14 >> Pekerjaan?
Budayakan membaca notes, vote, dan comment ya😊
Sorry for any typo(s)
Selamat membaca🤗
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Genap satu minggu Gabriella tinggal di kontrakan Salwa. Kondisinya pun berangsur pulih, ia sudah bisa berjalan biasa walaupun masih sedikit tertatih. Kali ini ia sengaja bangun pagi untuk menyiapkan sarapan bagi Salwa. Karena ia tahu jika hari ini Salwa ada kuliah pagi. Setidaknya ia ingin membantu meringankan tugas Salwa.
"Loh Mbak Salwa?" Sesampainya di dapur Gabriella dibuat kaget karena di sana sudah ada Salwa yang sibuk berkutat dengan masakannya.
"Eh kamu udah bangun. Pagi Bell," ujar Salwa.
"Padahal aku mau nyiapin sarapan buat Mbak, eh ternyata Mbak Salwa udah bangun duluan,"
Salwa pun terkekeh mendengar ucapan Gabriella, "Emangnya kamu gak sadar kalo Mbak nggak ada di kamar dari tadi?" tanyanya.
Gabriella menggeleng, "Aku kira Mbak lagi di kamar mandi,"
"Tapi kok Mbak pagi banget bangunnya?" imbuhnya.
"Kan emang tiap hari Mbak bangunnya jam segini, abis Sholat Shubuh Mbak langsung nyiapin sarapan,"
Gabriella merasa malu sendiri jadinya. Ia pun menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.
"Mendingan kamu duduk aja nunggu--"
"Nggak!" sela Gabriella.
Kening Salwa mengernyit, "Lah kenapa?"
"Aku mau bantuin Mbak, aku gak mau ngerepotin Mbak lagi. Kakiku udah sembuh kok jadi aku bakal bantuin Mbak beres-beres rumah, masak, nyuci, dan segala macemnya,"
Salwa menggeleng pelan sembari menyunggingkan senyuman. Padahal ia sama sekali tidak merasa direpotkan oleh Gabriella. Ia sudah biasa mengerjakan pekerjaan sendiri, jadi meskipun gadis itu tidak membantu Salwa tidak merasa keberatan.
"Ya udah deh terserah kamu,"
Gabriella tersenyum lalu beringsut mendekati Salwa yang tengah sibuk memotong bawang.
"Kamu potong sayurannya aja terus cuci, abis itu bersihin beras dan masak di penanak nasi," ujar Salwa.
"Siap Bu Bos!" Gabriella mengangkat tangannya membentuk tanda hormat. Lagi-lagi kekonyolan Gabriella membuat Salwa mau tak mau menyunggingkan senyuman.
Gabriella memotong sayurannya begitu lihai. Ia sudah terbiasa memasak, ia juga sering bereksperimen membuat makanan dan karena itulah dia disebut pengacau dapur oleh mamanya.
Mengingat hal itu hati Gabriella berdenyut, kenangan bersama sang mama kembali terputar jelas di otaknya. Namun, dengan cepat ia menepis pikiran itu. Sekarang bukan saatnya untuk kembali bersedih. Ia harus berusaha bangkit, ia tidak boleh terus bersedih dan harus menjadi gadis yang tangguh.
"Oh ya Bell,"
"Apa Mbak?"
"Ehm, kamu mau nggak Mbak cariin kerja?"
Gabriella menatap Salwa dengan mata berbinar.
Kerja.
Gadis itu pun langsung mengangguk semangat, "Mau Mbak, mau... mau..."
"Beneran mau?"
"Iya Mbak, aku mau banget,"
Salwa mengangguk sekilas, "Oke kalo gitu Mbak akan nyoba nyariin kamu kerjaan,"
Tanpa banyak kata Gabriella langsung memeluk Salwa. Ia benar-benar harus berterima kasih pada Tuhan karena telah mempertemukan dirinya dengan Salwa seseorang yang memiliki hati tulus menolong tanpa pamrih. Dengan adanya Salwa membuat Gabriella merasa bahwa dirinya harus banyak bersyukur dan harus berusaha menjadi yang lebih baik.
"Terima kasih Mbak,"
Salwa pun mengusap punggung gadis itu lembut, "Mbak akan bantu kamu sebisa mungkin. Yang jelas jangan pernah menyerah, masa depan kamu masih panjang Bell,"
Gabriella mengangguk dalam pelukan Salwa. Ia bertekad untuk merubah diri menjadi lebih baik. Mendiang mamanya pun juga menginginkan dirinya menjadi gadis yang tangguh.
Ya.
Gabriella akan berusaha untuk itu.
***
Adrian baru saja sampai di kampusnya. Dan saat ini pun ia masih berada di parkiran, ia tengah duduk manis di atas motornya. Beberapa kali ia menguap, terlihat jelas jika lelaki itu maih mengantuk. Jika bukan karena kuliah pagi mungkin dirinya masih bergelung di dalam selimut saat ini.
Adrian merasakan ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk. Id caller 'Mama' terpampang dalam layar ponselnya. Lelaki itu menggeram pelan. Entahlah ia masih belum bisa menerima panggilan dari sang mama karena sesuatu hal. Ia pun memilih memasukkan ponsel itu ke dalam saku jeans tanpa berniat mengangkatnya.
Ia beranjak meninggalkan parkiran dan menuju ke kelasnya. Saat berada di koridor kampus ia melihat seorang gadis tengah berjalan di depannya ia mengenakan jilbab berwarna peach ditambah dengan gamis berwarna senada. Adrian sangat hapal siapa itu, ia adalah Salwa. Adrian pun memilih mempercepat jalannya untuk menyusul Salwa.
"Oi...." Adrian menepuk bahu gadis itu, hingga membuat ia sontak menoleh.
"Astaghfirullah Adrian, kamu bikin kaget deh," kata Salwa sembari mengelus dadanya pelan.
Yang membuat kaget hanya tertawa bahkan tanpa ada perasaan bersalah sama sekali.
"Gitu aja kaget,"
Salwa merengut. Selalu saja begitu, Adrian bersikap seenaknya. Kalau ada apa-apa bagaimana memangnya dia mau tanggung jawab.
"Kamu tuh sering banget sih bikin kesel,"
"Kayak lo baru kenal gue aja deh Sal,"
Salwa menghela napas, "Dasar," lalu Salwa kembali melanjutkan langkah menuju kelasnya. Meladeni Adrian hanya akan membuang waktu dan membuat mood paginya rusak. Adrian tersenyum miring, rasanya senang sekali menggoda Salwa. Lelaki itu pun mengikuti langkah Salwa.
"Kamu tumben pagi-pagi udah ada di kampus?" tanya Salwa.
"Ya soalnya tadi bantuin Mang Ujang buka gerbang dulu,"
Salwa langsung menatap Adrian penuh tanya, semacam lewat tatapan dia berkata "Beneran?"
"Ya nggak lah, masa iya ganteng-ganteng gini jadi penjaga gerbang. Percuma dong, gue ditakdirkan jadi ganteng,"
Salwa hanya bisa memutar bola matanya malas.
"Tumben aja kamu berangkat pagi begini biasanya mah masih bikin pulau,"
"Ciee... tau banget sih kebiasaan gue," goda Adrian.
Lagi-lagi Salwa hanya memutar bola matanya. Adrian benar-benar.
"Dari dulu sampe sekarang gak berubah," ucap Salwa.
"Bodo, yang penting gue ganteng,"
Salwa menarik napasnya dalam-dalam. Dia benar-benar jengah degan tingkat kenarsisan Adrian yang semakin hari semakin meninggi.
"Terserah," itulah jawaban terpasrah yang dari Salwa.
Adrian hanya terkikik geli melihat Salwa yang mungkin kesal. Entah mengapa ketika dirinya bersama Salwa dia akan menjadi manusia yang jail nan menjengkelkan. Padahal selama ini dia terkenal sebagai cowok dingin tak tersentuh. Mungkin karena ia dan Salwa sudah bersahabat sejak kecil, dia sudah tahu bagaimana Salwa begitu juga sebaliknya. Bahkan keduanya dari dulu begitu dekat bagaikan amplop dan perangko.
Namun, itu dulu saat mereka masih kecil berbeda dengan sekarang. Mereka masih bersahabat, tapi Adrian tahu batasan ketika berinteraksi dengan Salwa. Semenjak Salwa memutuskan untuk berjilbab dia mulai sedikit memberi jarak antara dirinya dengan gadis itu karena ia tahu bahwa Salwa juga berusaha untuk menjaga jarak dengan lawan jenis. Dia begitu menghormati keputusan Salwa itu, sekarang gadis itu menjadi pribadi yang lebih lembut dan kalem berbeda dengan dulu yang sama urakannya dengan dirinya.
"Oh ya gimana kabar cewek itu?" tanya Adrian memecah keheningan.
Salwa melirik Adrian sekilas, "Maksud kamu Gabriella," lelaki itu mengangguk.
Seulas senyuman hadir di wajah Salwa. Setidaknya Adrian masih peduli akan Gabriella.
"Alhamdulillah dia baik, kondisi kakinya juga membaik,"
Adrian hanya mengangguk sekilas.
"Eh Ad, aku pingin ngajak dia buat kerja di cafe tante aku menurutmu gimana?"
Lelaki menatap ke arah Salwa seakan memastikan apa yang dikatakannya benar adanya.
"Terserah lo aja,"
"Eh tapi, gue mau tanya. Kenapa sih lo kok niat banget nolong dia bukannya dia udah tinggal di kontrakan lo, terus lo juga nyariin kerja buat dia," lanjutnya.
Salwa mengendikkan bahunya, "Aku juga gak tau, aku udah nganggep dia kayak adek aku sendiri. Rasanya tuh kayak ada yang ngedorong aku supaya bantu dia,"
"Lo dari dulu sama, selalu mentingin orang lain, tapi gue bakalan dukung lo. Karena ya ini semua karena gue, gue udah ngerepotin lo dengan bawa dia. Jadi ya gue harus tanggung jawab juga,"
Salwa tersenyum mendengar penuturan Adrian.
"Kalo gitu gue ke kelas dulu ya bye,"
"Wa'alaikumussalam,"
"Eh iya, Assalamu'alaikum," ucap Adrian.
Salwa menggeleng pelan, "Wa'alaikumussalam," lalu kemudian Adrian pergi meninggalkan Salwa.
Bersambung....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Alhamdulillah bisa update, maaf hari rabu kemarin nggak bisa up karena ada suatu hal yang berkenaan dengan realita hidup jadi nggak bisa ditinggal😁 kira-kira ada yang ngeh nggak kalo rabu kemarin nggak up? Mungkin nggak ada kali ya😅
InsyaAllah kalo nggak ada halangan nanti malem bakalan up lagi sebagai bayar hutang karena kemarin rabu gak up😃
Udah kali ya, silahkan jangan lupa votmen dan krisannya ya😄
With Love
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro