Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Perjalanan

Bumantara memperhatikan pemandangan di sekitarnya melalui jendela yang terbuka. Jalanan yang awalnya mulus perlahan bergelombang. Membuat penumpang yang berada di dalamnya terombang-ambing pelan dan mengeratkan pegangan.

"Semakin lama bus memasuki jalanan yang sepi," komentar Bumantara pelan.

"Kau benar. Sepertinya kita akan berada di suatu tempat terpencil," sahut seseorang tiba-tiba.

Bumantara sontak melihat ke sisi kirinya. Seorang gadis berambut panjang sepunggung duduk di sampingnya sambil mengulas senyum. "Hai," sapanya ramah.

"H-hai." Bumantara membalas sapaan gadis bermenik mata madu itu dengan kikuk.

"Kenapa kau terlihat kikuk begitu?" Gadis itu menatap dengan bingung. "Ah, ya, namaku Rembulan. Siapa namamu?"

Uluran tangan gadis bernama Rembulan itu ditatap selama beberapa detik oleh Bumantara sebelum ia membalas jabat tangannya. "Bumantara."

Rembulan mengangguk beberapa kali. "Kau menang dalam olahraga apa?" tanyanya penasaran.

"Lari jarak pendek," jawab Bumantara singkat.

"Tidak disangka jika semua orang yang ada di sini menenangkan olimpiade dalam cabang olahraga yang berbeda," cetusnya takjub.

Bumantara mengerutkan kening. "Benarkah? Aku belum menyapa mereka," ungkapnya.

"Benar. Kau lari jarak pendek, aku renang, ada juga panahan dan lainnya. Aku telah berkenalan dengan mereka semua. Tapi mereka tidak terlalu ramah. Terutama laki-laki itu."

Rembulan mengarahkan jari telunjuknya pada seorang cowok yang duduk di kursi depan. Namun, Bumantara tidak dapat melihatnya dengan jelas.

"Kau tahu, dia sombong sekali. Padahal kita akan bersama selama sebulan penuh, tapi dia bahkan menolak bicara denganku. Dia tidak menyebutkan namanya sama sekali dan berkata bahwa aku seharusnya mengetahui namanya mengingat dia orang yang keren. Di mataku, dia bahkan tidak keren sama sekali." Rembulan mengoceh panjang.

Bumantara diam mendengarkan gadis yang antusias menceritakan tentang cowok yang duduk di kursi depan sambil sesekali melirik sisi kanannya. Jalanan yang mereka lewati semakin sepi. Ia belum melihat satu orang pun melintas selain bus mereka.

"Kau tidak banyak bicara, ya," cetus Rembulan lagi.

Bumantara tersenyum getir. Ia tidak menampik bahwa dirinya tidak banyak bicara, seperti Rembulan.

***

Bus yang membawa ketujuh orang pemenang olimpiade itu berhenti setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan. Jalanan yang dominan bebatuan membuat bus sampai lebih lama dari yang dibayangkan ketujuh remaja itu.

"Kenapa kita berhenti di pinggir laut?" Gadis berambut panjang keriting itu bertanya heran. Sepengetahuannya, ia akan mendapatkan pelatihan khusus di sebuah pulau dan bukannya di pantai.

"Tidakkah kau tahu kita akan tinggal di sebuah pulau? Sebelum sampai ke sana, kau harus melewati lautan," sahut cowok tinggi berwajah tegas tanpa menatap lawan bicaranya.

Gadis berambut keriting itu berdecak sebal. "Sombong sekali. Kau seharusnya menatap lawan bicaramu," tukasnya dengan tangan terlipat di depan dada.

Cowok itu terkekeh. "Kenapa aku harus menatap seseorang yang sejatinya tidak ingin kuajak bicara sama sekali."

"Hei, kau tidak seharusnya bicara seperti itu pada seorang perempuan." Rembulan menepuk punggung cowok sombong itu dengan keras.

"Dasar cebol. Apa hakmu memukul punggungku seperti itu?"

Tatapan tajam dengan kedua alis yang hampir bertaburan membuat Rembulan terdiam di tempatnya. Seketika nyalinya menciut di depan cowok tinggi itu.

"Sudah. Tidak seharusnya kalian berdebat di sini. Status kita sama dan aku harap kita bisa berteman dengan baik." Bumantara berucap dengan posisi berdiri di depan Rembulan.

Cowok tinggi itu memutar malas bola matanya lalu berbalik pergi mendekati laut. Sebuah kapal bergerak mendekat menuju daratan. Kapal itu adalah transportasi yang telah disiapkan untuk membawa ketujuh remaja menuju pulau.

"Tugas saya hanya mengantar sampai di sini saja. Saya mendoakan yang terbaik untuk kalian semua." Supir bus berucap sebelum masuk kembali ke kendaraannya dan melajukan dengan kecepatan sedang.

"Ayo pergi. Aku sudah tidak sabar menginjakkan kaki di pulau itu." Cowok bertubuh tegap itu berucap girang lalu berlari menuju kapal.

Bumantara dan keenam orang yang tersisa mengikuti langkah cowok itu menaiki kapal. Mereka menempatkan diri di tempat duduk masing-masing, kecuali cowok yang pertama kali naik ke kapal itu. Dia berlari senang menjelajahi kapal sambil sesekali bermain air.

"Kau senang bermain air karena namamu Samudera atau apa?" Rembulan tertawa kecil melihat tingkah Samudera.

"Keduanya," balas Samudera menunjukkan deretan giginya.

"Seperti bocah." Lagi-lagi cowok sombong berucap dengan nada remeh.

"Kau benar-benar menyebalkan, ya. Kurasa panita lomba salah memilihmu menjadi seorang pemenang." Rembulan berucap kesal. Ini kali pertama ia bertemu dengan cowok itu, tetapi rasa kesalnya telah menumpuk sangat banyak.

"Ancala, sudahlah. Kau jangan menambah musuh." Samudera menepuk pundak sang kawan.

Cowok sombong bernama Ancala itu menepis tangan Samudera yang bertengger di pundaknya. "Jangan sok akrab hanya karena kita pernah bertemu sekali di toilet."

"Maka aku akan memperkenalkan diri. Namaku Samudera, dan aku adalah pemenang olimpiade cabang olahraga surfing. Statusku sama denganmu." Samudera menjulurkan tangan di depan Ancala.

Sebelah alis Ancala terangkat. "Ancala, pemenang olimpiade cabang olahraga bulu tangkis tunggal putra," balasnya, tetapi ia tidak membalas jabat tangan Samudera.

Tangan itu ditarik Samudera. "Lebih baik kita saling memperkenalkan diri," ungkapnya menatap penumpang lain di kapal itu.

Satu persatu penumpang kapal memperkenalkan diri. Dimulai dari Bumantara, Gegana lalu berlanjut ke Rembulan, Pijar dan Mentari. Seperti yang diucapkan Rembulan pada Bumantara, setiap dari mereka tidak ada yang berada dalam satu cabang olahraga yang sama. Pelatihan khusus yang diberikan akan mengasah kemampuan mereka lebih tajam lagi.

***

Setengah jam telah berlalu dan kapal mulai menepi di daratan. Satu persatu penumpang turun dari kapal tersebut. Semilir angin mengajak rambut mereka menari sekaligus memberikan kesegaran yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Bumantara menikmati oksigen yang memasuki rongga paru-parunya. "Segar sekali," komentarnya pelan.

Samudera melepaskan alas kakinya guna menikmati pasir putih di pulau tersebut. "Sepertinya aku akan betah berlama-lama di pulau ini."

"Jangan senang dulu. Kita tidak tahu ke mana harus pergi. Tidak ada seorang pun yang datang menyambut kita." Cowok tinggi berotot itu berkomentar setelah mengamati sekeliling.

"Ah, ya, kau benar, Gegana. Apakah kita harus menjelajahi pulau ini terlebih dahulu?" Pijar memberikan usul.

Bumantara menjawab cepat. "Aku setuju."

Ketujuh remaja itu menggerakkan kakinya menjelajahi pulau lebih dalam. Semakin mereka masuk menembus semak-semak yang tumbuh di pinggir pulau, semakin mereka tidak menemukan apa-apa. Hanya suara binatang penghuni pulau yang menyambut kedatangan mereka.

"Apakah kita berada di tempat yang tepat?" Mentari bertanya khawatir, mengingat mereka belum juga keluar dari rimbunnya semak-semak itu.

Tidak ada seorang pun yang membalas ucapan Mentari, sebab mereka pun berada dalam kebingungan yang sama. Akhirnya, mereka keluar dari semak-semak rimbun itu. Ekspresi senang yang sempat menghiasi wajah mereka mendadak hilang.

"Apakah kita telah ditipu?" Bumantara menatap lapangan luas yang ditumbuhi rerumputan tinggi. Tidak jauh berbeda dengan yang telah mereka lalui beberapa saat lalu.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro