Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

The Heartbroken Girl, The Heartbreaker, and The Betrayer

***





Liburan semester pertama sangat disayangkan harus berakhir begitu saja. Hari ini tentunya adalah hari pertama masuk sekolah kembali bagi para murid Lee's Summit sebagai langkah awal untuk menjalani semester kedua dimana hari kelulusan beberapa bulan lagi akan segera tiba bagi para murid di kelas 12.


Untuk pagi ini, Kenzie mengawali hari dengan senyuman riang. Mungkin dikarenakan hatinya sedang berbunga, ketika beberapa hari lalu ia baru saja mendapatkan seorang pria yang diduganya tidak akan pernah dimiliki. Dan perkiraannya itu tentu saja terbantahkan, karena sesungguhnya Kenzie telah resmi menjadi milik David, yang semula mendapat julukan sebagai kakak pengajar menyebalkan seketika itu berubah menjadi orang terkasih yang dimiliki Kenzie. Gadis itu pun rupanya mulai menumbuhkan cinta di dalam hatinya untuk David. Ia tampak tidak bisa menyangkal perasaan itu lagi.


Sementara Katie di pagi hari ini terlihat mengawali harinya dengan kerutan di wajahnya. Kenangan beberapa hari lalu dimana Brennan secara sepihak yang rupanya ingin berpisah adalah satu-satunya alasan mengapa Katie tidak ingin menampakkan senyum cerianya tersebut. Ia masih merasakan sakit dalam hatinya. Ia hanya tidak mengira bahwa perpisahan akan secepat itu berlangsung. Dan perbuatan manis Brennan di hari perpisahan itu sebenarnya adalah perlakuan yang tidak diinginkan Katie untuk terjadi. Karena kenangan itu sangat menyakitkan. Katie lebih memilih jika Brennan ingin berpisah dengannya tidak dengan cara yang indah untuk terakhir kalinya, yang faktanya tidak bisa sepenuhnya dilupakan malah semakin menyiksanya.


Untuk sekarang, rasanya Katie ingin mati saja. Dirinya sungguh telah putus asa dengan apa yang telah terjadi. Katie benar-benar rapuh, namun masih berharap bahwa suatu hari nanti akan ada seseorang yang mampu memperbaiki kerusakan hatinya. Dan jika itu akan terjadi, Katie berharap bahwa seseorang itu bukanlah sesosok yang nantinya mampu mematahkannya lagi. Bahkan pria itu harusnya adalah yang terbaik bukan yang terburuk.


Bel istirahat tak terasa mulai terdengar memenuhi seluruh area sekolah. Semua murid bergegas keluar kelas dan berniat untuk menyantap hidangan makan siang di kafetaria. Beberapa murid dari keseluruhan yang seperti biasanya adalah Kenzie dan para gadis, saat ini saling memesan makanan dan minuman. Saat pemesanan yang dilakukan telah selesai, keenamnya mengambil tempat duduk di samping pojok seperti biasa. Dan tentu saja kegiatan yang akan dilakukan para gadis sembari makan adalah saling bergosip ria.


"Guys, Apa kalian tahu jika salah satu dari kita akhirnya telah menemukan tambatan hatinya yang baru?" Ariah memulai gossip barunya kepada para gadis. Kemudian Kenzie menoleh ke arah Ariah dengan bola matanya yang diputar, ketika mendapati dirinya yang akan menjadi bahan gosip bagi para sahabatnya sendiri sesaat lagi.


"Wah, aku tidak tahu. Jadi, siapa itu orangnya?" Alexis mulai terpancing rasa penasarannya untuk segera bergosip.


"Aku." Kenzie akhirnya mau mengakui. "Ariah sedang membicarakanku."


"Wah, jadi siapa itu? Maksudku, siapa nama kekasih barumu?" Leah mulai berkomentar sembari mengigit sosis asapnya.


"David." Kenzie menyebutkan nama kekasihnya. "Dia adalah senior komunitas parkour yang aku ikuti."


"Wah, jadi rupanya dia lebih tua, ya?" Leah kembali bertanya dengan gurauan khasnya yang tidak lucu.


"Ya, tentu saja, Leah." Kenzie berujar sarkastik sebagai candaan khasnya terkadang.


Beberapa dari mereka terkecuali Katie tampak menahan tawa ketika lagi-lagi candaan Leah tidak pernah menimbulkan kekocakan. Dan Leah sepertinya mulai terbiasa dengan perlakuan para sahabatnya ketika menanggapi candaan miliknya. Maka, ia berusaha untuk tidak menaruh sampai hati dan tidak mau ambil pusing. Jadi, Leah memunculkan sikap tidak peduli, yang penting ia hanya berusaha untuk menghibur meskipun jarang berhasil.


"Nah, aku ingin bertanya lagi soal.. kenapa kau tidak memberitahu kita hal ini?" Alexis sang ketua merasa ingin menggali informasi lebih lanjut.


"Aku ingin memberitahu kalian, hanya saja aku memulainya dari Carissa kemudian Ariah lebih dulu." Kenzie menjelaskan.


"Nah, pantas saja gadis ini sedari tadi hanya diam." Leah menunjuk Carissa yang terlihat kalem sembari menatap layar ponselnya. "Ternyata dia sudah tahu semuanya!"


"Apa?" Carissa berujar seperti orang yang berpikir lamban atau mungkin lebih tepatnya seperti orang yang memiliki gangguan dalam pendengaran.


Leah memutar kedua bola matanya. "Kau rupanya sudah tahu, kan? Mengenai hubungan Kenzie dan.. siapa itu tadi namanya?" Ia berpura-pura lupa hanya untuk bergurau kembali.


"David." Carissa memberitahu nama lelaki itu pada Leah dengan nada suara datar.


"Ya! Itu dia namanya!" Leah terlihat riang gembira. "Jadi, kau tahu semuanya, kan?"


"Tentu saja!" Carissa berujar dengan tegas. "Tapi kurasa yang aku selalu pedulikan setiap hari adalah Bieber."


"Oh, tuhan. Sungguh sangat menyedihkan ketika kau mencintai seorang Bieber yang belum tentu dia juga mencintaimu!" Ariah memulai ledekannya pada Carissa.


"Diamlah! Kau tidak tahu apapun tentang Bieber! Dia tentu saja sangat mencintai penggemarnya!" Carissa berujar ketus, tidak terima dengan ledekan Ariah.


"Oh, sungguh tragis! Ternyata selama ini kau hanya dianggap sebagai fans! Bukanlah lebih dari itu!" Kenzie membantu Ariah untuk mengejek Carissa.


Carissa geram dengan hinaan Kenzie dan Ariah. Ia pun ingin segera menyembur keduanya, namun itu tidak terwujud ketika Alexis bertanya.


"Oh, well, aku sepertinya penasaran dengan seorang Carissa. Maksudku, aku ingin bertanya tentang.. apa kau tidak tertarik dengan para lelaki di sini atau pun di kehidupan nyatamu selain Bieber?"


"Tidak!" Carissa sangat tegas dengan ucapannya itu. "Aku bahkan sangat tidak tertarik dengan lelaki sejenis itu, di kehidupan nyata atau apapun itu. Karena mereka semua sangat menyebalkan, oke?"


"Jadi, menurutmu mencintai seorang Bieber yang bahkan tidak benar-benar nyata dalam kehidupanmu tidaklah sangat menyebalkan? Ayolah, riss, berusahalah menjadi seseorang yang menghadapi kenyataan." Ariah memulai nasihat gurauannya pada Carissa. Namun sayangnya, bagi Carissa itu terdengar seperti bukan gurauan. Ia menanggapinya dengan serius, dan itu sepertinya merupakan sinyal bahaya.


"Jadi, menurutmu aku bukanlah seseorang yang realistis? Hey, tahu apa kau tentang diriku?" Carissa perlahan memunculkan amarahnya. "Kau tidak tahu apapun! Aku sudah pernah mencoba untuk menghadapi kenyataan yang sangat memuakkan. Kau bahkan pastinya tidak tahu, kan? Bagaimana rasanya menjadi seorang gadis yang menghabiskan masa remajanya dengan cara dicampakkan oleh semua lelaki?" Dan sekarang amarah itu rupanya masih tersulut. "Ariah, katakan padaku bagaimana rasanya? Kau ternyata tidak tahu, kan? Tentu saja kau tidak akan pernah tahu karena kau belum mengalaminya! Kau bahkan mendapatkan masa remajamu itu dengan dipuja-puja para lelaki, karena tentu saja kau adalah gadis remaja yang cantik! Sementara aku? Oh, tidak! Tentu saja aku sangat buruk rupa tidak seperti kalian semua! Dan aku sangat lelah mengetahui semua fakta itu.."


Carissa tiba-tiba menghentikan amarahnya. Entah mengapa, kali ini Carissa merasakan sesak di dada. Carissa sebenarnya ingin menangis, maka ia pun memutuskan untuk tidak berbicara lagi. Ia hanya tidak ingin menjadi pusat perhatian bagi orang-orang di sekitar. Dan Ia hanya tidak ingin jika semua orang tahu betapa menyedihkannya nasib cinta dalam hidupnya. Ia hanya tidak ingin dikasihani siapapun, karena bagaimanapun juga menjadi seseorang yang terlihat tegar sangat jauh lebih baik.


"Well, maaf." Carissa kemudian menghembuskan nafasnya, sekedar untuk menghilangkan sesak di paru-parunya.


Suasana terasa hening, dan sepertinya para sahabat Carissa tengah dirundung rasa bersalah. Maka dari itu, mereka terdiam karena terpana dengan kesedihan nasib percintaan yang sebenarnya dialami Carissa. Dan bagi mereka yang tadi sempat mengejek Carissa, sungguh mereka merasakan penyesalan yang amat sangat.


"Tidak apa-apa, Carissa." Katie akhirnya bersuara setelah sekian lama terdiam. "Aku hanya ingin memberitahumu, jika kau bukanlah satu-satunya yang pernah dicampakkan." Katie memunculkan senyum palsunya sambil meraih punggung tangan Carissa untuk mengelusnya, berusaha untuk menenangkan.


"A.. apa maksudmu?" Carissa berubah penasaran, melupakan kekesalannya yang sempat memuncak.


"Katie, apa yang sebenarnya terjadi? Sedari tadi kulihat kau hanya diam saja.. dan maafkan aku jika aku baru menanyakan ini." Alexis ikut bertanya dengan rasa ingin tahunya lagi.


"Oke, tidak apa-apa." Katie tetap berusaha tenang ketika berbicara, meskipun hatinya kini tidak merasakan ketenangan itu. "Aku hanya tidak dalam kondisi yang sangat baik hari ini."


"Maka dari itu, kau hanya diam?" Carissa mencoba untuk peduli.


"Ya" Katie mengangguk. "Aku hanya berusaha untuk mengenyahkan seseorang dari pikiranku." Katie mulai terbuka untuk membicarakan permasalahannya.


"Mengenyahkan seseorang?" Leah tidak mengerti dengan pernyataan Katie.


"Jadi, siapa yang kau maksud?" Alexis juga tampaknya tidak mengerti.


Katie hendak menyebutkan nama seorang lelaki yang telah menjahatinya. Namun hal itu sempat tertunda sejenak, ketika Katie melihat sang mantan kekasih yang baru saja memasuki kafetaria dengan salah satu temannya bernama Chris Hill. Lelaki itu tersenyum lepas saat bersama dengan temannya, berbeda sekali ketika Brennan masih berpacaran dengannya. Dan mengetahui hal itu, sepertinya mampu membuat Katie bersedih kembali. Ia hanya tidak menyangka jika selama ini Brennan tidak pernah sebahagia itu ketika menjalin kasih dengannya.


"Brennan.." Katie berkata dengan lirih, kemudian segera memalingkan wajahnya dari sosok Brennan. Ia tidak lagi menatap Brennan, karena itu tentunya akan memperbesar ukuran luka dalam hatinya.


Ketika Katie menyebutkan nama Brennan, lantas Alexis mau pun Leah yang ada disampingnya menatap ke arah depan dimana tadi Brennan dan Chris baru saja duduk di salah satu bangku kafetaria yang kosong. Alexis kemudian menautkan alisnya, memberi isyarat pada Kenzie, Carissa, dan Ariah untuk menoleh ke arah belakang mereka. Ketiganya pun mengikuti perintah sang queen bee, kemudian mereka menemukan Brennan disana.


"Oke, jadi apa yang terjadi diantara kau dan dia?" Alexis bertanya pada Katie. Lantas beberapa gadis lainnya mulai kembali terpusat pada Katie, tidak lagi menoleh ke arah Brennan berada, dikarenakan rasa penasaran yang mulai menjadi-jadi.


Katie menghela nafasnya terlebih dulu. "Kau tahu apa yang akan terjadi jika sepasang kekasih tidak lagi menemukan kecocokan satu sama lain?" Ia berusaha mengulur waktu dengan cara bertanya, bukannya menjawab.


"Umm, apa kalian berdua semacam putus?" Kenzie mencoba untuk menebak.


"Apa?" Alexis terkejut. "Jadi, kau dan dia benar-benar putus?"


"Ya." Katie menyetujui tebakan Kenzie dan pertanyaan Alexis. "Kalian berdua benar." Ia kemudian menampakkan senyum miris.


"Tapi kenapa?" Carissa merasa prihatin.


"Brennan merasa tidak cocok lagi denganku.." Katie mulai bersedih lagi.


"Jadi, Brennanlah satu-satunya yang memutuskanmu?" Ariah mulai meluapkan rasa ingin tahunya.


Katie hanya mengangguk dengan lesu.


"Jadi, hanya itu alasannya mengapa dia ingin berpisah?" Kini adalah giliran Leah untuk bertanya dengan begitu penasaran.


Dan lagi, Katie hanya mengangguk dengan senyuman menyedihkan.


"Astaga, dia benar-benar bajingan!" Leah merutuki Brennan dengan panggilan buruk.


"Pengecut!" Ariah ikut berkomentar.


"Tidak masuk akal!" Carissa menggelengkan kepalanya.


"The Heart breaker." Kenzie yang selanjutnya melemparkan julukan tidak baik untuk Brennan.


"Nah, tepat sekali." Alexis sependapat dengan Kenzie.


"And The Heartbroken Girl." Leah berniat untuk bercanda lagi. Namun bukan Leah namanya jika candaannya jarang berhasil menimbulkan tawa. "Apa?"


Maka, Leah menanggapi tatapan tajam para sahabatnya terkecuali Katie dengan terheran dan sedikit rasa bersalah, dikarenakan gurauannya yang tidak tepat pada situasi dan kondisi saat ini.


"Oke, maaf." Leah menyerah kali ini.


"Hey, kalian semua!" Seketika itu keheningan mulai pecah, tatkala seorang gadis berambut hitam dengan wajah khas meksikonya persis dengan sosok Carissa yang datang menghampiri bangku para gadis tersebut. Ia tentu saja adalah Maria Yzabella. Seorang maniak bieber sekaligus partner Carissa dalam komunitas Bieber Fever. "Bisakah aku pinjam Carissa sebentar?"


"Apa itu ada hubungannya dengan membahas Bieber lagi?" Kenzie bertanya sambil mengunyah roti burgernya.


"Tentu saja." Maria mengiyakan pertanyaan Kenzie. "Ayo, Carissa! Kita bahas Bieber lagi, aku punya berita baru untukmu!" Ia mengalihkan pandangannya pada Carissa kemudian mengajaknya untuk menjauh dari kerumunan teman-temannya hanya untuk membicarakan Bieber.


"Wahh, ada berita baru lagi? Aku sungguh tidak sabar untuk mengetahuinya!" Carissa tampak antusias jika membahas Bieber. "Ayo!" Ia mengajak Maria untuk pergi. Tapi sebelum itu, tentunya Carissa berpamitan dulu pada teman-temannya. Meskipun semestinya itu tidak terlalu dibutuhkan karena mereka juga tentunya akan bertemu lagi di kelas ketika jam istirahat usai.


Ariah menggelengkan kepalanya ketika melihat kepergian Carissa bersama dengan Maria. "Dasar maniak bieber!"


"Ya, tapi aku salut dengan Carissa. Karena bagaimanapun juga dia selalu bisa berbahagia dengan caranya sendiri meskipun tanpa kekasih." Kenzie memuji Carissa.


"Kau salah, boo." Alexis kali ini tidak sependapat dengan Kenzie. "Malah aku berpikir sebaliknya mengenai sisi Carissa yang sebenarnya rapuh. Maka, ia menjadikan Bieber sebagai satu-satunya lelaki yang didamba karena menurutnya tidak ada satu pun laki-laki lain di dunia ini bahkan di dunia nyata yang mau benar-benar menerimanya. Dia sebenarnya terluka, boo. Tidakkah kau lihat tadi caranya mengutarakan kebenaran tentang dirinya dengan emosi yang meledak-ledak?"


"Ya, aku sependapat dengan Alexis." Katie menganggukkan kepalanya. "Aku bisa merasakan semua yang Carissa rasakan tadi.. dan mungkin aku harus belajar lebih darinya."


'Ya, aku juga bisa merasakan itu, Katie." Kenzie menampakkan senyum yang kemudian perlahan memudar. "Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang dulu pernah kucintai.."


Bel jam pelajaran selanjutnya setelah istirahat tiba-tiba berbunyi, menghentikan aktivitas dalam mencurahkan isi hati para gadis yang kini kelima dari mereka pun memutuskan untuk masuk kelas. Meninggalkan segala urusan pribadi meskipun hanya sesaat.. dan berusaha untuk memusatkan pikiran pada mata pelajaran yang sebentar lagi akan dimulai.


Jam pulang kini telah tiba. Semua murid tentunya segera berkeliaran keluar meskipun tidak semua dari mereka ada yang langsung berniat untuk pulang ke rumah. Dan dari sekian banyak siswa-siswi di sana yang belum berniat pulang, ke salah satunya kini sangat jelas terlihat memiliki tujuan untuk menghampiri seseorang lebih dulu sebelum pulang. Ia rupanya ingin menginterogasi sekaligus menghukum seseorang juga dengan segala kemungkinan yang ada.


Salah satu siswi itu berciri-ciri mata hazel dan helaian rambutnya yang berwarna coklat kelam. Tentu saja dari kedua deskripsi itu, semua orang telah mengetahuinya karena bisa dibilang gadis ini memanglah terkenal di sekolahnya. Dan ia bernama lengkap Kenzie O'donnell, salah satu teman Katie dan para gadis lainnya. Kenzie rupanya hendak bertemu dengan seseorang yang telah membuatnya kesal, dikarenakan seseorang itu telah berani-beraninya menghancurkan hati salah satu sahabatnya. Dan, ya, Kenzie ternyata memiliki niat untuk menemui Brennan dan mungkin memberinya sedikit pelajaran juga.


"Hey, bro, aku duluan, ya!" Chris –salah satu teman Brennan melancarkan tos ala lelaki sebelum pamit pulang, meninggalkannya sendiri.


"Oke, bro. Jaga dirimu baik-baik!" Brennan berteriak dikarenakan Chris yang mulai menjauhi area penyimpanan helm.


Brennan mengalihkan pandangannya menuju kumpulan helm di sana. Ia tentu saja berusaha untuk mencari helm miliknya, namun anehnya helm itu tampak seperti tidak ada bahkan hilang?


"Mencari sesuatu, huh?" Suara seorang gadis seketika itu terdengar memenuhi pendengaran Brennan. Lantas ia membalikkan tubuhnya dan rupanya menemukan sosok Kenzie berdiri di sana dengan menggenggam helm miliknya sembari tersenyum miring.


"Hey, apa yang kau lakukan dengan helmku?" Brennan seperti berusaha tenang dengan menampilkan pesonanya pada Kenzie agar gadis itu mau memberikan helmnya. "Maksudku, kenapa kau mencurinya?"


"Jadi, bagaimana menurutmu dengan pencurian helm yang kulakukan saat ini? Apakah kau menemukan alasan dibalik semua ini?"


"Nah, iya! Tentu saja aku melihat itu semua." Brennan mengedikkan bahunya. "Semua orang memiliki alasan kenapa, jika memilih untuk melakukan hal buruk seperti mencuri." Brennan mengambil langkah untuk mendekat ke arah gadis itu. "Jadi, katakan saja apa maumu, nona?"


Senyuman menggoda milik Brennan sepertinya tidak mampu meluluhkan hati Kenzie. Maka, ia tetap tersenyum sinis. "Aku hanya ingin tahu apa alasanmu menyakiti hati Katie?" Kenzie seperti ingin meluapkan emosinya. "Tidakkah kau tahu jika dia sangat mencintaimu?"


"Wah, rupanya Katie telah memberitahumu banyak hal, ya?" Sayangnya, Brennan tidak mudah terpancing emosi. Maka, ia tetap berbicara dengan tenang. "Baiklah, biar kuberitahu detailnya." Ia berdeham sebelum melanjutkan pembicaraan. "Pertama-tama, aku memang tahu jika Katie sungguh mencintaiku. Aku pun juga mencintainya tapi itu dulu. Jauh sebelum aku mengetahui keseluruhan tentang diri Katie. Bagiku dia adalah gadis yang sangat manja dan terlalu mendambakan lelakinya untuk terus bersamanya atau pun mengawasinya sepanjang waktu seolah-olah aku bukanlah pacar melainkan seorang babysitter. Dan apa kau tahu betapa melelahkannya diriku selama berpacaran dengannya? Nah, aku yakin kau tidak tahu sama sekali.."


"Aku memang tidak tahu sama sekali." Kenzie memotong penjelasan panjang lebar Brennan dengan ketus. "Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri? Apa kau juga merasakan sakitnya seorang Katie ketika diputuskan begitu saja?"


Brennan menarik nafas dalam, seperti terasa ingin menyerah. "Aku bisa rasakan itu, Kenzie! Tapi apa kau tahu jika cinta terkadang memang harus se-menyakitkan itu? Terutama ketika berpisah?"


Kenzie terdiam sejenak, mencerna setiap perkataan Brennan mengenai cinta yang terkadang memang harus terasa menyakitkan ketika berpisah. Karena bagaimanapun juga, Kenzie pernah merasakan itu semua, terutama ketika hubungannya dengan Chandler harus berakhir dengan alasan yang masih belum diketahui secara pasti oleh Kenzie.


"Ya, kau benar." Kenzie mulai sependapat dengan Brennan. "Bahkan aku pernah merasakannya." Kenzie mulai menampakkan senyum miris. "Terima kasih telah mengingatkan."


Senyum kemenangan mulai merona pada wajah tampan Brennan. "Hey, jangan menangis, ya?"


"Bodoh, tentu saja tidak!" Kenzie memukul lengan Brennan dengan helm milik lelaki itu. Maka, Brennan mengaduh kesakitan namun itu hanyalah sandiwara. "Aku tidak akan pernah menangis lagi."


"Benarkah? Tapi kenapa aku tidak yakin, ya?" Brennan mulai berani untuk bercanda dengan Kenzie.


"Terserah saja! Nih!" Kenzie tidak peduli dengan olokan Brennan. Maka, ia pada akhirnya memutuskan untuk mengembalikan helm Brennan. "Aku pulang saja kalau begitu."


"Oh, well, mungkin ini hanya sebagai permintaan maafku." Brennan berhenti sejenak. "Aku menawarkan tumpangan untukmu, itupun jika kau mau."


"Hmm, tidak! Terima kasih!" Kenzie menolak dengan keras.


Suara petir tiba-tiba terdengar menggelegar di atas langit. Sementara senyum kemenangan Brennan sepertinya mulai tampak ketika mengetahui itu. Beda halnya dengan Kenzie yang menarik nafasnya dalam-dalam mungkin dikarenakan ia merasakan sebuah kekalahan.


"Jadi, apa kau akan berubah pikiran?"


Di sisi lain, ketika Kenzie masih bergelut dengan pikirannya untuk menerima tawaran Brennan atau pun masih ingin menolaknya, tampaklah seorang gadis yang mengambil gambar aktivitas keduanya –Kenzie dan Brennan dari arah kejauhan.


"Wah, benar-benar tidak bisa kusangka ternyata gadis ini adalah seorang pengkhianat!" Seseorang yang memfoto Kenzie dan Brennan itu tersenyum licik. Lantas, ia segera mengirimkan gambar itu pada kontak seorang gadis yang rupanya bernama Katie Wright.


Sementara itu, Katie saat ini tengah bersiap-siap untuk pulang. Ia hendak berjalan menuju pelataran parkir dengan menggenggam helm ungunya. Ketika dalam perjalanan, Katie berhenti sejenak dikarenakan ponselnya berdering, menandakan adanya satu pesan masuk.


Katie pun segera membukanya, yang ternyata itu adalah pesan dari nomor tak dikenal. Isi pesannya ternyata berupa foto Kenzie dan Brennan yang tengah bersama dengan caption 'Lihatlah si pengkhianat ini. Menurutmu apa alasan si penghancur hati ini memutuskanmu? Selain ada pihak lain yang menginginkan kalian berpisah?'


Dada Katie rupanya mulai sesak kembali. Matanya pun terasa panas ketika mendapati hal menyakitkan itu. Katie sebenarnya tidak percaya dengan hal semacam itu, maka ia segera mematikan ponselnya dengan niat semula untuk kembali melangkah menuju area parkir, berniat untuk pulang.


Namun dua langkah kemudian, Katie berhenti dengan tatapan terpaku ketika mata dan kepalanya sendiri benar-benar menangkap sebuah pemandangan yang menyakitkan dan dipenuhi pengkhianatan tersebut. Lensa matanya menangkap sebuah kejadian dimana Kenzie dan Brennan pulang bersama, yang kemudian menimbulkan spekulasi mengenai apakah yang baru saja dilihatnya melalui ponsel dan mata serta kepalanya sendiri adalah sebuah kebenaran?


Apa itu adalah murni dari sebuah tindakan pengkhianatan dari seorang sahabat yang selama ini tampak selalu membelanya? Atau itu hanyalah rekayasa dari seorang pihak yang tidak menyukai persahabatan mereka?


Sekarang banyaknya pertanyaan itu mulai memenuhi pikiran Katie. Namun sepertinya Katie hanya akan membiarkan waktu yang menjawabnya, meskipun di dalam hatinya sendiri menyimpan sebuah gejolak amarah dan rasa sakit secara bersamaan..





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro