Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6 - Confused

Halooo, apa kabar semua? langsung ajaa yuk baca kisah SMA Kiara

Follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys 😍😍😍

☁️☁️☁️

Satu minggu ini kesibukan ujian semester membuat Kiara jadi bisa pulang sore hari. Kegiatan pengurus OSIS dihentikan sementara. Lumayan untuk istirahat sejenak. Dia juga jadi punya banyak waktu untuk belajar. Khususnya untuk pelajaran fisika, kimia, dan matematika yang paling membuat kepala Kiara ingin botak.

Kiara membereskan buku-bukunya. Dengan wajah bahagia dan lega khas murid yang baru saja melewati pekan ulangan yang memusingkan. Di sampingnya, Sasya juga tidak kalah bahagia. Bahkan anak itu sejak tadi sudah bersenandung riang.

"Libur t'lah tiba, hatiku gembiraa," katanya.

"Weits, inget kita masih ada proker bikin lomba-lomba sebelum libur," kata Luna.

Kiara mengerjapkan matanya, dia berbalik ke arah Luna. "Nanti jadi rapat?" tanyanya. Dia lupa kalau semalam para pengurus OSIS membicarakan rapat.

"Jadi kayaknya, emang kenapa?" tanya Luna.

Kiara meringis kecil, tangannya menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal. Dia sudah membuat janji dengan Adrian. "Gue mau pergi ke toko buku sama Adrian."

"Yaa suruh dia nunggu lah," kata Sasya. "Pasti tuh anak mau."

Awalnya Kiara menolak ide Sasya, dia tidak enak pada Adrian. Takut cowok itu bosan kalau menunggu lama. Rapat selalu tidak menentu, kalau lancar mungkin akan cepat. Kalau buntu, ini yang sulit. Kiara sudah mengatakan itu pada Adrian setelah cowok itu menghampirinya ke kelas. Tapi Adrian memilih untuk menunggu. Katanya di rumah juga sedang tidak ada kegiatan apa-apa.

Kiara melirik jam untuk kesekian kali. "Selesainya jam berapa ya?"

"Aduh yang ditunggu pacar, buru-buru amat mau pulang," ledek Zidan.

"Dibilang bukan pacar!" bantah Kiara.

Zidan tertawa geli, kepalanya mengangguk takzim. "Percaya Ra percaya."

Wajah-wajah yang menatapnya dengan tatapan meledek itu membuat Kiara hanya bisa cemberut kesal dan kembali fokus pada kertas yang sedang tadi dia gunakan untuk mencatat semua ide yang dilontarkan teman-temannya. Biar saja, nanti juga mereka lelah sendiri. Di samping Kiara, Nazwa hanya diam sambil mengepalkan tangannya.

"Oh iya gue belum ngabarin, nanti Kak Kahfi sama temen-temennya mau main. Buat kalian yang mau pulang, seenggaknya salamin mereka dulu," kata si ketua OSIS.

Kiara menoleh, wajahnya langsung kaget. Kahfi, cowok itu akan datang ke sekolah nanti. Dia sudah lama tidak melihat Kahfi, ada rasa senang yang muncul ke permukaan meski rasa kecewa itu belum hilang. Dia ingin melihat Kahfi. Sangat ingin.

Sasya dan Luna saling lirik, bukan hanya mengkhawatirkan Kiara, tapi juga Adrian yang juga ada di depan sana,menunggu Kiara. Setelah Kahfi tidak muncul, suasana mulai tenang. Kiara juga sudah mulai tidak membicarakan Kahfi lagi, biasanya setiap hari anak itu akan semangat membicarakan tentang Kahfi.

Setelah rapat selesai, Kiara langsung  merapihkan tasnya dan pergi keluar. Dia bahkan lupa pada Sasya dan Luna yang masih sibuk membereskan tas. Kiara berlari menuruni tangga, saat melihat lapangan basket sudah ramai. Ternyata beberapa alumni sudah datang.

Mata Kiara langsung menjelajahi lapangan, mencari Kahfi yang sudah lama tidak dia lihat. Saat menemukan cowok itu, matanya langsung berbinar. Tanpa sadar kakinya melangkah mendekat. Hingga tangan Kiara digenggam oleh seseorang.

"Ayo keburu sore," kata Adrian dengan wajah santainya.

Kiara mengerjap, dia menatap tangannya yang digenggam kemudian kembali menatap Kahfi. "Ta-tapi-"

Adrian hanya mengeratkan genggamannya. "Ayo, lo nggak bisa nunggu orang yang bahkan nggak sadar kehadiran lo."

Kiara menggigit bibir bawahnya. Kata-kata itu benar adanya. "Oke, tapi gue harus sapa mereka dulu."

"Nggak harus, lo sama Adrian pergi aja. Biar nanti gue salamin sama mereka," kata Sasya yang turun dengan Luna. Teman-teman yang lain sudah bergabung dengan para alumni itu.

"Gue mau pamit doang Sya, please!" kata Kiara sedih. Oh benar-benar. Dia ingin melihat Kahfi sebentar.

Adrian menggeleng pelan, wajahnya terlihat kesal. "Gue buru-buru, gue udah nunggu lo lama ya Ra."

"Maaf Adrian," kata Kiara pelan. Dia melepaskan genggaman tangan Adrian. "Gue ke sana bentar, abis itu kita langsung pergi. Kalau lo tetep nggak ngizinin-" Kiara menghentikan ucapannya sebentar. "Lo bisa pergi sendiri."

Kiara berbalik pergi meninggalkan Adrian yang kaget dengan jawaban itu. Sasya juga sama kagetnya, sedangkan Luna hanya pasrah. Tidak bisa mereka memaksakan perasaan Kiara.

"Kiara?" panggil Kahfi saat melihat cewek itu mendekat. Dia langsung menghampiri Kiara. "Akhirnya bisa ketemu lo."

Kiara diam menatap Kahfi yang tersenyum lebar. Mengingat kemarahan dan kekecewaannya kemarin. Kepalanya menunduk. "Sore Kak, aku mau pamit pulang."

"Lo marah?" tanya Kahfi pelan.

"Tolong sampain salam buat kakak yang lain, permisi Kak."

"Jingga Kiara! lo marah?" tanya Kahfi lagi sambil menarik pelan tangan Kiara yang akan berbalik pulang.

Kiara menghela napas panjang, kepalanya menggeleng. "Nggak Kak, maaf aku buru-buru."

Kahfi tetap menahan tangan Kiara. Ada yang harus dia jelaskan, dan itu penting untuknya. "Sebentar."

"Tapi-"

"Ayo, katanya lo cuma pamitan," kata Adrian dengan wajah kaku. Tangannya menarik tangan kiri Kiara yang bebas. Mata hitam itu menatap Kahfi dengan sorot yang menyeramkan untuk Kiara.

"Gue mau ngomong sama Kiara sebentar," kata Kahfi.

"Oh ya? tapi gue duluan yang ada janji sama Kiara," kata Adrian tanpa segan. Padahal bisa dikatakan Kahfi ini benar-benar disegani oleh seluruh siswa di sekolah ini.

Kahfi menghela napas panjang dan beralih menatap Kiara yang bingung. "Sebentar, gue nggak tau bisa ke sini lagi kapan."

"Hmm?" tanya Kiara. Benar juga, dia tidak tahu kapan lagi bisa melihat Kahfi. Tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Kiara menoleh pada Adrian. Merasa tidak enak, dan menyesal. "Kalau kita pergi besok bisa?"

"Apa?" tanya Adrian.

Kiara meringis kecil, dia memejamkan mata sebentar. "Maaf Adrian, gue harus ngomong sama Kak Kahfi." Dia melepaskan genggaman tangan Adrian. Merasa benar-benar bersalah karena Adrian sudah menunggunya rapat cukup lama.

Senyum Adrian mengembang sinis, tidak habis pikir dengan pilihan Kiara. Ternyata apa yang dia lakukan memang tidak ada artinya sama sekali. Dia mengangguk pelan. "Oke, nggak ada besok. Gue bisa cari buku sendiri."

"Adrian, lo marah?" tanya Kiara pelan.

Adrian mengerutkan keningnya dan tertawa pelan sambil mengibaskan tangan. "Nggak penting, gue balik. Sya.. Lun.. gue duluan!"

"Ehh iyaa hati-hati! jangan ngebut-ngebut!" kata Sasya sambil melambaikan tangan pada Adrian yang berjalan menjauh. Dia juga jadi merasa tidak enak meski tidak terlibat.

Kahfi tersenyum tipis dan menepuk pelan bahu Kiara. "Ayoo, kita ke kantin."

"Hmm," jawab Kiara. "Sya, Lun gue ke kantin bentar yaa."

Di kantin, para penjual sudah membereskan semua dagangannya. Bersiap untuk pulang karena tidak ada kegiatan lagi. Kahfi mengajak Kiara duduk di kursi dekat pohon. Angin berhembus pelan.

"Gue minta maaf, malem itu gue nggak bisa dateng," kata Kahfi langsung.

Kiara mengangguk pelan tanpa menjawab. Dia hanya butuh penjelasan, jadi tugasnya hanya menunggu tanpa berkomentar apapun. Mata kecokelatannya menatap tenang ke depan. Dia berhasil membuat dirinya tenang, setelah selama ini selalu gugup saat di dekat Kahfi.

"Gue sekeluarga harus pergi ke rumah keluarga gue di Bandung," kata Kahfi dengan senyum sedih. "Gue udah ngabarin Wildan langsung, gue juga mau ngabarin lo lewat chat. Sayangnya hp gue hilang pas gue balik, semua kontak pun hilang termasuk nomer lo."

Kiara mengerutkan keningnya.

"Kedengeran klise ya?" tanya Kahfi dengan geli. "Tapi gue serius," ucapnya sambil mengeluarkan ponsel barunya. Persis seperti milik Kiara hanya saja berwarna hitam sedangkan milik Kiara putih. "Tulis nomer lo lagi."

Kiara hanya menatap ponsel itu. Kenapa Kahfi membeli ponsel yang sama dengannya. Bukankah cowok itu termasuk keluarga kaya yang bisa membeli ponsel mahal. "Aku kira Kakak emang sengaja nggak dateng."

"Gue udah bilang bakal dateng kan? kalau bukan karena urusan keluarga, gue pasti dateng," jawab Kahfi. "Lo nunggu gue?"

Kiara mengangguk pelan. "Hemm, tapi langsung pulang."

"Gue minta maaf," kata Kahfi pelan.

"Nggak, nggak perlu minta maaf. Kakak ada urusan penting, nggak mungkin maksain buat dateng kan?" tanya Kiara. Dia sudah lega mendengar jawaban Kahfi.

Kahfi tersenyum tipis dan mengusap kepala Kiara. "Apa kabar?"

"Baik Kak," jawab Kiara.

Mata Kahfi menatap detail wajah Kiara. Pipi yang bersemu merah. Mata bulat dengan warna kornea cokelat tua. "Lo keliatan lebih kurus."

Awalnya mereka hanya membicarakan kegiatan OSIS hingga pada akhirnya Kiara berani menanyakan kemana Kahfi akan kuliah. Dia ingin ikut ke tempat Kahfi kuliah, terdengar agak keterlaluan. Tapi ini yang dia mau, dia mau ikut kemana Kahfi pergi.

"Gue mau jadi pilot, dan gue udah daftar sekolah itu," kata Kahfi dengan wajah senang. "Kalau lo? lo mau jadi apa?"

"Aku mau jadi pilot juga," jawab Kiara.

Kahfi mengerutkan keningnya kemudian tertawa. Diacak rambut Kiara yang hari ini dibiarkan tergerai begitu saja. "Lo juga mau jadi pilot? lo kan perempuan, jarang loh ada yang mau jadi pilot."

"Kan perempuan juga ada yang jadi pilot," jawab Kiara.

Kahfi menganggukan kepala, kemudian mengulurkan tangannya. "Oke gue tunggu lo, Jingga Kiara."

Mendengar nama panjangnya disebut dengan lembut seperti itu, jantung Kiara makin berdetak cepat. Kiara ingin menangis saking senangnya. Kepalanya mengangguk dan menyalami tangan Kahfi.

☁️☁️☁️

Sejak pagi Kiara hanya senyum-senyum tidak jelas. Dia mengingat chatnya dengan Kahfi semalam. Bagaimana sikap Kahfi ternyata bisa absurd itu. Belum lagi semalam Kahfi sempat menelepon meski sebentar.

Kiara bertopang dagu sambil menatap jendela di dekatnya. Nanti malam pembahasan apa lagi yaa menarik. Kepalanya menggeleng pelan lalu menyembunyikan wajahnya. Ingin berteriak karena terlalu senang.

Di sampingnya Sasya hanya diam tidak berkomentar. Sudah pasti hal yang membuat Kiara girang tidak jelas itu Kahfi. Lagi-lagi melupakan Kahfi hanya ucapan kosong untuk seorang Kiara.

"Syaa, lo tau nggak sih Kak Kahfi itu lucu banget! Astaga Syaa dia itu ternyata jail tau!" kata Kiara dengan semangat.

Sasya menghela napas panjang dan menepuk tangan Kiara agar menghentikan cerita bahagia itu. "Lo cepet kasih kejelasan gih buat Adrian."

"Hah? Adrian kenapa?" tanya Kiara.

Mita yang baru tahu cerita kemarin sore dari Luna dan Sasya ikut bergabung memberikan saran pada Kiara. "Lo pasti tau kalau Adrian ada rasa sama lo, sepolos-polosnya lo."

Kiara mengigit bibirnya, menatap tiga orang yang seperti sedang menyidang dirinya. Dia sampai lupa kalau kemarin sudah mengecewakan cowok itu. "Gue harus gimana?"

"Kasih kejelasan Ra, lo harus bilang sama dia kalau lo cuma suka sama Kak Kahfi," kata Sasya.

"Emm oke, gue bakal bilang itu. Tapi kan dia nggak pernah bilang dia suka gue, aneh nggak sih? bisa aja kalian salah, nanti gue dikira kepedean," tanya Kiara ragu.

Luna memutar matanyanya. Bingung harus bicara bagaimana lagi. "Kiara! gue yakin seratus persen dia suka sama lo. Lo nggak bisa liat tapi gue sama yang lain bisa!" ucapnya. "Lo tau kan rasanya tiap liat Kak Kahfi jalan sama Fiona?"

"Yaa tau lah," jawab Kiara kesal.

Luna menjentikan jarinya. "Nah! itu juga yang dirasain Adrian tiap liat lo sama Kak Kahfi," ucapnya. Luna menepuk pelan bahu Kiara. "Lo harus tegas, gue yakin lo tau rasanya. Ditambah usaha dia sama sekali nggak lo liat."

Kiara terdiam cukup lama, kepalanya mengangguk pelan. Kalau begitu, dia memang harus tegas. Dia sayang Adrian, sebagai teman. Dia tidak mau menyakiti cowok itu, kalau dekat dengannya cuma membuat Adrian sakit, lebih baik mereka menjaga jarak.

Pulang sekolah, Kiara langsung menghampiri kelas Adrian. Menunggu penghuni kelas itu keluar silih berganti, hingga Adrian keluar dengan teman-temannya. Terlihat asik bicara sambil melepaskan dasi seragamnya.

"Adrian?" panggil Kiara.

Adrian menoleh, dia mengerutkan keningnya. "Duluan aja bro!" katanya pada temen-teman satu tongkrongan itu.

"Bisa ngobrol sebentar?" tanya Kiara.

"Bagus, ada yang mau gue omongin," jawab Adrian langsung.

Mereka bicara di kelas Adrian yang sudah sepi. Kiara duduk di kursi sedangkan Adrian hanya berdiri sambil mengetuk meja dengan jemarinya. Hening cukup lama sampai suasana berubah jadi canggung.

"Gue suka lo, gue mau lo jadi pacar gue," ucap Adrian langsung.

Kiara mengerjapkan mata, baru saja dia ingin membahas itu. Tiba-tiba dia merasa gelisah, semua kata yang sudah disusun rasanya hilang begitu saja. Mata Kiara menatap ke sekitar kelas. Cat yang warnanya sudah tidak sebersih warna aslinya. Ada beberapa noda pena dan ceplakan sepatu.

"Kiara?" panggil Adrian.

Kiara menoleh kaget, dia tersenyum kecil. "Emm? lo tau kan g-gue suka sama siapa?"

"Kahfi," jawab Adrian.

Kiara mengangguk. "Gue suka sama Kak Kahfi, sampai sekarang, mungkin juga sampai besok-besok."

"Gue mau nunggu lo," jawab Adrian. "Gue yakin nanti lo bisa lupa sama dia."

Kiara menundukan kepala, entah kenapa matanya menjadi panas. Dia bingung sekali sekarang. Jujur, dia ingin terus berteman dengan Adrian. Bercerita tentang apapun pada cowok itu. Tapi jika itu tetap dia lakukan, bukankah itu egois.

"Maaf Adrian, gue nggak bisa," jawab Kiara. Dia mengusap airmatanya. "Lo baik, bener-bener baik. Gue nyaman temenan sama lo, tapi kalau lo masih punya perasaan sama gue-" Kiara bengkit dari kursi. "Mending kita sama-sama ngejauh, sampai lo bisa anggep gue temen biasa."

"Tapi Ra-" tangan Adrian berusaha menggapai tangan Kiara tapi Kiara langsung mundur.

Kiara menggelengkan kepalanya. "Maaf."

☁️☁️☁️

Ketika sebuah pertemanan rusak, bagaimana Kiara bisa bahagia meski sekarang Kahfi dekat dengannya. Kepalanya jadi pusing memikirkan semua. Selama acara classmeeting, Kiara lebih memilih menjadi seseorang yang paling betah di kelas.

Dia hanya membantu persiapan lomba pagi-pagi dan setelah itu langsung berlari ke kelas sebelum seluruh lomba dimulai. Jajan pun dia memilih nitip pada Mita yang juga tidak sibuk di luar kelas seperti Luna dan Sasya yang menjadi pania di beberapa lomba.

"Raaa tebak Raa siapa yang lagi nyanyii sekarang?" tanya Mita sambil berlari heboh.

Kiara yang sedang asik tidur jadi terganggu dan menatap malas. "Siapa? paling anak kelas sebelah kan? gue juga tau Mit kalau disana ada vokalis band."

"Bukan!!! itu yang nyanyi Adrian!! gilaa tuh anak ternyata suaranya bagus!" ucap Mita.

Kiara melebarkan matanya, dia langsung berlari keluar kelas. Menatap ke arah panggung yang sudah dipenuhi sebagian siswa sekolah ini. Dari jaraknya berdiri, dia bisa melihat Adrian sedang bernyanyi sambil memainkan gitar.

"Gue yakin tuh lagu buat lo," bisik Mita.

"Sembarangan!" jawab Kiara. Dia langsung memilih untuk kembali ke kelas untuk tidur. Tidak benar-benar tidur karena sebenarnya dia masih memikirkan banyak hal.

Ponsel dimejanya berdering. Kiara menatap layar kotak itu. Ketika nama Kahfi muncul, hati Kiara mulai menghangat. Rasanya dia kembali tenang. "Yaa Kak?" jawabnya.

"Gimana acara classmeet?"

"Lancar Kak," jawab Kiara.

"Bagus, salam buat yang lain. Oh bisa sekalian bilang ke wali kelas Fiona? dia sakit, ini gue lagi di rumahnya."

Kiara menelan salivanya. Sedikit kecewa mendengar Kahfi sangat perhatian pada Fiona. Ohh Fiona yang beruntung. "Hmm yaudah Kak nanti aku sampein. Udah yaa Kak? aku harus urusin lomba."

"Oke jangan lupa sholat Zuhur sebentar lagi adzan," pesan Kahfi sebelum menutup teleponnya.

Kiara langsung kembali menjatuhkan kepalanya di meja. Cemberut kesal membayangkan Kahfi sedang ngobrol akrab dengan Fiona. Dia pikir setelah lulus Kahfi jadi jarang bertemu dengan Fiona. Ternyata sama saja.

Benar-benar menyebalkan.

Pulang sekolah, Kiara langsung pergi ke ruang OSIS. Dia berjalan melewati lapangan dengan kepala menunduk. Kakinya sesekali menendang kerikil-kerikil kecil. Jujur dia mulai lelah dengan kegiatan pengurus OSIS. Belum lagi nanti saat libur dia juga harus rapat untuk acara MOS siswa baru.

Kepala Kiara mendongak saat mendengar suara Adrian sedang bicara dengan teman-temannya. Gawat, dia padahal berusaha untuk tidak berpapasan dengan cowok itu. Melihat Adrian dari dekat, membuat Kiara bisa melihat wajah kurang tidur itu.

Adrian belum menyadari keberadaan Kiara karena terlalu asik mengobrol sampai kepalanya menoleh dan melihat Kiara berdiri canggung. Hanya sebentar, Adrian langsung mengalihkan pandangannya dan berusaha asik dengan obrolan tadi. Kiara sadar, Adrian menuruti keinginannya.

Kiara mengangguk takzim, ini memang yang terbaik untuk mereka. Nanti setelah Adrian sudah berhasil mendapatkan cewek lain, barulah dia bisa minta maaf untuk semuanya. Dia benar-benar berharap Adrian bisa mendapatkan perempuan yang baik, karena Adrian juga baik.

☁️☁️☁️

S

ee you in the next chapter ❤❤❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro