[14]
Jason mengikuti mobil Hino hingga kendaraan itu masuk ke baseman sebuah apartemen mewah yang tidak jauh dari kampus mereka. Wanita cerewet di sampingnya tidak berhenti bertanya ke mana mereka pergi. Setelah melihat mobil Hino di depan mereka, pertanyaannya pun berubah.
“Ngapain kita ngikutin Hino?” tanya Nagita.
“Lho ngapain dia ke sini? Nono pindah ke sini?” tanya Nagita lagi. Gadis itu baru menyadari bahwa Hino sudah tidak tinggal di apartemen yang lama.
“Ayo. Kamu siap kan melihat kejutannya?” tanya Jason.
Jason sudah lama ingin mendengar penjelasan keluar dari mulut Hino. Sejak mereka bertemu kakaknya Nagita di mall. Waktu itu Jason langsung merasa ada yang aneh. Ia melihat Tania, kakak Nagita itu merasa gelisah. Matanya sering tidak fokus dan suaranya bergetar tanda sedang menyembunyikan sesuatu. Jason memiliki kemampuan untuk mengetahui seseorang yang sedang berbohong. Oleh sebab itu, setelah keluar dari restoran ia kembali lagi untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Dan benar, Hino berutang penjelasan kepada mereka terutama kepada Nagita.
Mereka kini berada di depan lift yang tadi dinaiki Hino. Untungnya bilik baja itu langsung menunjukkan angka sembilan lalu berhenti. Itu tandanya Hino berada di lantai sebelas.
Kini mereka sudah sampai di lantai yang dituju. Jason mengetuk pintu apartemen satu per satu. Pintu terakhir yang paling ujung adalah kesempatan tarakhirnya. Tetapi memiliki tingkat kebenaran sembilan puluh delapan persen. Jason menekan bel lalu menunduk. Sedangkan Nagita yang lebih rendah tidak perlu melakukannya. Dia tidak akan tampak jika Hino melihat mereka dari lubang pengintai pintu.
Pintu dibuka oleh Hino. Lelaki itu terkejut. Saat akan menutup kembali, tangan Jason menghalanginya. Jason memegang daun pintu lalu memerintahkan Nagita masuk. Gadis itu langsung menyelinap di antara daun pintu dan tangan Jason.
“Untung aku kecil,” ujarnya.
Hino tidak ada pilihan lain kecuali membiarkan Jason ikut masuk. Kini kedua tamunya sedang duduk manis di sofa ruang tamu. Nagita masih terlihat kebingungan, sedangkan Jason menatapnya dengan tajam.
Hino melihat ponselnya. Tania saat ini sedang di perjalanan naik ke apartemen mereka. Hino mengira bahwa Tania yang mengetuk pintu tadi. Karena mungkin saja karena mengetahui bahwa Hino sudah pulang, Tania tidak menggunakan kuncinya. Tapi ternyata musibah bagi mereka.
“Jadi lo tinggal di sini?” tanya Jason berbasa-basi.
“Kalian ngikutin gue sampai sini?” tanya Hino tidak percaya.
“Iya emang kenapa? Kamu kan nggak mau ngasih tahu alamatnya!” jawab Nagita.
“Apa karena apartemen ini lebih elit makanya kamu nggak mau biarin kita nongkrong di sini?” tanya Nagita. Jason terkekeh sementara Hino menggaruk kepala yang tidak gatal.
“Udah tahu kan? Sekarang kalian pulang sana!” usir Hino dengan tega.
“Kasih kita minum kek. Kita kan tamu!” ucap Nagita.
“Aku aja deh yang buatin minumannya,” ucap Nagita lalu berlari kecil ke dapur.
“Ngapain lo pengen tahu banget tempat tinggal gue?” tanya Hino begitu Nagita hilang.
“Buat dia. Dia selalu nunggu kabar dari kakaknya.”
Wajah Hino berubah panik. Ia melihat ke pintu lalu melihat ke arah dapur.
“Lain kali gue jelasin, please sekarang ajak Gita keluar!” pelas Hino. Jason bergeming.
“Kampret! Keluar sekarang juga! Bawa tuh makhluk keluar sebelum Tania datang!” hardik Hino sambil mengacak-acak rambut dengan kedua tangannya.
“Ckckck. Sampai kapan lu mau ngumpetin mereka?” tanya Jason.
“Bini gue belum siap cerita sama dia. Aaaaaah.” Hino mengacak-acak rambutnya frustrasi. Sebentar lagi pasti Tania membuka pintu apartemen.
“Kamu kenapa sih, No?” tanya Nagita yang telah kembali ke ruang tamu dengan tiga gelas minuman merah.
“Dapur kamu bersih, ya. Penuh lagi kulkasnya sama bahan masakan. Kayak bukan apartemen cowok single aja!” Jason melirik Nagita lalu menatap geli kepada Hino.
Nagita mengedarkan pandangan ke penjuru apartemen. Lalu matanya tertumbuk pada sosok wanita hamil yang juga menatapnya dengan mata melebar. Hino bergegas berdiri di samping Tania lalu merangkul pundak Tania yang berdiri kaku di dekat pintu. Ia tidak mau Tania dan bayinya kenapa-kenapa akibat terlalu terkejut. Hino membantu Tania berjalan ke sofa single yang tadi ia duduki. Lalu Hino duduk di bawah sofa itu dekat kaki Tania. Dua kantong belanjaan yang tadi dijinjing Tania telah jatuh saat kaget dengan kehadiran Nagita.
“Kak Tania? Kok bisa ada di sini?” tanya Nagita.
“Kakak tinggal di sini,” jawab Tania. Hino menggenggam tangan Tania mengetahui bahwa istrinya tengah gugup.
Akhirnya, Nagita baru sadar ketika melihat sikap Hino kepada Tania.
“No kamu?” tanya Nagita.
“Kakak istrinya dia,” jawab Tania.
Setelah mengatasi keterkejutan akibat mengetahui Tania menikah dengan Hino, Nagita mulai bertanya macam-macam. Kini keduanya sudah berada di kamar Tania dan Hino. Sedangkan para lelaki di ruang tamu.
“Kak, aku beneran nggak percaya. Kok Kak Tania bisa sama Hino?” tanya Nagita.
“Nggak ada yang nggak mungkin, Gi.”
“Jadi ini anaknya Hino?” tanya Nagita.
“Kamu!” Tania mendelik kesal ke arah Nagita. “Ya jelas anak dia! Maunya anak siapa?” tanya Tania kesal. Pertanyaan macam apa itu?
“Ya. A-aku nggak percaya orang kayak dia udah mau jadi bapak!” jawab Nagita.
“Dia laki-laki jelaslah bisa jadi ayah. Kamu kok nanya aneh-aneh.”
Tania jadi kesal. Dia sudah merangkai jawaban untuk kisi-kisi pertanyaan Nagita, tapi gadis ini malah bertanya hal yang nggak penting.
“Kak Tania sejak kapan pacaran sama dia? Setahu aku hubungan Kak Tania baik-baik aja sama Kak Gio.” tanya Nagita. Dia sudah bisa bersikap normal.
“Kita nggak pacaran. Terjadi gitu aja,” jawab Tania sambil mengelus perutnya.
“Tapi kok nggak ada yang tahu, Kak? Maksud aku, Bunda nggak dikasih tahu tentang ini?” tanya Nagita.
“Eh Gi, kakak mau nanya sama kamu,” kata Tania tiba-tiba teringat tentang minuman kiriman Nagita.
“Nanya apa, Kak?”
“Ingat kamu pernah ngirim cake dan sirop sama Hino?” tanya Tania.
“Iya, Kak. Kenapa?”
“Kamu minum juga sirop itu?” tanya Tania.
“Iya. Ada dua botol. Aku minum satu botol dan yang merah untuk Kak Tania,” jawab Nagita.
“Kamu nggak apa-apa setelah minum?” tanya Tania lagi.
“Maksud, Kakak?”
“Jawab aja aah!” desak Tania.
“Aku ngerasa kembung. Karena aku minum sebotol sendirian hahahahaaa.”
Tania menjewer telinga Nagita.
“Aaau aaau, Kak. Maksud Kak Tania apa sih? Kalau habis minum ya jelas kita lega lah. Seger,” jawab Nagita.
“Kamu nggak merasa panas?” tanya Tania.
“Nggak. Aku malahan seger banget soalnya siropnya aku tumpangin di kulkas Bu Mini, ibu kos Nagi,” jawab Nagita. “Emang kenapa, Kak?” tanya Nagita melihat Tania terdiam.
“Kamu pakai resep cake yang biasa?” tanya Tania.
“Nggak.”
“Kamu masukin sesuatu ke dalam kue itu?” tanya Tania dengan kesal.
“Iya. Ada resep baru, Kak. Itu yang pengen aku coba bikin,” jawab Nagita.
“Haah. Ini tu gara-gara kiriman kamu, Nagi. Kenapa kamu nyuruh Hino nganter kiriman itu?” tanya Tania.
“Emang dia biasanya yang aku titipin, Kak. Dia udah sering kok bawa titipan Nagi ke panti,” jawab Nagita.
“Iya karena titipan itu makanya ada insiden,” jawab Tania sewot.
“Jangan bilang karena itu makanya Kak Tania harus nikah sama Nono!” tebak Nagita.
Tania mengangguk lalu mengalirlah cerita tentang malam sial itu yang kemudian dipergoki oleh pasangan Lafila dan Aldy. Selama Tania bercerita, Nagita mendengarkan tanpa interupsi. Waktu bagian Tania harus memutuskan Argio, Nagita juga ikut sedih.
“Kakak nggak berharap akan ada tanggung jawab untuk kejadian itu karena aku nggak hamil. Tapi kedatangan Kak Aldy dan permintaannya nggak mungkin aku abaikan,” ucap Tania sedih.
“Keputusan Kak Tania memang benar. Apalagi saat ini sudah ada calon buah hati kalian di sini,” ucap Nagita menyentuh perut Tania.
“Tapi masalah dengan Argio, dia tahu Kakak tinggal di sini.”
“Dia nggak ngapa-ngapain Kakak kan?”
“Nggak lah. Dia cuma ingin penjelasan dari kakak. Nggak mungkin aku cerita bahwa aku tidur sama cowok lain di saat masih jadi pacar dia,” jawab Tania.
“Kalau di film atau novel-novel kan akan ada balas dendam dari pihak ketiga?” tanya Nagita.
“Pihak ketiga itu suami aku, Nagi. Aku yakin Argio nggak akan melakukan itu. Dia pasti bisa melupakan Kakak,” hibur Tania.
“Pinter banget tuh anak nyembunyiin Kak Tania dari aku. Padahal aku selalu cerita soal Kak Tania yang nggak nelepon-nelepon aku sejak kita ketemuan di mall waktu itu sama dia,” ucap Nagita bersungut-sungut.
“Itu Kakak yang minta. Kita belum siap diketahui oleh siapa-siapa. Ini juga demi Kak Aldy,” jelas Tania.
“Tapi Kak Tania bahagia dengan Hino?” tanya Nagita dan Tania mengangguk.
“Kak Tania mencintai dia?” lanjutnya.
“Entahlah. Kakak rasa belum, tapi aku selalu mencoba belajar,” jawab Tania.
“Karena Kakak masih cinta sama Kak Gio?” tanya Nagita.
Tania menyentuh dadanya. Entah apa kini yang dirasakannya.
“Kakak nggak tahu, Gi,” ucap Tania lelah.
“Tan.”
Hino masuk ke kamar dan menginterupsi obrolan Tania dan Nagita.
“Hem?” tanya Tania.
“Jason mau ngajak Nagita balik,” jawab Hino.
“Oh iya. Kalau gitu, aku pamit pulang ya, Kak.”
Tania mengantarkan Nagita dan Jason keluar apartemen. Sedangkan Hino merasa tidak perlu memuliakan dua orang itu.
“Kalau butuh sesuatu atau tempat curhat hubungin Nagi aja, Kak,” ucap gadis itu sebelum hilang di balik pintu.
“Akhirnya,” ucap Tania.
Tania berjalan ke sofa di depan Hino. Biasanya setelah kita berbagi masalah dengan orang lain, kita akan merasa beban yang kita pikul sedikit terangkat kan? Begitu juga yang Tania rasakan saat ini. Tania lega kini ia tidak menyimpan masalah ini sendirian. Meskipun kini ia sudah tidak terbebani dengan pernikahan ini. Untungnya ia tidak harus menyimpan rahasia sendirian lagi. Sebenarnya dari awal Tania tidak mempermasalahkan ikatan suci ini, tapi meyakinkan Argiolah yang rasanya berat. Hingga Tania hanya mampu lari dan kabur dari Argio.
***
Hino memperhatikan kegiatan Tania pagi ini. Istrinya menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Tania mengolesi roti tawar dengan keju, menaburkan bawang, daging, dan menumpuk sayur serta telur di atas roti. Terakhir Tania mengolesi saus. Tania tengah menuangkan kopi dan susu ibu hamil ke dalam gelas.
“Nggak usah segitunya ngeliat aku ah, ayo duduk!” ajak Tania.
Hino menghampiri Tania, berdiri sangat dekat dengan Tania lalu menempelkan bibirnya pada bibir Tania sekilas. Belum habis keterkejutan Tania, Hino membungkuk di depan perut Tania. Tangannya menyentuh perut berisi milik istrinya.
“Apa kabar, Baby? Kamu nggak nakal kan di sini? Kasihan Mama. Tumbuh sehat ya, Sayang.”
Tania memperhatikan interaksi calon ayah dan anak itu dengan haru. Tanpa disadari air mata telah turun mengaliri wajah putihnya. Beginikah rasa disayangi oleh ayah sendiri? Bahkan sejak dalam kandungan, seorang ayah telah melimpahkan seluruh kasih bagi anaknya.
Tania ingin meletakkan tangannya di kepala Hino, namun pria itu langsung mendongak. Tangan Tania kini menggantung di udara. Hino berdiri dan menangkap tangan Tania. Ia meletakkan tangan kecil itu di bibir lalu mengecupnya mesra.
“Makasih karena kamu udah memberikan aku kebahagiaan ini. Aku janji aku akan mencintai kamu. Aku akan membuat kamu mencintaiku,” ucap Hino tepat di manik mata Tania.
Air mata Tania semakin deras mengalir. Ia begitu tersentuh dengan perlakuan manis Hino pagi ini. Kini bukan hanya merasakan kedekatan fisik, Tania juga mulai merasa kedekatan batin dengan suaminya. Hino merengkuh tubuh Tania ke dalam pelukannya. Ia memeluk istrinya itu dari samping agar tidak menyakiti bayi mereka di dalam perut Tania.
“Kita akan jadi orang tua sebentar lagi. Makasih ya, Sayang.”
Mendengar kata terakhir Hino itu membuat jantung Tania bereaksi kencang. Agar tidak terdengar oleh Hino, Tania melepaskan pelukan tangan lelaki itu. Suatu perasaan tak nyaman menghinggapi keduanya. Hino pun terpaksa memaklumi reaksi istrinya ini.
“Secepatnya aku pasti akan mencintai kamu. Lalu aku pastikan kamu juga akan mencintaiku, Tania,” ucap Hino lalu tersenyum kepada istrinya.
“Kita sarapan. Nanti kamu terlambat,” kata Tania memberi alasan.
***
Bersambung ....
Muba, 29 Januari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro