Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4

To: [email protected]
From: [email protected]
Date: October 6, 2017 12:31
Subject: Dinner

Aku jemput di rumah ya pukul 7.

To: [email protected]
From: [email protected]
Date: October 6, 2017 13:02
Subject: Dinner

Jangan jemput di rumah. Aku mau les dulu. Jemput di Mcd dekat sekolahmu ya. Oh iya satu lagi, jangan hubungi lewat e-mail, chat-mu ketimbun longsor chat yang lain.

Setelah membalas pesan Hito, aku kembali fokus ke papan tulis. Pak Sanjaya sedang menerangkan tentang Hukum Gossen. Di sini hening sekali. Semua mata tertuju padanya. Eaks, alay.

"Za?" Aku mendengar namaku dipanggil pelan dari arah belakang.

"Za?" Lagi.

Siapa, sih? Mengganggu saja. Terpaksa aku menoleh ke belakang.

"Kenapa?"

"Anter ke WC, yuk!"

Sinting ini orang, gangguin aku cuma mau ngajak ke toilet.

"Bentar lagi Pak Sanjaya keluar. Tahan aja dulu," kataku.

"Udah nggak kuat, Za."

"Memangnya kamu nggak berani sendiri?"

"Gue nggak berani bilang sama Pak Sanjaya. Soalnya kemarin gue abis dipelototin sama dia gara-gara nilai ulangan ekonomi jelek. Ditambah lagi karena gue terlalu sering bolos pelajarannya."

"Nggak gratis tapi, ya."

"Hm."

Aku membalikkan badan. Kemudian mengangkat tangan. Pak Sanjaya yang peka langsung bertanya, "Mau bertanya, Miza?"

"Nggak, Pak. Mau izin ke toilet."

"Silakan."

"Tapi nggak berani sendiri, Pak. Boleh ajak Rumi? Soalnya tadi dia bilang mau buang air kecil juga."

"Lima menit."

Oke, segera aku meraih tangan Rumi untuk keluar dari kelas. Rumi bergegas ke toilet, sedangkan aku mangkir di tempat duduk depan kelas. Males banget harus ngikutin dia ke toilet.

Ponselku dalam saku bergetar. Segera kulihat notif yang masuk. Ternyata ada pesan dari Hito.

Hito Arfi Baktiar

Lagi istirahat, ya?
Kok, main hp?

Hermiza Alyssa Daniar

Lagi nganter temen ke toilet
sambil bolos pelajaran

Hito Arfi Baktiar

Pelajarannya bikin bosen?

Hermiza Alyssa Daniar

Heem
Ekonomi
Hukum Gossen

Hito Arfi Baktiar

Oh

Hermiza Alyssa Daniar

Rindu😢

Hito Arfi Baktiar

Iya😘

Hermiza Alyssa Daniar

Apa hukum gossen I juga akan berlaku pada rasa rindu? Di mana apabila rindu dirasakan secara terus-menerus pada akhirnya akan sampai pada titik jenuh.
Atau rindu hanya berlaku pada hukum gossen II? Orang yang merindu akan melakukan upaya sedemikian rupa sehingga kepuasan yang didapat akan sama karena yang dirindukan juga memiliki rasa yang sama atau malah lebih besar karena bertambahnya satu rasa ingin bertemu.

Hito Arfi Baktiar

Gue nggak tahu

Hermiza Alyssa Daniar

😦😦

Hito nggak asik, sumpah!

Bel pulang berbunyi bersamaan dengan siswa kelas reguler yang berhambur keluar kelas. Sedangkan kelas akselerasi masih anteng, karena jam pelajarannya nggak kayak kelas reguler. Kami pulang satu jam setelah bel pulang kelas reguler. Makanya, di saat semua siswa reguler melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler, siswa akselerasi cuma bisa nopang dagu di kelas.

Namun jangan salah, anak akselerasi juga ada kok, yang ikut kegiatan ekstra. Dengan risiko pulang pukul lima. Ada juga anak akselerasi yang ikut organisasi semacam pramuka, PMR, dan lainnya. Kadang aku heran, itu otak mereka terbuat dari apa? Apa nggak lelah dibawa mikir terus?

Aku panik saat Pak Sanjaya keluar.  Selanjutnya, aku bangkit dari duduk seraya berpura-pura mau masuk kelas. Pak Sanjaya tak menghiraukan aku dan sepertinya ia tak ingat kalau aku keluar dua puluh menit sebelum ia usai mengajar. Aku mengusap dada berkali-kali. Selamat!

"Miza ada tugas, tuh! Soalnya di meja. Pulang sekolah harus udah selesai, ya," ucap Lula. Aku cuma mengacungkan dua jempol ke arahnya. Alisnya bertaut heran. Bahunya bergidik pula. Lalu, dia keluar kelas begitu saja.

Emang ada yang aneh sama aku?

Aku mengambil soal di atas meja dan alat tulis. Hari ini aku tak membawa buku ekonomi, makanya aku berniat ke perpustakaan. Sekalian kubawa botol air dan topi milik Herlan. Akan kuberikan itu sambil mengucapkan terima kasih atas bantuannya dua hari lalu.

Sesampainya di kelas akselerasi 2, kulihat Herlan sedang duduk bersama teman-temannya di kursi panjang depan kelasnya.

"Hai, boleh pinjem Herlannya dulu," kataku pada empat murid laki-laki yang sedang asyik mengobrol dengan Herlan.

"Gebetannya Herlan, ya?" celetuk salah satu dari mereka. Kulihat nametag di dada kanannya. Rupanya nama cowok itu Bima.

"Bukan."

"Anak kelas mana?" Itu yang bilang namanya Riko.

"Akselerasi 1."

"Oh, tetangga." Nah, yang barusan bergumam namanya Azmi.

"Jangan diinterogasi," ucap Herlan sambil berdiri dan menghampiriku.

"Punyamu," kataku seraya memberikan topi dan botol air yang kosong. "Jangan bilang kamu mau ngasih lagi ke aku. Itu topi sekolah bukan benda kesayangan, tapi benda penyelamat untuk hari senin. Kamu butuh itu buat lolos dari anak OSIS yang suka razia tiap upacara." Aku berbicara panjang lebar, sedangkan Herlan cuma terkekeh.

"Iya. Terima kasih sudah mengembalikannya."

"Ish, harusnya aku yang bilang makasih karena kamu udah nolongin aku dua hari yang lalu. Kalau enggak kepalaku pecah karena panas matahari."

"Iya. Terserah kamu saja, Miza."

"Oke. Aku mau ke perpus. Bye!"

"Hati-hati."

***

Usai menghabiskan satu porsi burger dan meneguk air putih sebagai penutup, Hito datang ke Mcd dengan jaket abu-abu yang agak basah. Kulirik jalanan di luar becek dan rintik hujan mulai deras. Hito kehujanan? Kok, aku nggak nyadar kalau malam ini turun hujan? Pasti gara-gara burger yang mengalihkan duniaku.

"Sorry lama, kejebak macet," ucap Hito seraya duduk di kursi kosong di depanku.

"Kalau tahu hujan, kenapa nggak ngirim pesan buat batalin janji? Maksain banget ujan-ujanan buat dateng ke sini. Buka jaketnya nanti masuk angin."

Hito menuruti perintahku. "Lo udah lama?"

"Aku ke sini tadi pukul ... "Aku melirik sekilas jam di tangan kiriku, "enam lima belas."

"Sekarang pukul ..." Hito melakukan hal yang sama sepertiku, "tujuh lima belas." Dia menunjukkan raut wajah menyesalnya. "Udah nunggu satu jam?"

Aku mengangguk. Rasanya aku menyesal bilang begitu. Pasti habis ini Hito akan menyalahkan dirinya karena datang terlambat. "Tapi, aku tadi abis ngerjain tugas dulu di sini, kok. Terus makan juga karena laper. Jadi, nggak terlalu jenuh nungguin kamu."

"Maaf, ya."

Tuh kan, bener dugaanku kalau dia merasa bersalah.

"Mau makan dulu atau gimana?" tanyaku.

"Makan sendiri? Ogah!"

"Jadi?"

"Acara dinner di deket tamannya juga ancur karena hujan."

"Yaudah dinner-nya di sini aja."

"Yakin lo nggak akan kekenyangan karena harus makan lagi?"

"Eng ...."

"Nonton aja, yuk!"

Aku langsung mengiyakan tawarannya. 

Setelah membayar makananku, kami pergi ke bioskop yang kebetulan bersebelahan dengan Mcd. Hito membayar tiket, sedangkan aku membeli popcorn dan minuman. Tak butuh waktu lama, kami sudah duduk nyaman di barisan keempat dari bawah.

Selama film diputar, aku memanfaatkan bahu Hito untuk bersandar. Rasanya masih sama, bikin nyaman. Sesekali kusuapi dia popcorn, lalu dia yang menyuapiku.

Hito mengalihkan pandangannya dari layar di depan sana. Dia malah menatap wajahku. Aku yang ditatap jadi salah tingkah.

"Kenapa?" tanyaku gugup.

"Lo cantik."

Kipas mana kipas? Wajahku sudah panas ini. Kalau saja lampu di ruangan ini menyala, sudah dipastikan pipiku kelihatan merah.

"Makasih."

"Dua tahun pacaran sama gue dan lo masih gugup kalau gue bilang cantik, hm?"

"Eng ...."

Aku baper. Sampai-sampai nggak tahu mau ngomong apaan.

Hito sudah tak memperhatikanku lagi. Namun, tangannya kini tergerak dan merangkulku. Membuat tubuhku semakin menempel dengan tubuhnya. Boleh aku hentikan waktu sekali ini saja?

"Masalah Hukum Gossen dengan rindu lo itu, gue nggak tahu jawabannya. Tapi, gue harap rindu lo yang terus-menerus itu nggak akan pernah sampai pada titik jenuh."

***

Mobil putih yang entah milik siapa baru saja keluar dari garasi rumahku. Itu mobil Ayah atau bukan? Ada sedikit rasa bahagia kalau benar Ayah pulang. Namun, rasa kecewa juga dominan. Belum sempat bertatap muka denganku, masa Ayah udah balik lagi? Nggak kangen sama aku, Yah?

"Miza!" Aku tersentak saat Hito menyentuh bahuku.

"Kenapa?"

"Lo ngelamun?"

"Nggak." Hito menjauhkan tangannya dari bahuku. "Mau masuk dulu nggak?"

"Udah malem. Pasti lo capek. Istirahat, gih!"

"Yaudah. Makasih, ya."

"Senin nanti gue anter ke sekolah."

"Sekolah kita kan beda arah."

"Memang kenapa? Lo takut gue telat?" Aku mengangguk. "Pokoknya gue mau anterin lo."

Fix, Hito maksa. Tapi, aku suka.

Hito menyalakan motornya untuk pulang. "Night, Princess."

"Hati-hati."

Bersamaan dengan motor Hito yang menjauh, Uni muncul dari dalam rumah.

"Udah akur?" tanyanya.

"Ya gitu," jawabku asal sambil melewatinya.

"Pantes aja tadi minta nggak dijemput. Ternyata abis jalan dulu sama doi. Nggak malu kamu jalan bareng dia tapi belum mandi?"

"Yang penting aku udah ganti baju dan pake minyak wangi plus make-up, beres!"

Uni duduk di sofa. Sedangkan aku berjalan menaiki tangga untuk istirahat. Tapi, sebelumnya aku mau tanya dulu masalah mobil tadi.

"Uni, tadi mobil Ayah?"

"Bukan."

"Terus?"

"Mobil Hendra."

"Siapa? Pacarmu?"

"Temen kuliah."

"Oh, kirain temen hidup."

Uni melempar kacang dari piring. Aku langsung melanjutkan langkah ke kamar sambil tertawa karena berhasil membuat Uni kesal.

Huh, kalau saja yang tadi pacarnya Uni, aku mungkin akan bersorak sambil meminta pajak jadian padanya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro