[20]
Masih bangun?? Kalo gitu, selamat membaca.
Tania berteriak sekuat tenaga memanggil nama Hino yang sibuk mengacak-ngacak kamar. Karena terlalu fokus membantai kamar, Hino tidak mendengar panggilan-panggilan Tania yang pelan sehingga mengharuskan Tania berteriak.
Di sinilah Hino kini melihat sang istri memberikan tatapan tajam akibat ulahnya menghancurkan kamar.
“Kamu kan bisa bertanya sama aku,” kata Tania.
“Kamu lihat, akibat ulah kamu sekarang kamar ini udah nggak layak lagi disebut kamar.”
“Aku lupa meletakkannya di mana, Tan, hari ini aku ada presentasi. Semuanya disimpan di flashdisk itu,” jelas Hino.
“Kamu bisa tanya,” ulang Tania.
“Kamu kan lagi sibuk, nanti yang ada kamu ngomel karena masalah sekecil ini ditanyakan ke kamu,” bela Hino.
“Jadi kamu nyalahin aku. Begitu?” tanya Tania kali ini dengan suara pelan sarat makna.
“Aaah ... ini dia ketemu. Oke aku udah telat karena kamu nggak bangunin aku. Jadi aku berangkat,” ucap Hino. Ia mengambil ransel yang telah disiapkan di atas meja.
“No kamu ada kuliah pagi?” tanya Tania ketika Hino sudah tiba di ruang tamu.
“Iya dan kamu udah bikin aku terlambat, Tania.” Hino meninggalkan apartemen dengan tubuh Tania yang mematung.
***
“NoNo!!!” teriak Nagita begitu mendapati Hino berjalan ke kelas mereka.
Jason ikut menoleh ke arah Nagita yang berlari kecil menghampiri Hino. Nagita menjatuhkan tangannya di bahu Hino setibanya ia di samping Hino.
“Ekhem.”
Nagita menoleh ke sebelah kanan Hino ketika mendengar dehaman seseorang dan melihat Jason melirik tangan gadis itu yang nangkring di bahu sahabat mereka. Nagita lalu menurunkan tangannya dan membelah kerapatan Hino dengan Jason. Ia menyelipkan tangannya ke lengan Jason.
“Pagi baby Jason.” Nagita pun tersenyum, sebaliknya Jason memasang wajah datar tanpa ekspresi.
Ketiganya berjalan ke kelas dalam hening.
Hino sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia masih kesal kepala Tania. Kenapa Tania begitu akrab dengan Juventus? Hino sama sekali tidak mengikuti jalannya diskusi kelompok hari ini. Bahkan ia tidak menyadari kehebohan yang diciptakan Mario ketika terlambat masuk kelas. Hino tidak melihat apa-apa. Apalagi ulah Mario yang membuat merah wajah sang dosen pagi itu hingga terbawa sampai akhir jam kuliah. Untungnya Hino tidak mendapat teguran dari sang dosen akibat melamun kelamaan. Selamatlah Hino enam SKS hari ini.
Selesai jam kuliah yang memborong sks itu, Hino dan yang lainnya lalu beranjak ke kantin. Mereka duduk di tempat biasa. Nagita di sebelah Jason memperhatikan wajah pemuda yang imut itu. Jason kulitnya putih, sangat putih seperti kulit cewek. Wajahnya baby face, seperti wajah artis Korea, walaupun Nagita kurang suka nonton drama dari Negeri Ginseng tersebut.
Nagita tahu kalau tipe wajah Jason itu adalah ala-ala boyband Korea. Lembut, meskipun jarang tersenyum. Nagita suka pegang tangan Jason karena kulit Jason mulus. Nagi ingin punya anak seganteng Jason, Tuhan. Tolong ciptakan Jason buat Nagi, doanya.
“Nih anak cebol satu kalau nggak dempet gitu sama Jason, bisa nggak?” sapa Mario seperti biasa muak melihat kelakuan Nagita.
Mario gerah melihat Nagita yang nggak sadar bahwa dirinya dan Jason bagai kelingking dan jari telunjuk. Ada satu perantaranya, Mariolah perantaranya di sini. Dia tidak suka Jason di dekat Nagita. Bukan karena dia menyukai Jason atau pun Nagita, tetapi karena pemandangan tersebut membuatnya sakit mata.
“Oh ya ampun, mati aku!” Tiba-tiba Nagita menepuk keningnya.
Mario semakin geram karena gadis itu mengabaikan sindirannya bahkan saat ini langsung berlari meninggalkan mereka. Mario ingin memukul kepala Nagita dengan kuat untuk melihat apa saja isi otak Nagita.
Sementara Jason yang tangannya kini bebas, melihat kepergian Nagita dengan heran.
Di sebelah Jason, Hino asyik dengan dunianya sendiri.
Ya ampun, apa yang telah dibuat Tania sehingga Hino dilanda cemburu berat? Akhirnya Hino menyadari bahwa dirinya cemburu melihat Tania jalan dengan Juventus.
***
Nagita menjejakkan kaki di jurusan komunikasi dengan napas tidak beraturan. Ia sampai ke sana dengan berlari sekuat tenaga. Sepanjang pelarian dari kampusnya ke jurusan itu, banyak mata yang memperhatikan Nagita dengan gemas. Gadis itu seperti seorang anak kecil yang sedang dikejar ibunya karena kedapatan menghabiskan seekor ayam goreng untuk makan malam satu keluarga.
“Hosh ... hosh ... hosh .... Jup elo nggak nunggu kelamaan ‘kan?”
Begitu melihat Juventus yang sedang bersandar di bawah pohon, Nagita langsung menemui cowok itu. Nagita memperhatikan gaya Juventus yang begitu santai dengan kaus berkerah dark brown yang ditutupi oleh hoodie hitam. Sepasang earphone menyumbat telinga Juventus. Juventus tengah hanyut oleh lagu yang entah apa sedang mengalun di telinganya.
“Jup! Oe, Jup!” panggil Nagita dengan telunjuk menekan-nekan pundak Juventus.
Merasakan usikan di tubuhnya dan suara yang familiar menembus telinga, Juventus langsung menangkap jari gadis cebol yang tengah mengusik waktu santainya itu.
“Hei,” ucap Nagita seraya menarik jarinya.
“Lo ngapain rajin banget nyamperin gue ke mari?”
Matanya menatap dengan selidik ke arah Nagita.
Nagita memicingkan mata. “Jadi gue sudah bebas? Nggak usah ke sini lagi?”
Sesaat Nagita menampakkan wajah menyelidik seperti yang dipasang Juventus lalu ia berdiri dan melonjak-lonjak.
“Ayay ... yeee! Aku sudah bebas. Aku memang nggak pernah rela nerima perintah Si Jupri. Yes!” teriaknya.
Juventus melirik Nagita yang sedang melakukan aksi memalukan di tempat umum. Ia menarik tangan Nagita hingga Nagita terhenyak duduk. Lalu ia mendapatkan cubitan halus di pinggangnya dari Nagita. Juventus menangkap tangan Nagita dan meremas jemari Nagita. Juventus merasa senang belakangan ini karena melihat aksi aneh Nagita.
Awalnya Juventus membenci Nagita. Juventus dan dendam membuatnya nekad memasukkan obat ke dalam minuman Nagita. Tanpa memikirkan akibat yang akan timbul oleh perbuatannya. Setelah memastikan minuman itu berada di tangan Nagita, Juventus merasa sedikit teguran dalam hatinya. Bukannya ia tidak tahu akibat apa yang nantinya akan menimpa Nagita. Makanya Juventus mulai mengikuti aktivitas Nagita sejak hari itu.
Tampaknya Nagita sangat dekat dengan dua orang lelaki, satunya Juventus ketahui bernama Hino Alendra yang datang dari daerah yang sama dengan Nagita. Dia merupakan sosok jenius di angkatan mereka dengan wajah di atas rata-rata.
Satunya lagi si cowok es berwajah cantik. Setelah bertanya ke sana-sini, Juventus mengetahui nama lelaki itu adalah Jason Claiy. Mereka berdua lebih dekat dengan Nagita dibandingkan satu orang lelaki lagi.
Juventus awalnya tidak berusaha mengetahui nama lelaki yang satu ini. Tapi setelah melihat bagaimana interaksi keduanya, antara Nagita dan lelaki itu yang sering adu mulut, Juventus memutuskan dia juga salah satu lelaki dalam tanda kutip yang akan menemani Nagita akibat efek obat yang dia berikan. Lelaki itu bernama Mario. Dia putra seorang pengusaha yang cukup disegani di kalangan mereka. Seharusnya Juventus sudah mengenal Mario sejak melihat lelaki itu karena sebelumnya, dia pernah bertemu Mario dalam acara penggalangan dana.
Ketika Nagita mencarinya ke kelas waktu itu, sebenarnya Juventus memang sedang menunggu kedatangan Nagita. Nagita marah-marah kepadanya dan Juventus menganggap semua amarah Nagita seperti angin. Tentunya Juventus tidak mungkin menampakkan bahwa ia menyesal. Jadi Juventus berakting seolah ia masih menyimpan dendam kepada Nagita. Hingga kejadian saat di atas gedung kampus waktu itu.
Nagita dan tubuh basahnya menangis karena pengakuan Juventus. Dia adalah lelaki yang tidak tahan melihat wanita lemah di hadapannya. Juventus pernah kehilangan seorang kakak perempuan, sehingga ia selalu mengasihi perempuan yang menyentuh nuraninya. Berbeda dengan wanita penggoda dan mengumbar kecantikan ke sana-ke mari, mereka tidak masuk ke dalam kategori perempuan bagi Juventus. Saat itu, Nagita mampu menyentuh jiwa Juventus dengan tangisan ibanya itu. Membuat Juventus sangat menyesali perbuatannya.
Yang dapat dia tangkap dari tangisan Nagita waktu itu, Nagita tidak meminum dari botol yang berisi obat. Bukan Nagita yang menjadi korban obat sialan itu, tapi orang lain. Orang lain itu sepertinya orang penting bagi Nagita. Bagaimana pun, Juventus tetap merasa bersalah karena telah menghancurkan masa depan seseorang. Kini Juventus sedang berusaha mencari tahu siapa yang meminum obat perangsang yang ia bubuhkan dalam botol minuman itu.
“Siapa bilang elo bebas?” tanya Juventus sambil mengusap-usap pinggangnya yang ada bekas cubitan Nagita.
Nagita melotot tajam kepada Juventus. Dan lebih shock lagi dengan ciuman tiba-tiba yang Juventus berikan di sudut bibirnya sebelum beranjak.
***
Tania mengembuskan napas lelah melihat keadaan kamar. Satu jam lamanya Tania menata kembali baju-baju yang dikeluarkan Hino dari lemari. Tania harus melipat lagi satu per satu baju itu sebelum menyusunnya.
Keadaan lantai tidak kalah parah. Barang-barang bertebaran di sana. Buku-buku Hino bahkan ada yang dalam posisi terbuka. Tania menggeleng-geleng melihat pekerjaan yang harus ia selesaikan.
“Aw ....”
Tania melanjutkan pekerjaannya setelah sakit pada perutnya mereda. Terlalu banyak benda di lantai mengharuskan Tania membungkuk. Ini membuat perutnya terasa tidak nyaman. Namun Tania yakin, bayinya kuat di dalam sana.
“Sayang, tolong Mama menyelesaikan ini,” ucap Tania kepada calon bayinya yang sedang meringkuk di dalam sana.
Betapa bahagianya perasaan Tania mengingat sebentar lagi ia akan bertemu anaknya. Dua bulan lagi, rasanya Tania tidak sabar menantikan kelahiran sang bayi.
“Sepertinya Mama harus mendorong meja ini, Nak, kamu tolong Mama,” ucap Tania kepada sang anak di dalam kandungannya.
Namun, saat hendak bangun dari posisi membungkuknya, perut Tania benar-benar terasa sakit. Baru kali ini Tania merasa sakit seperti itu. Keringat mulai mengalir di pelipis dan jatuh menurun ke leher. Tania menguatkan tubuhnya untuk bertahan melawan rasa sakit di bagian perut.
“Tinggal meja ini saja, aku akan mendorongnya,” ucap Tania dan tertatih menuju meja belajar Hino yang terletak di tengah-tengah kamar.
Tanpa menghiraukan rasa sakit pada perutnya, Tania terus mendorong meja yang lumayan berat karena terbuat dari kayu jati berkualitas tinggi.
Akhirnya meja itu berhasil dipindahkan. Sakit perut Tania menjadi berkali lipat. Tania terduduk di ujung ranjang dengan menjulurkan kedua kakinya ke depan.
“Nak, kamu kenapa, Sayang? Jangan membuat Mama khawatir,” ucap Tania.
Line!
Tania mengambil ponsel yang tergeletak di meja di samping tempat tidur. Ia membuka pesan yang dikirimkan oleh Juventus.
Juventus
Kamu di rumah?
Tania segera mengetik balasan dalam satu detik.
Sementara itu di rumahnya, Juventus segera beranjak dari ranjang. Juventus ingin bertemu lagi dengan wanita yang ia temui di halte. Ia merasa ada ketertarikan di hatinya saat melihat wanita itu. Dia adalah Tania. Seorang perempuan dengan tubuh berisi karena sedang mengandung.
Yang mengatakan bahwa kecantikan perempuan akan bertambah berkali-kali lipat saat mereka mengandung memang benar. Karena saat Juventus melihat punggung Tania saat di halte kemarin, tiba-tiba dia sangat ingin membantu perempuan itu. Dan ketika Juventus memperhatikan wajah Tania, bisa dikatakan dunia seolah berhenti saat itu juga. Juventus tidak melebih-lebihkan. Itu yang ia rasakan saat melihat kecantikan alami Tania.
Juventus segera melarikan motor ninjanya ke kompleks apartemen Tania. Untung kemarin dia dapat persetujuan Tania untuk mengantarkan gadis itu pulang. Bahkan Juventus menemani Tania sampai depan pintu apartemen gadis itu. Juventus tiada berpikir bahwa seorang perempuan yang sedang hamil tentunya sudah menikah.
Juventus sudah berdiri di depan gedung. Tiba-tiba seorang lelaki keluar dengan membopong tubuh seorang perempuan. Juventus melihat tangan putih yang terkulai dari bopongan si lelaki. Dadanya berdetak saat memikirkan siapa perempuan yang berada dalam gendongan lelaki tersebut. Juventus segera berlari menyusul lelaki dan perempuan yang ia yakin adalah Tania itu.
“Suster, tadi ada seorang laki-laki yang membawa perempuan hamil di gendongan masuk ke rumah sakit ini. Ruangan yang mana itu suster?”
Setelah perawat mengatakan ruangan Tania berada, Juventus berlari ke arah yang diintruksikan oleh suster.
***
Bersambung ....
Muba, 4 Feb 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro