Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[18]

Kemarin Hino nggak update, yaa.

Maukah hari ini double?

Ceritanya ini suka-suka banget, sumpah. Nggak mikirin konflik, nggak ada yang spesial sama sekali. Jadi, KaSev makasih banget sama yang tahan bacanya sampai sini. Banyak kesalahan di sana-sini.

***

Tania kehilangan seluruh kekuatannya. Kakinya sangat lemas hanya untuk tegak berdiri saja. Ia berjalan ke lantai dua dibantu oleh Hino. Hino memapah Tania dengan sangat hati-hati mengingat istrinya sedang berbadan dua. Tania memegang tangan Hino untuk duduk di tempat tidur.

Hino segera membuka lemari pendingin mini yang terletak dekat pintu kamar. Ia menuangkan segelas air putih ke gelas.

"Minum dulu." Hino meminumkan air dingin kepada Tania.

"No, aku ... Ak—" Ucapan Tania terputus. Mulutnya kaku ketika akan mengatakan yang sebenarnya antara dirinya dan Argio di masa lalu. Tentang hubungan mereka.

Jujur.

Ternyata sulit untuk berkata jujur. Sulit untuk bersikap terbuka. Tania akhirnya menunda untuk memberitahu Hino. Lagian mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.

***

Hino menemui keluarganya yang masih berkumpul di ruang keluarga. Saat ini tinggal keluarga Assasi saja, Tante Via dan Om Argo serta kedua anak mereka Argio dan Dea. Hino duduk di samping Maminya yang juga duduk di samping Papi.

"Hoi, calon ayah!"

Dea melempar wajah tampan Hino dengan kulit kacang. Hino membalas kelakuan kakak tirinya itu, sehingga mereka menjadi perhatian seluruh keluarga.

"Udah setop, Dea!" tegur Via kepada anak gadisnya.

Kedua orang itu hanya berjarak setahun saja. Karena itulah, mereka bisa 'akrab', tidak seperti Argio yang selalu memasang tembok tinggi terhadap Hino serta maminya.

"Lo kapan nyusul gue, De?" tanya Hino.

"Hiis." Dewi memukul kepala Hino. "Panggil kakak!" tegur Dewi.

"Aaah, Mami. Dia nggak cocok buat jadi kakak. Lihat kelakuannya, manja lagi!" cibir Hino saat melihat Dea yang beringsut merangkul Argio.

"Yang manja itu siapa? Elo kali! Udah nggak cocok lagi manja-manjaan! Bentar lagi lo jadi bapak! Eh emang lo bisa ngurus anak nanti? Gue nggak yakin orang kayak lo bisa! Bisanya bikin aja kan lo?" serang Dea.

Serangan demi serangan pun mampir di kepala Dea. Hino mendorong kepala gadis itu. Via memukul bibir Dea. Dan Argio mencubit pipinya. Dea mengaduh kesakitan walaupun sebenarnya serangan itu tidak sakit.

"Kalau ngomong, jangan sembarangan, Dea!" tegur Via.

"Bercanda, Ma. Kapan lagi bisa bully anak satu ini. Jarang-jarang ketemu dia."

"Kenal di mana sama Tania?" tanya Argio membuka suara pertama kali.

"Hhhm. Kenal dari Nagita temen di kampus," jawab Hino.

"Udah berapa lama kalian berhubungan?" selidik Argio.

"Kita nggak punya hubungan apa-apa, Bang, yaah kenal gitu aja," jawab Hino, tapi akhirnya dia menyadari keanehan di sini.

"Bang Gio kenal Tania? Sebelumnya?" tanya Hino.

"Eheeeem ... Kita pulang aja deh yuuuk, Ma, Papa. Ayo, Bang Gio," ajak Dea memutuskan pembicaraan kedua anak Dewi Sinta itu.

"Eeh kalian tidur di sini aja. Mami udah siapin kamar masing-masing buat kalian. Sekarang udah malem lho," bujuk Dewi.

Setelah melancarkan bujukannya, akhirnya keluarga Assasi bersedia untuk menginap di rumah itu. Mereka menempati kamar tamu. Argo dan Via berpamitan untuk beristirahat terlebih dahulu. Sedangkan Dea memaksa sang kakak untuk menemaninya hingga tertidur.

"No naik cepat temenin istri lo! Nggak etis banget sih lo ninggalin dia sendirian di kamar!" sindir Dea. Sengaja ingin memisahkan Hino dari Argio yang seperti ingin menginterogasi Hino lagi.

Hino mengangkat bahunya tidak peduli sambil berjalan menaiki anak tangga ke lantai dua. Sementara itu Argio memelototi Dea. Dea seperti biasa merangkul lengan Argio dan memasang wajah seimut-imutnya. Mereka masuk ke kamar tamu di samping kamar kedua orang tua mereka. "Temenin sampai tidur!" ancam Dea.

***

Tania terbangun lewat tengah malam ketika merasa perutnya teramat lapar. Jelas lapar karena tadi sewaktu makan malam ia tidak bisa menelan makanan. Tania bergerak turun dari ranjang. Ia memakai sandal dalam rumah berbentuk kelinci. Lalu mencepol rambut panjangnya.

"No temenin ke bawah yuk!" pinta Tania. Hino sama sekali tidak terbangun dengan goncangan yang diberikan Tania.

"Kebo!" Tania merengut.

Laparnya semakin menjadi-jadi. Ingin turun ke bawah sendirian ia agak takut. Rumah besar ini membuatnya paranoid apalagi ini sudah lewat tengah malam. Jiwa penakut Tania tiba-tiba bangkit lagi.

"HINOOO!"

Tania menperhatikan wajah tampan suaminya. Eeeh. Tidurnya nyenyak banget. Entah kenapa Tania rindu dengan bibir ini. Ia menimbang-nimbang apakah berani melakukannya. Ia sama saja dengan pencuri. Tapi ... Dengan cepat Tania mengecup kecil bibir lelaki itu. Wajahnya langsung merah menyadari kelancangannya.

"Uuuh ... Sayaang." Kelopak mata Hino terbuka. Tania langsung menunduk malu.

"Kamu bikin ngantuk aku jadi hilang," ucap Hino.

"Aku laper," kata Tania memilin-milin ujung daster tidurnya.

"Aku juga laper," ucap Argio dan matanya nakal menatap bibir pink istrinya.

Hino langsung memagut bibir yang dicanduinya itu. Cukup lama mereka terlena oleh ciuman itu hingga Tania mendorong bahu Hino menjauh.

"Aku mau makan," jelas Tania. Hino melihat wajah istrinya lalu tersenyum.

"Ayo. Kita lihat makanan apa yang masih ada di bawah," ajak Hino.

Hino menggendong tubuh Tania ke lantai satu. Kekuatan Hino membuat Tania merasa beratnya seringan kapas. Kali ini Tania ingin menikmati kebersamaan mereka yang entah kenapa terasa tidak akan lama. Ia memeluk leher Hino dan mempercayakan Hino tidak akan menjatuhkannya. Setiba di dapur, Hino mencari makanan yang masih layak untuk dimakan. Dan sepertinya banyak pilihan makanan yang bisa mereka nikmati dari acara syukuran tadi.

Sementara itu Argio melihat kemesraan pasangan itu dengan rahang mengeras. Ia mengeratkan genggaman tinjunya melihat keakraban pasangan muda itu. Lagi-lagi ia merasa menjadi seseorang yang bodoh. Yang hanya bisa melihat gadis yang ia cintai bahagia dengan orang lain.

Dahulu Lafila. Sekarang Tania.

***

Seminggu kemudian Hino dan Tania sudah berada di Bandung. Hino mulai menjalani aktivitasnya seperti biasa. Ia meninggalkan apartemen pagi-pagi sekali saat Tania masih lelap di sampingnya. Lelaki itu tidak membangunkan Tania. Ia hanya memberikan kecupan ringan di dahi Tania sebelum berangkat.

Ketika bangun tidur, Tania tidak merasakan dirinya ditinggalkan karena hal ini sudah biasa. Saat ini kehamilan Tania membuat gadis itu menjadi hobi makan. Berat badannya sudah sangat naik dari sebelum ia hamil. Karena itulah Tania sering kehabisan stok makaman di apartemen.

"No, aku ke supermarket," izin Tania lewat telepon.

"Naik apa? Aku pesan taksi?" saran Hino. Tania mengangguk lalu teringat bahwa Hino tidak dapat melihatnya, Tania berkata sip.

Tania segera bersiap-siap. Setelah merasa bahwa penampilannya tidak malu-maluin, ibu hamil itu keluar dari apartemen dan melihat sebuah taksi sudah parkir di depan gedung.

"Nyonya Alendra?" tanya supir taksi menghampiri Tania. Tania mengernyit dengan panggilan itu namun kemudian ia mengangguk.

Perjalanan menuju supermarket memakan waktu cukup lama sebab saat ini adalah jam istirahat. Mobil-mobil pribadi yang mewah berkejaran mencuri finish untuk sampai ke tujuan. Tiba-tiba Tania merasa tidak enak pada perutnya. Keringat dingin bermunculan di dahi wanita itu. Merogoh tas tangannya, Tania tidak menemukan sesuatu yang ia cari. Sementara itu perutnya serasa digulung akibat udara yang dipenuhi aroma tidak sedap. Efeknya Tania hampir saja mengeluarkan isi perut di dalam taksi, untung ia masih sanggup menahannya.

"Pak bisa berhenti di depan sana? Saya kayaknya nggak sanggup naik mobil lama-lama," pinta Tania yang sudah pucat.

"Loh Ibu kenapa? Ibu sakit? Gimana ini apa saya antar Ibu ke rumah sakit?" tanya supir ikut panik.

"Nggak usah, Pak. Saya hanya perlu udara segar," tolak Tania dengan melambaikan tangannya ke bangku depan.

Dua menit kemudian taksi itu sudah menepi di sisi sebelah kiri jalan tepatnya di halte bus. Tania memberikan ongkos taksi dan ia mendapat pandangan khawatir dari supir. Tania merasa tidak enak seolah-olah ia sakit parah saja. Padahal ini hanya bawaan baby. Tania mengucapkan terima kasih kepada supir taksi sebelum ia menutup pintu mobil tersebut.

Bangku halte sepanjang satu setengah meter itu sudah penuh oleh orang yang sedang menunggu bus. Sebagian orang yang tidak kebagian tempat duduk berdiri di depan bangku dan sibuk dengan ponsel masing-masing. Orang-orang sibuk, pikir Tania. Ia mengingat pengalamannya selama bekerja. Dirinya juga dulu seperti orang-orang ini yang menghabiskan hari mengabdi di perusahaan mertuanya, dulu belum menjadi mertuanya tentu saja.

"Mbak duduk di sini deh, ayo saya bantu."

Seorang lelaki seumuran Nagita dengan tampilan elegan, tidak cocok duduk menunggu bus di sini, membantu Tania untuk duduk di bangku miliknya. Tania memperhatikan lelaki berjaket hijau itu. Kulit putih, badan tinggi, dan tegap. Ia menutup kepalanya dengan topi jaket sementara kabel earphone menyembul dari topinya. Di kerah kaus v-neck-nya tergantung raiban hitam.

Penampilan memang sangat menunjukkan style anak zaman kini, tapi hati jauh berbeda dari kebanyakan anak muda sekarang. Ternyata masih ada pemuda yang memiliki kepedulian. Di saat orang-orang kebanyakan memikirkan kepentingan diri sendiri, lelaki ini masih sempat menyisihkan perhatiannya kepada orang lain.

"Mbak nggak apa-apa?" tanya lelaki itu.

Tania gelagapan ditanya seperti itu. Lelaki yang berdiri di depannya memberikan senyuman manis yang membuat orang-orang di sekelilingnya terpana, termasuk Tania.

"Eh ... hmmm ... terima kasih karena kamu rela berdiri demi saya," ucap Tania.

Lelaki muda itu kembali tersenyum dengan sangat manis.

"Ya kembali kasih," sahutnya.

Sebuah bus berhenti di halte. Hampir semua orang yang berada di halte itu masuk ke bus. Sementara Tania memperhatikan kepergian mereka dengan sedih. Perasaan Tania tiba-tiba down seiring perginya bus tersebut dari hadapannya.

Dalam kehidupan ini ada orang yang datang dan ada yang pergi. Saat itu akan ada yang ditinggalkan. Bagaimana perasaan ditinggalkan? Tentu sakit. Tania pernah merasakannya. Cinta pertamanya yang tidak pernah ia ungkapkan. Ketika orang itu pergi, Tania gamang dengan kehidupannya. Namun ia sadar, ia akan bahagia jika orang yang dicintainya bahagia. Maka berbekal itu ia menata hatinya kembali. Hingga ia akhirnya menemukan cinta dari orang yang mencintai dirinya apa adanya.

"Mbak mau ke mana?" Sebuah pertanyaan dari suara bass memutuskan lamunan Tania. Ibu hamil itu mendongak dan melihat lelaki yang menolongnya berjalan ke bangku di sebelah Tania. Lelaki itu duduk dan membuka penutup kepalanya.

"Kamu nggak naik bus tadi?"

Lelaki itu tersenyum memandang Tania. Ada desiran aneh saat Tania melihat matanya. Ia seperti bercermin dalam mata itu.

"Aku nggak jadi naik sebab seorang calon Ibu membuatku enggan meninggalkannya sendirian," ucapnya.

Tania mengedip-ngedipkan matanya sebab gugup mendengar kejujuran lelaki itu.

"Mbak mau ke mana?" Lelaki itu kembali bertanya.

"Ke supermarket di ujung jalan ini ," jawab Tania.

"Tadi aku naik taksi tapi tiba-tiba perut nggak enak jadi aku minta turun." Tania heran entah mengapa dia menceritakan hal pribadi kepada orang asing.

"Kalau gitu bareng aku aja, tapi Mbak tunggu lima menit di sini ya. Jangan ke mana-kemana," ucap lelaki itu. Ia menelpon seseorang dan menyebut-nyebut nama halte ini. Setelah itu ia melihat jam dan menoleh ke balik jalan seperti menunggu sesuatu. Tania menyandarkan punggungnya pada besi di belakang tempat duduk dan mengelus perutnya dengan sayang. Sementara itu lelaki yang berdiri di hadapannya terpaku menyaksikan ibu hamil tersebut. Seulas senyum hangat menghiasi wajahnya. Ia menyentuh bahu perempuan itu dan membuat ibu hamil itu mengangguk.

"Oh ya Mbak, aku bisa manggil Mbak siapa?" tanya lelaki itu.

"Tania. Nama kamu siapa?" Tanya Tania.

"Aku Juventus." Lelaki itu kembali tersenyum.

"Oh iya, Mbak Tania, ayo naik sini. Aku anter," ucap Juventus.

Tanpa Tania sadari ternyata di depan mereka sudah terparkir sebuah mobil sport hitam. Tania mengikuti Juventus naik ke mobil itu. Mobil terbuka semoga nggak bikin mual, doa Tania.

***

Bersambung ...

Muba, 3 Februari 2021

lagi???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro