Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10 >> Diamnya Adrian

Budayakan membaca notes, vote, dan comment ya😊

Sorry for any typo(s)

Selamat membaca🤗

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Adrian baru saja menyelesaikan kelasnya dan saat ini ia tengah berjalan menuju kantin kampus untuk mengisi perutnya yang sedari tadi malam belum terisi. Manik matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang sedang duduk anteng sendirian dengan semangkuk soto di depannya. Adrian tersenyum kecil.

Mungkin, hari ini ia akan mendapatkan makanan gratis.

Dengan segera Adrian menghampiri seseorang tadi. Tanpa permisi Adrian langsung mengambil tempat di depan orang itu dan menyeruput es jeruk miliknya. Dengan tak tahu diri Adrian menghabiskan segelas penuh es jeruk itu.

"Seruput... Seruput terus... enak ya,"

Adrian terkekeh mendengar suara protes dari seseorang yang minumannya ia minum.

"Itung-itung sedekah lah,"

"Sedekah gundulmu, ente yang tiba-tiba nyeruput tanpa permisi minuman ane sampe diabisin lagi,"

Adrian hanya terkekeh melihat kawannya itu protes padanya. Ia adalah Jamal teman satu jurusan  Adrian.

"Ya elah Mal pelit amat jadi orang, es jeruk tiga ribu aja, masa ya gak ikhlas,"

Jamal terlihat menghela napas panjang, "Ya bukan gak ikhlas tapi ente tiba-tiba nyeruput tanpa permisi kan kesel ane,"

"Eh gak boleh kesel-kesel,"

Jamal pun tersadar jika dirinya baru saja dilingkupi amarah.

"Astaghfirullahal'adzim," ujar Jamal sembari mengelus dada mencoba menahan amarah.

Adrian yang melihat itu pun hanya terkikik geli.

"Bu soto satu sama es jeruk dua," teriak Adrian pada ibu kantin.

"Tuh gue ganti es jeruknya,"

"Ya emang gitu seharusnya,"

Jamal kembali fokus pada sotonya yang sempat terabaikan karena meladeni perkataan Adrian. Sedangkan Adrian fokus kepada ponsel di tangannya.

"Eh itu muka ente kenapa bonyok begitu," celetuk Jamal.

"Biasa berantem," jawab Adrian tanpa mengalihkan fokus dari ponselnya.

"Lah berantem dianggep biasa,"

"Ya emang biasa kan cowok,"

Jamal menoyor kepala Adrian.

"Eh sakit bego," protes Adrian.

"Biar encer itu isi otak ente. Emangnya cowok itu selalu identik sama berantem?"

"Ya iyalah cowok kalo nggak berantem bukan cowok namanya,"

Lagi-lagi Jamal menoyor kepala Adrian.

"Sakit goblok!"

"Gak boleh ngumpat,"

"Ya lo tuh yang bikin gue jadi ngumpat,"

Lantas keduanya terdiam ketika pesanan Adrian tiba. Dan akhirnya terfokus pada makanan masing-masing.

"Assalamu'alaikum,"

Adrian maupun Jamal mengalihkan pandangan ketika ada seseorang yang mengucapkan salam.

"Wa'alaikumussalam, eh Neng Salwa," jawab Jamal.

"Boleh aku gabung?"

"Eh gabung aja atuh, nggak papa," jawab Jamal.

Salwa kemudian memilih duduk di samping Jamal, namun dengan jarak yang cukup jauh. Adrian hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus pada makanannya.

"Adrian,"

"Hmm,"

"Aku mau bicara sama kamu tentang masalah kemarin, aku juga punya banyak pertanyaan sama kamu,"

"Ya udah tanya aja Sal,"

Jamal lebih memilih diam dan menyibukkan diri dengan makanannya daripada ikut campur pembicaraan Adrian dan Salwa.

"Pertama, kenapa wajah kamu babak belur kayak gitu kemarin, kamu habis berantem?"

Adrian mengangguk.

"Kenapa bisa berantem?"

"Gue putus,"

"Putus?!" teriak Jamal.

Adrian dan Salwa pun kompak langsung menatap Jamal.

"Kok bisa?" tanya Salwa kemudian.

"Kirana selingkuh, ya udah gue berantem sama selingkuhannya,"

"Astaghfirullahal'adzim kan udah ane bilangin nggak usah pacar pacaran gini kan akhirnya. Bandel sih kalo dibilangin," ucap Jamal.

"Bacot lu!"

Salwa hanya menggeleng pelan, melihat pertengkaran kecil antara Adrian dan Jamal.

"Ok, aku nggak bakalan tanya lagi masalah kenapa kamu putus sama Kirana. Sekarang aku mau bahas masalah yang kedua,"

"Ini masalah Gabriella,"

"Siapa tuh?"

Salwa mengernyit heran, "Jangan bilang kamu nggak tau nama perempuan yang kamu bawa kemarin?"

"Oh cewek kemaren, gue lupa namanya. Abis namanya ribet,"

Salwa hanya menghembuskan napas pelan. Sikap Adrian tidak berubah.

Selalu tidak peduli sekitarnya.

"Kita harus bantu dia Ad,"

Dahi Adrian mengerut, "Gue kan udah bantu dia, kenapa harus bantu dia lagi?"

"Dia nggak punya keluarga di sini. Kita harus bantu dia balik lagi ke kampung halamannya,"

"Ya terus hubungannya sama gue apa?"

"Adrian?!" kata Salwa dengan sedikit meninggikan suaranya.

"Kamu yang bawa dia seharusnya kamu kan juga ikut tanggung jawab,"

"Kenapa gue harus bantuin dia?" tanya Adrian.

Salwa menghembuskan napas sejenak, "Dia... Dia dijual sama ayahnya sendiri Ad," imbuh Salwa.

Adrian terdiam.

"Eh gini...gini sebenernya ane gak paham sama yang kalian bahas, tapi ane penasaran sama pembahasan kalian. Perempuan siapa maksudnya, terus dijual dijual apa yang dijual?" kata Jamal ikut menimbrung.

Adrian menatap Salwa, "Dijual?" lirihnya.

Salwa mengangguk.

"Eh jawab pertanyaan ane dong, ane kepo nih,"

"Diem lu dugong!"

Mendengar ucapan Adrian, Jamal pun langsung terdiam.

"Kita harus bantu dia Ad. Kasihan dia, dia nggak punya keluarga di sini. Kalo nggak kita yang bantu siapa lagi," ujar Salwa.

Adrian terlihat berpikir. Hembusan napas keluar dari lubang hidungnya.

"Gini ya Sal, bukannya gue gak mau bantuin dia, tapi lo tau sendiri kan hidup gue aja udah kacau gimana mau ngurusin hidup orang lain kalo hidup gue aja gak keurus,"

"Ok, gue minta maaf karena kesalahan gue yang nabrak dia kemaren lo jadi ikut repot," lanjut Adrian.

"Nggak Ad, kamu nggak perlu minta maaf. Kamu belum tau gimana berterima kasihnya Gabriella karena kamu udah bantu dia,"

"Sal.... "

"Aku nggak maksa kamu buat mau atau nggak bantuin dia, tapi aku mohon tolong kamu peduli sedikit aja sama dia,"

Adrian terdiam. Hatinya pun tak bisa berbohong, sebenarnya ia juga ingin membantu. Adrian juga tahu bagaimana wajah Gabriella yang ketakutan seperti kemarin. Ia tahu jika wajah gadis itu menunjukkan rasa sakit dan kepedihan yang mendalam. Namun, bagaimana ia bisa membantu jika hidupnya sendiri saja sudah rumit apalagi ditambah dengan permasalahan orang lain.

Adrian pun bangkit dari duduknya kemudian beranjak meninggalkan Salwa dan Jamal tanpa sepatah katapun.

"Adrian," panggil Salwa.

"Jangan paksa dia," ujar Jamal.

"Tenang aja, kalo dia lagi gitu tandanya dia butuh waktu berpikir. Biarin dia sendiri dulu," imbuhnya.

"Sebenarnya ane nggak tau apa yang kalian bahas, tapi kalo misalkan ane bisa bantu. Ane bakalan ikutan bantu,"

Salwa tersenyum sekilas, "Terima kasih Mal,"

Bersambung....

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Mungkin ini chapter yang pendek dari chapter sebelumnya. Maafkan aku, karena emang mood aku nurun terus buat nulis😔
Semangatin aku ya readers biar semangat terusss😉

With Love

missookaa😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro