13 >> Move On
Budayakan membaca notes, vote, dan comment ya😊
Sorry for any typo (s)
Selamat membaca🤗
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
--------------------------------------------
"Jangan bersedih jika kamu kehilangan sesuatu. Sebab Allah akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik dari itu. Karena Allah lebih tahu apa yang terbaik untukmu."
--------------------------------------------
Suasana kelas siang ini terlihat tenang. Bukan tenang karena semua memperhatikan, tapi lebih terkesan bosan dan banyak dari mahasiswa yang kepalanya terantuk menahan kantuk mendengar penjelasan dosen yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi. Sehingga penjelasannya pun bagaikan lantunan pengantar tidur untuk mereka.
Begitu pula dengan Adrian, ia menopang dagu dengan tangan kanannya, mendengar penjelasan dengan acuh tak acuh. Berkali-kali ia menguap, tapi ia masih mencoba untuk mempertahankan matanya agar tidak tertidur. Sesekali ia melihat arloji yang melingkar di lengan kirinya. Seharusnya kuliah sudah selesai, namun dosen itu masih mengoceh tanpa memedulikan kondisi mahasiswanya yang hampir semuanya sudah tidak sadarkan diri.
Adrian menghela napas kasar, jika tidak diperingatkan dosen itu akan terus saja mengoceh dan tidak menghentikan kuliahnya.
"Ehem!" Adrian berdehem cukup keras bahkan membuat beberapa temannya terbangun dari mimpi indahnya. Jamal yang duduk tak jauh darinya langsung menatap Adrian tajam. Benar-benar tidak sopan. Sedangkan Adrian hanya mengendikkan bahu acuh.
Dosen tadi pun paham dan melirik arlojinya kemudian mulai merapihkan bukunya.
"Baiklah, materi kali ini cukup sampai di sini, untuk tugas minggu depan akan saya berikan ke Kosma nanti kalian bisa tanyakan kepadanya perihal tugas tersebut,"
"Iya Pak," jawab sebagian mahasiswa yang masih terbangun. Kemudian dosen yang mengajar tadi meninggalkan kelas.
Setelah mengetahui kuliah telah berakhir beberapa mahasiswa yang tertidur tadi terbangun. Banyak dari mereka tergopoh-gopoh membereskan barang mereka dan segera keluar dari kelas.
Sedangkan Adrian menghela napas besar. Ia merenggangkan tubuh mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Kemudian ia mengambil ponsel di saku jeans-nya seperti biasa ia akan bermain game kesukaannya.
"Ente keterlaluan,"
Adrian mendongak, melirik Jamal yang berdiri tak jauh darinya. Namun, ia kembali fokus pada ponselnya tanpa menanggapi ucapan Jamal.
Jamal berdecak, "Seharusnya ente kalo ngasih peringatan jangan begitu juga, bisa aja kan dosennya kesinggung,"
Bagi Adrian ucapan Jamal berlalu begitu saja. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Ia tak mengindahkan apa yang dikatakan Jamal, malah semakin asyik memainkan game-nya. Jamal hanya menghembuskan napas kasar. Rasanya percuma saja dia bicara tadi jika Adrian sama sekali tidak memperhatikannya.
"Ente ngederin ane gak sih?"
"Eh bangsul, kalah kan gue. Lo sih berisik!"
Jamal hanya menggeleng, yang salah siapa yang disalahkan siapa.
"Sebagai gantinya lu musti traktir gue makan,"
Dahi Jamal mengerut, untuk apa ia harus mentraktir Adrian? Padahal kan yang salah Adrian sendiri.
"Eh tunggu-tunggu kok malah ane yang disuruh nraktir? Itu kan salah ente sendiri,"
Tampaknya Adrian tidak memedulikan ucapan Jamal dan malah pergi mendahului Jamal begitu saja. Jamal yang melihat itu pun menatap Adrian tak percaya. Lelaki itu benar-benar.
"Eh... eh... ente mau ke mana?"
Ingin rasanya Jamal berkata kasar. Namun, ia hanya mengelus dada sembari mengucap banyak-banyak istighfar melihat kelakuan Adrian yang masyaAllah. Mau tak mau ia pun mengikuti langkah Adrian.
"Pokoknya gue mau sotonya Bu Retno, siomaynya Pak Bondet, sama jangan lupa es campurnya Bang Beni,"
Jamal hanya bisa melongo mendengarkan apa yang baru saja dikatakan Adrian.
"Bentar dah salah ane sebenarnya apa, kenapa ane yang disuruh traktir coba?"
"Ya gara-gara lo ngoceh aja tadi. Gue jadi kalah nge-game kan,"
"Lah kok gitu eh itu kan salah ente sendiri," ucap Jamal tak terima.
"Pokoknya gue gak mau tau lo harus--"
Kalimat Adrian terputus, ia tiba-tiba terdiam.
"Harus apa?" tanya Jamal.
Namun, Adrian tidak menanggapi pertanyaan Jamal. Ia hanya fokus menatap lurus ke depan. Jamal pun merasa heran kenapa Adrian tiba-tiba diam. Ia pun mengikuti arah pandang lelaki itu. Matanya memicing, ia melihat ada seorang wanita sedang bergelayut manja pada laki-laki di sampingnya dan mereka berjalan ke arahnya dan Adrian. Namun, dari kejauhan tidak terlalu jelas. Tapi ketika dua orang tadi mendekat, Jamal pun membelalak kaget ia baru mengetahui siapa wanita itu, dia adalah Kirana pacar Adrian, oh maaf sudah mantan.
"Itu Kirana bukan sih?" tanya Jamal pada Adrian. Ia melirik Adrian yang hanya diam, namun tatapannya tetap terfokus pada Kirana dan lelaki di sampingnya.
Lalu Kirana dan lelaki yang mungkin kekasihnya itu berjalan tepat di depan Jamal dan Adrian. Wanita itu melirik Adrian sekilas, namun ia malah semakin mempererat rangkulannya pada sang kekasih dan semakin berlaku manja pada lelaki di sampingnya itu dan sama sekali tak memedulikan keberadaan Adrian yang jelas-jelas berada di depannya. Sedangkan Adrian, ia tanpa sadar mengepalkan tangannya kuat-kuat ketika melihat kelakuan Kirana dan pacarnya itu.
Jamal yang melihat adegan telenovela itu hanya bisa menghela napas pelan, hidup benar-benar bagaikan panggung sandiwara.
Lelaki itu pun merangkul bahu Adrian, "Udahlah, katanya tadi mau ke kantin,"
Adrian tetap diam tak bergeming. Jamal mengerti pasti Adrian terkena sindrom gamon alias gagal move on.
"Eh Ad dengerin ane ya. Allah itu sayang sama ente, kalo misalkan ente nggak dipersatukan sama si Kirana berarti dia emang gak baik buat ente,"
"Udah percaya aja sama takdir Allah, pasti nanti ente dipertemukan sama yang lebih baik dari Kirana. Yang penting sekarang ente fokus memperbaiki diri aja," imbuh Jamal.
Sontak Adrian menatap Jamal. Entah kenapa apa yang baru saja disampaikan lelaki berpeci itu menyentil ulu hatinya. Ia memang pernah dengar jika jodoh adalah cerminan diri. Namun, ia menganggap bahwa dirinya masih terlalu jauh dari kata baik, tapi apakah ia boleh berharap mendapat jodoh yang baik?
"Santai aja lah Bro, jodoh udah diatur sama Allah. Nggak usah mikirin itu dulu bikin pusing. Mendingan kuliah aja dulu yang bener senengin orang tua aja dulu. Baru deh kalo udah siap lahir dan batin langsung dah halalkan nggak usah pacar pacaran lagi,"
Adrian sedikit memikirkan apa yang dikatakan Jamal. Mungkin memang benar ia harus lebih fokus kepada apa yang ada sekarang daripada memikirkan tentang cinta yang membuatnya pusing sendiri.
"Tenang, kalo kata Afghan mah jodoh pasti bertemu~"
Adrian melepaskan rangkulan Jamal di bahunya, "Apaan sih lo alay,"
"Yee tadi yang galau siapa yang disalahin siapa,"
"Bodo,"
Jamal hanya menggeleng. Setidaknya ia lega melihat Adrian yang kembali berbicara dan tidak teringat tentang Kirana.
"Adrian, Jamal,"
Kedua lelaki itu langsung menoleh ke sumber suara yang baru saja memanggil keduanya. Seseorang yang baru saja memanggilnya adalah Salwa. Gadis itu melambaikan tangan kanannya sembari menyunggingkan senyuman. Adrian pun membalasnya dengan senyuman pula.
"Nah, tuh jodohnya udah dateng," goda Jamal pada Adrian sambil menyenggol bahu lelaki itu.
Kening Adrian mengerut, "Apaan sih lo dia kan sahabat gue,"
"Ya kan siapa tau sahabat bisa jadi orang yang paling dekat nantinya sampe-sampe tidurnya deketan nanti," ucap Jamal sambil menaik turunkan alisnya.
"Ngaco!"
Jamal tertawa puas senang sekali ia menggoda Adrian. Apalagi kalau disangkut pautkan dengan Salwa lelaki itu pasti menjadi sensitif.
"Aamiin gitu loh,"
Adrian tak menjawab dan lebih memilih meninggalkan Jamal yang masih terkikik geli melihatnya. Tapi entah mengapa ia memiliki firasat jika nantinya Adrian dengan Salwa akan bersama. Mungkin.
Bersambung....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Akhirnya bagian ketiga belas telah hadir, jangan lupa votmen dan krisannya ya😄
With Love
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro