Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Babak 2: Labirin

Tim Seppera Academy melangkah dengan bangga meninggalkan arena. Sebuah kantung bewarna merah muda telah berada di tangan. Semoga benda yang ada dalam kantung tersebut membawa keberuntungan dan meringankan langkah mereka menuju babak selanjutnya. Meskipun telah mendapatkan sebuah kantung, tetapi faktor keberuntungan menjadi hal yang paling menentukan. Benda dalam kantung tersebut tidak semuanya menjadi kunci melangkah ke babak selanjutnya. Ada sebagian benda yang hanya menjadi pajangan atau suvenir saja.

"Kau yakin benda dalam kantung itu akan membawa kita melangkah ke babak selanjutnya. Dari penampilannya terlihat tidak meyakinkan," cetus Samudera yang hingga detik ini ragu dengan keputusan yang diambil Ancala.

"Aku yakin dengan keputusanku. Meskipun terlihat tidak meyakinkan, tapi bukan mustahil jika benda yang ada di dalamnya membawa keberuntungan bagi kita," jawab Ancala menggenggam erat kantung tersebut. Meskipun dapat menggenggamnya, tetapi ia tidak dapat menerka apa yang ada di dalamnya. Ada sebuah benda di dalamnya, tetapi terlihat dari luar seperti tidak ada. Bahkan, saat diremas pun, tidak terasa apa-apa.

"Coba buka. Aku ingin melihat apa yang kita dapat." Rasa penasaran Samudera tidak dapat dibendung. Ia berusaha mengambil kantung yang ada di tangan Ancala.

Cowok itu tidak melarang Samudera dan membiarkan sang kawan melakukan apa yang dia mau. Ancala lebih memilih memperhatikan teman-temannya.

"Pijar, kau baik-baik saja?" tanyanya pada Pijar yang terlihat lemas. Darah yang mengalir dari kepalanya mulai mengering, tetapi rasa sakitnya masih sangat terasa.

"Tidak baik, tapi akan segera baik-baik saja. Ingat bahwa Miss Vanka memberikan ramuan penyembuh luka untuk kita." Pijar berucap santai meskipun rasa sakit di kepalanya masih terasa.

"Syukurlah Miss Vanka memberikan obat-obatan dan ramuan. Sejujurnya aku juga lelah dan membutuhkan penyegaran energi kembali."

Bertarung memperebutkan sebuah kantung dan mengalahkan tim akademi lain tentunya menguras tenaga yang sangat banyak. Oleh sebab itu, persediaan obat-obatan dan ramuan harus ada di tangan setiap tim, mengingat, para guru penanggungjawab tidak diperbolehkan melakukan interaksi dengan para siswa.

"Hah, tidak bisa dibuka." Samudera berucap kesal dan melemparkan kantung itu kembali pada Ancala.

"Hati-hati. Benda didalamnya sangat penting," peringat Ancala lalu menyimpan kantung tersebut di balik saku jubahnya.

Tim memulihkan energi dan mengobati luka-luka yang ada di tubuh mereka sambil sesekali memperhatikan tim lain yang tengah bertarung mendapatkan sebuah kantung.

***

Babak penyisihan turnamen akhirnya selesai. Terdapat lima belas tim yang mewakili sekolah atau akademi masing-masing yang mendapatkan sebuah kantung. Sebelum melangkah ke babak selanjutnya, setiap tim akan diminta membuka kantung dan mengeluarkan benda yang mereka dapat. Selanjutnya, benda tersebut akan menentukan apakah mereka bisa masuk ke sebuah lorong gelap. Jika benda tersebut memberikan sinyal bewarna merah, maka tim dapat memasuki lorong tersebut dan otomatis melangkah ke babak kedua.

Dalam kantung bewarna merah muda yang dipilih Ancala, mereka mendapatkan sebuah bola kristal dan didalamnya terdapat sebuah bunga dengan kelopak bewarna putih. Bola kristal tersebut membawa mereka masuk ke sebuah lorong yang didalamnya tidak diketahui ada apa.

"Ternyata benda itu menjadi kunci masuk ke tempat yang gelap ini," cetus Samudera di sela-sela langkahnya. Ia sempat meragukan Ancala yang telah memilih kantung tersebut.

"Kukatakan juga apa. Kantung itu pasti membawa keberuntungan untuk kita," jawab Ancala.

Tim melangkah lebih dalam memasuki lorong yang kini terang benderang. Pemandangan di tempat tersebut membuat mereka tercengang, sebab, ada banyak jalan bercabang di sana.

"Jalan mana yang harus kita pilih?" Rembulan bertanya penasaran. Tim tidak mendapatkan petunjuk pasti dalam penyelesaian babak kedua tersebut. Mereka hanya diminta untuk menyelesaikan babak kedua yang memiliki batas waktu.

"Terlihat seperti sebuah labirin." Bumantara menyahut tiba-tiba.

Ungkapkan Bumantara itu sontak membuat teman-temannya melihat ke sekeliling. Sepertinya benar mereka berada di sebuah labirin.

"Babak kedua turnamen ialah mencari jalan yang tepat agar dapat keluar dari labirin. Setiap tim memiliki pintu keluar yang berbeda. Sesuai dengan benda yang didapat di babak sebelumnya. Benda tersebut ialah kunci yang akan membawa tim keluar dari labirin. Tugas tim ialah menemukan pintu yang benar dan keluar tepat waktu."

Pemberitahuan itu menggema keras di dalam labirin. Pernyataan Bumantara ternyata benar. Tim Seppera Academy tidak ingin membuang banyak waktu. Mereka memutuskan membentuk tim-tim kecil guna mencari pintu keluar. Jika pintu sudah ditemukan, maka mereka akan memberitahukan hal tersebut kepada Ancala yang memegang kunci melalui alat komunikasi agar dia datang menuju sumber suara.

"Apakah kau sudah menemukan pintu keluar?" Gegana bertanya melalui alat komunikasi tim.

"Aku dan Rembulan sudah menemukan pintu keluar. Akan tetapi, kuncinya tidak cocok. Kau ada di mana sekarang? Apakah sudah menemukan pintu keluar?" Ancala balik bertanya pada sang kawan.

"Ya. Aku dan Pijar menemukan pintu keluar. Akan kuberitahukan lokasinya."

Rembulan melihat titik lokasi yang dikirimkan Gegana melalui sebuah layar kecil pada gelangnya. Jam tersebut ialah salah satu peralatan turnamen yang diberikan oleh akademi. Mereka bisa mengirimkan lokasi keberadaan melalui gelang tersebut. Juga, dapat dijadikan sebagai alat komunikasi. Keberadaan gelang tersebut sangat membantu tim.

"Kita ke sana sekarang," cetus Ancala lalu bergerak cepat bersama Rembulan menuju titik lokasi keberadaan Gegana dan Pijar.

"Waktu kita tidak banyak," kata Pijar khawatir.

Kedatangan Ancala membuat Pijar dapat menghela napas lega. Cowok itu langsung menempatkan bola kristal tersebut ke sebuah lubang yang ada tengah-tengah pintu. Bentuk lubangnya tidak beraturan, tetapi Ancala tetap mencoba memasukkan bola kristal tersebut. Sayangnya, pintu itu bukanlah pintu yang tepat untuk tim mereka.

"Permisi. Bisa kami mencoba membuka pintu itu?" Seorang gadis berucap sopan pada Ancala dan tim.

"Silahkan," balas Ancala sambil menyingkir dari tempat tersebut.

Gadis itu beserta timnya mencoba peruntungan pada pintu tersebut. Kabar baiknya, mereka memiliki kunci yang tepat.

"Ayo ke tempat Bumantara. Semoga merupakan pintu yang tepat."

Ancala dan kawan-kawan langsung bergerak menuju lokasi yang diberitahukan Bumantara sebelumnya. Kini, waktu yang mereka miliki tidak lagi banyak. Hanya tersisa lima menit saja. Sedangkan perkiraan waktu yang dihabiskan menuju tempat Bumantara ialah tiga menit. Tim hanya memiliki dua menit waktu yang tersisa.

"Cepat, Ancala," desak Pijar tidak sabaran saat melihat Ancala yang mengarah padanya.

Ancala berlari cepat. Namun, keringat yang ada di tangannya membuat bola kristal tersebut terlepas dari genggamannya.

Melihat hal itu, Bumantara langsung berlari cepat dan mengambil bola kristal tersebut. Ia menempatkan pada lubang yang ada di tengah pintu. Bertepatan dengan itu, waktu yang mereka miliki telah habis. Pintu tersebut bergeming, tanpa memberikan reaksi apa pun.

"Hah, apakah kita gagal?" Samudera bertanya tidak percaya. Mereka datang tepat waktu, tetapi belum juga berhasil.

"Sayang sekali," sahut Mentari singkat.

Ketujuh remaja itu saling diam. Mereka tidak tahu harus berbuat atau mengatakan apa. Usaha mereka untuk sampai sejauh ini patut diacungi jempol, tetapi bukan ini hasil yang mereka harapkan.

"Apa itu artinya kita benar-benar tidak bisa pulang?" Pijar mengungkap kemungkinan terburuk yang akan mereka hadapi.

Pertanyaan Pijar tidak ada yang menanggapi, sebab, mereka pun tidak tahu harus mengatakan apa. Di saat rasa putus asa melanda tim Seppera Academy, pintu itu bergetar lalu terbuka.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro