Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25 >> Kepingan Masa Lalu (2)

Budayakan membaca notes, vote, dan comment ya😊

Sorry for any typo(s)

Selamat membaca🤗

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

----------------------------------------------

"Masa lalu bukanlah sesuatu yang patut dilupakan, melainkan ia adalah sesuatu yang bisa dijadikan tolak ukur kita dalam bertindak di masa sekarang maupun di masa yang akan datang."

-----------------------------------------------

Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun, sampai sekarang Gabriella belum juga pulang hal itu menyebabkan Salwa tampak gelisah. Ia terus memandangi jam dinding dan pintu depan.

"Kenapa Gabriella belum pulang juga?" gumam Salwa cemas.

Salwa baru sadar jika Gabriella tidak membawa ponselnya. Lantas bagaimana bisa ia menghubungi gadis itu.

'Knock... knock...'

"Assalamu'alaikum,"

Salwa menoleh ketika ada suara ketukan pintu. Dengan buru-buru ia menuju pintu tersebut.

"Wa'alaikumussalam iya sebentar,"

Salwa terkejut begitu membuka pintu. Disana ada Nizam dan Gabriella. Keadaan Gabriella sudah tidak karuan bahkan rambutnya begitu kusut.

"Astaghfirullah, kamu kenapa Bell?"

Tanpa menjawab Salw, Gabriella langsung berhambur ke pelukan gadis itu dan kembali menumpahkan air matanya.

Salwa melirik Nizam sejenak, "Sebenarnya apa yang terjadi Mas?" tanyanya pada lelaki itu.

"Dia hampir saja diculik," lirih Nizam.

Salwa menutup mulutnya tak percaya,"Ya Allah bagaimana bisa?"

"Sebaiknya kamu bawa Bella ke dalam dulu. Dia sepertinya masih syok," saran Nizam. Kemudian Salwa pun mengangguk dan menggiring Gabriella untuk masuk.

Nizam pun mengikuti langkah keduanya dengan membawa barang belanjaan Gabriella tadi. Lalu Salwa mengajak Gabriella untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Sal, ini barang belanjaan yang Bella bawa tadi," Nizam memberikan dua kantong kresek yang berisi bahan makanan pada Salwa.

"Makasih ya Mas udah bantuin,"

Nizam mengangguk, "Aku pamit pulang dulu ya udah malem,"

Salwa pun mengangguk, sebenarnya ia tidak enak karena tidak membiarkan Nizam untuk mampir sebentar. Namun, mereka tahu bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk berkunjung rasanya tidak elit jika seorang lelaki berada di rumah seorang perempuan malam-malam.

"Kalau begitu aku pamit, Assalamu'alaikum," ucap Nizam.

"Wa'alaikumussalam," jawab Salwa.

Nizam melirik Gabriella yang masih menunduk sembari menangis sesegukan. Ia tahu jika Gabriella masih butuh ketenangan akibat kejadian beberapa waktu lalu yang menimpanya. Kemudian Nizam pun melangkah meninggalkan kontrakan Salwa. Salwa pun mengantarkan Nizam ke depan.

Sebelum pergi, Nizam mengucapkan beberapa kata untuk Salwa, "Sebaiknya jangan paksa Gabriella untuk cerita tentang yang dialaminya tadi. Beri dia waktu," pesan Nizam.

Meskipun Salwa sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Gabriella, gadis itu mengangguk mengiyakan ucapan Nizam. Ia tidak akan memaksa Gabriella cerita karena ia pun tahu apa yang membuat gadis itu trauma.

"Sebenarnya apa yang terjadi padanya?" tanya Salwa pada Nizam.

Nizam menghembuskan napas pelan, "Mungkin Bella yang bisa menjawabnya, tapi yang jelas beritahu Bella jika aku juga akan membantunya. Dia aman sekarang,"

Benak Salwa semakin bertanya-tanya, sebenarnya ada apa ini.

Lalu Nizam kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang.

Salwa hanya bisa menatap kepergian Nizam dengan banyak tanda tanya. Setelah itu, ia kembali masuk dan menghampiri Gabriella lalu dipeluklah gadis itu olehnya.

"Sstt... udah jangan nangis ada Mbak disini," ucap Salwa sembari mengelus punggung Gabriella lembut.

"Hiks...hiks... aku takut Mbak," gumam Gabriella sambil sesegukan.

"Udah udah sstt... sekarang kamu aman," ujar Salwa mencoba menenangkan Gabriella. Salwa benar-benar tak tahu apa yang sudah membuat Gabriella seperti ini. Namun, tentu saja hal itu membuatnya khawatir takut jika telah terjadi sesuatu pada Gabriella.

Gabriella melepas pelukannya dan menatap Salwa. Salwa mengusap air mata Gabriella pelan.

"A--aku ke--ketemu sama Papa Mbak," ucap Gabriella sembari sesegukan.

Alis Salwa tertaut. Inikah yang menyebabkan Gabriella begitu ketakutan. Apa benar kata Nizam tadi bahwa Gabriella hendak diculik.

"Tapi kamu nggak papa kan?"

Gabriella mengangguk kecil, "Aku bener-bener takut Papa akan bawa aku ke club itu lagi. Aku takut ngeliat Papa," lirihnya.

Salwa memeluk Gabriella erat sembari mengelus punggungnya. Mencoba memberi kenyamanan padanya.

"Sstt... udah gak usah diterusin,"

Gabriella hanya bisa menangis mengeluarkan seluruh keluh kesahnya. Salwa tak habis pikir jika Papa Gabriella berhasil membawa Gabriella. Gadis itu sudah banyak menanggung luka jangan lagi diberi luka yang sama.

***

Sepanjang perjalanan pulang Nizam masih mengingat jelas bagaimana tubuh Gabriella yang bergetar ketakutan sembari menangis tiada henti.

Melihat itu ia teringat seseorang di masa lalunya. Seseorang yang membuatnya akan terus diselimuti rasa bersalah. Seseorang yang harusnya ia lindungi, namun ia gagal. Kegagalan itu akan selalu ia ingat sampai kapanpun dan Nizam tak akan melakukan kesalahan yang sama dua kali. Maka dari itu ia tak ingin melihat Gabriella terluka seperti seseorang yang gagal ia lindungi.

Nizam menepikan mobilnya, ia mengusap wajahnya kasar. Perasaannya begitu kalut.

"Astaghfirullahal'adzim, Ya Allah ampuni aku," tanpa sadar air mata Nizam sudah tak bisa lagi dibendung.

Air mata penyesalan, perasaan bersalah semua tumpah ruah seakan ingin menertawakan Nizam. Ia tahu sangat tahu jika dirinya di masa lalu bukanlah Nizam dengan segudang prestasinya, baik tutur katanya. Nizam di masa lalu tak ayalnya seorang bajingan yang masih diberi kenikmatan oleh Tuhan.

"Nizam tolong,"

Tubuh Nizam seolah kaku dan tak dapat digerakkan. Dirinya hanya bisa melihat gadis di depannya yang sudah terkapar penuh darah tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menangis sejadi-jadinya, ia tak ayalnya hanya lelaki bodoh yang tak bisa berbuat apa-apa.

"Maaf, maafkan aku Nabila,"

Nizam seakan terlempar kembali ke masa lalu yang sama sekali tak ingin diingatnya. Ingatannya tentang Nabila kembali menguak ke permukaan seakan memporak-porandakan kenyataan yang ada.

"Aku pembunuh, aku seorang pembunuh," gumamnya lirih. Hanya keheningan malam yang akan mendegarnya.

***

Keesokan paginya keadaan Gabriella sudah lumayan membaik. Ia kembali berkativitas seperti biasa membantu Salwa di dapur untuk menyiapkan sarapan.

"Pagi Mbak," sapa Gabriella pada Salwa yang tengah sibuk mencincang bawang merahnya.

"Eh Kamu udah bangun Bell? Kenapa nggak istirahat di kamar aja biar Mbak yang masak,"

Ucapan Salwa dibalas gelengan oleh Gabriella, "Aku udah nggak papa. Aku mau bantuin Mbak,"

"Ya udah kalo gitu,"

Gabriella menyunggingkan senyum dan langsung membantu Salwa mengerjakan pekerjaan dapur.

Sembari memotong sayurannya, Gabriella kembali teringat kejadian malam kemarin. Kejadian yang tak ingin ia ingat, namun kembali hadir mengisi pikiran.

Namun, dibalik itu semua ada yang membuat perasaannya berdesir. Itu semua karena Nizam, pria yang tiba-tiba datang menolongnya. Ia tak habis pikir bagaimana bisa lelaki itu datang disaat ia sudah begitu putus asa tak akan ada yang menolongnya.

Bahkan lelaki itu rela terluka demi menolong dirinya.

"Ya Tuhan!" pekik Gabriella.

Salwa yang berada tak jauh darinya pun langsung mendekat, "Ada apa Bell? Kamu nggak papa?"

Gabriella mengerjapkan matanya pelan rupanya pekikannya terlalu keras hingga membuat Salwa terperanjat.

"Bukan apa-apa kok Mbak, cuma ada sesuatu hal yang lagi aku pikirin,"

Salwa menggeleng pelan, "Masalah kemarin nggak usah terlalu dipikirin, nanti kamu bisa aja sakit,"

"Aku cuma kepikiran---Mas Nizam,"

Kening Salwa otomatis tertaut, "Mas Nizam? Kenapa sama Mas Nizam?" tanyanya.

"Waktu nolongin aku Mas Nizam sempet dipukul sama Papa," ungkap Gabriella.

"Aku baru inget, aku ngerasa bersalah banget karena aku Mas Nizam jadi kena imbasnya," imbuhnya.

Salwa mengusap pundak Gabriella pelan.

"Udah jangan merasa bersalah kayak gitu, kalo kamu ketemu sama Mas Nizam kamu bisa tanyain gimana keadaanya," ujar Salwa.

Gabriella mengangguk. Ia harus berterima kasih juga pada lelaki itu. Berkat dia, dirinya bisa terselamatkan dari Sandy.

Bersambung....

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Alhamdulillah akhirnya bisa nepatin janji untuk double up hari ini. Ngos-ngosan banget udah kayak lari marathon wkwk😅

Kalian ngerasa nggak sih semakin hari ceritanya makin complicated, bener-bener kayak sinetron indosyair😂 udahlah yaww memang begitu alurnya biar makin mantep konfliknya. Kayaknya aku suka banget bikin pemerannya tersiksa wakwakwak😆

Udah kali ya gak banyak omong lagi dah jangan lupa votmen dan krisannya ya😊

With Love

missookaa😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro