Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07 >> Pertolongan

Budayakan membaca notes, vote, dan comment ya😊

Sorry for any typo(s)

Selamat membaca🤗

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah kepergian Gabriella, Mona memilih untuk tetap berada di kamar itu. Ia yakin pasti sebentar lagi Bosnya akan datang. Ia sudah mempersiapkan diri dengan semua kemungkinan yang akan terjadi padanya ketika si Bos tahu bahwa salah satu wanitanya telah kabur.

'Ceklek'

Pintu kamar itu terbuka lebar, Mona menatapnya datar. Namun, dalam hatinya berkecamuk, tapi ia dengan tenang bisa menyembunyikannya. Mona melihat pria yang sedikit tambun memasuki kamar itu diikuti dengan beberapa pria di belakangnya. Ia adalah Danu --bosnya alias pemilik club malam ini.

Danu mengerutkan dahi penuh tanya, "Dimana dia?!" teriaknya pada Mona, yang mengindikasikan ia tengah mencari keberadaan Gabriella.

"Dia kabur," jawab Mona tenang.

"APA?!"

"Gimana bisa dia kabur?"

Mona menghela napas besar, "Aku tadi meninggalkannya sebentar, namun setelah aku kembali dia su-"

Belum sempat Mona menyelesaikan ucapannya Danu langsung mencekik leher Mona. Ia terlihat begitu marah.

"Dasar gak becus, ngurus satu anak aja gak bisa. Ini semua salah lo. Lo tau gue udah ngeluarin banyak duit buat beli dia hah!"

Mona memegang tangan Danu yang tengah mencekik lehernya. Ia merasakan sakit yang tak tertahankan. Mona mencoba melepaskan cengkraman tangan itu. Namun, percuma saja tenaganya tak mampu menandingi cengkraman Danu yang begitu kuat.

"Cepet cari anak itu sampe ketemu, gue gak mau tau pokoknya kalian harus nemuin anak itu!" perintah Danu pada beberapa anak di buahnya.

Kemudian beberapa anak buah tadi bergegas meninggalkan kamar tersebut. Dan sekarang hanya menyisakan Mona dengan Danu di kamar itu.

"Lo tau kan, kalo sampe lo berani macem-macem sama gue. Gue gak akan segan-segan buat ngancurin lo," bisik Danu pada Mona.

Dengan kasar Danu menghempaskan Mona begitu saja hingga ia tersungkur ke lantai. Mona pun terbatuk-batuk akibat cekikan Danu. Namun, seakan tak ada sorot ketakutan di matanya, Mona pun menatap tajam ke arah Danu.

Danu pun hanya menyeringai, lalu ia berjongkok di depan Mona. Ia mencengkram dagu Mona dengan kasar.

"Mona... Mona... lo kan udah lama kerja disini seharusnya lo lebih tau gimana keadaan disini. Tapi gue gak habis pikir kenapa lo bantu anak itu buat kabur," ucap Danu dengan tawa remehnya.

Tubuh Mona menegang, ia tak menyangka jika Danu mengetahui bahwa ia lah yang membantu Gabriella kabur.

Danu pun kembali menyeringai, "Mungkin saat ini gue masih berbaik hati buat ngelepasin lo, ya karena jasa lo selama ini di club gue, tapi kalo sampe kejadian kayak gini keulang lagi sorry to say lo akan nerima akibat yang lebih parah nantinya, camkan itu!" ucapnya datar.

Kemudian Danu melepaskan cengkramannya dan melenggang pergi begitu saja meninggalkan Mona yang masih terduduk di lantai.

"Aku gak akan biarin laki-laki itu menyentuh Gabriella," gumam Mona yakin sembari menatap Danu yang melangkah menjahuhinya.

***

Gabriella terus berlari tanpa arah dan tujuan yang jelas. Napasnya tersengal akibat berlari cukup jauh. Ia menoleh kesana kemari, sungguh Gabriella sama sekali tak tahu daerah disini. Ia pun tak tahu harus kabur ke mana lagi.

"Ya Tuhan, tolong aku, aku tidak tau harus ke mana lagi," lirihnya.

Dengan tertatih Gabriella terus melanjutkan langkahnya. Meskipun ia tak tahu harus ke mana. Ia juga sudah begitu lelah, ditambah lagi sedari pagi perutnya belum terisi apapun.

Jalanan yang ia lalui juga begitu sepi, tidak ada kendaraan yang berlalu lalang, pasalnya saat ini sudah hampir dini hari yang mana orang-orang pasti sudah terlelap dalam untaian mimpinya.

Dengan langkah yang sudah tak sekuat tadi. Gabriella tak lagi peduli ke mana kakinya akan membawanya pergi. Ia bahkan tak sadar jika dirinya sudah berjalan di tengah jalan. Yang mana walaupun jalanan sepi, namun tetap saja berbahaya jikalau tiba-tiba ada kendaraan yang melintas.

Pandangan Gabriella menyipit, sebuah cahaya yang menyilaukan berada di depannya. Cahaya itu pun semakin mendekatinya. Dan....

'TIIINNN.... '

"AAA!!!"

***

Seusai keluar dari club, Adrian langsung memasuki mobilnya. Ia pun langsung memukul setirnya keras. Lalu ia mengusak rambutnya kasar. Terlihat bahwa dirinya benar-benar tengah frustasi saat ini.

Dengan perasaan yang berkecamuk. Adrian menyalakan mesin mobilnya dan segera meninggalkan tempat yang benar-benar tak ingin ia kunjungi lagi. Tempat itu hanya akan mengingatkannya pada wanita pengkhianat yang sudah mengkhianatinya.

Jalanan terlihat begitu sepi, dengan leluasa Adrian mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia sudah benar-benar tak takut jikalau tiba-tiba ada kendaraan lain. Fokusnya saat ini hanya ingin segera pulang.

'Drrt... Drrt...'

Adrian pun mengambil ponselnya yang ada di atas dashboard. Sekilas ia melirik id caller 'Mama' terpampang di ponselnya. Ia pun dengan kasar melempar ponsel itu ke jok mobil di sampingnya. Hingga akhirnya deringan ponsel tersebut berhenti. Namun, tak berselang lama suara deringan itu terdengar kembali.

"Ck, apaan sih gangguin aja," Adrian berdecak.

Pandangan Adrian tetap fokus ke jalanan. Ia sama sekali tak berniat mengangkat telpon yang jelas-jelas dari ibunya. Berkali-kali ponsel itu berderinga. Namun, sepertinya Adrian benar-benar tak berminat untuk hanya sekedar menyapa mamanya. Hingga akhirnya suara deringan itu berhenti dan untuk beberapa saat tidak ada lagi deringan berikutnya.

Adrian menghela napas besar. Ia tahu apa yang dilakukannya bukanlah hal yang benar. Namun, ia memang belum siap untuk menerima panggilan dari sang mama. Ia hanya tidak ingin kejadian masa lalu itu kembali terulang dan kembali menghantui pikirannya. Adrian pun memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan diri.

Adrian kembali memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Dengan jalanan yang sepi nan gelap membuat Adrian tak ragu untuk terus menambah kecepatannya. Namun, tanpa ia sadari tiba-tiba ada seseorang yang berjalan di depan sana.

Dengan cepat Adrian menginjak rem, dan terus menekan klakson agar orang tersebut segera minggir.

"Sialan tuh orang mau mati apa hah!"

'TIIINNN.... '

"AAA!!!"

Dengan sekuat tenaga Adrian menginjak rem, dan membanting stir supaya mobilnya tidak sampai menabrak orang itu.

'CIITT.... '

Mobil pun terhenti. Tubuh Adrian terpental maju. Beruntung ia terselamatkan karena sabuk pengaman yang terpasang melilit tubuhnya. Sehingga tidak dirinya tidak sampai terbentur stir.

Jantungnya berpacu cepat. Napasnya pun tersengal, ia benar-benar masih tak menyangka dengan apa yang barusan terjadi. Apa ia sudah menabrak orang itu?

"Astaga apa yang udah gue lakuin?" tanya Adrian pada diri sendiri sembari menjambak rambutnya frustasi.

Adrian pun memutuskan untuk keluar dari mobilnya. Memastikan tidak terjadi apa-apa. Dengan langkah pelan, ia berjalan ke arah depan mobilnya. Ia sedikit berjingkat kaget setelah melihat seorang wanita yang jatuh terduduk dengan lengan dan lutut yang bersimbah darah. Adrian sedikit meringis melihatnya. Kemudian ia memutuskan untuk menghampiri wanita itu.

"Lo nggak papa?" tanya Adrian.

Wanita itu masih menunduk dengan sebagian rambutnya menutupi bagian depan wajahnya. Adrian pun memutuskan untuk berjongkok melihat keadaan wanita itu.

"Hei lo nggak papa?" tanya Adrian lagi.

Wanita itu pun mengangkat wajahnya perlahan. Wajah wanita itu sudah basah terkena air mata.

"Lo nggak papa?" kali ketiga Adrian bertanya hal yang sama. Kemudian dibalas gelengan oleh wanita tadi.

Adrian bisa melihat jelas jika tangan dan kaki wanita itu lecet. Ia sedikit berpikir apa ia harus membawanya ke rumah sakit.

"Lo bisa berdiri kan? Gue anter ke rumah sakit,"

Namun, wanita tadi masih diam tanpa membalas. Adrian pun mulai jengah melihat wanita ini yang tak kunjung menyahutnya.

"Hei... Gue nanya sama lo, lo budeg apa gimana sih?" Adrian mendengus.

Ia tahu jika yang dikatakannya terlalu frontal. Bukannya menolong malah mengatai si korban. Namun, memang Adrian bukan tipikal penyabar dan orang yang tak suka menunggu serta benci orang yang hanya diam jika ditanyai.

"Kalo lo nggak mau ya udah gue tinggal," Adrian memutar bola matanya malas.

Ketika hendak berbalik, sebuah suara menginterupsinya untuk berhenti.

"Tunggu... Iya saya mau, tapi saya kesulitan untuk berdiri sendiri,"

Adrian pun kembali menatap wanita tadi, "Nah, dari tadi ngomong kan enak, ditanyain diem aja. Gue kira budeg lo,"

Kemudian Adrian pun kembali berjongkok di depan wanita itu dan segera memapahnya.

"Aaa... " suara wanita itu merintih.

Jujur, Adrian benci sekali suara rintihan wanita yang menurutnya begitu lemah.

"Gak usah ngerintih gitu, gue udah pelan-pelan mapahnya," ujar Adrian datar. Kemudian wanita itu pun menggigit bibir bawahnya menahan sakit agar ia tak bisa mengeluarkan suara rintihan.

Bersambung....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Khusus hari ini aku double update karena memang hari minggu kemarin jadwalnya aku up tapi karena ada sesuatu sehingga tidak memungkinkan aku up. Jadilah hari ini aku akan menebusnya🙊
Maafkan aku🙈

With Love

missookaa😙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro