Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4

Kriiiiinggggg.....

Ahhh, akhirnya.

Setelah 90 menit aku terjebak dalam kelas yang begitu membosankan, aku bisa keluar.

Bukan apa, tapi 90 menit dengan mapel Pkn itu menjemukan. Bukan berarti aku tidak nasionalisme, namun siapa yang tidak bosan jika tiap pertemuan selalu di dongengkan pasal-pasal yang menjemukan. Belum lagi gurunya yang sepanjang pelajaran hanya menggunakan nada do terus-menerus.

Godaan yang berat untuk tidurkan?

"Anzel, ayo pulang," kata Any, sambil membereskan buku-bukunya yang sejak tadi hanya digelar di atas meja  tanpa dibaca.

"No, ada misi penting," ucapku, sambil mengetikkan SMS untuk Bunda. Mengatakan kalau hari ini aku pulang sore, ada kumpul OSN.

"Apaan?" tanya Any penasaran.
 
Dia terdiam sebentar, mengingat-ingat kembali kegiatanku akhir-akhir ini.

"OSN?" tebaknya tidak yakin.

Aku mengangguk.

"Oke, good luck. Cieee, ketemu sama pangeran," Ia menggodaku, menoel-noel kedua pipiku bersamaan.

"Apelah," kataku jengah.

"Cieee," Any tak akan pernah berhenti sebelum dia merasa puas.

"Eh, betewe. Senna gimana?" tanyanya lagi.

"Gimana apanya?"

Senna? Ada apa memangnya dengan Senna?

"Noh, ditungguin di depan kelas. Daritadi," katanya sambil menunjuk bangku panjang di koridor -tempat Senna duduk.

"Hah?!"

Oh tidak. Aku lupa.

Buru-buru aku beranjak, berlari ke tempat Senna duduk, "Sennn, Senna akuuu--"

"Udah selesaikan? Ayo pulang, hari ini aku nggak latihan kok,"
Senna berdiri, beranjak dari duduknya. Menepuk-nepuk sebentar celana abu-abunya yang sedikit kotor.

"Ehemm, Senna. Aku lupa kasih tahu kamu, kemarin aku ditawarin ikut OSN, terus aku terima." Aku berusaha menjelaskan pelan-pelan.

Semoga Senna tidak tersinggung.

"Tuh, bagus."

"Hari ini kumpul," ucapku sedikit tak enak.

"O, makanya hari ini Zach bilang nggak bisa dateng. Jadi OSN ya?" Senna mengangguk-angguk mengerti.

Aku hanya bisa tersenyum, sedikit tak enak.

"Ikut apaan Ai?" tanya Senna.

"Fisika," jawabku pelan.

"Astaga, tu kepala yakin nggak gosong?" Senna sedikit mencemooh.

Aku tahu Senna nggak suka sama Fisika. Atau lebih tepatnya mapel eksak. Aku tahu sekali Senna.

Aku tahu Senna suka sekali dengan es krim Oreo, aku tahu Senna benci kecoa, aku tahu Senna pintar berenang, aku tahu Senna nggak bisa nari, aku tahu---

Aku tau Senna. Semuanya.

"Eh, berarti bareng sama Zach ya?"

Senna, dia tak pernah memanggil orang yang sedikit sepantaran dengan embel-embel. Senna kelas sepuluh, Kak Zach kelas sebelas, tapi Senna tak memanggilnya 'kak'.

"Mungkin? Aku belum tau pastinya,"

Kami terdiam cukup lama.

"Gimana? Aku tungguin?" Senna menawarkan bantuan. Dia memang selalu seperti itu

"Nggak usah Senna, aku dah bilang Bunda. Nanti aku pulang bareng Bunda," ujarku menyakinkan.

Aku nggak mau Senna kelelahan menungguku, dia bisa pulang cepat, lalu bermain games favoritnya di komputer. Aku tahu, minggu ini Senna benar-benar sibuk, tanpa istirahat, tanpa hiburan.

"Oke. Aku duluan, hati-hati," kata Senna beranjak pergi sambil melambaikan tangan.

Entah kenapa, aku merasa kalau Senna kecewa padaku. Raut mukanya sedikit berubah tadi. Aku merasa  bersalah tidak memberi tahu sahabat terbaikku berita sepenting ini padanya.

Ya, aku yang salah.

==High School Love==

"Anak-anak, kalian adalah orang-orang pilihan. Orang yang akan mengharumkan nama sekolah kita ini. Kalian adalah orang-orang terpilih, jadi jangan sia-siakan kesempatan ini dan buktikanlah kalau kalian bisa."

"Jadi, setiap mapel akan diwakili oleh satu tim. Setiap tim berisi 3-4 anak, walau disini kalian di bentuk tim, OSN adalah lomba individual. Setiap tim di kepala ketua tim."

Bu Dewi masih terus membacakan pidato motivasi di depan sana dengan menggebu-gebu, memberi semangat pada kami yang sudah semangat

"Saya akan membacakan nama-nama ketua tim beserta anggotanya. Matematika, ketua timnya adalah--"

"Fisika, dengan ketua tim Zachary Aldric Dewantara dari XI A1 dengan anggota Anzeliya Zhafa Aivyna dari XA, Sellyna Putri XI A2, dan Adimas Angkasa dari XI A1." Moderator membacakan anggota tim-ku nanti.

Jadi, aku satu-satunya anak kelas sepuluh di timku?

What the--

"Karena sudah selesai saya bacakan, silakan kalian berkumpul dengan kelompok masing-masing. Setiap kelompok menempati meja yang sudah disiapkan, harus sesuai dengan cabang lomba kelompoknya." Moderator melanjutkan membaca instruksinya.

Aku berkeliling, mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruang multimedia yang kini dipenuhi anak-anak yang berlalu-lalang. Berusaha menemukan meja dengan tulisan 'fisika' di atasnya

Nah, itu mejanya ketemu.

Sebuah meja bundar berlapiskan taplak berwarna merah marun, ditambah 4 kursi putih yang melingkarinya.

2 buah kursi sudah terisi, yang lainnya kosong. Aku melihat Kak Zach disana, sedang menekuni sebuah buku tebal. Dia begitu tampan, menggunakan kacamata frame hitamnya. Pulpen di tangan kanannya sesekali mencoret-coret sesuatu di lembaran kertas kosong.

Di sampingnya ada sosok jangkung, tampan, sedang makan camilan ringan, sedang bungkusnya berserakan di mejanya. Dia tertawa-tawa, tidak peduli dengan siswa lain yang tengah sibuk membahas-OSN-adalah-hal-yang-sangat-penting. Terlihat cuek, namun aku yakin, dia orang yang genius.

"Permisi," ucapku berusaha menyapa dengan sopan.

Kakak kelas yang tadinya sedang makan menoleh, dia tersenyum sanhat lebar, "Hei... Adik manis, sini duduk di sebelah kakak."

"Iya kak, makasih."

"Ulululuh, sopan banget sih. Namanya siapa?" goda kakel itu lagi.

Seketika aku merasa kalau aku akan merasa nyaman di tim ini. Sepertinya tidak seburuk yang aku pikirkan.

"Anzeliya Zhafa Aivyna." Jawabku

"Panggilannya?" tanya lagi, sambil terus tersenyum.

"Anzel,"

"Panggil Ai boleh?" buruknya, matanya seakan menatapku dengan pandangan memohon yang dibuat-buat.

Geli tau.

Pletak!

"Itu anak orang dodol. Masih kecil juga, mau diembat juga," Kini Kak Zach yang menimpali.

"Hei, aku nggak senista itu yaa," Kakel tadi -yang akhirnya aku tahu dari badge-nya bernama Adimas Angkasa- membela dirinya. Tak terima kalau dirinya dianggap seperti itu.

"Bodo'," Kak Zach hanya menggerutu tak peduli.

Aku tertawa.

Aku melihat sisi lain Kak Zach sebagai orang jahil.

"Hai haiii ... Ini konsumnya, 4 orang kan?" Kali ini, seorang kakak kelas cewek berwajah sedikit oriental datang bergabung.

Sellyna Putri. Senyum ceria, tak pernah luput dari wajahnya. Rambutnya panjang sepinggang, sering kali diikat ekor kuda. Orangnya ramah, pintar, cantik, nggak heran. Banyak juga yang naksir.

"Hai dek, namanya siapa?" salahnya setelah meletakkan 4 kotak jatah Snack dan makan siang.

"Anzel," ucapku, sambil mengangsurkan telapak tanganku.

"Selly," Dia tersenyum, sebelum akhirnya membalas jabatan tanganku.

Aku tersenyum. Timku akan sangat menyenangkan nantinya.

"Udah lengkapkan? Sekarang kita bahas rencana tim kita. Ingat, kita udah di percaya sekolah."

"Oke," ucap Kak Selly

"Yuhhhuu..." balas Kak Ang -aku memutuskan memanggilnya seperti itu-

Dan aku hanya tersenyum.

Orang-orang fisika ternyata tak semengerikan yang aku kira.

Mereka menyenangkan.

==High School Love==

Mendung. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Sekolah sudah mulai sepi, tinggal beberapa yang berlalu-lalang, bersiap untuk pulang.

Aku sedang duduk menunggu jemputan di lobi, barusan aku sudah SMS Bunda, katanya udah mau jalan.

"Belum pulang dek?"

Sebuah suara mengejutkanku, suara yang kerap kali aku nantikan. Suara yang kuhafal di luar kepala.

Itu Kak Zach.

"Belum, ini masih nunggu jemputan." ucapku dengan sedikit gugup.

Mimpi apa aku semalam.

"Udah SMS?" tanyanya lagi.

Ia tipe perhatian?

"Udah, tadi katanya baru di jalan," jawabku lagi.

Kak Zach hanya mengangguk-angguk. Lalu duduk di sampingku. Oh, jantungku bisa meledak di dalam sana.

Lalu, segerombolan kakak kelas cowok yang aku tahu dari XI A1 lewat, menyapa Kak Zach lalu mengajaknya pulang.

"Yo Zach, cabut yuk,"

"Duluan aja, nanti nyusul," jawab Kak Zach sambil mengepalkan tangan, salam khas cowok.

"Oke bro."

Lalu hening lagi, hanya ada suara detikan jam dinding ditambah dengan suara sepatu yang aku ketuk-ketukkan di permukaan lantai.

"Kamu suka fisika?" Tiba-tiba saja Kak Zach menanyakan tentang hal itu.

Aneh nggak, sih?

"Iya,"

Aku hanya dapat menjawabnya singkat. Aku benar-benar seperti, ahh... Aku tak tahu seperti apa yang harus aku lakukan.

"Kenapa?"

"Nggak tau alasan pastinya, cuman yaa... Aku ngerasa kalo aku kayak menemukan sesuatu menantang yang harus aku selesaikan." Itu alasanku.

Dia manggut-manggut.

"Kalo Kak Zach kenapa?" tanyaku, aku memang selalu ingin tahu tentangnya.

"Aku butuh pelampiasan." ujarnya singkat. Raut mukanya mendadak muram.

Hah? Apa?

Pelampiasan?

Pelampiasan apa? Pelampiasan buat siapa? Pelampiasan karena apa?

"Pelamp--"

Triiiingg, sebuah SMS masuk.

"Maaf kak," ucapu yang dibalas anggukan disertai senyuman.

From: +6285292xxxx
Message: Kak, Bunda dh di depan.

"Kak Zach, aku dah di jemput. Duluan ya, makasih." aku bangkit, sedikit tak rela memotong pembicaraan disini.

"Sama-sama, hati-hati ya," Dia lagi-lagi tersenyum ramah.

Aku hanya mengangguk, melingkarkan jari telunjuk dan ibu jariku, membentuk lingkaran. Mengatakan oke.

Ya, anak-anak fisika tak selalu cuekkan?

Dia baik,

dan

peduli.

==High School Love==

Haiii....
Aku balik lagi, gimana part ini?

Minta votmentnya dong. Kritik saran ato apapun juga boleh, masih belajar akunya.  Aku orangnya baik kok, nggak suka gigit kalo ada yang komen. Baik kan?

Jadi,
Mari berteman.

Big and warm hug,
@ice_sugar

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro