BAB 1
Pagi ini sangat cerah dan menyenangkan andaikan saja tak ada suara yang menyebalkan mengganggu hibernasiku di pagi buta.
Hari ini hari Minggu, dan pintu kamar sudah di gedor-gedor sejak lima belas menit yang lalu.
Yang benar saja.
"Kak! Bangun, ini udah jam berapa. Noh ditungguin dari tadi sama abang Senna," Suara cempreng dengan nada melengking tinggi ditambah dengan suara terompet-terompet dan sempritan yang memekakkan telingaku.
Coba kutanya padamu, adakah seorang gadis remaja yang duduk di bangku SMP namun malah bertingkah seperti itu?
"Kak ! Tengok jammu dan liat sekarang jam berapa?" Suara teriakan itu terdengar lagi.
Argghhh... cukup!
Aku bisa gila kalau terus-terusan mendengar suara seperti itu. Kuambil jam weker yang kuletakkan di atas nakasku. Ini baru jam setengah sebelas, belum juga jam dua belas.
Aku memang berencana menghabiskan hari Mingguku ini untuk tidur.
Dengan langkah terseok-seok kupakai sandal kamarku yang berwarna pink berbentuk piglet. Hey, apa salahnya kalau seorang anak SMA kelas satu sepertiku masih menggunakan seperti itu. Bukankah itu lucu?
Kubuka pintu kamarku dengan pelan. Bukan suara halus ataupun tanpa suara yang kudengar namun,
Krieettt... nah seperti itu.
Suara pintu kamarku lebih terdengar seperti suara tikus yang terjepit .
Mengenaskan, namun yang lebih buruk adalah kutemukan seorang gadis menggunakan dress tanpa lengan selutut bermotif bunga-bungaan berwarna-warni.
Tidak ada yang salah memang, kalau seandainya ia tidak menggunakan topi baret lusuh miliknya dan sepatu boot coklat tua yang sudah amat tua. Belum lagi, tatanan rambutnya yang terlihat aneh dimataku.
Selera fashion-nya memang aneh.
"Pagi kak," Dia tersenyum konyol.
Terompet tahun baru kemarin ia kalungkan ke lehernya. Kucing-kucing kesayangannya terlihat mengerubungi kakinya. Ia terlihat seperti induk kucing yang dikerumuni oleh anak-anaknya.
Aku menjawabnya hanya dengan dengusan pelan.
Oke, akan kuperkenalkan dia padamu. Abilla Cysary Michaella. Nama yang cukup aneh, dengan orang yang cukup aneh. Dia adikku, satu-satunya adikku. Duduk di bangku kelas satu SMP dan sangat tergila-gila dengan pelajaran ekonomi.
"C'mon wright bersaudara, ini makananmu."
"Newton, jangan berebut makanan."
Percaya atau tidak, Cysa selalu menggunakan nama-nama ilmuwan besar untuk kucingnya.
Disaat orang lain lebih memilih nama lucu seperti pussy, kitty, oddy, Cysa malah memberi mereka nama sperti Wright si pencipta pesawat, Issac Newton penemu gravitasi, ataupun Thomas Alfa Edison ilmuwan penemu lampu. Kucingnya kalau tidak salah ada dua belas ekor.
Cysa menamai kucingnya dengan nama ilmuwan dengan alasan katanya mungkin suatu saat sang kucing akan melakukan hal seperti para ilmuwan itu. Anehnya lagi, kucingnya selalu mengerti apa yang ia perintahkan.
Bego.
"Hay Graham Bell,"
"Edison! Jangan menggaruk kukumu di dinding."
Aku berjalan pelan menuju ruang tamu tanpa memperdulikan gadis aneh itu lagi.
Dan yang kudapati adalah seorang laki-laki seumuran dengan ku sedang mengobrol ringan dengan kedua orang tuaku.
"Senna, kau menghancurkan kehidupan indahku di pagi hari," kataku sambil duduk di single sofa yang sudah buluk.
Karena hanya tempat itulah yang tersisa. Sofa lainnya sudah terisi oleh Bunda, Ayah lalu adikku yang aneh -Cysa- beserta dua belas ekor kucingnya yang terasa amat menggangguku. Rumahku malah lebih terasa seperti tempat penitipan kucing.
"That's me, baby girl." ujarnya dengan tersenyum miring.
Kuberitahu kau satu hal, gadis-gadis diluaran sana akan membayarkan apapun untuk melihat dan menikmati senyum miringnya itu.
Tapi, itu tidak berlaku untukku.
"Jangan panggil aku seperti itu lagi. I'm not your baby girl." ujarku mencebik kesal.
Baby girl? Oh my, aku bahkan sudah duduk dibangku kelas satu SMA.
"Yes you are." jawabnya lagi tanpa menghilangkan senyum miring dari wajahnya yang tampan.
Namun, hal itu menurutku malah membuatnya terlihat konyol.
"Astaga, perawan jam segini baru bangun dan masih menggunakan piyamamu? Kakak nggak malu sama Senna yang udah rapi kayak gitu?" kata bunda.
Oh, oh sepertinya aku lupa kalau masih ada kanjeng ratu -maaf bunda- disini. Sepertinya sebentar lagi bakalan ada siraman rohani.
Tunggu saja.
"Ahhh, lagian nih ya, Bunda tamunya itu Senna. Ngapain juga rapi-rapi."
Lagipula siapa yang peduli dengan penampilanku saat bertemu Senna?
Kami bahkan sering mandi bareng, walaupun itu mungkin sudah berhenti sejak sepuluh tahun yang lalu. Terakhir kali kami melakukan itu kurasa saat aku jatuh dari sepeda ke selokan dan Senna menolongku walau harus ikur nyebur ke selokan. Ia pahlawanku sejak dulu.
"Naik kakak! Mandi terus ganti baju . Senna mau ngajak pergi katanya." Bunda melanjutkan lagi titahnya.
Sepertinya status saat ini siaga satu, perintah bunda tak dapat lagi dibantah. Andaikan bunda mengerti, satu mingguku benar-benar hectic.
"Nggak ah Bun, mau bobo' aja." Kukeluarkan jurus andalanku. Merayu bunda.
"Kak!" Bunda menggeleng tegas.
Nada suaranya sedikit naik. Sepertinya Senna sudah meracuni - entah dengan apa - bunda pagi hari ini.
"Bun," Jurus merayu tidak mempan, mungkin puppy eyes-ku bisa sedikit membantu?
"Naik." bunda sepertinya tetap pada pendiriannya.
"Ayah,"
Kulirik Ayah hanya diam sambil menyeruput kopi hangatnya pelan. Matanya sibuk membaca Koran yang ada ditangannya. Sepertinya, ia tengah menelusuri berita tentang timur tengah yang akhir-akhir ini menarik perhatian.
Sial.
"Oke! Oke! Kau menang hari ini Senna." kataku menyerah.
Aku memang sudah tak memiliki pilihan lain.
"Yes I'm. Dandan yang cantik untukku Ai." Kulihat bibirnya membentuk seringaian kecil menurtku itu malah mengerikan.
"Ogah!" kataku sambil meleletkan lidah.
Katakanlah kalau kita anak kecil, tapi inilah kita.
Oke, kita lihat apa yang disembunyikan otak kecilmu itu baby boy.
==High School Love==
Kini, aku sedang duduk diatas motor ninja merahnya dengan posisi yang menurutku sangat tidak enak.
Lagipula, aku heran kenapa para cewek begitu senang dibonceng dengan posisi nungging seperti ini? Pegal rasanya, lebih enak menggunakan si scoopy. Motor bebek pink hadiah dari bunda di karena aku keterima di SMA favorit.
Oke, kembali ke keadaanku sekarang.
Rambutku tadi yang belum sempat kusisir sehabis keramas tadi, kini sudah berbentuk seperti tanaman padi yang terkena badai. Belum lagi kaos kebesaranku yang kusut-kusut terkena kibaran angin. Singkatnya, kondisiku benar-benar mengenaskan.
Dan sekarang, ia memarkirkan motor ninjanya di sebuah mall besar ternama di kotaku. Jam tangan kulit berwarna kecoklatan -padahal warna sebelumnya putih- menujukkan pukul dua belas siang. Pantas saja tadi sepanjang perjalanan cuacanya terasa sangat panas.
"Ayolah Ai, kau harus menemaniku menonton. Aku tahu kalau kau semingguan ini begitu mengenaskan dengan nilai-nilaimu." Tangannya memeluk bahuku. Mendekatkan tubuhnya padaku.
"Hmmm, kau mengganggu tidur nyenyakku. Sulit untuk memaafkanmu." kataku sambil memeluk tubuhnya.
Ia sahabatku, sahabat yang benar-benar mengertiku.
"Kau mau apa? Biar aku yang mentraktirmu baby girl. Coklat? Nonton? Permen? Es krim?" katanya.
Ia menawarkan pilihan padaku sambil menaikkan sebelah alisnya.
Sial, ia sedang mengejekku.
"Jangan salahkan aku kalau hari ini aku menguras isi dompetmu. "
"Anything for you Ai."
Senna tertawa pelan, tangan nya mengacak rambutku - yang sudah beratakan sejak tadi - lalu memelukku semakin erat. Kulihat cewek-cewek di sekitar kami memperhatikan dengan tatapan yang mengerikan.
Mereka menatap Senna seakan-akan ingin mencium bibirnya sampai berdarah, ataupun memeluknya sampai kehabisan nafas. Sedangkan mereka menatapku seakan-akan mau membunuhku dengan tatapan mereka yang sangat tajam, ataupun menendangku sam ke planet Mars.
Aku sadar kalau sekarang aku tidak terlihat seperti sedang hangout dengan sahabat, pacar ataupun teman. Lebih terlihat seperti seorang pembantu yang menemani majikannya pergi.
Biar kujelaskan lagi.
"C'mon baby girl!" Kata Senna sambil memberikan perlindungan padaku lewat genggaman tangannya yang terasa hangat.
Senna Anggara, teman sekaligus sahabatku sejak orok, as always terlihat amat-sangat tampan untuk ukuran anak remaja labil seusia kami.
Tubuh tinggi tegapnya dibalut dengan kaos abu-abu polos lalu dilapisi jaket berwarna hitam dan celana hitam kesukaannya. Sederhana namun mampu membuat para cewek terpana.
Sedangkan aku?
Anzeliya Zhafa Aivyna terlihat mengenaskan dengan kaos berwarna putih kebesaran dengan tulisan 'I need sleep' besar-besar di bagian depan. Belum lagi dengan celana jeans tigaperempat yang sudah lusuh warnanya. Rambutku pun hanya dicepol asal-asalan tadi lalu terkena angin saat naik motor dengan Senna. Dan tadaaa, rambutku seperti sarang burung sekarang.
"Kamu tunggu disini, biar aku yang beli tiketnya."
"hmmm,"
"Jangan kemana-mana, jangan ngilang, jangan nyasar."
"Iya"
Kuedarkan pandangan di sekitaran loket tiket. Terlihat antrian yang cukup panjang disini, maklum ini hari Minggu waktunya hangout bagi anak muda. Ya, Minggu ini memang ada jadwal perilisan film romance baru yang kedengar artis yang main sekarang benar-benar sedang naik daun. Ya, aku berharapnya sih Senna tak memilih film itu. Aku ingin film horror sadis yang baru saja dirilis.
"Film nya mulai setengah dua nanti, sekarang makan dulu ya?" tangannya menggemam satu wadah besar pop corn.
'"Lah, nontonnya masih lama. Ngapain beli pop corn-nya sekarang?"
"Pengen aja, bawaan bayi kali."
"Idih, emang gue udah ngapain lo? Nyentuh aja belom."
"Jadi mau nyentuh ya? Mau kapan baby?"
Sial.
"Tutup mulutmu itu Senna "
"Hahaha...." Ia tertawa kencang, gigi-gigi putihnya sampai terlihat lalu sebelah tangan kirinya digunakan untuk menutupi mulutnya. Membuat cewek yang melihatnya menahan nafas lebay.
Ya, Senna memang sangat mempesona.
Dan ia sadar akan pesona dirinnya, lihat saja deretan pacar ataupun mantannya yang seabrek. Dia memang playboy , playboy kakap kelas teri.
"Wanna have a luch with me princess?" katanya sambil menggenggam tanganku.
Satu lagi, Ia amat pandai menggombal. He's so d*mn cool as hell .
"Okay"
==High School Love==
Selesai nonton dan perutku sudah kenyang aku ingin mengajaknya untuk cepat pulang. Karena kurasa, sebentar lagi Senna akan menyuruhku untuk melakukan sesuatu yang berat atau sesuatu yang tidak aku sukai.
"Ai, belanja ya? Di kulkas udah nggak ada apa-apa, ini daftarnya , ini kartunya. Sejam lagi oke? Temui aku di foodcourt lantai bawah."
Nah kan,apa yang baru saja aku bilang.
Bahkan sebelum aku menjawab perkataanya, Senna sudah berjalan melenggang pergi. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.
Ingatkan aku supaya tidak mengejar lalu mencekiknya sampai mati sekarang.
Berbekalkan sebuah kartu unlimited dan daftar belanjaan yang panjangnya ngalahin contekan rumus fisika, aku masuk ke area supermarket dan berencana mulai berbelanja.
Saatnya menguras limit kartumu dude!
Kutengok jam yang melingkar di tanganku, sudah 45 menit lebih aku disini. Trolly yang kudorong sudah hampir penuh, beberapa perlengkapan rumah tangga, sayur-mayur segar dan yang paling banyak adalah makanan ringan kesukaanku. Dan jangan lupakan juga sekotak coklat yang sejak kemarin kuinginkan tapi aku tak punya uang lalu sekarang? Aku mendapatkan 3 kotak sekaligus.
Wuhuuuu...
Dari daftar belanjaan ditanganku hanya ada satu yang kurang. Stroberi buah kesukaan Senna. Ia amat menyukai segala hal yang berbau dan berasa stroberi. Pintu kulkas nya dipenuhi oleh stok susu UHT kotak rasa stroberi kesukaan nya. Kalau dirumah, ia lebih suka menggunakan parfum stroberi lebih harum katanya.
Aneh, tapi itulah Senna. The most wanted boy in my senior high school.
Bruukkkk....
Sepertinya aku terlalu lama melamunkan Senna, dan sekarang yang terjadi adalah seseorang telah menabrak atau ditabrak olehku.
Aku jatuh terduduk diatas lantai dengan posisi yang sangat tidak etis. Punggung nya yang tadi kutabrak rasanya sangat keras.
"Ohh, maaf.. maaf mrs," Bicara nya terbata-bata, kupikir ia bukan orang Indonesia.
Ia mengulurkan sebelah tangannya padaku. Membantuku untuk berdiri, padahal kulihat barang yang ada di keranjangnya berceceran dilantai.
"I'm okay." kataku sambil menerima uluran tangan nya.
"I'm so sorry,"
"It's okay. Aku mungkin juga salah, maafkan aku. Aku terlalu banyak melamun mungkin." kataku.
Aku berjongkok, membantunya memunguti barang yang terjatuh.
"No prob mrs." katanya sambil tersenyum, senyum yang menawan.
"Oke, aku- bbu-ru bu-ru see you."
"Okay! See you too." kataku sambil melambaikan tangan.
Aku masih belum ngeh.
Ia tampak begitu tampan. Tubuhnya tinggi tegap lalu rambutnya berwarna pirang keemasan. Matanya berwarna biru, hidungnya mancung dan bibirnya kecil berwarna merah muda.
"Heh Ai, udah belum semuanya?" Tepukan keras di bahuku lalu di susul dengan rangkulan erat yang membuatku hampir sesak nafas.
"Aku baru saja bertemu malaikat Senna."
"Hah?"
"Aku baru saja bertemu malaikat Senna."
"Kau mengigau?" Ia mengernyit heran. Menatap wajahku yang kutebak dalam pose shock berat.
Kugelengkan kepalaku kuat-kuat.
Aku sadar.
Sangat sadar.
"Kau mengigau Ai. Mungkin efek samping dari penyakit terlalu lama jones kali ya?"
Sialan. Ia mengejekku.
"Ah sudahlah, ayo cari lebih banyak stroberinya. More strawberry, more sweet." Senna hanya mengangkat bahunya acuh. Menarik tanganku lalu membawaku ke tempat stand stroberi kesukaannya
Aku baru menyadari kalau yang kutemui tadi benar-benar telah jatuh ke dalam pesonanya.
Aku jatuh cinta pada pertemuan pertama.
Love at the first sight?
Mungkinkah? Aku tak tahu.
==High School Love==
Hallooo....
Aku kembali dengan bab 1.
Gimana? Kasih votment tentang apapun itu okeyy?
Kritik dan sarannya selalu aku tunggu.
Makasih,
big hug.
With lovely: @ice_sugar
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro