Prolog
Hiruk pikuk yang sebelumnya berlangsung secara perlahan berhenti. Satu persatu lampu yang menyinari setiap ruang dimatikan. Di tengah keheningan, seorang perempuan menatap bulan purnama yang kini bersinar terang. Bibirnya membentuk senyuman kecut dan matanya yang sebelumnya menatap bulan kini menatap benda cair yang memantulkan sinar bulan.
"Sungguh malam yang indah dan sunyi... Waktu yang sangat pas..." ucapnya pelan.
Perempuan itu perlahan mengingat semua hal yang sudah terjadi dalam hidupnya. Bagaimana ibunya selalu menyalahkannya, bagaimana adiknya yang terus mengucapkan berbagai macam kata kasar padanya, bagaimana ia hampir dilecehkan oleh perempuan, bagaimana ia hampir dilecehkan oleh laki-laki, bagaimana caranya ia mendapati pria yang sebelumnya menjadi penenangnya menusuknya dari belakang, bagaimana caranya seluruh teman sekelasnya menjauhinya, bagaimana perilaku yang ia terima berbanding terbalik dengan adiknya terima, bagaimana temannya melakukan pembullyan dan lain sebagainya.
semua yang sebelumnya baik semua menjadi buruk sejak kematian ayahnya.Perempuan itu menghela nafas. Perlahan air mata merembes keluar dari matanya. Ia tersenyum kecil.
"Ayah, maafkan Syana telah mengambil keputusan ini. Tapi, Syana ingin cepat menyusul ayah.
Syana merindukan ayah. Syana ingin menceritakan semua keluh kesa Syana sama ayah."
"Syana tahu dengan sangat jelas kalau permasalahan Syana bisa dikatakan sangat ringan bagi orang lain. Tapi... Syana merasa jika Syana terus menjalani kehidupan Syana, Syana akan gila. Syana tau Syana telah mengambil jalan pengecut karena menghindari masalah. Tapi... Syana sudah tidak kuat. Maafkan Syana, Ayah..."
Perempuan itu kemudian melepas pegangannya pada pinggiran jembatan dan menutup matanya sehingga pandangannya yang sebelumnya diisi dengan sinar terang bulan purnama menjadi kegelapan.
"Selamat tinggal kehidupanku..." ucap perempuan yang memiliki nama Syana tersebut. Syana kemudian membuka matanya. Ia menatap heran sekelilingnya. Satu kata untuk mendeskripsikan ruangan itu. Putih.
"Ini... di mana?"
"Selamat datang, Syana." Ucap sebuah suara.
Syana kembali menatap sekelilingnya sampai akhirnya matanya mendapati api yang berkobar dengan warna emas.
"Api... emas?"
"Apa kau menyukai api ini?" ucap suara tersebut yang ternyata berasal dari api emas yang kini berada di hadapan Syana.
Syana kemudian tersenyum kecil di hadapan api emas tersebut.
"Aku menyukainya. Hangat, seperti tangan ayah yang selalu menenangkanku ketika aku merasa sedih." Ucap Syana.
"Aku senang mendengarnya."
"Aku sekarang berada di mana? Dari yang terakhir aku ingat, aku terjun dari atas jembatan." tanya Syana.
"Bisa dikatakan ini adalah dunia antara hidup dan mati."
"Hidup.. dan mati?"
"Aku membawamu ke sini. Jujur saja, aku sudah memperhatikan mu sejak kau baru saja lahir. Aku mengetahui semua hal yang terjadi padamu."
"Begitu... maaf sudah memberikan pemandangan kehidupanku yang buruk."
"Inilah salah satu sifatmu yang aku suka. Aku sangat menyukai manusia yang memiliki kerendahan hati. Tapi harus kau tahu, kerendahan hati bisa jadi berakibat fatal padamu. Kau akan terus mengalami kejadian yang sama seperti yang kau alami di kehidupan mu. apalagi ketika kau sudah sampai ke dimensi yang akan kau tempati nanti."
"Dimensi yang akan aku tempati? Apa maksudmu?"
"Aku memberikan mu hadiah."
"Hadiah? Maaf, tapi aku masih belum mengetahui apa yang kau maksud dari tadi."
"Ah benar juga. Baiklah akan aku jelaskan secara singkat. Aku, penjaga pintu gerbang selatan, Suzaku, memberikan hadiah berupa kehidupan baru yang merupakan kesempatan keduamu untuk hidup dan menjadikanmu penerus dari quirk Suzaku."
"Kehidupan kedua? Quirk?" ucap Syana terbelalak.
"Ya." Ucap api itu yang kemudian mengubah wujudnya dengan menjadi burung dengan api emas yang menyelimutinya. Burung yang memiliki nama Suzaku itu kemudian menempelkan kepalnya pada jidat Syana yang masih terpana dengan wujud Suzaku.
"Sudah tidak ada waktu lagi, Semoga kehidupan kali ini menjadi kehidupan yang dipenuhi oleh api yang lembut dan hangat." Ucap Suzaku yang kemudian membakar tubuh Syana dan memindahkan jiwanya tanpa mendengar pertanyaan dari yang bersangkutan.
"Aku akan selalu memperhatikanmu." Ucap Suzaku yang kemudian ikut menghilang.
~~~~~~~~~~~~
Suara bising penuh kebahagiaan memasuki indra pendengaran Syana.
"Lihat Hiiro-san, matanya seperti mu. Seperti emas yang berkilau." Ucap wanita dengan tangan yang menggendong tubuh mungil Syana.
Syana masih berusaha menyesuaikan penglihatannya. Matanya kemudian melirik pada wanita yang membawanya dan pria yang masih berusaha menghapus air mata harunya. Syana masih mengingat percakapannya dengan burung emas yang membawanya ke dalam tubuh baru yang ia tempati sekarang.
"Aku akan memberimu nama Hiko. Semoga api emas Suzaku memberkatimu." Ucap pria yang memiliki nama Hiiro itu membawa Syana ke dalam gendongannya.
Syana atau yang sekarang sudah memiliki nama Hiko kemudian mengingat sentuhan terakhir yang ia rasakan dari tangan ayahnya di kehidupan sebelumnya. Perlahan ia mengeluarkan air mata kemudian menangis layaknya bayi yang merindukan orang tuanya.
'Suzaku, terima kasih banyak. Aku akan terus menjaga kehidupan ini.' Ucap Hiko dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro