april ╎ 15th.
kei's view;
Wah, ini sih benar-benar kelewatan. Ada apa dengan pandangan menusuknya setiap kali melihatku? Pernahkah aku punya salah padanya? Heh. Dasar manusia gak jelas.
Aku bukan lagi membicarakan si raja bodoh. Walau laki-laki itu juga samanya--gak jelas. Aku sekarang sedang membicarakan seorang gadis.
Iya.
Cewek jadi-jadian yang kusebut itu duduk di hadapanku. Kudengar namanya [full name]. Dia orang yang sama saat hari pertama hampir mengajakku ribut itu. Hah. Sepertinya sampai sekarang ia masih dendam padaku. Sumbu pendek dasar, hahaha.
Tau sejauh ini ia sudah melakukan pembalasan apa saja padaku?
Tidak ada.
Setiap kali dia bertemu pandang denganku, gadis itu hanya melemparkan pandangan tajam saja. Kadang meremehkan, kadang terlihat seperti sebal. Padahal laga-nya saat pertamakali memintaku untuk pindah ke kursi yang kini malah ditempati olehnya sendiri sudah seperti preman. Ternyata pengecut juga, eh. Gak asik, dong.
Oh ada satu hal lain. Kalau aku membalas pandangan ngajak ribut-nya itu dengan ekspresi yang setara, dia pasti akan menjulurkan lidahnya padaku lalu pergi. Lalu kalau ia mengoper lembaran kertas dari baris depan ke belakang, ia pasti akan sengaja menjatuhkan kertasnya yang hanya tinggal satu untukku itu.
Dia gak banyak bacot kayak si cebol Hinata. Tapi nyebelin juga.
Kayak sekarang.
Tepat banget tim bagianku bisa sempat tanding sama tim cewek. Dia bukan kapten. Tapi lihat wajah menantangnya yang ia tunjukan padaku. Berharap menang, eh?
Aku membalas ekspresinya dengan seringai kecil. Dia balas lagi dengan pelototan mata, lalu memalingkan wajah. Haha, dia selalu seperti itu. Dasar pengecut.
Peluit pertandingan langsung saja bertiup kala sisi koin sudah kami dapatkan. Tim cewek itu maju lebih dulu untuk menyerang. Sementara kami langsung mengambil posisi defense.
Tapi apa yang aku dapatkan tak mengejutkan.
[Full name], cewek aneh itu langsung memilih untuk mengawasiku.
Heh, jadi udah mulai berani?
"Pegang aja kacamatamu biar benar, Jangkung! Kamu gak akan bisa memenangkan pertandingan ini tanpa dua mata tambahanmu," dia berucap mengompori. Aku terkekeh sarkastik.
"Mau coba menghancurkan kacamataku? Aku persilahkan, deh," dia terlihat menekuk kedua alisnya, "kalau kamu sampai, sih."
Dia langsung mendecih.
Lihat. Siapa yang mengotraversi duluan siapa yang terpancing duluan. Payah banget.
Sepanjang pertandingan kami, cewek itu, [full name], benar-benar menantangiku. Dia selalu menjaga pergerakanku, dia juga selalu melontarkan celetukan mengompori. Tapi dia juga yang selalu kalah. Kalau aku membalasnya tajam juga, dia hanya akan mendecih, melotot, dan menjulurkan lidah. Kalau ia bergerak dari posisinya yang menjagaku untuk mengincar bola, dia seperti sengaja menubrukan bahunya padaku.
Caranya membuatku sebal itu seperti bocah.
"Heh, halo lagi tiang basket kerempeng!" Dia tersenyum sarkas. Tetap tak lelah, ya, ia menyindir walau selalu kalah.
"Wah, halo juga kerdil. Nyampe gak nembak basket ke ringnya? Mau aku gendong? Tapi ogah juga, sih,"
Dia terkekeh kali ini. Wah, tampaknya sudah mulai biasa menerima kekalahan, eh?
"Aku gak akan mau sudi kalah dari orang macam kamu," cewek itu menajamkan maniknya. Menatapku benar-benar berani walau kepalanya menengak.
Mendengar kalimat itu darinya tadi, aku juga jadi terkekeh. Dia bilang tak mau kalah dariku, tapi secara teknis dia sudah kalah telak dariku.
[Full name], sepanjang pertandingan ini dia tidak pernah kebagian mendapatkan bola basket. Kerjaannya hanya menjaga dan sok mengomporiku saja.
Aku tebak, itu karena ia tak pernah tampak akrab dengan teman sekelasnya. Jelas. Image-nya yang menyebalkan seperti ini padaku saja sudah tak dapat bisa menarik seorang teman.
Walau dia tak tampak peduli mau dapat bola atau tidak. Tapi aku yang selalu disuguhkan wajah menyebalkannya di hadapanku, dapat membuatku mengerti. Bahwa dia juga menunggu namanya terpanggil untuk melanjutkan bola.
Grep!
Dia terkejut di hadapanku. Aku di hadapannya juga agak sedikit terkejut melihat wajah terkejutnya yang begitu kontras.
Heh, astaga. Setidak-menyangkanya, kah ia akan mendapatkan bola seperti itu?
[Full name] mengerjap sejenak. Kepalanya menegap kemudian. Menatapku dengan... Bingung?
"[Name], bawa bolanya!"
Dia bergerak kemudian dengan refleks. Sempat aku lihat dia linglung; tadinya akan bergerak ke arah ring timku, tapi ia memutar arah lagi.
Ya sudah. Kalau begitu berarti ini pekerjaanku, kan?
Jadi sekarang giliran aku yang menghalangimu, [full name].
Dia terlihat agak kaget kala aku sudah bisa mengejarnya. Lalu jadi mengerut sebal saat aku sudah menghalangi jalan depannya. Aku menyunggingkan seringai mengejek seperti apa yang selalu ia lakukan terlebih dulu padaku sebelumnya. Dan cewek itu hanya berdiri menatapku tajam sambil memantulkan basketnya.
Huh, tadi saja ia seperti seorang amatiran main basket. Sekarang udah jadi sok?
[Full name] coba melewatiku. Tapi seperti apa kataku. Dia ternyata memang hanyalah seorang amatiran. Bahkan ia tak sama sekali sadar bahwa aku tengah mempermainkannya sekarang.
Masih bersikeras agar lepas dariku, ia ambil jalur kiri setelah menjebakku ke arah kanan. Memang aku juga yang terlalu asik mempermainkannya, maka kala ia hampir lolos, aku coba raih tubuhnya asal.
Dia masih bisa menghindar dariku.
Tapi tidak bisa sempat menghindar dari pemain yang berada di depannya.
[Full name] menubruk keras teman setimnya yang mencoba menyelamatkan bolanya tadi.
Peluit bertiup kembali. Kini tanda jeda permainan.
Tim yang menjadi lawanku semuanya langsung mengerubungi teman satu timnya yang membentur tanah dengan keras.
Tapi [full name] yang juga tim sana tidak bergerak sama sekali dari tempatnya.
Dia, hanya memandang temannya dengan tatapan nanar.
.
.
.
↓continue↓
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro