may ╎ 16th.
kei's view;
"Tsukki, kamu sudah memikirkan untuk mengisi apa di angket peminatan nanti?"
Itu Yamaguchi, bersuara seraya mengambil kursi kosong di sebelahku entah habis dari mana. Sepertinya mungkin habis mengambil buku lain dari rak. Aku menggumam asal untuk meresponnya.
"Mau ambil universitas apa? Aku tertarik ambil universitas Tokyo... Tapi sepertinya agak sulit," dia terdengar pesimis di sebelahku. Ah dia memang selalu seperti itu.
Aku lanjutkan kembali kegiatan membacaku. Ngomong-ngomong, kami sedang ada di perpustakaan. Aku punya tugas, dan aku ke sini tidak lain adalah untuk mencari materi tambahan di tengah jam istirahat. Tapi Yamaguchi yang memang selalu mampir ke kelasku pada jam segitu jadi memutuskan untuk ikut ke perpustakaan juga. Entahlah apa yang akan ia lakukan selagi aku mengerjakan tugas ini. Aku tidak peduli.
"Tsukki?"
Dia memanggilku lagi.
"Tsukki kau mendengarku?"
Aku mengambil penghapus dari dalam tempat pensilku dan membersihkan tulisan yang salah.
"Tsukki kamu mau ambil kampus a--?"
"--berisik, Yamaguchi."
Dia terdiam kini. Sebelum berbicara pelan merasa bersalah.
"Maaf, aku cuman ingin tau..."
Akhirnya aku membuang nafas. Selalu terlihat aku yang jahat seperti itu. Padahal sesungguhnya Yamaguchi juga bawel.
"Entahlah, aku masih belum yakin," jawabku akhirnya. Dan dia pun diam. Huh. Seharusnya dari awal aku jawab begitu agar dia langsung diam.
Beberapa menit berlalu pun, kami akhirnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aku mengerjakan tugasku, dan Yamaguchi--entahlah? Iseng-iseng membaca mungkin? Dia sedari tadi bolak-balik dari rak lalu duduk.
Merasa aku perlu mendapat bahan materi lain, aku bangkit akhirnya dari duduk. Berjalan ke arah rak sejarah yang berada paling pojok. Sudah judulnya histori lama, ditempat paling pojok pula. Pantas rak ini sepi pengunjung. Cara mereka memilih tempat cukup jelek.
Mengambil salah satu buku setelah membaca judul di sisian, aku sandarkan punggungku pada rak kokoh tersebut. Lalu mulai membaca sistem cepat untuk mencari hal yang dibutuhkan.
Begitu terus yang aku lakukan. Ambil, lalu menyelipkan kembali buku. Namun sampai saat itu pun aku masih belum menemukan materi tambahan lain. Bahkan sampai rak terujung.
Dan tau apa yang malah aku temukan?
Salah satu murid yang tertidur dengan mempepetkan diri ke ujung tembok.
Sudah kuduga tempat sepi seperti ini akan jadi sasaran untuk menumpang tidur dengan damai.
Tapi... Dibilang siswi itu hanya untuk numpang tidur juga bukan sepertinya. Dia tertidur sambil duduk menekuk kedua lututnya. Seluruh wajahnya ditenggelamkan dalam kedua tangannya yang melingkar di atas lutut tersebut. Dan di salah satu ujung tangannya, terpegang sebuah buku yang halamannya terbuka; hampir terlepas dari pegangan.
Merasa ada sinkronisasi dengan apa yang sedang aku cari, aku mendekati siswi itu. Lalu dengan perlahan mengambil buku di tangannya.
Benar dugaanku. Dia ini pasti murid dari kelasku yang juga ditugaskan tugas sejarah ini. Dan buku yang sedang ia pegang ini adalah materi yang tepat untuk tambahanku selanjutnya.
"Maaf,"
Aku memanggilnya. Mau meminta izin untuk meminjam bukunya terlebih dulu.
Namun tampaknya masih belum mendengar, aku colek kini lengannya.
Dia mengusel kepalanya dalam lingkar lengannya itu. Sebelum akhirnya kepalanya mendongak.
Dia langsung terjingkat kaget. Refleks memundurkan badan pula begitu melihatku di hadapannya.
Sementara aku sendiri merutuk dalam hati.
"Mau apa kamu, Tuan Sok Baik?"
Tanyanya langsung.
Iya. Siswi ini adalah [full name], si cewek sok preman.
Aku langsung tak ada mood untuk mencoba sopan lagi kalau itu adalah dia.
"Gak, minta minggir aja. Kamu ngalangin jalan," balasku. Entah kenapa jadi berpura-pura mengambil salah satu buku di atas rak yang cewek itu tempati. Padahal buku yang aku butuhkan sudah ada di tanganku.
Dia tidak berbicara lagi. Maka aku putuskan untuk menggunakan itu untuk pergi dari sana. Memang semenjak apa yang dilakukannya waktu lalu kepergok olehku, dia jadi menjauhiku. Bahkan setiap kali kita bertemu pandang, dia hanya langsung berpaling tanpa menatapku tajam atau mengompori.
"Heh, Mata Empat!"
"Oi, Tukang Curi!"
Aku berhenti, membalikan badan lalu menyahut cepat, "memanggil dirimu sendiri?" Sarkasku sambil memberinya senyum beraksen serupa.
Heh.
Itu dia. Dia lagi-lagi menatapku tajam setelah sekian hari berlalu tanpa tatapannya tersebut.
"Kembaliin bukuku,"
Dia langsung menunjuk poin yang tepat. Tampaknya menyadari bahwa buku yang aku pegang salah satunya adalah buku yang tadi ia pegang.
"Maaf, bukumu? Ini buku sekolah, Nona."
"Aku yang mengambil itu lebih dulu,"
"Tapi tadi tergeletak gak kepakai, tuh?" balasku agak berbohong.
[Full name] itu kulihat bangkit berdiri. Dia berjalan mendekatiku, lalu berdiri dengan berani di hadapanku.
"Kamu bisa gak sih gak masuk secara menyebalkan dalam kehidupanku?" Tanyanya. Tampaknya makin tajam. Dia seperti benar-benar sudah marah padaku gara-gara waktu itu.
Merespon ucapannya, aku lukiskan seringai kecil, "maaf, tapi aku pun tidak ingin masuk ke dalam kehidupan kotormu itu. Sepertinya kamu terlalu kepedean, heh."
Dia makin merapatkan bibir. Kutebak dia sedang berusaha menahan amarah meledaknya. Sebagai gantinya, gadis itu menatapku berani penuh kilat tajam.
Karna tidak ada yang menurutku menakutkan bahkan dari tatapannya itu, aku balas tatap matanya juga. Bedanya dia menekukkan bibir ke bawah, aku menukikan kedua sisi bibir ke atas.
Kami saling bertatapan tak mau kalah cukup lama. Sampai akhirnya cewek itu dengan tiba-tiba merampas buku yang sudah diambilnya tadi dari tanganku.
"Maaf Tuan Sok Baik, perempuan kotor penuh dosa ini menodai kehidupanmu yang bersih. Sekarang jangan pernah muncul lagi di hadapanku!"
Dengan begitu, ia berbalik menjauhiku. Mengambil beberapa bukunya yang ikut tergeletak di sana tadi, ia pergi kemudian dari sini.
.
.
.
↓continue↓
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro