Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09 >> Cerita

Budayakan membaca notes, vote, dan comment ya😊

Sorry for any typo(s)

Selamat membaca🤗

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

--------------------------------------------

"Terkadang, seringkali kita bertengkar dengan kakak maupun adik kita, menjahili mereka hingga menangis. Namun, ketahuilah itu adalah salah satu cara untuk menunjukkan rasa kasih sayang terhadap mereka."

----------------------------------------------

Salwa tengah duduk berhadapan dengan wanita yang dibawa oleh Adrian. Salwa menatapnya dari atas hingga bawah. Ia yakin bahwa wanita ini adalah wanita baik-baik, dilihat dari sikapnya yang pemalu sedari tadi wanita itu hanya menunduk.

"Siapa nama kamu?"

Wanita itu mendongak perlahan menatap Salwa. Salwa melihat wajah wanita ini semacam memendam luka dan kesedihan.

"Nama saya Gabriella," jawabnya.

Salwa mengusap bahu Gabriella pelan.

"Sepertinya kamu lebih muda dariku, berapa usiamu?"

"19 tahun,"

Salwa tersenyum. Rupanya benar dugaannya.

"Nama aku Salwa, kamu bisa manggil aku Mbak Salwa,"

Gabriella tersenyum tipis, "Mbak Salwa," ujarnya pelan.

Salwa pun ikut tersenyum. Entah mengapa ia melihat Gabriella seakan ada niatan kuat untuk melindunginya. Gabriella terlihat begitu rapuh, itulah yang membuat Salwa berkeinginan untuk menjaganya.

"Oh ya supaya aku lebih gampang manggilnya, aku manggil kamu Bella nggak papa kan?"

Gabriella tersenyum sembari mengangguk.

"Ya udah kalo gitu, itu diminum coklatnya mumpung masih hangat," kata Salwa.

Gabriella mengangguk, lalu mengambil mug di depannya yang berisi coklat hangat lalu menyesapnya pelan.

Salwa mengamati Gabriella lekat-lekat. Dari dulu ia menginginkan memiliki seorang adik. Namun, Allah masih belum mengabulkan doanya waktu itu, tapi dengan keberadaan Gabriella saat ini membuatnya serasa memiliki seorang adik yang harus dijaganya.

"Sebenarnya... Mbak punya banyak pertanyaan sama kamu, tapi karena ini sudah malam lebih baik kamu istirahat. Kamu bisa cerita sama Mbak kapan pun kalau kamu siap," jelas Salwa.

Gabriella tersenyum, "Terima kasih Mbak,"

"Kamu nggak usah terlalu formal kalo sama aku, anggap aja aku ini kakak kamu,"

Ucapan Salwa membuat Gabriella tersenyum. Ia bersyukur dapat bertemu Salwa yang memiliki hati yang begitu tulus.

"Sekali lagi makasih Mbak,"

"Udah abisin coklatnya abis itu istirahat ya,"

Gabriella pun mengangguk dan segera menghabiskan coklat hangatnya.

***

'Brak'

"Dasar gak becus, nyari anak satu aja gak bisa!"

Danu menggebrak meja ia terlihat begitu marah ketika melihat beberapa anak buahnya kembali dengan tangan kosong.

"Maaf Bos, kita kehilangan jejaknya,"

'Duk'

Danu langsung menendang perut anak buahnya itu hingga ia jatuh terjengkang ke belakang.

"Dasar gak becus!"

"Suruh Sandy dateng ke gue besok. Gue mau dia ganti rugi gara-gara ini. Percuma gue beli anaknya mahal-mahal, tapi nyatanya gue gak dapet apa-apa," ucap Danu pada anak buahnya yang lain.

"Baik Bos,"

Sementara itu di luar ruangan,  Mona mencoba menguping pembicaraan Danu dan anak buahnya.

"Syukurlah Gabriella berhasil kabur," ucapnya.

"Tapi kenapa dia belum juga menghubungiku?" gumamnya pelan.

"Siapa yang belum menghubungi?"

Mona terlonjak kaget mendengar suara seseorang dari belakangnya.

"Angel,"

"Kenapa Mami kelihatan kaget gitu, ada apa emangnya?"

Mona mencoba mengontrol ekspresinya agar Angel tidak curiga padanya. Jika Angel sampai curiga terhadapnya, Gabriella dan dirinya pasti dalam bahaya.

"Bukan apa-apa," jawab Mona tenang.

Angel memicing, tatapannya menelisik.

"Oh gitu, terus kalo nggak ada apa-apa kenapa Mami ada di depan ruangan Bos. Mami nguping ya?"

Mona tahu jika pertanyaan Angel mencoba mempermainkannya. Ia sangat tahu bahwa Angel adalah wanita licik.

"Kamu jangan asal nuduh ya,"

"Loh aku gak nuduh kok, aku kan cuma tanya," ucap Angel sambil tersenyum licik.

Mona sudah merasa jengah dan geram terhadap Angel. Ia memutuskan untuk melenggang begitu saja meninggalkan Angel. Angel menatap kepergian Mona dengan senyum remeh.

"Gue akan cari tahu apa yang disembunyikan wanita itu," gumam Angel.

***

Seusai menunaikan sholat shubuh, Salwa mulai beraktivitas untuk menyiapkan sarapan. Biasanya ia hanya akan membuat roti isi untuk sarapan, tapi karena sekarang ada Gabriella ia akan membuat sarapan yang cukup berisi.

"Mbak Salwa,"

Salwa menoleh ketika seseorang memanggilnya yang mana itu adalah Gabriella. Salwa menatap Gabriella yang tengah kesulitan untuk berjalan.

"Hati-hati kakimu masih belum sembuh jangan banyak gerak dulu,"

Salwa membantu Gabriella duduk di kursi meja makan.

"Makasih Mbak,"

Salwa pun tersenyum.

"Kamu udah sholat Shubuh?" tanya Salwa. Gabriella pun menggeleng sebagai jawaban.

"Oh lagi halangan?"

Gabriella kembali menggeleng.

"Aku non muslim Mbak," ucap Gabriella.

"Astaghfirullah, maaf aku nggak tau,"

Gabriella hanya tersenyum, "Nggak papa Mbak,"

"Ya udah kalo gitu kamu tunggu sini ya, Mbak masakin sarapan dulu buat kamu,"

"Biar kubantu Mbak,"

Salwa menggeleng, "Nggak perlu, kakimu kan masih sakit buat jalan. Udah kamu tungguin aja di sini ya,"

Sebenarnya Gabriella merasa tidak enak pada Salwa. Ia hanya orang asing yang tiba-tiba menumpang di rumah Salwa. Ia merasa bahwa dirinya hanya merepotkan saja.

Gabriella harus benar-benar berterima kasih pada Salwa dan Adrian yang sudah membantunya. Ia tak tahu jikalau kemarin ia tidak bertemu Adrian, kemungkinan terburuk ia akan dibawa kembali ke tempat laknat itu. Gabriella pun teringat akan Mona. Kemarin Mona memberinya nomor telepon jikalau ada apa-apa ia bisa menghubunginya. Namun, ia tidak memiliki ponsel, apa iya ia harus meminjam ponsel Salwa?

"Kamu kenapa melamun?"

Gabriella tersadar dari lamunannya ketika Salwa sudah berada di depannya meletakkan sepiring nasi goreng dan segelas susu hangat.

"Eng.. Nggak papa kok Mbak, cuma kepikiran beberapa hal aja,"

"Jangan terlalu dipikirin nanti sakit lagi,"

Gabriella terkekeh mendengar ucapan Salwa. Salwa pun ikut tersenyum melihat Gabriella yang bisa menunjukkan tawanya.

"Udah itu dimakan nasi gorengnya mumpung masih anget, nanti keburu dingin,"

Gabriella menyendokkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya.

"Gimana enak?" tanya Salwa.

Gabriella pun mengangguk sebagai jawaban, "Enak kok Mbak,"

Salwa tersenyum, "Ya udah abisin, abis itu minum obatnya ya,"

Gabriella benar-benar mengagumi sosok Salwa yang begitu perhatian terhadapnya. Ia merasa seperti memiliki seorang kakak yang peduli padanya.

"Mbak Salwa,"

"Iya, ada apa?"

"Kenapa Mbak begitu peduli sama aku, padahal kan Mbak baru aja kenal aku,"

Salwa kembali tersenyum, "Apa peduli itu hanya harus kepada orang yang dikenal?"

"Karena Mbak yakin kamu butuh pertolongan, maka dari itu Mbak nolong kamu, dan Mbak sama sekali gak pernah nganggep kamu orang asing," imbuhnya.

Ucapan Salwa benar-benar membuat Gabriella terenyuh. Baru kali ini ia merasakan ada seseorang yang peduli terhadapnya. Setelah mamanya meninggal, Gabriella tidak pernah lagi merasakan kasih sayang bahkan papanya sendiri tidak pernah lagi peduli padanya.

"Makasih Mbak karena udah peduli sama aku,"

Setetes air jatuh dari kelopak mata Gabriella. Salwa yang melihat itu pun buru-buru menghampiri Gabriella dan memeluknya.

"Kamu kenapa nangis?"

Gabriella menggeleng, "Aku terharu karena sebelum ini nggak ada yang peduli sama aku selain Mama. Bahkan Papa aku sendiri," ucapnya lirih.

Salwa menatap Gabriella dalam, "Lalu sekarang di mana Mama sama Papa kamu,"

"Mama udah meninggal satu tahun yang lalu dan Papa... Aku nggak tau di mana dia sekarang,"

"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un, maaf,"

Gabriella menggeleng pelan, "Sebenarnya aku dari Surabaya, tapi tiba-tiba Papa membawaku ke Jakarta. Awalnya aku nggak tau kenapa Papa membawaku ke sini,"

Dengan cermat Salwa mendengar setiap kata yang terucap dari bibir Gabriella.

"Ternyata Papa bawa aku ke sini...dia...ngejual aku," lirih Gabriella.

Salwa tak bisa menutupi keterkejutannya. Ia menutup mulut tak percaya. Salwa semakin erat memeluk Gabriella, mencoba memberi ketenangan. Ia benar-benar tak menyangka jika papa Gabriella rela melakukan hal keji seperti itu.

"Aku nggak nyangka Papaku tega ngelakuin itu sama aku," ujar Gabriella sesegukan.

"Sstt... udah jangan diterusin lagi," ucap Salwa menenangkan.

Gabriella pun membalas pelukan Salwa tak kalah eratnya. Ia tumpahkan seluruh air matanya dalam pelukan Salwa.

"Menangislah, kalau itu membuatmu tenang. Keluarkan keluh kesah kamu. Mbak akan setia mendengarkan,"

Salwa mengelus punggung Gabriella lembut. Ia tahu jika saat ini Gabriella begitu rapuh dan butuh perlindungan.

"Aku bener-bener berterima kasih sama Mbak Salwa dan Mas Adrian yang sudah nolongin aku. Kalau nggak ada kalian aku nggak tau bakalan apa yang terjadi,"

"Sstt... udah tenang ya. Gak usah bahas lagi kalo kamu nggak kuat ngejelasinnya,"

Salwa memeluk Gabriella menyalurkan ketenangan agar Gabriella merasa terlindungi.

"Mbak akan selalu ada buat kamu, jangan lagi bersedih ya,"

Gabriella melepaskan pelukannya dan menatap Salwa lekat.

"Terima kasih Mbak, terima kasih,"

Salwa tersenyum dan mengangguk.

Bersambung....

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Alhamdulillah akhirnya bagian ke sembilan sudah up. Benar-benar menguras tenaga dan emosi nulisnya. Rasanya susah banget nulisnya karena memang mood-ku sedang tidak bersahabat😆

With Love

missookaa😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro