01 >> Gabriella Namanya
Budayakan membaca notes, vote, dan comment😊
Assalamu'alaikum semua, alhamdulillah akhirnya bagian pertama 'Hijrah Cinta' telah hadir. Aku saranin ikutin dari awal ceritanya ya, supaya tidak terjadi kesalahpahaman dan kesalahkaprahan. Terima kasih😉
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
----------------------------------------------
"Tuhan memang adil, ketika dirimu diberi bahagia, maka kau pun harus siap menanggung lara"
---------------------------------------------
Surabaya, Januari 2000
Wajahnya tak dapat menyembunyikan rasa haru yang begitu mendalam, mendengar suara tangisan bayi yang nantinya akan menemaninya setiap malam, Martha tak kuasa menahan tangisnya menatap bayi kecil yang baru saja ia lahirkan dari dalam rahimnya.
"Selamat Nyonya Martha, anda melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik,"
Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang ada digendongannya pada Martha. Martha menerimanya dengan penuh haru, walaupun ia masih terlihat lemas namun wajahnya menyiratkan kebahagiaan. Ia pun menggendong bayi kecilnya dengan penuh kehati-hatian.
"Terima kasih Dok," ucapnya.
Dokter itu pun tersenyum, "Anda boleh menyusuinya sekarang Nyonya," ujarnya.
Kemudian salah satu suster mendekati Martha untuk membantunya. Setelah itu, Martha dapat menyusui sang putri.
"Kalau begitu saya pamit, jika anda membutuhkan sesuatu silahkan hubungi saya,"
"Iya Dokter," jawab Martha.
Kemudian sang dokter dan suster pergi meninggalkan Martha. Martha menatap putri kecilnya, lalu ia meletakkan telunjuknya di jari-jari sang putri. Ia tersenyum ketika sang putri merespon dengan menggenggam jari telunjuknya.
Kini kebahagiaan Martha lengkap sudah, ia dapat merasakan bagaimana menjadi seorang ibu. Ia pun tersenyum menatap putrinya, ia berharap bisa merawat sang putri dengan baik agar menjadi seseorang yang dicintai semua orang nantinya.
"Mama dan Papa sudah menyiapkan nama untukmu Sayang, kami akan menamaimu Gabriella. Semoga kamu menjadi anak yang berbakti dan selalu menyayangi Mama dan Papa nantinya," lirihnya.
Kemudian pandangan Martha mengarah pada pintu ruang inapnya. Ia menanti kedatangan sang suami, yang hingga saat ini belum datang juga. Padahal hari ini adalah hari dimana putri mereka lahir, seharusnya sang suami menemani proses persalinan Martha.
"Sabar ya Sayang, Papamu sebentar lagi pasti akan datang," ucap Martha kepada anaknya.
'cklek'
Pintu kamar inap Martha terbuka, Martha pun tersenyum berharap suaminya yang datang. Namun, ekspresinya berubah ketika melihat siapa yang datang.
"Mas Sandy...." gumam Martha.
Sandy pun tersenyum lalu berjalan mendekati Martha. Sandy adalah teman dari suaminya, Surya.
Kening Martha mengerut melihat kedatangan Sandy, namun Sandy hanya menatapnya sembari tersenyum.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Sandy basa-basi.
"Baik,"
Setelah itu, Sandy mengusap pucuk kepala anak Martha, "Siapa namanya?" tanya Sandy.
"Gabriella," jawab Martha.
"Nama yang cantik seperti anaknya,"
Dalam benak Martha timbul tanya, kenapa Sandy yang datang bukannya suaminya, Surya.
"Mas Sandy tau dimana Mas Surya. Aku sudah menghubunginya saat hendak persalinan, tapi sampai sekarang dia belum datang juga,"
Sandy menghentikan usapannya di kepala Gabriella. Sandy pun menatap Martha sendu, dalam tatapan itu menyiratkan sebuah kesedihan.
Martha merasa ada sesuatu yang disembunyikan Sandy, "Kenapa Mas menatapku seperti itu, apa Mas tau dimana Mas Surya?" tanya Martha lagi.
Sandy menunduk dalam, "Maafkan aku Martha," lirihnya.
Martha semakin penasaran, apa sebenarnya maksud ucapan Sandy, "Apa maksud Mas?"
"Sur... Surya dia...."
Martha mencengkran lengan Sandy, "Mas Surya kenapa Mas, Mas Surya nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Martha panik.
Sandy menatap Martha, tanpa sadar Sandy menitihkan air matanya.
"Sur... Surya kecelakaan Mar," lirih Sandy.
Deg.
Martha membelalakkan matanya, menatap Sandy tak percaya, "Mas pasti bohong kan, bahkan tadi aku masih bisa menelepon Mas Surya dan dia baik-baik saja. Jangan mengajakku bercanda Mas," ucap Martha lirih.
Surya menggeleng pelan, "Aku tidak sedang bercanda Mar, Surya memang kecelakaan,"
Martha melepaskan cengkramannya dari lengan Sandy, ia pun terdiam. Sungguh ia ingin apa yang dikatakan Sandy hanyalah sebuah kebohongan.
"Kalau begitu sekarang antarkan aku pada Mas Surya aku ingin melihat keadaannya," ujar Martha memaksa.
Sandy menunduk, "Maafkan aku Martha,"
"Kenapa Mas minta maaf, apa Mas nggak bisa mengantarkan aku ke Mas Surya?" ujar Martha frustasi.
"Sur... Surya dia...dia sudah meninggal Martha," lirih Sandy.
Martha semakin tak percaya dengan apa yang dikatakan Sandy. Menurutnya Sandy sudah keterlaluan.
"Maksudmu apa sih Mas, tadi kamu bilang Mas Surya kecelakaan dan sekarang Mas bilang kalau Mas Surya... Mas Surya...." Martha tak kuasa melanjutkan ucapannya.
Mata Martha sudah memanas menahan air matanya, "Katakan padaku jika semua yang Mas katakan adalah omong kosong,"
Dan lagi-lagi Sandy hanya menggeleng pelan, "Sungguh maafkan aku, semua yang kukatakan bukanlah kebohongan," jawab Sandy dengan nada penyesalan.
Martha kembali mencengkram lengan Sandy dan menarik-nariknya, "Kamu pembohong Mas kamu pasti membohongiku, apa Mas Surya merencanakan sebuah kejutan untukku pasti Mas Surya sekarang ada di luar kamar kan dia pasti menyuruhmu untuk berpura-pura mengatakan itu, iya kan?"
Sandy hanya diam dan membiarkan Martha mengeluarkan semua keluh kesahnya.
"Aku akan buktikan kalau Mas Surya pasti ada di luar kamar,"
Martha memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidurnya.
"Jangan seperti ini Martha, kamu masih belum boleh banyak bergerak," ucap Sandy menahan Martha.
"Lepaskan aku Mas, aku ingin memastikan kalau Mas Surya ada di luar,"
Sandy menahan bahu Martha agar tak beranjak dari tempatnya.
"MAS... MAS SURYA PASTI DI LUAR KAN MAS... AKU TAU KAMU PASTI SEDANG MEMBUAT KEJUTAN KAN, MAS SURYA...." teriak Martha sambil meronta meminta Sandy melepaskannya.
Tak berselang lama Gabriella menangis keras karena teriakan Martha.
"Kamu membuat anakmu ketakutan Martha," ujar Sandy.
Martha menatap Gabriella, "Oh maafkan Mama Sayang, Mama membuatmu takut ya hmm," ujarnya panik.
Sandy merasa iba pada Martha, pasti ia sangat terluka dengan ucapannya tadi. Tapi apa boleh buat dia harus mengatakan semua pada Martha.
"Maafkan aku Mar, aku tau ini pasti membuatmu bingung dan terluka. Namun, ini semua bukan karanganku Mar, ini semua nyata Surya memang sudah me-"
"KUMOHON HENTIKAN!" teriak Martha. Mata Martha sudah memerah menahan tangis. Tangisan Gabriella pun semakin mengeras.
"Kumohon jangan katakan hal omong kosong lagi. Dan tolong tinggalkan aku sendiri," pinta Martha.
"Martha...."
"Kumohon Mas, tinggalkan aku sendiri,"
Sandy menghela napas pelan, "Satu hal yang ingin aku katakan. Besok, Surya akan dimakamkan oleh keluarganya," ujar Sandy. Lalu ia melangkah pergi meninggalkan Martha.
"Ini pasti bohong, iya ini pasti bohong. Mas Surya pasti masih dalam perjalanan kemari, dia pasti baik-baik saja," gumam Martha meyakinkan dirinya.
Namun, kemudian isak tangis Martha semakin terdengar mengeras. Air matanya mengucur begitu derasnya. Ingin sekali ia menyangkal bahwa ini semua hanyalah kebohongan.
"Mas Surya... Mas Surya... hiks...hiks.... Kenapa... kenapa kamu meninggalkan aku begitu saja, putri kita baru saja lahir Mas, kenapa kamu pergi Mas hiks... hiks...." gumam Martha sesegukan.
Ia tak bisa menghentikan tangisnya. Baru saja ia menangis karena bahagia sebab Gabriella lahir. Namun, sekarang ia harus menangis karena kehilangan sang suami. Tuhan memang adil, ketika dirimu diberi bahagia, maka kau pun harus siap menanggung lara.
Martha menatap putrinya yang masih menangis, "Maafkan Mama Sayang, Mama berjanji akan selalu bersamamu, Mama tidak akan meninggalkanmu, Mama berjanji,"
Bersambung
With Love
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro