12 >> Kabar
Budayakan membaca notes, vote dan comment ya😊
Sorry for any typo(s)
Selamat membaca🤗
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sudah tiga hari Gabriella berada di kontrakan Salwa. Dan selama itu yang bisa ia lakukan hanyalah berdiam diri, mungkin juga sesekali ia membantu membereskan rumah Salwa ketika kondisi kakinya membaik, tapi apa daya jika dibuat bergerak kondisi kakinya malah semakin terasa sakit. Sehingga membuatnya tak bisa banyak membantu untuk membereskan rumah. Ia pun hanya bisa diam tanpa melakukan aktivitas apapun selain duduk terdiam di dalam kamar. Sebenarnya ia merasa sungkan terhadap Salwa, sudah menumpang, merepotkan, tapi meskipun begitu Salwa selalu meyakinkan dia untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Salwa menolongnya dengan ikhlas tidak mengharap balasan apapun, karena kebaikan Salwa itulah membuatnya semakin tak enak hati.
Saat ini, yang bisa dilakukan Gabriella hanyalah duduk diam sembari meluruskan kaki di atas kasur kamar Salwa. Sesekali ia mengamati kamar Salwa yang didominasi warna putih. Hal itu membuatnya merasa nyaman berada di kamar ini. Dan juga bisa dibilang bahwa Salwa adalah perempuan yang menyukai kerapihan bisa dilihat dari setiap sudut kamarnya semua tersusun dengan rapi dan yang pasti bersih. Di sudut kamar tersebut terdapat rak yang yang tak cukup besar berisi beberapa buku milik Salwa. Terkadang untuk mengisi kekosongan harinya, Gabriella membaca beberapa buku milik Salwa. Seperti saat ini ia tengah menggenggam satu novel milik gadis berhijab itu.
Gabriella menghembuskan napas besar, ia meletakkan novel tersebut ke atas kasur. Ia sudah menghabiskan tiga novel milik Salwa dalam waktu tiga hari. Sungguh ia sangat merasa bosan, tapi ia bingung harus melakukan hal apalagi.
"Apa yang harus aku lakukan," gumam gadis itu pelan.
Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menunggu kedatangan Salwa. Gadis itu masih kuliah kemungkinan sebentar lagi ia akan tiba.
"Bella...." teriak Salwa dari luar kamar. Benar dugaan Gabriella, Salwa sudah tiba dari kuliahnya.
"Aku di kamar Mbak," teriak Gabriella cukup lantang supaya Salwa dapat mendengar bahwa dirinya berada di dalam kamar.
'Ceklek'
Pintu terbuka menampilkan Salwa dengan senyumannya. Membuat Gabriella pun ikut membalas dengan senyum pula.
"Mbak tadi beli bakso pasti kamu belum makan siang kan?"
Gabriella hanya tersenyum tipis. Inilah yang membuat dirinya semakin tak enak hati. Perlakuan Salwa yang begitu peduli padanya. Ia merasa benar-benar sangat bersyukur dapat bertemu dengan Salwa yang begitu perhatian terhadapnya.
"Ini dimakan ya,"
Salwa menyodorkan mangkuk yang berisi bakso kepadanya.
"Makasih Mbak,"
Salwa pun hanya tersenyum, ia pun juga memindahkan bakso untuk dirinya sendiri ke dalam mangkuk.
"Gimana keadaan kaki kamu, masih sakit?" tanya Salwa.
"Udah agak mendingan sih Mbak, cuman kalo buat jalan masih rada nyeri,"
"Kamu harus rutin minum obatnya, sama coba dibuat jalan-jalan bentar biar nggak kaku juga kaki kamu,"
Gabriella tak bisa menjawab ia hanya bisa mengangguk karena mulutnya penuh dengan bakso.
Salwa terkekeh melihat mulut Gabriella yang penuh, "Pelan-pelan makannya, laper banget ya?"
Gabriella hanya bisa tersenyum kecil merasa malu karena makannya terlalu bersemangat. Kemudian keduanya larut dalam keheningan terfokus pada makanannya masing-masing. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang menemani mereka.
Disela makannya Gabriella teringat akan pesan Mona yang menyuruhnya untuk menghubunginya jika dia sudah berhasil kabur. Namun, hingga saat ini ia belum juga menghubungi Mona. Hal itu dikarenakan kendala alat komunikasi, Gabriella ingin meminjam ponsel milik Salwa, tapi ia merasa tidak enak karena sudah terlalu sering merepotkannya.
Salwa mengalihkan tatapannya pada Gabriella yang terlihat melamun. Ia mengernyit melihat gadis itu berhenti dari makannya.
"Ada apa Bell?"
Suara Salwa menyadarkan Gabriella dari lamunannya, "Ehm nggak ada apa-apa kok Mbak," jawab Gabriella sembari melanjutkan kegiatan makannya yang sempat tertunda.
Salwa meletakkan mangkuk kosongnya ke atas nakas, kemudian meminum air mineral yang ia bawanya tadi.
"Kamu kalo ada sesuatu jangan dipikir sendiri, di sini ada Mbak, kamu bisa bagi keluh kesahmu sama Mbak,"
Gabriella pun nampak berpikir. Apa mungkin ia katakan saja ya tentang perihal meminjam ponsel itu. Sebenarnya ia tak perlu juga merasa tak enak hati. Salwa sudah terbiasa direpotkan olehnya.
"Sebenernya Mbak, aku pingin pinjem sesuatu ke Mbak,"
"Pinjem apa?" tanya Salwa.
"Handphone,"
Alis Salwa tertaut, "Buat apa?" tanyanya.
"Buat ngabarin Tante Mona,"
Salwa yang mendengar jawaban Gabriella pun langsung beringsut mendekatinya. Ia merasa senang setidaknya Gabriella memiliki sanak saudara di sini.
"Saudara kamu?"
Gabriella menggeleng, "Bukan, Tante Mona sahabat Mama aku,"
"Tante Mona yang udah bantu aku kabur dari club waktu itu, mungkin tanpa bantuannya aku nggak akan bisa keluar dari tempat itu. Sebenernya Tante Mona juga nyuruh aku buat segera hubungin dia kalau udah ngerasa aman, tapi sampe sekarang aku belum ngehubungin dia karena emang aku nggak punya handphone," imbuhnya.
Salwa menghela napas pelan, kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
"Ini cepet kamu kabarin Tante Mona,"
Salwa menyodorkan ponsel itu ke arah Gabriella, Gabriella menatapnya sekilas kemudian senyumnya tersungging.
"Makasih Mbak,"
"Kamu harus segera kabarin mungkin aja Tante Mona khawatir sama kamu karena belum dapet kabar,"
Gabriella menganggu pelan lalu meletakkan mangkuk baksonya ke atas nakas dan mengambil selembar kertas dari dalam laci yang mana berisi nomor ponsel Mona. Gadis itu mengetikkan nomor yang tertera di kertas tersebut selepas itu ia menekan icon telepon menandakan ia memulai sebuah panggilan.
'Tuut... tuutt...'
"Tersambung Mbak," ujar Gabriella pada Salwa yang dibalas senyuman olehnya.
Tak lama kemudian suara perempuan muncul menandakan bahwa panggilan itu sudah terjawab.
"Halo,"
Sejenak sebelum menjawab panggilan itu, Gabriella menatap Salwa dan Salwa mengisyaratkan kepadanya untuk segera menjawab panggilan itu.
"Halo,"
"Ini siapa ya?" terdengar suara Mona yang menanyakan siapa yang menelponnya.
"Ini aku Tante, Gabriella,"
"Ya ampun Gabriella. Tante khawatir banget sama kamu, gimana kabar kamu, kamu nggak papa kan?"
Gabriella tersenyum tipis mendengar nada suara Mona yang begitu mengkhawatirkannya.
"Aku baik-baik aja Tante,"
"Kamu di mana sekarang?"
Gabriella menatap Salwa sekilas, "Aku ada di rumah Mbak Salwa Tante, dia yang udah nolongin aku,"
"Siapa dia?" tanya Mona.
"Ceritanya panjang Tan,"
"Syukurlah Sayang, kalo kamu baik-baik aja, maaf Tante belum bisa jenguk kamu. Untuk sementara waktu kamu tinggal di sana dulu ya sampe semua keadaan kondusif,"
Dahi Gabriella mengerut alisnya tertaut, "Emangnya ada apa Tante,"
"Nggak, pokoknya kamu harus jaga diri kamu ya. Kamu harus hati-hati karena posisi kamu saat ini belum aman sepenuhnya. Tapi kamu tenang aja, Tante mencoba untuk melindungi kamu pokoknya kamu tenang jangan terlalu dipikirin,"
Mendengar ucapan Mona membuat Gabriella merasa tidak enak, ia merasa bahwa dirinya sudah merepotkan banyak orang lain. Ia sudah membuat kekacauan yang amat besar. Ia yakin bahwa saat ini pasti dirinya menjadi incaran semua orang karena ia berhasil kabur dari club.
"Tante...."
"Pokoknya kamu tenang aja ya Sayang, selama kamu ada di tempat yang aman mereka nggak akan bisa nemuin kamu,"
"Makasih Tante, Tante juga harus hati-hati,"
Gabriella mendengar suara kekehan dari seberang sana, "Iya Sayang tenang aja, selama kamu di sana baik-baik aja itu udah buat Tante lega,"
"Iya Tante,"
"Kalo keadaan sudah kondusif nanti Tante akan jenguk kamu,"
"Iya Tante,"
"Udah ya Tante tutup dulu telponnya, kalo ada apa-apa kamu kabarin Tante lagi ya,"
Gabriella menganggukkan kepalanya walaupun hal itu tidak akan diketahui oleh Mona, "Iya Tante,"
Kemudian terdengar suara panggilan itu diakhiri. Gabriella menatap ponsel itu sejenak, setidaknya ia sudah merasa lega bisa menghubungi Mona. Namun, yang membuatnya gusar adalah ia takut jika terjadi sesuatu pada Mona karena ia sudah membantunya kabur. Jikalau diketahui oleh pemilik club itu pastilah Mona dalam bahaya.
"Gimana?" tanya Salwa.
Gabriella tersenyum kecil lalu mengembalikan ponsel itu kepada Salwa.
"Tante nyuruh aku tinggal di sini sementara waktu sampai keadaan udah tenang semua. Nggak papa kan Mbak kalo aku tinggal di sini cukup lama?"
Salwa tersenyum dan menggenggam tangan Gabriella.
"Tentu boleh, kamu jangan pernah ngerasa nggak enak ataupun apa-apa sama Mbak. Mbak malah seneng kalo kamu tinggal di sini cukup lama. Sekiranya Mbak ada temennya,"
Gabriella benar-benar bersyukur dan beruntung mengenal Salwa.
"Terima kasih Mbak,"
Rasanya Gabriella juga harus berterima kasih pada Adrian yang sudah membawanya ke rumah Salwa. Omong-omong soal Adrian, semenjak ia meninggalkan dirinya di rumah Salwa, Gabriella belum lagi bertemu dengannya.
"Oh ya Mbak aku mau tanya Mas Adrian udah nggak pernah ke sini lagi ya setelah nganterin aku?"
Salwa tersenyum kecil, baru kali ini Gabriella menanyakan Adrian. Seseorang yang sudah membawanya kemari.
"Iya, kenapa emangnya?"
Gabriella menggeleng cepat, "Nggak Mbak cuma tanya aja, oh ya Mbak aku tanya lagi apa hubungan Mbak sama Mas Adrian kok Mas Adrian percaya banget sama Mbak?"
Lagi-lagi Salwa hanya menyunggingkan senyuman, "Kami sudah bersahabat sejak kecil, jadi ya kita berdua udah biasa saling tolong menolong satu sama lain. Tapi waktu dia bawa kamu ke sini waktu itu, sebenernya Mbak bingung dan kaget banget. Selama kita bersahabat Mbak nggak pernah liat dia bawa perempuan,"
"Ya awalnya Mbak kira ada sesuatu antara kalian, tapi untung aja nggak ada apa-apa. Kalo sampe dia macem-macemin kamu udah aku sate mungkin dia,"
Mendengar penjelasan Salwa membuat Gabriella tak bisa menyembunyikan tawanya.
"Mbak jahat banget sih,"
"Nggak jahat, tapi Mbak peduli sama Adrian. Tapi Mbak percaya kalo dia nggak mungkin ngelakuin hal yang diluar batas,"
"Awalnya aku takut waktu ngeliat Mas Adrian, tapi walaupun cuek gitu Mas Adrian tipe orang yang tanggung jawab,"
Salwa mengangguk menyetujui apa yang baru saja Gabriella katakan.
"Dia emang gitu, membentengi dirinya dengan sikap dingin, tapi sebenarnya dia itu orang yang sangat perhatian," terang Salwa.
"Udah ya ngobrolnya sekarang kamu minum obat kamu ya,"
Gabriella mengangguk, keduanya pun mengakhiri obrolan siang mereka. Kemudian Salwa memutuskan untuk meninggalkan kamar dengan membawa mangkuk bekas makan tadi.
Bersambung....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bagian ke dua belas sudah hadir, yuk jangan lupa votmennya sama krisannya jugaa😉
With Love
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro