Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

august ╎ 5th.

kei's view;

Percaya gak, aku berhasil membuat [full name] gak jadi nyopet?

Jangan percaya.

Ya iya sih, dia gak jadi nyopet dompet ibu-ibu sebelumnya.

Tapi sebagai gantinya sekarang dia lagi nguras abis isi dompetku.

Tadi sedatangnya dia di hadapanku, aku langsung dihadiahi beberapa tinjuan. Gadis itu mengomel, katanya gara-gara aku lagi-lagi dia kehilangan kesempatan.

Kesempatan apanya. Duit, dan dompet-dompet itu kan memang seharusnya bukan punya dia. Jadi apa bila tak dapat, seharusnya tak ada yang rugi.

Setelah puas dia marah-marah, katanya perutnya lapar. Dan aku jadi dituntut untuk mengantikan posisi si ibu yang hampir tercopet itu sekarang dengan membayarinya makan di restoran yang ada di pusat perbelanjaan ini.

Dia seperti sengaja membuat dompetku kempes.

Padahal tadinya aku merasa tertarik menganggunya, tapi sepertinya memang penyesalan itu selalu datang terlambat, eh?

"Sejujurnya aku lebih mau uang mentahnya aja daripada makanan kayak gini," dia berucap dengan mulut yang masih berisi makanan. Cara dia makan juga bagai berandal. Aku jadi malu duduk di satu meja yang sama dengannya.

"Tapi karena ini sebagai 'pengganti' jadi gak apa-apa. Aku mau buat kamu jera supaya gak lagi kacauin aksiku." Katanya.

Heh.

Sedari awal aku yang berniat buat kamu jera dengan ngeganggu terus supaya kamu gak nyopet lagi.

"Terus? Jam berapa lagi kamu akan beraksi?" Tanyaku memprovokasi.

Dia tampak berkerut kesal, lalu membuang nafas, "kamu masih mau nguntit aku lagi, hah?"

Aku hanya memberikannya seringai sebagai jawaban.

Tapi alih-alih akan meledak-ledak seperti tadi, [name] itu malah mendesah, "ayolah, Mata Empat. Aku ada salah apa sama kamu sampai diganggu terus?"

Salah?

Heh. Sejujurnya bukan salah sama aku, tapi salah sama manusia dan tuhan. Apa dia itu gak pernah nganggap pencurian ini sebagai dosa?

"Tuhan gak akan suka hal kotor macam ini, [full name]."

Dia terdiam.

"I don't care. Karena sejak awal pun, tuhan udah gak suka sama aku."

Kini aku juga yang jadi ikut terdiam.

Oh. Jadi di situ masalahnya.

"Udah ah. Aku mau pulang aja kalo kamu masih mau nguntitin mah." Dia beranjak dari kursinya.

Aku menatapi makanan-makanan yang beberapanya masih utuh di atas meja.

Sial. Dia benar-benar hanya membuang-buang uangku begitu saja.

×××

"Kamu kenapa masih ngikutin aku, sih? Aku mau pulang, bukan nyopet lagi!"

[Full name] yang berjalan di hadapanku, menghentikan langkahnya dan berbalik.

Kejadian lalu waktu aku menghentikan aksinya di mall juga berakhir seperti ini; jadi mengekorinya. Tapi berbeda dengan keadaan saat itu, kali ini tidak ada barang milikku yang sedang dipakainya. Memintanya mengembalikan uangku yang terbuang juga percuma rasanya.

Jadi aku membuat alasan lain.

"Pede banget. Gak tau ya, gara-gara kamu aku kehabisan uang buat naik bis?"

"Sukurin."

Dia membalikan badan lagi dan melanjutkan langkahnya.

Aku pun juga sama. Kami berjalan dengan sebuah jarak kosong yang cukup. Saling membungkam mulut.

Tapi di saat-saat berikutnya aku lihat dia agak menundukan pandangan begitu melewati pelataran minimarket yang cukup ramai orang nongkrong di sana.

"Oh? Kamu?"

"Hei, mau ke mana? Tahan dulu di situ."

Dengan kalimat perintah dari orang asing itu, [full name] menghentikan langkahnya. Aku pun otomatis melakukan itu, lalu mencari mana sumber suara itu.

Ternyata salah satu laki-laki dari kumpulan orang-orang di minimarket itu. Kini sedang mendekat.

Laki-laki tersebut menyadari kehadiranku, lalu bertanya pada [full name], "hei, siapa cowok di belakangmu ini? Gak mungkin, kan, kalo kamu punya pacar?"

Laki-laki itu lalu menoleh padaku, terlihat ingin berucap lagi namun [name] lebih dulu memotongnya.

"Siapa? Memangnya aku juga kenal?"

Oh. Oke. Aku paham.

Sedetik setelah kalimat itu, aku langsung melanjutkan kembali langkahku. Aku tak lagi menatapnya bahkan ketika kami berpapasan pun.

Namun tak benar-benar pergi, aku kembali menghentikan langkah saat aku setidaknya telah terlihat menghilang di balik tikungan.

Jangan tanya aku kenapa seperti ini. Tanyakan kakiku yang lebih memilih mendengarkan sebesit rasa di hatiku dari pada egoku.

Iya. Aku mengupinginya sekarang.

"Trus? Gimana tentang ajakanku waktu lalu? Apa kamu sudah menimangkannya?" Laki-laki yang tadi bersuara. Aku tebak mereka masih statis pada posisi berdiri tadi. Padahal aku pikir mungkin [name] akan di ajak berkumpul di depan minimarket sana.

"Udah kubilang, aku menolaknya."

Kali ini, itu adalah suara [name].

"Kenapa gak? Aku pikir kamu akan senang dengan tawaran kayak gini mengingat kamu sangat butuh uang, kan?"

Mereka saling membalas omongan. Aku mendengarkannya dengan diam sambil berusaha mencerna dari sini.

Namun balasan dari [name] berikutnya, awalnya samar tak bisa kudengar. Untunglah semakin lama akhirnya makin terdengar jelas.

"...aku ada dalam keadaan seperti ini itu bukan karena kemauanku sendiri. Kalau bisa pun, aku tidak mau mencuri atau melakukan hal kotor lainnya."

"Lalu? Toh, kamu udah terlanjut kotor seperti ini. Kenapa gak sekalian cari yang lebih menguntungkan? Bahkan kayaknya bakal lebih menguntungkan kalo kamu juga coba jual diri kamu ke pria-pria mesum di luar sana."

Aku sontak mengumpat dalam hati. Ah, entah kenapa rasanya rahangku mulai mengeras mendengarkan percakapan seperti ini.

"Gak bisa. Sebisa mungkin aku gak mau jadi orang yang lebih kotor kayak kamu."

"Hahaha, sialan. Aku malah lebih malu, tuh, kalo kayak kamu? Udah kotor masih aja coba sok suci."

Cowok itu lalu bersuara lagi.

"Jadi kamu beneran gak mau? Gak apa-apa, sih. Toh kamu yang akan nyesel gak ngambil ini di saat lagi butuh-butuhnya."

"Gak apa-apa. Aku masih bisa nyopet kok. Walaupun... Belakangan ini lagi ada gangguan..."

"Kan? Nyopet itu udah gak efektif. Pekerjaan yang aku tawarkan lebih efektif dan banyak keuntungan. Tapi malah kamu tolak."

"Aku udah terlanjur nyaman sama pekerjaanku yang ini, sih."

"Heh, terserah kamu aja. Tapi kalo kamu butuh yang lebih, pekerjaan tawaranku bisa kamu pertimbangkan lagi."

"Oke, got it. Aku yakin bakalan butuh kalo aku udah bosen hidup sih."

Aku putuskan untuk menghentikan kegiatan menguping ini sampai sini saja. Lalu segera melangkah pergi dari sini sebelum [name] itu memergokiku.

.

.

.

continue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro