya tidak akan memiliki keinginan untuk menghajar seseorang yang kau cintai."

"Huh. Itu sangat benar."

"Ngomong-ngomong, kurasa aku harus kembali ke rumah dan bertemu pria Henry ini, atau apa pun itu. Ayo kembali ke toko."

Perjalanan kembali ke Coffee House berlangsung tenang. Kami berdua dikuasai pikiran kami. Aku tahu karena aku begitu. Kakakku menghabiskan waktunya di penjara ketika dia seharusnya sedang minum-minum di McKellan's bersama teman-temannya. Jika ternyata dia tidak bersalah selama ini... tanganku seketika mengerat pada kemudi.

Setelah mengantar Ariana, aku langsung kembali ke rumah Bennett. Ada mobil asing yang terparkir di garasi. Aku parkir di sebelahnya dan dengan hati-hati berjalan ke arah pintu depan, waspada akan keberadaan seseorang yang sedang menungguku.

Seorang pria muda yang mengenakan jas hitam yang terlihat agak terlalu besar untuk ukurannya berdiri di tangga depan. Dia membawa kotak peralatan di satu tangannya dan kotak kardus berukuran sedang di tangan lainnya. Kepalanya tertunduk dan punggungnya menghadapku. Aku rasa dia tidak mendengar langkah kakiku mendekatinya sehingga aku berdehem.

Dia melompat, mengeluarkan suara ketakutan. Berbalik, dia mengangkat kotak peralatannya dalam mode defensif. Rambut hitam keriting membingkai wajahnya dan dia menyipit ke arahku, matanya berderak di balik kacamata hitam tebalnya.

"Kau pasti Henley," katanya, kini postur tubuhnya terlihat santai. "Maaf, kau mengejutkanku."

Aku tersenyum. "Maaf. Aku Henley. Kau pasti Henry."

"Iya. Senang bertemu denganmu. Aku sekretaris Mr. Calloway. Merangkap asisten."

Aku langsung merasa kasihan pada pria malang ini. "Aku turut berduka."

Responsku membuatnya lengah dan dia membeku. Lalu dia tertawa malu-malu. "Ini bukan pekerjaan yang buruk. Hanya kadang-kadang."

Aku menyeringai padanya. "Terkadang begitu sulit berada di dekatnya, aku bahkan tidak bisa membayangkan bekerja untuknya. Kenapa kau di sini?"

Dia mengangkat kotak peralatan di tangannya. "Dia ingin aku memasang kunci baru saat ibunya pergi."

"Kunci baru?"

"Aku percaya itu dilakukannya agar ibunya tidak dapat masuk ke rumahnya lagi tanpa seizinnya. Ini tidak pernah menjadi masalah sebelumnya, tetapi aku pikir Mr. Calloway memikirkanmu. Bertemu dengan Mrs. Calloway bukanlah sesuatu yang ingin dilakukan kebanyakan orang."

Aku pastikan diriku setuju dengan kalimat itu. "Jadi dia menyuruhmu mengganti kuncinya? Dia tidak bisa melakukannya?"

"Yah, karena dia secara pribadi memintaku untuk melakukannya, aku tidak keberatan."

Bennett melakukan semua ini hanya agar ibunya tidak dapat menemuiku lagi secara mendadak? Atau lebih tepatnya, Bennett menyuruh Henry melakukan semua ini, tetapi intinya tetap sama saja.

"Apakah kau butuh bantuan?" tanyaku, merasa agak bersalah karena dia harus melakukan ini.

Matanya melebar. "Tidak! Aku akan baik-baik saja sendirian. Aku pikir Bennett—ups, maaf—Mr. Calloway hanya ingin kau ada di sini agar aku dapat memberitahumu kode sandinya."

Dia akan memasang kunci elektrik? Apakah dia seorang ahli di berbagai bidang atau semacam itu? "Aku akan membantumu. Aku tidak tahu banyak, tetapi katakan saja apa yang harus kulakukan. Aku akan kebosanan kalau hanya berdiam diri."

"Kalau kau bersikeras, aku akan menerima bantuanmu. Aku hanya menonton video Youtube tentang cara melakukannya. Mungkin sepasang tangan tambahan akan membuat semuanya semakin mudah."

"Video Youtube?" tiba-tiba aku merasa lebih gugup tentang hal ini. Tetapi sudah terlalu terlambat untuk menarik kembali kata-kataku.

Karena gelap, satu-satunya cahaya yang kami miliki adalah lampu sorot di belakang dan lampu utama di depan. Untungnya hanya ada dua pintu di rumah Bennett dan video di Youtube secara mengejutkan banyak membantu, walau setiap kali memutarnya jargon kelistrikan selalu terdengar.

"Sudah berapa lama kau bekerja untuk Bennett?" aku bertanya pada Henry.

"Pada Bennett sendiri, hanya beberapa tahun. Tapi aku sudah bersama perusahaannya selama sekitar tujuh tahun. Aku dulunya adalah sekretaris Mrs. Calloway."

Aku bersiul rendah. "Itu pasti mengerikan."

Dia ragu-ragu, seolah tidak ingin berbicara buruk tentang wanita itu. "Sekarang segalanya sudah menjadi jauh lebih baik," akunya.

"Apakah kau menyukainya?"

"Aku lebih suka Bennett daripada ibunya."

"Kenapa kau dipindahkan?"

"Bennett memintaku bekerja untuknya setelah dia dipaksa menjadi CEO penerusnya."

Aku sedikit mengernyit. "Dia dipaksa?"

"Iya. Dia tidak memiliki pilihan setelah Lee—" dia tiba-tiba menutup mulutnya, matanya melebar.

Telingaku meninggi. "Lee? Ada apa dengan Lee?"

"Tolong jangan bilang aku berbicara tentang dia."

"Aku tidak akan melakukannya," aku berjanji. Apakah saudara laki-laki Bennett seharusnya mengambil alih perusahaan? Bennett tidak mau?

"Henley."

"Ya?"

"Aku harap kau bisa membantunya."

"Siapa?"

"Bennett." Henry meletakkan bor yang dia gunakan, wajahnya berubah muram. "Aku pikir dia tidak bisa melupakan Lee. Dia tidak menunjukkannya, tapi aku tahu dia berjuang. Aku tahu dia tidak ingin hidupnya menjadi seperti ini. Tolong bantu dia terus maju ke depan. Kalau dia membiarkanmu tinggal di rumah ini, itu berarti dia akhirnya membiarkan seseorang masuk lagi. Aku pikir kau dapat membantunya dari apa pun yang menahannya. Apakah kau dengan mengerti apa yang kukatakan?"

Aku memiringkan kepalaku sedikit ke samping. "Agaknya begitu?"

"Dia terjebak karena apa yang terjadi pada Lee. Aku yakin kamar tidur Lee masih sama seperti saat dia masih berada di sini. Tolong bantu Bennett menemukan kebebasannya."

Bantu Bennett menemukan kebebasannya? Dari apa? Ekspresi serius pada wajah Henry membuat hatiku terasa berat. Aku tidak bisa membayangkan diriku kehilangan Brandon dan aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Bennett ketika dia kehilangan saudaranya. Seperti apa kehidupan Bennett sebenarnya? Dan bagaimana aku bisa membantunya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro