Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 01

Seorang gadis berdiri di depan gerbang sekolahnya sambil memegang tali ranselnya erat tidak sabar bertemu teman-temannya setelah beberapa waktu lalu libur kenaikan kelas. Juga tidak sabar untuk merasakan bagaimana sibuknya menjadi siswa kelas 12, serta melihat para siswa siswi baru tahun ini.

Asyik dengan ekspetas pikirannya sendiri gadis itu sampai tida sadar dirinya menjadi tontonan untuk mereka yang berjalan ke dalam sekolah. Sampai seseorang menepuk bahunya.

"Fir!"

"Eh, iya-iya siapa?!" Fira berjengkit kaget. Membuatnya latah. Ia pun menolehkan kepala untuk melihat siapa yang mengagetkan dirinya.

"Umami! Bikin jantungan aja, sih, lo!" serunya.

"Hahaha...." Tawa Umami pecah. Sudut matanya sampai berair, lucu sekali bisa mengagetkan sahabatnya ini. "Ya, lo ngapain berdiri di sini? Udah kayak patung selamat datang aja," ucap Umami masih dengan sedikit tawa.

"Gue, tuh, lagi membayangkan hal-hal yang bakal terjadi nanti. Dan tiba-tiba aja lo ngagetin gue, buyar, dah." Fira menatap Umami kesal, kesal banget. Pengin ngatain, tapi sahabat. Eh, tapi udah sering, sih. Ya udah, bodo amat.

"Barengan aja kita ke dalam, biar sekalian sapa-sapa gitu sama... siapa, ya?"

"Lah, lo bisa sama Asep, kan," goda Fira. "Gimana hubungan lo sama dia, ada kemajuan nggak, nih?"

"Apaan, sih, nggak ada. Kami cuma temenan doang nggak lebih," jawab Umami.

"Yaah... kasian si Asep kena frienzone."

"Gue udah punya pacar kali. Masa mau selingkuh, ogah!"

"Ya udah, sih, biasa aja. Sewot banget lagi dapet, ya?" tanya Fira polos.

"Lo tanya gitu kayak lo bukan cewek aja."

"Hehehe... lah, iya." Fira menggaruk belakang kepalanya. "Btw, kita ngomong mulu dari tadi nggak jalan-jalan ke dalam, gerbang mau ditutup padahal."

Umami mengangguk. Mereka masih belum sadar jika mereka masih berada di luar sekolah. Seperti tersadar sesuatu mereka kompak menoleh ke arah gerbang sekolah akan tertutup.

"KITA MASIH DI LUAR SEKOLAH."

Fira dan Umami segera berlari ke arah gerbang yang hampir dikunci oleh pak satpam.

"Pak Ahmad! Gerbangnya jangan ditutup dulu, Pak!"

"Tunggu kita masuk dulu, ya, Pak!"

Pak Ahmad yang merupakan satpam sekolah SMA Bangsa pun menghentikan aksinya menutup gerbang sekolah saat mendengar teriakan dua gadis yang sedang terengah-engah di sana. "Loh, kenapa kalian masih di luar? Bel udah Bunyu dari tadi, kalian masa tidak dengar?" tanya Pak Ahmad bingung.

"Ah, iya, maaf Pak. Tadi masih diskusi mau datang telat apa nggak," kata Umami keki.

"Iya, Pak. Tadi masih diskusi."

Mereka benar-benar tidak bisa berkata-kata. Hanya karena pembicaraan ringan bel sekolah berbunyi saja tidak dengar. Karena terlalu fokus bicara atau telinga mereka yang bermasalah?

Pak Ahmad menghela napas membuka gerbang yang hampir saja dikunci. Memberi Fira dan Umami jalan untuk masuk. "Ya udah, mumpung ini juga masih haru pertama masuk bapak izinkan. Tapi, lain kali jangan diulangi," pesannya.

"Baik, Pak!"

Mereka menjawab serentak. Dan mereka segera memasuki sekolah dengan sedikit berlari takut jika sudah ada guru di kelas.

===

Saat ini Fira, Livya, Umami, dan Nabila berada di kantin, makanan yang mereka pesan pun sudah siap untuk disantap.

"Kalian tadi kenapa datangnya telat, sih. Padahal masih hari pertama masuk lagi."

Fira dan Umami sontak tertawa canggung mendengar pertanyaan dari Livya. Mengingat kebodohan mereka tadi, sungguh... apa ya? Mereka tidak tahu mau menjelaskannya bagaimana.

"Iya, aku kira bakal duduk sendiri tadi gegara kamu nggak masuk, Mam. Eh, taunya malah jalan di belakang Bu Siska," ucap Nabila dengan tawa kecil.

Setelah setahun berteman juga bersahabat dengan mereka Nabila sudah mulai terbuka dan lebih banyak bicara, bukan hanya jadi pendengar. Ketiga sahabatnya pun ikut senang dengan perubahan Nabila yang ini.

"Ya, gimana nggak gitu. Orang gue ketemu waktu mau ke kelas, beliaunya aja yang datangnya selalu ontime habis bel." Umami menusuk baksonya dengan keras sampai membuat kuah bakso terciprat keluar. Jelas menggambarkan bagaimana kesalnya gadis itu.

Sedangkan ketiga sahabatnya yang lain menanggapinya dengan kekehan kecil. Umami memang orang yang suka berkata apa adanya, kalau memang tidak suka ya bilang tidak begitu pun sebaliknya.

"Terus lo gimana, Fir?" tanya Umami.

Fira menatap Umami dengan wajah berbinar senang, yang mana malah membuat Umami dongkol. "Santai, dong. Gue mah beruntung guru belum masuk ana kelas aja ramenya nggak karuan, deh," jawabnya.

"Ah, lo mah enak nggak diomelin di hari pertama masuk. Lah, gue udah panas aja, nih, kuping," cerca Umami.

Ketika Fira ingin membalas ucapan Umami Nabila sudah lebih dulu menyela, "Udah-udah mending makan aja, deh, kasian makanannya dianggurin dari tadi."

Fira dan Umami pun mulai memakan makanan mereka masing-masing. Sesekali Fira melirik Livya yang sedari tadi tak bersuara hanya mengaduk makanannya saja. Ia menyenggol lengan Livya pelan.

"Lo kenapa diem aja, Liv dari tadi? Nggak badan lo muka merah gitu," cetus Fira.

Livya tersentak. "Eh, ya, apa?"

"Kok, lo diem aja, nggak kayak biasanya. Jangan melamun mulu entar kesambet lagi."

"Fira mulutnya."

"Eh, iya, Bil. Maaf nggak sengaja." Fira segera meminta maaf, takut diceramahi pajang lebar. Ia beralih pada Livya lagi. "Atau jangan-jangan... gegara di kelas tadi, nih?" tanya Fira dengan seringaian lucu di bibirnya.

Sontak hal itu membuat wajah Livya memerah, malu. Umami dan Nabila yang mendengarnya jadi mengalihkan atensi mereka pada Fira dan Livya. Memang hal apa yang terjadi di kelas Fira dan Livya tadi pagi sampai membuat Livya melamun tadi?

"Apa, sih, Fir. Nggak, ya, nggak usah dibahas," elak Livya.

"Masa, sih. Kasian Vano, loh, nggak diakuin."

"Emang ada hal apa, sih, di kelas lo?" tanya Umami ingin tahu.

"Gini gue kasih-"

"Fira!" sentak Livya dengan wajah memerah malu.

Fira tertawa melihat reaksi Livya, tapi tak ingin membuat sahabatnya yang lain kepo. Jadi, lebih baik mengatakannya, meski Livya menahan malu-lagi. "Tadi Livya... nggak sekarang, deh, kasian sama Livya gue. Nahan mau banget, kapan-kapan gue ceritain."

Umami mendesah kecewa. "Yah... kok gitu, sih. Penasaran banget ini gue."

"Udah, Mam. Lain kali, kan bisa kamu taunya. Mending kita makan aja, terus balik ke kelas," tegur Nabila.

Mereka mulai menghabiskan makanan yang masih belum habis dan setelahnya kembali ke kelas nanti. Yah, memang Nabila yang paling baik dan menjadi penengah di antara mereka.

===

Mendekati bel pulang semua siswa di kelas XII IPA 1 bersemangat mengikuti pelajaran terkahir hari ini meski pelajarannya membosankan. Namun, karena berada di akhir mereka jadi bersemangat karena setelahnya mereka akan pulang. Kalian pasti tahu, kan setiap siswa pasti bersemangatnya saat di sekolah adalah waktu berangkat, istirahat, dan waktu pulang.

Dan tak lama kemudian bel pulang sekolah pun berbunyi, mereka yang awalnya ogah-ogahan menatap ke depan mulai merapikan alat tulis dan memasukkannya ke dalam tas. Guru yang mengajar di kelas sudah terbiasa dengan kelakuan anak didiknya sedari dulu. Dari generasi ke generasi tak pernah berubah.

Setalah guru tersebut meninggalkan kelas beberapa orang sudah mulai berjalan keluar kelas. Menyisakan beberapa orang yang memang masih ingin tinggal.

"Liv, lo mau langsung pulang?" tanya Fira.

"Iya, gue bareng sama Vano pulangnya. Jadi, sori nggak bisa nemenin lo nunggu di depan."

"Nggak masalah, sih. Tapi, cieee pulang sama Bebeb ya...," goda Fira.

"Apaan sih."

Fira hanya senyum-senyum tak jelas menggoda teman sebangkunya sekaligus sahabatnya ini.

"Liv."

Panggil seseorang mengalihkan perhatian mereka. Vano berdiri di samping meja Fira dan Livya dengan tas di tangan kanannya. "Ayo, pulang," ajaknya.

Livya menoleh ke samping. "Gue duluan, ya, Fir."

"Iya, deh, iya. Yang udah resmi always pulang bareng, kasian yang jomlo tau. Van, hati-hati lo bawa motornya, awas aja kalo sampe Livya kenapa-kenapa!

"Santai aja, tanpa lo minta pun gue bakal hati-hati," jawab Vano tenang. Setelahnya menggandeng tangan Livya untuk mengikutinya keluar.

Fira menganggukkan kepalanya mengerti. Namun, ekor matanya tak sengaja menangkap seseorang yang melihat kepergian Livya dan Vano barusan. Orang itu, Hendra. Cowok yang dari kelas X memang menaruh rasa pada sahabatnya itu, tapi ternyata perasaan itu tak berbalas.

"Eh, Hendra!" Fira memanggil cowok itu agak keras agar perhatiannya teralihkan. "Lo sendiri, kan? Gue nebeng lo, ya?" tanyanya berharap cowok itu mengiakan.

"Bukannya lo dijemput, ya? Kenapa mau nebeng gue?" Hendra mengernyitkan dahi.

Fira berdecak. "Sampai depan sekolah doang, elah."

"Cuma sampai depan," ucap Hendra.

"Yeeeayy, makasih Hendra!"

"Hm."

===

Hai, kalian yang selesai baca ini. Makasih ya udah mau mampir.

Oh, ya sekalian mau ngasih tau kalo di sini mungkin aku nggak pake cast buat para tokohnya. Jadi, maaf banget kalo ada yang berharap buat pake cast 🙏🏽🙏🏽

Udah itu aja dan jangan lupa buat tinggalin jejak ya. Entah itu vote atau comment.

Sampai bertemu bagian selanjutnya....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro