11 >> Rahasia
Budayakan membaca notes, vote, dan comment ya😊
Sorry for any typo(s)
Selamat membaca🤗
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
----------------------------------------------
"Jangan pernah menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan. Jika kamu menginginkan sesuatu, berusahalah dengan benar, kemudian serahkan semua kepada Allah biar Allah yang menentukan hasilnya."
----------------------------------------------
Sandy baru saja sampai di club milik Danu. Kemarin ia dikabari bahwa bosnya itu ingin menemuinya. Ia berjalan santai memasuki club Danu sambil bersiul dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya. Sandy melemparkan seringai mautnya kepada para wanita yang ada di club itu sambil sesekali tangannya dengan nakal menjamah beberapa bagian tubuh mereka. Sandy menghentikan langkahnya, ketika seseorang menghalangi jalannya. Seseorang itu ialah salah satu anak buah Danu, namanya Jimmy.
"Bos udah nunggu di ruangannya," ucap Jimmy pada Sandy.
Sandy mengangguk sekilas, sebelum pergi, ia mengedipkan sebelah matanya kepada para wanita tadi sebagai tanda perpisahan dan para wanita itu pun hanya terkikik melihatnya. Setelah itu, Sandy melangkah mengikuti Jimmy menuju ruangan bosnya.
Setelah sampai di ruangan Danu. Jimmy segera meninggalkan Sandy bersama bosnya.
"Hei Bos," sapa Sandy pada Danu yang berdiri membelakanginya.
Perlahan Danu berbalik, kemudian tersenyum kecil saat menatap Sandy. Dengan tangan menyatu di belakangnya ia berjalan mendekati Sandy.
"You miss me Bos?" tanya Sandy sambil tertawa kecil. Danu menatapnya datar sambil menyeringai kecil.
'Bugh'
Danu memukul Sandy hingga tersungkur ke lantai. Sandy terbatuk, ia menatap Danu penuh tanya kenapa tiba-tiba ia dipukul.
"Kenapa lo mukul gue Bos?"
Danu menatap Sandy datar, "Gue mau lo balikin duit gue!"
Dahi Sandy mengerut, "Duit apa?"
"Anak lo, dia kabur. Gue rugi besar gara-gara anak lo yang gak tau diuntung itu," teriak Danu.
"Kabur?" gumam Sandy.
"Pokoknya gue gak mau tau, lo harus balikin duit gue. Kalo nggak, lo harus cari anak itu sampe ketemu!"
Perlahan Sandy mulai berdiri, ia menyeka darah di sudut bibirnya.
"Sorry Bos," ujar Sandy.
"Lo bilang dia gak bakalan ngecewain gue, tapi cuih belum apa-apa dia udah kabur,"
Sandy hanya bisa diam, ia mengepalkan tangannya kuat. Ia benar-benar tak menyangka jika Gabriella berhasil kabur dari tempat ini. Padahal dia sama sekali tidak tahu daerah ini. Sandy heran kenapa Gabriella bisa kabur. Kemungkinan besar ada orang dalam yang membantunya.
"Gue akan cari dia sampe ketemu, lo tenang aja Bos," ujar Sandy.
"Terserah lo, pokoknya lo harus ganti rugi atas hal ini,"
Kemudian Sandy melangkah meninggalkan Danu. Kepalan tangan Sandy menguat, ia terlihat begitu menahan emosinya. Ia benar-benar dibuat malu oleh Gabriella karena tindakan bodohnya. Dan sekarang ia harus mencari keberadaan anak itu.
"Gue gak akan biarin dia lolos gitu aja, gue akan berusaha cari tuh anak sampe dapet," ucap Sandy.
Sandy mempercepat langkah, ia tak mau lagi membuang-buang waktunya. Ia harus segera menemukan Gabriella, jika tidak ia harus mengganti seluruh uang yang diberikan Danu. Sandy tidak mungkin bisa mengganti uangnya karena ia sudah menghabiskan uang itu untuk berjudi.
"Sandy,"
Sandy menghentikan langkah ketika ada seseorang yang memanggilnya. Ia menoleh ke belakang melihat siapa yang baru saja memanggilnya.
"Masih inget gue?"
Sandy mengernyit, ia memicing melihat seorang wanita yang kini tengah berdiri di depannya.
"Mona?"
"Iya gue Mona,"
Mona berjalan mendekat ke arah Sandy. Ia tersenyum kecil menatap Sandy.
"Udah lama ya kita nggak ketemu, gimana kabar lo?" tanya Mona.
"Lo kenapa bisa ada di sini? Lo kerja di sini?" alih-alih menjawab pertanyaan Mona. Sandy malah balik bertanya.
Mona tersenyum, "Iya gue kerja di sini, omong-omong lo belum jawab pertanyaan gue,"
"Ya lo bisa liat gue sekarang, menurut lo gue lagi baik-baik aja atau nggak,"
Mona tersenyum miring, ia bersedekap, "Kayaknya lagi nggak baik,"
"Bisa kita bicara, gue mau ngobrol banyak sama temen lama gue," imbuhnya.
"Gue ada urusan, gue harus pergi,"
Mona memegang lengan Sandy, "Cuma luangin waktu bentar aja lo gak mau?" tanyanya.
Sandy menghembuskan napas pelan, "Ok, tapi gue gak bisa lama-lama,"
Mona mengangguk. Lalu ia mengajak Sandy untuk duduk di salah satu kursi bar.
"Lo mau minum apa?"
"Whisky,"
"Ok, whisky dua," ujar Mona pada salah satu bartender. Tak lama kemudian pesanan mereka datang.
"Kenapa lo bisa kerja di sini?" Sandy melontarkan pertanyaan pada Mona.
"Panjang ceritanya," jawab Mona sembari menenggak whisky-nya.
Sandy memilih diam dan tak lagi bertanya perihal kenapa Mona bisa berada di club ini.
"Kok lo bisa ada di sini, bukannya terakhir kali kita ketemu lo masih di Surabaya," kata Mona.
"Gue ada kerjaan di sini,"
"Kok lo bisa kenal sama Danu?"
Sandy melirik Mona sekilas, lalu menenggak whisky-nya hingga habis. Kemudian Sandy mendekat ke arah Mona.
"Sebenernya lo mau apa hah, gak usah basa-basi," bisik Sandy tepat di telinga kiri Mona.
Mona terkekeh, "Lo dari dulu sama aja ya, langsung to the point,"
Sandy memutar bola matanya malas, "Gue gak punya banyak waktu, lo ngomong sekarang atau gue tinggal,"
"Apa hubungan lo sama Martha?"
Dahi Sandy mengerut, "Lo cuma mau tanya itu, dan lo udah buang waktu gue sia-sia,"
"Tinggal jawab apa susahnya," ucap Mona.
"Sama kayak dulu,"
Mona tersenyum remeh mendengar jawaban Sandy. Dari dulu memang pria itu tak pernah berubah, licik.
"Lo yakin masih sama kayak dulu?"
Dahi Sandy mengernyit, Mona terlalu lamban dari tadi ia hanya membolak-balikkan pertanyaan.
"Gue gak punya waktu lama, gue pergi,"
Sandy pun beranjak dari duduknya dan hendak meninggalkan Mona.
"Terus apa hubungan lo sama Gabriella?"
Perkataan Mona sontak membuat Sandy terhenti. Ia pun langsung berbalik menuju tempatnya tadi. Alisnya tertaut dan menatap Mona tajam.
"Dari mana lo kenal Gabriella?"
Mona hanya tertawa remeh, "Lo lupa kalo gue kerja di sini?"
"Kalo lo masih sempet ketemu Gabriella, berarti lo tau di mana dia sekarang?"
Mona menggeleng. Kemudian Sandy mencengkram dagu Mona kuat.
"Pasti lo yang bantuin dia kabur iya kan?!"
Mona mencoba melepaskan cengkraman tangan Sandy di dagunya.
"Lepasin dulu tangan lo,"
Sandy pun langsung melepaskan cengkramannya. Mona mengelus pelan dagunya yang masih terasa sakit akibat cengkraman Sandy.
"Sekarang di mana dia, lo sembunyiin di mana anak itu?" teriak Sandy.
Mona hanya menggeleng, "Gue gak tau,"
"Kalo lo gak mau kasih tau gue, jangan harap lo masih bisa bernapas," ancam Sandy.
"Gue emang gak tau di mana dia,"
"Shit!" Sandy mengumpat sambil mengusak rambutnya kasar.
"Gue gak habis pikir, lo tega ngejual anak lo sendiri, darah daging lo!"
Sandy menatap Mona tajam, lalu kemudian tawanya menggelegar.
"Darah daging?"
Sandy tersenyum miring lalu mendekatkan dirinya pada Mona.
"Asal lo tau ya, dia bukan anak gue,"
Mona mengernyit, waktu itu Gabriella mengatakan jika ayahnya bernama Sandy. Jika Sandy bukanlah ayah Gabriella, maka siapa ayah Gabriella?
"Lo bukan.... "
Sandy menggeleng, "Dia anak Surya,"
Mona tak tahu lagi harus berkata apa, ia benar-benar tak mengerti dengan maksud Sandy.
"Gabriella anak Surya, tapi Surya mati saat anak itu lahir. Dan karena itu gue akhirnya bisa nikah sama Martha,"
Alis Mona tertaut, "Kenapa bisa Surya mati?"
Sandy hanya tersenyum miring, "Menurut lo?"
Mona langsung menutup mulutnya. Ia sangat paham apa maksud Sandy. Ia masih belum yakin dengan asumsinya, namun kemungkinan besar memang Sandy-lah penyebab meninggalnya Surya.
"Jangan bilang kalo lo yang-"
"Emang gue, gue yang ngebunuh Surya," bisik Sandy pada Mona.
Mona membelalakkan matanya tak percaya. Ia benar-benar tak menyangka dengan apa yang sudah dilakukan Sandy. Mona sangat tahu jika Sandy begitu terobsesi dengan Martha, tapi ia tak menyangka jika Sandy berani melakukan tindakan itu terhadap Surya hanya demi mendapatkan Martha.
"Dasar psikopat lo San!" teriak Mona.
Sandy hanya tertawa mendengar ucapan Mona.
"Terserah, lo mau bilang apa. Gue gak peduli,"
Mona mencengkram kerah baju milik Sandy, "Lo keterlaluan San, lo tega ngebunuh sahabat lo sendiri dan sekarang lo tega ngejual anak sahabat lo sendiri anak tiri lo juga!"
Sandy menggenggam tangan Mona yang mencengkram kerahnya dan langsung menghempaskannya begitu saja, hingga membuat Mona hampir terjatuh.
"Lo tau sendiri kan yang gue inginkan dari dulu cuma Martha. Gue gak terima dia nikah sama Surya. Dan ya, gue harus nyingkirin Surya supaya gue bisa milikin Martha,"
Mona menggeleng, ia sungguh muak melihat Sandy yang mungkin sudah tak memiliki hati nurani.
"Brengsek lo!"
Sandy hanya tersenyum miring dan menatap datar ke arah Mona.
"Dan sekarang Martha udah nggak ada, buat apa lagi gue ngerawat anaknya sama Surya. Dari dulu gue juga udah mau singkirin anak itu,"
"Lo bener-bener gila San, lo gila!" teriak Mona.
"Percuma bicara sama lo, buang-buang waktu. Gue akan cari Gabriella sampe ketemu, Danu udah bayar gue dan gue harus bawa anak itu balik lagi ke sini. Kalo lo sampe berani nyembunyiin keberadaan dia, gue gak akan segan-segan buat lo mati kayak Surya. Paham lo!"
Setelah mengucapkan itu Sandy melenggang pergi meninggalkan Mona yang masih diam mematung.
"Aku harus ngelindungin Gabriella dari laki-laki psikopat itu," gumam Mona. Ia tak merasa takut dengan ancaman Sandy, yang jelas ia harus melindungi Gabriella.
Bersambung....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Alhamdulillah, bagian ke sebelas dapat mengudara tepat waktu. Sejauh ini gimana sih menurut kalian tentang cerita ini? Silahkan komen pendapat kalian tentang cerita ini yaa tapi yaa, biar aku perbaiki kalo misalkan ada kesalahan. Jangan lupa krisannya juga ya, terima kasih😄
With Love
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro