BAB 8 - Annoying Time
Holaaaa malem ini update lagi, hehe kemaren update raka sekarang update ini. Sabar yaa karena up nya bergantian
Oke langsung aja.
Jangan lupa follow ig @indahmuladiatin
Happy reading guys! Hope you like this chapter 😁😁😁
☁️☁️☁️
Kiara berjalan santai di koridor sekolah, tangan kanannya menenteng botol minum yang sengaja tidak dia masukan ke dalam tas karena takut isinya tumpah dan membasahi buku-buku di dalamnya. Disekitarnya sudah tampak beberapa kesibukan.
Langkahnya terhenti saat melihat Dimas dan temannya yang sama tengil itu memblokadir jalannya. Dimas berdiri di tengah koridor sambil melipat tangan. Kiara meringis kecil, pasti karena masalah kemarin sore.
"Akhirnya, yang bikin gue pulang malem dateng juga," kata Dimas.
Kiara pura-pura tidak mengerti, dia berjalan melewati Dimas begitu saja tapi kerah seragamnya ditarik hingga dia mundur beberapa langkah. Matanya melotot kesal, coba jelaskan apa ada junior semenyebalkan ini. "Apaan sih? lo ngomong sama gue?!" tanyanya sambil melupakan bahasa sopannya.
"Pura-pura amnesia?" tanya Dimas kesal.
Kiara cemberut kesal dan melipat tangannya.
"Kemaren gue nyari bagian kedisiplinan," kata Dimas.
Kiara mendengus pelan. "Yaa mana gue tau lo nyari gue!"
"Gue tanya lo ya," jawab Dimas.
Angga tertawa geli dan bersandar di dinding pilar. Kenyaksikan perdebatan itu. Menjaga dua orang ini dari orang-orang yang mulai membuat lingkaran. Tertarik mendengar perdebatan antara adik kelas dan kakak kelas ini.
"Masa sih? gue nggak ngerasa lo nanya gue," jawab Kiara cuek. Dia menatap sekitar, makin kesal dengan adanya kerumunan. "Awas lo! gue mau ke kelas!"
"Nggak!" jawab Dimas.
Kiara menyipitkan matanya, dia menginjak kaki Dimas dan langsung berlari kencang. Kabur sebelum nanti mendapatkan masalah, mungkin lebih baik seharian ini dia sembunyi saja di ruang OSIS. Dasar anak ingusan, lihat saja kalau berani membuat masalah.
Di dalam kelas, Luna dan Sasya sudah menunggu dengan wajah penasaran. Mereka tahu sejak pagi Dimas dan Angga sudah menunggu di koridor. Tapi tidak tahu tujuannya adalah menunggu Kiara lewat.
"Lo sama Dimas ada apaan sih?" tanya Luna.
"Yaa gue sih nggak ada masalah sama tu anak, dia nya aja tuh bikin masalah sama gue," jawab Kiara kesal. Dia melempar tasnya ke meja. "Heran gue, ada gitu orang senyebelin dia."
Pagi ini semua anak baru kembali berkumpul di lapangan. Seperti tujuan awal, Kiara langsung pergi ke ruang OSIS. Duduk-duduk di sana, masa bodo dengan sebutan makan gaji buta. Toh dirinya tidak digaji.
Kiara membuka akun sosial medianya. Dia menghentikan gerakan jarinya saat melihat Adrian mengupload foto. Melihat cowok itu jadi membuatnya ingat dengan perdebatan kemarin. Moodnya jadi semakin buruk.
"Huaa!" rengeknya sambil meletakan ponsel di meja.
Kenapa dia jadi merasa serba tidak nyaman. Bagaimana nanti saat bertemu dengan Nazwa. Apa dia harus menyapa, atau cuek saja. Sebenarnya disini siapa yang salah, dia benar-benar bingung. Apa salah kalau menolak Adrian, bukannya egois kalau dia pacaran dengan cowok itu padahal dia tidak suka.
"Woy!" panggil Putra.
Kiara menoleh kaget, dia melotot kesal dan melempar bantal sofa ke wajah temannya itu. "Ngapain sih lo?"
"Yaa lagian, bengong aja. Gue nggak mau yaa ada kasus kesurupan pagi-pagi," balas Putra.
"Ini tuh gara-gara lo tau!" balas Kiara kesal. Kalau saja dia tidak menjadi bagian kedisiplinan dia tidak akan membubarkan kerumunan senin kemarin dan tidak akan melihat dua bocah khususnya yang bernama Dimas itu.
"Lah kenapa gue?" tanya Putra.
"Pokoknya salah lo! gue kan dari awal bilang nggak mau jadi bagian kedisiplinan!" keluh Kiara. Dia jadi ingin menangis karena kesal sekarang.
"Waduh Ra jangan nangis dong," cegah Putra dengan wajah panik. Dia jadi tidak enak juga. "Emang seberat itu ya?"
Kiara menggelengkan kepala. "Udah, gue males."
Putra merapihkan meja komputer yang berantakan karena kemarin tidak sempat. Kadang dia melirik Kiara yang masih bertopang dagu dengan wajah kesal. Dia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jadi serba salah.
"Jangan marah gitu Ra," kata Putra.
Kiara menoleh, dia berdecak pelan kemudian menggelengkan kepala. "Put, kalau misalnya nih yaa lo suka sama cewek terus itu cewek suka sama temen lo. Sayangnya temen lo itu nolak cewek itu yaa karena emang nggak suka aja gitu, kira-kira lo bakal marah nggak sama temen lo?"
Putra mengerutkan keningnya, mulutnya membentuk huruf o. Sepertinya dia tahu wajah masam temannya ini karena apa. Dia menyelesaikan beres-beresnya lalu duduk di samping Kiara. "Lo lagi ada masalah ya sama Nazwa?"
"Loh lo tau darimana?" tanya Kiara.
"Anak-anak juga banyak yang tau kali si Nazwa suka sama Adrian," jawab Putra dengan santai, "lagian lo sama Adrian tu gimana si? pacaran apa gimana? kayaknya gue sekarang jarang liat lo sama dia jalan bareng."
Kiara cemberut kesal, dia juga bingung menjelaskannya. Awalnya semua murni pertemanan. Sampai sekarang pun dia masih menganggap Adrian teman. Tapi saat ini hubungannya dengan cowok itu juga kurang baik. Mau dibilang teman pun sepertinya meragukan. Mantan teman, kedengarannya terlalu sadis.
"Gini yaa Kiara," jawab Putra, "kita para cowok nggak beraksi pakai mulut. Suka ya kejar, ditolak usaha, usaha nggak dihargain yaudah tinggalin. Sesimpel itu."
Kiara mengerjapkan mata, dan mengangguk-angguk mulai mengerti. Mungkin maksudnya bukan seperti kebanyakan perempuan yang kalau suka hanya menunggu, bercerita pada teman-temannya. "Terus?"
"Kalau kasusnya kayak lo sih," gumam Putra, "kalau cewek yang gue suka, yang gue perjuangin sebegitunya disakitin sama temen gue sendiri, yaa gue hajar temen gue."
Kiara membuka mulutnya, dia langsung menangkup pipinya sendiri. Wajahnya kelihatan syok. "Maksudnya kalau gue cowok, gue udah dihajar?"
Putra tertawa, dia memang tidak terlalu sering ngobrol dengan Kiara. Tapi dia tahu cewek ini benar-benar polos. "Bercanda, elah!"
"Huh ngeselin!" keluh Kiara.
Pada akhirnya Kiara sibuk membantu Putra yang pada acara MOS ini menjadi ketua. Dia ikut mengerjakan beberapa dokumen laporan untuk sekolah. Kebetulan sekali karena biasanya inilah kerjaannya.
"Gue dapet apa nih? udah bantu banyak loh," tanya Kiara di balik komputer.
Putra meletakan tumpukan kertas itu di meja. "Gue traktir!"
"Mantul," kekeh Kiara sambil mengacungkan dua jempolnya. Senangnya, setelah pagi tadi tidak ada gangguan lagi. Ternyata bersembunyi di ruangan ini ada untungnya juga.
☁️☁️☁️
Perut Kiara sudah mengeluarkan alarm kelaparan. Memang waktunya makan siang. Di lapangan masih ramai anak-anak yang sepertinya baru bubar dan akan ke kantin. Hem untung hari ini dia bawa bekal. Bisa makan di kelas.
"Gue ke kelas dulu deh," kata Kiara.
"Nggak ke kantin?" tanya Putra.
Kiara menggelengkan kepala. "Males, ketemu dua bocah kemaren. Lagian gue bawa bekel. Duluan Put!"
Tangannya melambai melihat dua sohibnya sedang berjalan di pinggir lapangan. Kiara langsung berlari menghampiri. Cengirannya membuat Sasya dan Luna mengerut bingung.
"Kenapa lo? girang amat?" tanya Sasya.
Kiara terkekeh geli dan merangkul dua sahabatnya itu. "Seneng dong, beberapa jam gue damai. Ayoo makan!"
"Cih, enaknya. Kita nih panas-panasan, yaudah lo ke kelas dulu aja. Gue sama Luna beluli dulu di kantin," kata Sasya.
Anak-anak selain pengurus OSIS masih menikmati masa liburan. Di kelas hanya ada Kiara, dia menyiapkan kotak bekalnya. Tadi mama menyiapkan bekal untuknya dan bang Lion yang beberapa hari ini selalu pulang malam. Wajah masam abangnya itu sangat lucu, katanya malu harus bawa bekal.
Kiara mencari botol minumnya. Biasanya dia letakan di meja. Apa tadi dia tidak membawa minum. Sambil membuka bekalnya, dia mencoba mengingat. Tadi pagi dia masih menenteng botol warna hijau itu. Sampai dicegat Dimas dan berdebat di koridor.
"Kemana ya," gumamnya. Kadang tingkat kepikunannya luar biasa.
"Gila antrinya luar biasa!" keluh Sasya sambil menenteng nampan.
"Tau tuh anak-anak baru, nggak mau ngalah banget sama kakak kelasnya. Apalagi si itu tuh yang sok cantik," kata Luna dengan wajah kesal.
Mereka duduk di hadapan Kiara. "Lo tau nggak anak yang namanya Siska?" tanya Luna.
"Nggak," jawab Kiara.
"Itu loh yang cantik, yang katanya model tapi songong. Ih mentang-mentang disukain sama si Putra," cerita Luna.
Kiara membulatkan mulutnya. Dia tidak bisa konsen mendengarkan karena masih memikirkan botol minumnya. "Eh lo liat gue nenteng botol minum nggak sih tadi pagi?"
"Emang bawa? pas ke kelas kayanya lo nggak bawa," tanya Sasya.
Kiara menepuk keningnya, jangan-jangan jatuh. Tapi kenapa dia tidak sadar. Gawat kalau sampai hilang. Tahu kan betapa mengerikan ibu-ibu yang kehilangan tupperware. Mamanya bisa mengomel tujuh hari tujuh malam.
"Duh gimana dong? masa ilang?" rengeknya.
"Tunggu deh, yang biasa lo bawa kan?" tanya Luna.
Kiara mengangguk, matanya penuh harap menatap Luna. Semoga sohibnya ini melihat. "Lo liat nggak? yang warna hijau."
Luna meringis kecil dan sedikit ragu menyampaikannya. "Kayaknya gue tau deh, tadi Dimas bawa-bawa botol minum."
"Hahh? Dimas?!"
Kiara berjalan menuju kantin, diikuti Luna dan Sasya. Mereka menghentikan langkahnya di ambang pintu kantin. Menatap kerumunan di tengah kantin. Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat Dimas sedanh duduk di samping cewek berambut pendek dengan wajah oriental yang cantik. Cowok itu tertawa ringan, dan yang terpenting ada botol minum milik Kiara di dekatnya.
Awalnya karena amarahnya Kiara langsung bergerak. Tapi sekarang tiba-tiba dia merasa ciut, takut jadi tontonan. Jujur, dia tidak pernah nyaman saat menjadi pusat perhatian. Kiara menatap dramatis botol itu.
"Gue ikhlasin aja kali ya," gumamnya. Oh benar-benar, itu botol minum kesayangannya.
"Lo mau nasib saku lo sebulan tamat?" tanya Luna yang sudah pernah jadi korban kasih sayang antara seorang ibu dengan tupperware.
Kiara menggeleng cepat, enak saja. Dia kan ingin menabung untuk beli novel, belum lagi dia juga ingin beli hadiah untuk bang Lion yang sebentar lagi ulangtahun. Kepalanya menoleh pada kerumunan itu.
"Tinggal bilang lo mau ambil botol minum Kiara," kata Luna, "masa nggak berani sama adek kelas? kan lo kedisiplinan, harusnya lo ngehukum dia kan dia itu iseng ke lo."
"Harus gitu ya?" tanya Kiara.
"Harus!" jawab Sasya. Dia mendorong bahu Kiara. Tangannya mengibas, memberikan kode agar sohibnya itu menghampiri Dimas.
Demi somay terenak di kantin ini, kalau bukan karena kecintaannya pada botol minum dan nasib uang jajannya, dia tidak akan mau ke sini menghampiri bocah menyebalkan ini. Kiara berjalan mendekat, hingga kumpulan anak baru itu menatapnya. Dengan senyum sopan mereka menyambut seniornya, tidak ingin mendapat masalah karena masih dalam acara MOS.
"Tuh!" kata Angga sambil menepuk bahu Dimas.
Dimas menoleh, dia mengerutkan keningnya dan bertopang dagu dengan wajah polos. "Waduh ada angin ribut apaan nih, sampe KAKAK KELAS ini mau nyamperin adek kelas?"
"Nggak usah basa-basi! sini botol minum gue!" jawab Kiara.
Cewek di samping Dimas mengerutkan kening. "Itu punya Kakak ini?"
"Nggak, gue nemu," jawab Dimas.
"Itu punya gue!" seru Kiara.
Dimas tersenyum manis, lesung pipinya membuat beberapa cewek di sini terpesona. "Buktinya apa?"
"Lo nemu itu dimana?" tanya Kiara.
"Di koridor, abis kaki gue diinjek sama KAKAK KELAS," jawabnya dengan cengiran menyebalkan. Dia memainkan botol minum itu. "Lumayan, dapet gratis."
"Itu punya gue Dimas! sini balikin!" teriak Kiara.
"Ogah, minta baik-baik dong," jawab Dimas.
Kiara ingin menggigit orang, dia meremas tangannya sendiri. "Dimas, kalau bisa ngutuk udah gue kutuk lo jadi koin gopekan biar lebih guna."
Dimas tertawa geli dan mengulurkan botol minum itu. Masih dengan tersenyum meledek. Senyum yang membuat Kiara makin emosi. "Nih ambil kalau bisa."
Kiara langsung mengulurkan tangan untuk meraih botol itu. Tapi Dimas langsung berdiri mengangkat botol tinggi-tinggi. Membuat wajah Kiara semakin memerah karena kesal.
Sejak hari pertama, Dimas memang senang membuat wajah itu memerah kesal. Kejahilannya semakin meningkat karena cewek ini menantangnya kemarin. Membuatnya harus dikerjai oleh para kakak kelas itu.
"Ngeselin banget sih lo!"
"Bodo," kekeh Dimas.
Kiara menyubit tangan Dimas. "Kasih nggak!"
"Nggak mau!" jawab Dimas.
"Dimaas!!" teriaknya.
"Pengang kuping gue."
Kiara masih berusaha menggapai botol minum itu. Dia berusaha berjinjit dan melompat, sayangnya tinggi Dimas memang jauh darinya. Matanya melebar karena dia kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh.
Matanya mengerjap kaget karena pinggangnya di rangkul. Mulutnya terbuka. Reflek dia memukul kening Dimas yang sama kagetnya. "Sembarangan rangkul-rangkul!"
Dimas cemberut kesal dan mengusap keningnya. "Nyesel gue nolongin."
Wajah Kiara semangkin memerah, dia melirik sekitar. Lagi-lagi jadi tontonan. Melihat Dimas sedang lengah, dia langsung merebut botol itu dan berlari keluar kantin.
☁️☁️☁️
Dimas tertawa geli dan kembali duduk, menatap Kiara yang berlari dengan dua temannya yang ternyata menunggu di luar kantin. Benar-benar lucu. Kepalanya menoleh pada Angga yang juga tertawa.
"Pantes lo iseng, tu anak kalau marah kayak kakak lo," kekeh Angga.
Dimas tertawa dan mengangguk. "Lumayan, gantiin si medusa yang sibuk kuliah."
"Lo udah kenal lama ya sama tuh cewek?" tanya Siska yang sejak tadi menonton.
Dimas menggelengkan kepalannya. Dia mengeluarkan dompetnya dan meletakan sejumlah uang di depan Siska. "Tolong bayarin punya gue sama si Angga." Dia langsung mengajak sohibnya itu pergi. Toh mereka sudah selesai makan.
Mereka nongkrong dengan teman-temannya di depan kelas yang digunakan untuk kelompok sembilan. Angga menyenggol bahu Dimas yang asik bermain mobile legend. Hampir saja savage kalau saja tidak diganggu.
"Apaan njir! gue hampir savage!" omel Dimas.
"Hehe makanya noleh kampret," jawab Angga sambil cengengesan. "Lo nggak tertarik sama si Siska?"
Satu alis Dimas terangkat. "Nggak."
"Anjir! jangan bilang lo maho? please jangan nodain persahabatan kita nyet," ucap Angga dramatis. Teman-teman yang lain jadi ikut tertawa geli. Mereka pikir awalnya dua anak itu sombong, ternyata sangat asik.
Dimas menggelepak kepala Angga. Enak saja kalau bicara. Dia memang tidak tertarik pada Siska. Cewek itu memang cantik, tapi baginya tidak ada yang istimewa selain wajahnya.
"Padahal si Siska udah pasti suka sama si Dimas," sela Agas.
"Woy lo beneran kagak suka? buset dah si Siska cakep begitu udah kayak Suzy, Men. Body nya apa lagi! beh!" kata Angga.
"Mantul!" kekeh Agas.
"Sikat Dim!" usul Nando.
Dimas mendengus kesal, dia kembali ke gamenya dan melebarkan mata. "Sialan! gara-gara lo pada nih gue kalah!"
Semuanya tertawa geli.
"Udah mabar-mabar! cewek mulu lo pada!" suruh Dimas.
Angga mengeluarkan ponselnya dan juga ikut membuka aplikasi game yang sama. Kalau tidak mau diberi saran ya sudah. "Weh si Siska buat gue aja ya?"
"Ambil," jawab Dimas yang sudah tenggelam dalam keasikan bermain game.
☁️☁️☁️
See you in the next chapter ❤❤❤
Jadi kalian team mana??
Dimas
Kahfi
Apa Adrian
😂😂😂😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro