Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 36 - Pemutar Waktu

Holaaa, aku balik lagi. Sebentar lagi waktu berbuka. Selamat berbuka bagi yang menjalankan ibadah puasa.

Jangan lupa follow ig @indahmuladiatin untuk tahu updatean

Happy reading guys! Hope you like this chapter

☁️☁️☁️

Semua siswa sekolah Garuda sedang disibukan dengan pekan ulangan. Tempat yang ramai dikunjungi adalah perpustakaan. Selain karena cocok untuk belajar, tempat itu juga punya fasilitas yang lumayan lengkap. Disetiap mejanya ada kamputer yang sudah menyambung ke internet.

Dimas menghampiri Kiara yang sejak datang ke sekolah sudah langsung ke perpustakaan. "Ki, sibuk nggak?"

"Apaan sih Dim? Gue mau ulangan Fisika nih, kudu belajar," balas Kiara cuek. Matanya masih menatap buku paket di depannya dengan serius. Malas menanggapi Dimas yang paling cuma iseng. Heran, anak itu harusnya kan belajar, tapi kerjaannya hanya main game dan nongkrong dengan teman-teman.

Dimas mengulurkan tangannya. "Pinjem hp Ki, gue lupa bawa. Mau mabar."

Plak. Kening Dimas langsung terkena pukulan dari Kiara. "Main game terus! Belajar sana! Mabar nggak bikin nilai lo bagus yaa Dim."

"Duh," keluh Dimas cemberut sambil mengusap keningnya. "Galak banget Ki, kayak emak-emak. Gue udah belajar semalem, mana pinjem hp lo!"

"Bohong, kayak nggak tau kebiasaan lo aja kalau nggak main ya molor," balas Kiara sambil mengeluarkan ponselnya dan memberikan pada Dimas. Cowok itu cuma membalas cengiran dan kabur keluar. Mungkin takut kena omel Kiara lagi.

Suara bel membuat Kiara buru memasukan bukunya ke tas dan langsung pergi ke kelasnya. Dia berlari di sepanjang koridor, tapi sesuai kata Dimas, karena kakinya pendek tetap saja dia lama sekali sampai ke kelas.

Di depan kelas, ternyata anak-anak lain masih bersantai. Mona dan Sasya kelihatan asik ngobrol sambil tertawa-tawa. Kiara bertolak pinggang di depan dua sohibnya ini. "Kenapa lo berdua nggak masuk?"

"Eh hehe nunggu lo," jawab Sasya.

"Nunggu gue? Ngapain?" tanya Kiara.

Sasya merangkul bahu Kiara. "Ini kan hari terakhir ulangan, nanti malem kita semua diundang buat acara ulang tahun Fiona."

"Hah masa sih? Gue juga diundang? Gue kan bukan anak-anak hits sekolah, dia biasanya mau ngundang anak hits doang," jawab Kiara.

Mona memutar bola matanya. "Lo nggak sadar aja, lo udah jadi deretan anak hits yang sering diomongin sama anak-anak. Kontrofersi lo selama beberapa bulan emang lumayan."

"Enak aja!" keluh Kiara. "Nggak ah gue males. Mending gue tidur di rumah."

"Eh sama, gue juga mending molor, tos Ra!" balas Mona. Mereka bertos ria. Merasa sehati, sepemikiran.

"Ihh nggak asik deh, pokoknya lo berdua harus ikut dateng!" balas Sasya sambil menggeret tangan Mona dan Kiara ke dalam kelas.

Ulangan Fisika yang memuakan itu dimulai. Beberapa menit awal hanya ada ekspresi serius, lalu berubah menjadi pusing dan terakhir adalah pasrah dan tidak peduli. Kiara angkat tangan. Ini memang pelajaran yang paling dia benci. Masa bodo dengan nilainya nanti. Dia hanya ingin minum air dingin untuk meredakan panas otaknya.

"Udah gila tuh soal, mau bikin gue naik darah turun bero," komentar asal Luna.

Kiara merebahkan kepalanya di meja kantin. No coment. Untung hari ini hanya ada satu pelajaran. Kalau dua, rasanya dia lebih baik kabur saja.

"Kiara yang pinter aja begitu, apalagi gue yang butiran pasir?" tanya Mita.

Mona mengorek kupingnya. "Tinggal remed banyakan bacot."

"Iuuhhhh," balas Sasya dan yang lainnya kecuali Kiara.

Lupakan soal Fisika menyebalkan itu. Sasya muak dan memilih membahas acara malam nanti. Dengar-dengan Fiona akan mengundang beberapa artis yang akrab dengan cewek itu. Yah tidak aneh sih, anak kelas atas seperti cewek itu pasti pergaulannya pun berkelas.

"Gue nggak punya gaun bagus," kata Luna.

Sasya menjentikan jarinya. "Pake yang biasa aja, yang penting layak. Yah elah, kita nggak mungkin kan dilarang masuk gara-gara nggak pake gaun mahal?"

"Iya bener, nggak usah lebay. Nih yang harus ditanyain tuh Mona, lo pake apa Na?" tanya Mita.

Mona yang dipaksa ikut pun mau tidak mau pasrah. "Gue banyak baju, ngapain bingung."

"Ih serius? Pinjem dress lo dong!!" pinta Luna.

"Dress? Kata siapa? Celana jeans sama kemeja gue banyak. Lo mau?" tanya Mona.

Kiara mau tidak mau tertawa mendengar jawaban Mona. Sudah dia duga. Mana mau Mona memakai dress. Daripada disuruh pakai baju yang menurutnya ribet itu, mungkin Mona akan memilih terjun saja ke jurang.

"Salah gue," balas Luna sambil geleng-geleng kepala. "Yaudah gue pake dress kemaren aja deh."

"Lo Ra, mau pake apa?" tanya Sasya.

Kiara mengangkat bahunya. "Liat aja nanti di lemari adanya apa."

"Ckck yaudah lah, btw ini kita mau berangkat bareng apa gimana?" tanya Sasya lagi pada semua.

"Gue bareng doi dong," balas Luna.

Sasya menganggukan kepala. "Sipp sama, gue mau bareng Zidan. Hehe udah berapa minggu gue nggak jalan. Belajar mulu idup gue."

"Gue paling berangkat sendiri," tanggap Mita.

Kiara dan Mona mengangkat tangan. "Bareng aja Mit."

"Heh Ra lo bareng Dimas aja, tuh anak kan juga diundang," kata Sasya. "Lagian brondong lo kalau nggak dijaga bisa diembat tante-tante girang."

"Udah gila, merinding gue dengernya," balas Kiara sambil berjalan ke penjual makanan. Perutnya lapar sekali sekarang butuh diisi karena energinya tadi sudah terkuras.

Saat mengantri di salah satu penjual, dia mendengar beberapa obrolan siswa lain yang ternyata juga membicarakan ulang tahu Fiona. Ternyata banyak yang antusias. Anak yang tidak diundang hanya bisa penasaran dan kesal merasa diasingkan. Beberapa sih cuek saja, toh cuma pesta ulang tahun. Hanya tiup lilin, tepuk tangan, potong kue. Saat kecil mereka sudah sering hadir ke acara begitu.

Kiara berpapasan dengan Nazwa. Cewek itu hanya melirik sekilas lalu berlalu begitu saja. Masih sama seperti terakhir mereka tidak sengaja bertemu di perpustakaan. Nazwa masih marah padanya. Itu wajah, mengingat mungkin Adrian menggunakan narkoba itu juga salahnya karena waktu itu memilih untuk menjauhi cowok itu.

Sungguh, dia sangat paham akan sikap Nazwa sekarang. Kiara cuma bisa menerima, dan berharap dia bisa berbaikan lagi nanti, entah kapan. Karena tanpa dimusuhi pun dia sudah sangat sadar kalau dia cukup bersalah di sini.

"Kak Kiara?"

Sapaan itu membuat Kiara menoleh, senyumnya mengembang melihat Risa datang. "Eh udah keluar? Dimas sama temen-temennya mana?"

"Masih di kelas Kak, paling lagi asik mabar," jawab Risa. "Kenapa bengong di sini Kak? Nggak pesen makanan?"

"Oh udah, ini lagi nunggu. Lo ke kantin sendiri?" tanya Kiara sambil melihat ke arah belakang Risa.

Risa tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Iya, yang lain nggak mau aku ajak."

"Lo beneran dimusuhin gara-gara pas awal deket sama gengnya Dimas?" Kiara jadi kepo tentang Risa. Kasihan sekali kalau tidak punya teman.

"Hem, nggak tau juga. Biarin aja deh, sendiri juga nggak apa-apa," balas Risa dengan senyum kecutnya. "Maaf ya Kak bikin Kak Kiara berantem sama Dimas, anak-anak udah cerita ke aku."

"Oh nggak, itu masalah gue sama Dimas. Lo nggak salah, kalau lo mau gabung sama geng Dimas gabung aja Sa. Daripada sendiri kayak gini, santai aja, gue percaya Dimas," ucap Kiara dengan yakin.

"Thanks ya Kak," balas Risa.

"Alah, ngapain bilang makasih? Sekarang lo gabung sama gue aja, tuh temen-temen gue juga ada di sana. Jangan sungkan, kita semua nggak gigit," kata Kiara dengan cengiran lucunya.

Risa menoleh ke arah meja tempat teman-teman Kiara. Dia cukup tahu kalau pasti teman-teman Kiara masih kesal padanya karena masalah kemarin. Pasti nanti suasananya jadi tidak nyaman. "Hem nggak deh Kak, aku mau makan di ruangan seni aja sekalian ngerjain lukisan di sana."

"Oh oke deh," jawab Kiara sambil mengambil pesanannya. "Yaudah, gue ke sana dulu yaa."

Wajah-wajah kepo menyambut Kiara melihat ada Risa disana. Apalagi tadi Kiara kelihatan akrab dengan cewek itu. Sasya memandang ke arah Risa pergi. "Lo ngomong apa sama dia?"

"Hem? Gue ajak gabung ke sini, kasian sendiri," jawab Kiara santai.

Sasya membuka mulutnya. "Terus?"

"Dia nggak mau," kata Kiara.

"Jelaslah! Bego banget sih lo, dia mana nyaman gabung sama kita, dia kan abis bikin lo sama Dimas hampir putus!" komentar Luna.

Kiara terkekeh geli dan melahap makanannya. Sebenarnya dia sudah melupakan masalah kemarin. Karena dia percaya pada Dimas. Cowok itu tidak akan macam-macam.

☁️☁️☁️

"Jadi bener lo diundang juga?" tanya Kiara pada Dimas.

Dimas merapihkan rambutnya yang acak-acakan karena baru saja bermain basket. "Hem, Fiona siapa sih Ki?"

"Masa sih lo nggak kenal? Semua kan kenal, dia cewek paling hits loh, semua cowok cakep pasti akrab sama dia," jawab Kiara sambil bertopang dagu. Jadi ingat kembali dengan masalah Kahfi dulu. Fiona selalu saja membuatnya kesal.

Kening Dimas berkerut dalam. "Ah nggak, gue nggak kenal. Gue cakep tapi nggak kenal tuh anak."

"Idih pede gile," kekeh Kiara. "Apa nggak usah dateng aja ya Dim? Mager tau."

"Dateng aja, kasian tu undangan dibikin mahal-mahal. Ntar abis dari sana, mau jalan nggak Ki?" tawar Dimas dengan alis terangkat.

Kiara tersenyum simpul dan pura-pura berpikir. "Hem, oke. Di sana bentar aja ya berarti?"

"Siap Non!" kekeh Dimas.

Dimas mengantar Kiara pulang, setelah itu cowok itu juga langsung pulang ke rumah. Nanti jam tujuh malah, dia akan kembali menjemput Kiara untuk datang ke acara ulang tahun Fiona. Kalau cuma sebentar di sana, Kiara pikir itu bukan masalah. Yah hitung-hitung menghargai undangan yang sudah diberikan.

Di rumah, Kiara langsung mandi dan merebahkan dirinya. Dia tidak terlalu memikirkan akan pakai baju apa nanti. Yaa lagipula, dress yang dia punya hanya sedikit. Tidak perlu sampai pusing tujuh keliling memilih yang pas.

Kalau bisa dia ingin pakai celana jeans agar lebih nyaman. Sayang ini acara formal. Paling hanya Mona perempuan yang memakai jeans malam nanti. Kalau sampai ada yang berani berkomentar tentang gaya berpakaian Mona, Kiara yakin orang itu sudah berani bonyok.

Jam setengah tujuh, barulah Kiara mempersiapkan diri. Dia menggunakan dress putih tulang sepanjang lutut. Dibiarkan rambutnya tergerai bebas. Hanya dihias satu jepit rambut yang cantik, hadiah dari Adrian. Dia terkekeh kecil mengingat cowok itu memujinya cantik saat prom night. Katanya gaun ini pas sekali untuknya.

Ponselnya yang diletakkan dimeja bergetar, panggilan masuk tidak dikenal. Kiara mengabaikannya. Paling hanya dari orang iseng. Biasanya kan begitu. Menawarkan asuransi atau apalah.

Dia kembali merapihkan riasan wajahnya yang dibuat senatural mungkin ini. "Hem, udah cukup."

"Raa, itu Dimas udah nunggu di depan!" teriak Lion.

"Iya Bang," balas Kiara sambil buru-buru mengambil tas kecilnya dan memasukan ponsel ke dalam. Dia berlari menuruni tangga. "Mama, Abang.. Kiara berangkat dulu yaa."

"Iya, jangan pulang malem-malem ya," pesan mama.

Di luar rumah, sudah terparkir mobil pajero sport berwarna hitam. Itu mobil yang selalu ada di garansi rumah Dimas. Tumben cowok itu tidak menggunakan motornya. Dimas bersandar di kap mobilnya sambil memainkan ponsel.

"Kemana motor lo?" tanya Kiara.

Dimas mengenakan kemeja biru muda panjang yang lengannya digulung sampai siku. "Eh Kak, cantik amat mau kemana?"

"Cih jangan godain kakak ya dek," balas Kiara sambil mengibaskan rambutnya.

Dimas tertawa geli san mengusap puncak kepala Kiara. "Masa udah cakep begini pake motor."

"Terus lo diizinin bawa ni mobil sama Tante Alya?" tanya Kiara kepo.

Kepala Dimas mengangguk. "Kan dipake buat nganterin pacar kesayangan, boleh dong. Udah ayo naik, anak-anak udah pada di sana."

"Nggak mau bukain pintu buat gue?" tanya Kiara.

"Mau, sekalian gue bopong masuk ke dalem mobil, mau juga?" tanya Dimas.

Kiara cemberut kesal dan memukul bahu Dimas lalu berjalan masuk ke mobil. Dasar, cowok itu selalu berhasil membuat pipinya memanas bersemu merah. Padahal jelas itu cuma candaan.

☁️☁️☁️

Di sana ternyata memang sudah ramai. Dimas menggenggam tangan Kiara, mengajaknya melewati kerumunan yang memperhatikan mereka. Beberapa dengan tatapan iri, tetap saja. Masih belum bisa percaya kalau Dimas memilih Kiara diantara banyaknya cewek cantik di sekolah mereka.

Kalau cewek itu adalah Siska, cewek paling cantik di angkatan Dimas, mereka masih bisa terima. Ini Kiara, yang bahkan awalnya tidak ada yang kenal dia kecuali teman sekelasnya. Benar-benar tidak adil.

Kiara yang sudah biasa cuma bisa memasang wajah cuek. Bodo amat mereka berpikir apa saja. Mau pakai guna-guna, santet, susuk. Terserah mereka. Kalau perlu dia pura-pura saja memberikan rekomendasi dukun handal.

Sasya melambaikan tangannya agar Kiara bergabung. Di sana semua sudah datang. Tinggal Kiara dan Dimas. Ini gara-gara Dimas, cowok itu mampir ke mini market untuk membeli makanan ringan. Katanya perutnya lapar karena sejak tadi siang belum makan.

"Lama amat sih lo berdua," komentar Luna.

Kiara menunjuk Dimas. "Nih gara-gara ni bocah, dia kelaperan."

"Hehe namanya kebutuhan perut Ki, nggak bisa ditunda," jawab Dimas dengan cengiran polosnya. "Mana yang namanya Fiona? Udah pada ke dia?"

"Belom, santai aja dulu," kata Sasya.

Setengah jam mereka ngobrol sambil menikmati makanan yang ada di sini. Lumayan juga rasanya, Mona bahkan tidak berhenti makan. Meski sejak tadi Angga terus meledeknya.

Karena sudah cukup lama, mereka akhirnya menghampiri Fiona yang ternyata sedang ngobrol dengan Kahfi. Kiara tersenyum menyapa Kahfi yang sudah lama tidak dia lihat. Cowok yang pernah dia sukai cukup lama. Benar juga, Kahfi sudah pasti datang ke acara Fiona. Dia bahkan tidak memikirkan itu.

"Kiara?" Sapa Kahfi. "Apa kabar?"

"Baik Kak, Kakak apa kabar? Gimana kuliahnya?" tanya Kiara basa-basi.

Kahfi tersenyum manis menatap penampilan Kiara yang tidak seperti biasanya. Menyesal saat itu tidak datang ke acara prom night dimana Kiara datang untuknya. "Lancar, lo sendiri gimana persiapan ujiannya?"

"Hem? Lancar juga," jawab Kiara.

Tangan Dimas merangkul bahu Kiara. "Duh nostalgia, gue dicuekin."

Kiara memutar bolamatanya, dia memukul tangan Dimas yang merangkulnya. "Malu tau Dim!"

"Kalian berdua beneran pacaran?" tanya Kahfi.

Fiona yang sejak tadi memperhatikan langsung merangkul tangan Kahfi. "Iya Kak, kan aku udah bilang. Hebat ya Kiara bisa dapetin Dimas?"

"Ahh nggak juga, kesannya Kiara yang ngejar. Padahal gue yang deketin dia mulu," jawab Dimas santai. "Pada kemakan gosip sih, tanya faktanya dong. Kia nggak pernah ngejar gue tuh. Yaa nggak Ki?"

Kiara menahan senyumnya dan tidak menjawab pertanyaan itu. Tidak penting. Dia tidak butuh menjelaskan itu pada orang-orang yang tidak menyukainya. Karena percuma saja.

Tangan Dimas kembali menggenggam tangan Kiara. "Yaudah, gue sama Kia mau ngucapin selamat ulang tahun. Sorry ya Fiona, kita pamit dulu. Mau ada acara lagi."

"Eh kenapa sebentar doang? Kan belum acara inti?" tanya Fiona.

"Kita sibuk, thanks undangannya," jawab Dimas.

☁️☁️☁️

Kiara dan Dimas sama-sama tertawa di dalam mobil melihat wajah kesal Fiona. Sebenarnya Kiara tidak enak juga, tapi rasanya dia juga masih kesal pada cewek itu. Fiona yang selalu merasa kalau dirinya bisa melakukan apa saja.

"Jadi kita mau kemana?" tanya Dimas.

"Emm kemana yaa? Jalan kemana yaa terserah deh, gue ikut aja," jawab Kiara.

Dimas pura-pura berpikir. "Keluar angkasa mau?"

"Mau!!" jawab Kiara semangat.

Keduanya kembali tertawa. Waktu-waktu bersama Dimas memang tidak pernah membosankan. Kiara bisa tertawa lepas dan melupakan sedikit bebannya. Dalam mood apapun, Dimas selalu berhasil membuatnya tersenyum.

Di cafe yang berada dekat dengan mall besar, Dimas mengajak Kiara untuk mampir. Katanya di sini menunya enak dan unik. Suasananya memang bukan jenis cafe instagramable seperti cafe-cafe jaman sekarang. Tapi siapa yang peduli, toh Kiara juga tidak terlalu suka foto.

Setelah memesan makanan, Dimas mengeluarkan kotak berwarna biru tua dan memberikannya pada Kiara. Senyumnya mengembang manis. Hadiah yang sudah dia siapkan jauh hari akhirnya bisa diberikan.

"Buka deh Ki," kata Dimas.

Kiara mengambil kotak itu dan membukanya. Di sana ada anting yang bentuknya planet saturnus berwarna biru yang indah sekali. "Yaampun Dim! Cakep banget antingnya!"

"Suka?" tanya Dimas.

"Suka lah! ini buat gue?" tanya Kiara.

"Yaiyalah Kia, masa gue yang pake," balas Dimas.

Kiara terkekeh geli dan langsung memakai anting itu. "Gimana? Bagus nggak?"

"Hem, cantik," balas Dimas. Mata itu menyorot hangat. Membuat Kiara kembali tersipu malu. "Jangan dilepas ya?"

"Hemm, thanks yaa. Gue suka. Eh tapi Dim, kenapa ngasih gue hadiah? Gue nggak ulang tahun," tanya Kiara. Dalam rangka apa cowok ini memberikannya hadiah.

Dimas bertopang dagu. "Iseng aja, gue liat ada yang bagus, yaudah beli buat lo."

"Emm masaaa?" tanya Kiara. Ponselnya kembali berdering. Kali ini panggilan masuk dari Zidan. "Ck pasti tu anak disuruh Sasya buat telfon gue. Males banget kalau harus balik ke acaranya Fiona."

"Kenapa temen-temen lo pada betah?" tanya Dimas.

Kiara mengangkat bahunya. "Mungkin mau liat artis yang dateng siapa."

Lagi-lagi ponsel Kiara berdering, mulai dari Zidan, Sasya, Luna, Mita bahkan Mona. Kiara mengerutkan keningnya. Kenapa sih dengan sohib-sohibnya ini. "Bentar deh Dim, gue angkat dulu."

"Hem."

"Yaa Sya, kenapa sih? gue kan udah bilang mau pergi sama Dimas," kata Kiara langsung.

"Ra lo dimana? Cepet ke rumah sakit harapan sekarang!" balas Sasya.

"Ngapain Sya? ada apaan sih? Jangan bikin gue panik dong!" balas Kiara.

Helaan nafas Sasya terdengar di seberang. Membuat ketegangan makin bertambah. Kiara menggigit bibirnya. "Sya, kenapa diem?"

"Ra," panggil Sasya pelan. "Mending lo ke sana dulu, gue sama yang lain udah di sini."

Ada yang tidak beres, itu sudah pasti. Siapa yang ada di rumah sakit. Kenapa perasaannya sangat tidak enak. Kiara menatap Dimas yang sedang menunggunya buka suara. "Kita ke rumah sakit harapan sekarang Dim, anak-anak nunggu di sana."

☁️☁️☁️

Selama menyetir, satu tangan Dimas menggenggam tangan Kiara yang mendingin. Dia berusaha menenangkan Kiara yang terlihat sangat panik, bahkan sudah akan menangis meski belum tahu siapa yang dirawat di sana.

"Dim, gue takut. Apa yang bakal nyambut gue di sana," ucap Kiara dengan suara gemetar.

Dimas menghela nafas panjang. "Tenang Kia, ada gue. Lo jangan mikir yang aneh-aneh yaa. Sebentar lagi kita sampe."

Baru saja mereka tertawa-tawa, sekarang suasananya jadi mencekam. Kiara cuma bisa menahan diri untuk tidak menangis. Siapapun yang ada di sana nanti, semoga keadaannya baik-baik saja.

Sampai di rumah sakit, Kiara kembali menelepon Sasya. Sahabatnya itu menjemput di area parkir. Wajah keruh itu membuat Kiara makin khawatir.

Ternyata tempat yang dituju adalah IGD rumah sakit. Kiara menatap teman-temannya yang terduduk dengan wajah syok. Saat menoleh ke sudut ruangan, dia melihat Nazwa menangis sambil terduduk.

"Syaa, siapa yang di dalem?" tanya Kiara.

Sasya meneteskan airmatanya dan memeluk Kiara. "Raa, Adrian udah nggak ada."

"Hah?" tanya Kiara. Dia buru-buru melepaskan pelukan Sasya. "Sya, nggak lucu. Jangan bercanda begitu!"

Mendengar itu Dimas juga sama kagetnya. Matanya menatap pintu yang masih tertutup itu. Tubuhnya terhuyung ke belakang membentur dinding. Inikah makna dari pesan Adrian hari itu.

"Sya! Gue nggak suka yaa bercandaan lo!" kata Kiara sambil terisak kecil. "Mana Adrian?"

Nazwa bangkit dari duduknya dan menghampiri Kiara. Tanpa semua orang duga, dia menampar keras pipi Kiara. "Lo pikir hal begini bisa jadi bercandaan? Gue tampar lo biar lo nggak nanya juga ini mimpi atau bukan. Adrian udah nggak ada, dia mati! Puas lo!"

"Kia!" Dimas menghampiri Kiara.

Kiara menatap nanar Nazwa. Dia menghempaskan tangan Dimas yang menyentuh bahunya. "Kenapa?" lirihnya.

"Terakhir gue liat dia, dia masih sehat. Adrian kenapa?!" tanya Kiara.

Nazwa memejamkan matanya menahan airmata yang sejak tadi terus menetes. Sebenarnya dia juga masih belum percaya Adrian pergi untuk selamanya. Sore tadi dia masih menelepon cowok itu.

"Over dosis," balas Nazwa. "Dia milih nyerah, dia-" ucapannya tidak bisa dilanjutkan karena dia tidak kuat. Hanya tangis yang menggambarkan kehancurannya saat ini.

Over dosis, belum cukup mengejutkan, berita ini makin membuat Kiara tidak sanggup untuk berdiri. Dia terduduk. Astaga, apa ini. Kenapa begini. Kenapa Adrian memilih jalan itu. Matanya menatap nanar pintu itu. Bolehkah dia memutar waktu, bisakah dia kembali dimana dia bisa kembali bercanda dengan Adrian.

"Adrian?" panggil Kiara lirih.

☁️☁️☁️

See you on the next chapter 🤗🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro