BAB 28 - Masalah
Hola, selamat malam. Menemani malam ini, Kiara dkk hadir.
Terima kasih ucapan dan doanya. Alhamdulillah wisudaku lancar 😍❤
Jangan lupa vote dan koment untuk dukung cerita ini 😊 Follow ig @indahmuladiatin
Happy reading guys! Hope you like this chapter ❤❤❤
☁️☁️☁️
Liburan selama dua minggu itu akhirnya berakhir. Kiara sudah puas jalan-jalan, mulai dari ke villa, setelah pulang dia juga jalan bersama sahabat-sahabatnya, atau dengan Dimas. Kadang dia juga memilih main ke toko kue milik tante Alya. Seharian di sana melihat pembuatan kue-kue.
Sekarang semua kembali ke rutinitas semula. Hari yang lebih sibuk. Setelah pulang sekolah pun masih ada pendalaman materi untuk persiapan ujian. Belum lagi dia juga mengikuti les. Luar biasa.
Hari pertama masuk, mereka sudah disambut oleh mata pelajaran fisika. Menyebalkan sekali. Gurunya pun tidak ragu memberikan beberapa soal. Katanya kalau habis liburan pasti otak masih fresh, jadi tidak masalah kalau harus mengerjakan lima belas soal fisika. Rasanya mau pura-pura pingsan saja.
Jam istirahat pertama seperti biasa Kiara mencari tempat tenang untuk mengerjakan soal. Di tangga dekat gudang ternyata tidak bisa karena sedang ada perbaikan. Akhirnya dia memutuskan pergi ke taman belakang. Di sana pasti sepi, mana ada yang mau ke taman belakang yang tidak ada apa-apanya.
Kiara berjalan riang, langkah ringannya terhenti melihat Adrian sedang duduk sendirian dengan mana terpejam. Senyumnya mengembang, dia memelankan langkah dan duduk di samping cowok itu.
Tangannya bergerak di depan wajah Adrian.
"Dasar, kebiasaannya nggak pernah ilang," ucap Kiara sambil tersenyum geli.
Tatapannya menelusuri wajah Adrian yang seperti agak pucat. Pasti akhir-akhir ini Adrian sedang banyak pikiran sampai tubuhnya juga mengurus. Mungkin urusan perceraian orangtua cowok ini belum selesai.
Mata Adrian terbuka, membuat Kiara kaget dan reflek mundur. Pijakan tangannya tidak seimbang hingga tidak bisa menahan bobot tubuhnya. Matanya terpejam, sudah pasrah kalau kepalanya akan membentur tanah. Semoga tidak ada batu, kalau sampai iya, sial sekali nasibnya.
Adrian langsung merangkul tubuh Kiara, tapi karena dirinya juga baru bangun, tenaganya pun belum terkumpul. Mereka akhirnya sama-sama terjatuh. Setidaknya tangannya berhasil melindungi kepala Kiara dari benturan.
Kiara dan Adrian sama-sama kaget. Mata Kiara melebar maksimal, menatap Adrian yang wajahnya sangat dekat dengannya. Dia berdeham karena posisi ini sangat tidak nyaman.
"Sorry," kata Adrian sambil membantu Kiara bangun.
Kiara meringis kecil dan membersihkan sikunya yang terkena goresan batu. "Bikin kaget aja sih!"
"Mana sini gue liat tangannya," kata Adrian. Dia meniup luka itu. Matanya menghindar dari tatapan Kiara karena kejadian tadi. "Lo ngapain muncul tiba-tiba?"
Kiara mengangkat buku yang tadi dia bawa. "Mau ngerjain fisika, nggak ada tempat tenang jadi gue ke sini. Lo sendiri ngapain?"
"Hemm? gue ngantuk," jawab Adrian buru-buru. Tangannya kembali mengusap siku Kiara yang terluka. Setidaknya bukan kepala cewek ini yang terbentur.
Kiara menggelengkan kepala, dia menarik tangan Adrian yang tadi digunakan untuk melindungi kepalanya. Tangan itu luka, masih sempat menanyakan sikunya yang hanya tergores sedikit. Dia mengeluarkan saputangan dan menutup luka itu.
"Maaf gue ganggu lo tidur," kata Kiara.
Adrian mendengus pelan dan kembali menyandarkan punggungnya ke dinding. Matanya kembali terpejam menikmati angin siang ini. Sepertinya sebentar lagi akan hujan.
"Apa kabar? gue sering liat lo di kantin tapi nggak bisa nyapa, takut lo nggak nyaman," kata Kiara.
Adrian menghela nafas panjang. "Baik, sori gue nggak nyapa, tapi mending gini. Gue sama lo emang nggak bisa kayak dulu."
"Gara-gara ada Dimas?" tanya Kiara hati-hati.
Kali ini Adrian tertawa, matanya kembali terbuka. "Gimana hubungan lo sama Dimas? dia nggak bikin lo kesel kan?"
"Dia bikin gue kesel terus, setiap hari kita berantem. Pokoknya ada aja yang dia sengaja lakuin buat bikin gue marah," kata Kiara berapi-api. Kepalanya menoleh pada Adrian yang sedang menatapnya. "Lo tau waktu dia bilang mau jadi pacar gue, gue bilang apa sama dia?"
Kiara tersenyum dan mengubah posisi duduknya agar menghadap Adrian. "Gue bilang gue nggak bisa jauh dari lo, lo sahabat gue, gue pikir Dimas bakal nyerah, tapi dia nggak begitu. Dimas setuju, padahal gue tau dia kesel sama lo."
"Oh iya terus waktu lo mukulin Dimas, tau nggak kenapa dia nggak bales?" tanya Kiara lagi. "Dia nggak mau bikin gue nangis, katanya kalau dia mukul lo pasti gue nangis. Ajaib kan? dia juga yang nyaranin gue buat temuin lo langsung pas gue khawatir sama lo."
☁️☁️☁️
Adrian hanya bisa diam mendengar cerita dari Kiara tentang Dimas. Fakta yang membuatnya agak kaget. Dia jelas tahu kalau anak itu sangat tidak suka pada dirinya. Tapi kenapa Dimas justru menyarankan Kiara untuk menghampirinya.
"Dia bilang dia nggak mau buat gue sedih, dan gue ngerasa dia emang nggak pernah mau bikin gue sedih," kata Kiara dengan pandangan menerawang.
Adrian menghela nafas, senyumnya mengembang. Bukan seperti dirinya yang memaksakan perasaannya pada Kiara. Bodoh, tindakan-tindakannya selama ini justru bukan menunjukan perasaannya. Selama ini dia hanya egois, tidak memikirkan bagaimana perasaan Kiara. Dia justru sering membuat Kiara sedih.
"Gue nggak salah ngelepas lo ke dia," kata Adrian.
Kiara tertawa dan bersedekap. "Gue harap lo sama Dimas bisa temenan."
"Oh kalau itu gue nggak bisa," jawab Adrian menolak. Dia berpura-pura tidur, tapi tidak bisa menahan senyumnya karena Kiara terus merajuk. "Mana mau gue temenan sama anak tengil begitu."
"Oh iya gue setuju sih, Dimas emang tengil," kata Kiara disusul tawa keduanya.
Kiara ikut bersandar pada dinding. Menikmati angin sambil memejamkan mata. Lupakan tentang tugas fisika menyebalkan itu. Dia senang karena bisa bercanda dengan Adrian lagi.
Tangan Kiara menyentuh lipatan siku Adrian yang waktu itu dia lihat. "Masih belum boleh nanya ini?"
"Nggak," jawab Adrian sambil menjauhkan tangan Kiara. "Kalau lo bahas ini, gue nggak mau ngomong sama lo lagi."
Kiara mendengus kesal tapi kepalanya mengangguk. Dia tidak pernah mau mengusik privasi orang lain. Mungkin memang Adrian tidak ingin berbagi dengan siapapun tentang tangannya itu.
Bel berdering menghentikan obrolan Kiara dan Adrian. Keduanya kembali ke kelas masing-masing. Adrian mengantar Kiara sampai ke depan kelas. Tidak peduli dengan pandangan penasaran dari anak-anak lain.
"Belajar yang bener," pesan Adrian.
Kiara terkekeh geli dan memukul pelan bahu Adrian. "Gue yang harus bilang begitu, udah sana! jangan bolos lagi."
"Sipp, emm Ra," Adrian mendekatkan dirinya dan berbisik pelan. "Dimas liat gue sama lo, kayaknya tuh anak kepalanya berasep."
Mata Kiara melebar dan langsung menjauh dari Adrian. "Mana?"
Adrian mengangkat bahu, cuek. "Bye Ra, bukan salah gue ya kalau lo sama tuh anak berantem."
"Adrian!" rengek Kiara. Disambut tawa oleh Adrian.
Benar, sekarang tidak ada yang lebih pantas untuk Kiara selain Dimas. Adrian tersenyum di balik dinding. Senyum yang berubah jadi rintihan. Dia berusaha menahan nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Mulai lagi, tubuhnya mulai memberontak.
☁️☁️☁️
Kiara menghampiri Angga yang sedang asik makan dengan Dirga dan Danu. Tidak ada Dimas sekarang. Apa karena tadi cowok itu tidak mau ke kantin. Apa iya Dimas mau kelaparan karena kesal.
"Nyari Dimas Kak?" tanya Dirga basa-basi.
Danu memukul kepala Dirga. "Pake nanya! ya kali Kak Kiara nyari kadal buntung kayak lo."
"Ck bacot lo pada!" damprat Angga sampai dua orang itu diam. Waktu itu yang uring-uringan Dimas. Sekarang Angga. Sejoli ini ternyata kompak kalau sedang marah. Semua kena damprat.
Angga menoleh pada Kiara. "Si Dimas lagi anterin anak baru ke ruang guru. Bentar lagi juga nyusul ke sini."
"Anak baru?" tanya Kiara.
"Ada anak baru di kelas, cewek cantik imut, pemalu," kata Dirga.
Danu mengangguk setuju. "Modus tuh anak, gue kan juga bisa anter."
"Yee kalo lo yang anter dia bisa sawan, kasian anak orang," jawab Dirga sambil geleng-geleng kepala. "Eh tapi dia mirip siapa yaa, gue nggak asing sama sifatnya."
"Mirip Kiara," kata Angga santai.
Kiara mengerutkan keningnya, dia makin penasaran dengan anak baru itu. Maksusnya sama dengannya itu apa, anak-anak ini sama sekali tidak bisa diandalkan. Selalu saja bercanda kalau ditanya. Kadang dia ingin menjitaki kepala para bocah ini.
"Wah bahaya, saingan terberat nih," kata Dirga dengan tawa gelinya.
"Waspada Kak, Dimas bisa main-main," susul Danu.
Kiara cemberut kesal dan memukul kedua lengan teman Dimas itu. "Udah sana makan!" Dimas dan teman-temannya memang selalu menyebalkan.
Sampai makanan mereka hampir habis, Dimas belum datang juga. Mungkin urusan di ruang guru belum selesai. Kiara berdiri untuk kembali ke meja teman-temannya. Dia kan belum makan, nanti juga Dimas akan ke sini.
"Eh tuh Dimas Kak," kata Dirga.
Kiara menoleh, melihat Dimas yang sedang berjalan dengan murid baru. Yaa Kiara memang tidak pernah melihat wajah itu. Ternyata Dirga dan Danu benar, cewek itu cantik. Bahkan Dimas seperti sangat melindungi cewek itu dari tatapan-tatapan murid lain.
"Wah liat nih yang abis modus, padahal pacarnya udah nunggu dari tadi," ledek Dirga.
Kiara mendengus geli. "Yaudah gue makan dulu deh, nanti aja ngobrolnya."
"Ini siapa? kayaknya bukan anak kelas kita," tanya cewek itu.
Dimas menatap Kiara dengan ekspresi kesalnya. Pasti karena tadi melihat Kiara jalan dengan Adrian. "Nggak tau, nggak kenal."
"Idih," kata Kiara. Beginilah kalau Dimas sedang kesal.
Angga menggenggam tangan Kiara, membuat Dimas melotot kesal. "Ini pacar gue, cantik kan?"
"Woy! lepas tuh tangan!" omel Dimas sambil menarik Kiara agar berdiri di sampingnya. Tangannya membersihkan tangan Kiara yang tadi digenggam Angga.
"Tadi katanya nggak kenal," cibir Angga sambil melanjutkan makan yang tertunda.
Dimas mendengus kesal dan beralih pada si anak baru ini. "Kenalin Sa, ini Kia pacar gue."
"Pacar?" tanya cewek dengan poni sejajar itu. Mata bulat yang jernih itu mengerjap. Kepalanya mengangguk dengan senyum ramah. "Hai, gue Risa anak baru di kelas Dimas."
"Oh iya tadi temen-temennya Dimas udah cerita, gue Kia anak kelas duabelas," balas Kiara dengan senyum tidak kalah ramahnya. Dia senang punya teman baru.
"Hah kakak kelas?" tanya Risa. "Yaa ampun maaf Kak, aku kira seumuran."
"Hehe santai aja, nggak usah canggung. Temen-temennya Dimas juga bakal jadi temen gue kok," kata Kiara.
Risa tersenyum dan menganggukan kepalanya. Dia duduk di samping Dirga dan melihat ke stand makanan yang antriannya mulai sedikit karena anak-anak sudah mulai makan. "Di sini makanan yang enak apa yaa?"
"Semua enak kalau laper," jawab Dimas yang menyusul duduk di samping Risa.
Risa terkekeh geli dan mengangguk setuju. "Lo mau makan apa? gue traktir deh, kan daritadi lo udah nemenin gue."
Kiara mengerutkan keningnya, Dimas ini tidak niat untuk bertanya masalah tadi. Apa cowok ini tidak peduli. Bagus sih, lagipula kan Dimas tahu kalau dia dan Adrian cuma bersahabat. Tahu begitu dia pesan makanan saja sejak tadi, tidak perlu menunggu Dimas, dia kan lapar.
"Mau kemana?" tanya Dimas sambil menarik tangan Kiara yang baru saja akan kabur.
"Pesen makan," jawab Kiara.
Dimas menghela nafas panjang. "Duduk sini, mau pesen apa? biar gue yang jalan."
"Gue ikut, sekalian liat-liat," kata Risa.
Kiara berpikir sebentar, apa makanan yang bisa cepat habis tapi membuat perutnya kenyang. Dia ingin segera kabur ke kelas karena ada tugas. "Roti aja kali ya, biar gue makan di kelas."
"Nggak, tadi pagi lo belum sarapan kan?" tanya Dimas.
Kiara akhirnya memesan makanan yang sama dengan Dimas. Daripada bingung mau makan apa. Sambil menunggu, Kiara membuka ponselnya. Dia membuka sosial media.
Notifikasi pesan masuk dari grup terdengar. Ternyata para sahabatnya sedang asik bergosip di grup. Kiara langsung menoleh dan matanya menyipit. Jelas saja, karena saat ini bahan gosipnya adalah dirinya sendiri.
Mereka sedang membahas anak baru yang tadi jalan dengan Dimas. Mungkin sebagian murid yang melirik Dimas juga sedang membicarakan ini. Meski tidak pernah mengumungkan hubungan mereka, tapi semua juga akan tahu kalau Kiara dan Dimas pacaran.
Dimas kembali ke meja dengan membawa nampan berisi tiga piring nasi goreng. Kiara langsung berdiri dan mengambil nasi goreng itu. "Gue makan sama temen-temen gue yaa, ada obrolan urgent."
"Obrolan apa?" tanya Dimas.
Kiara menunjukan cengirannya. "Urusan cewek, biasa lah."
"Nggak mau jelasin yang tadi?" tanya Dimas.
"Nggak, lo kan udah tau jawabannya," jawab Kiara. Dia mengusap pipi Dimas, membuat teman-teman cowok itu melongo. Tumben Kiara manis pada Dimas. "Nanti gue balik sama anak-anak yaa, semangat latihan basketnya!"
☁️☁️☁️
Kiara bergabung dengan teman-temannya dan langsung menatap mereka dengan tajam. "Kenapa pada ngomongin Dimas sama dia sih?"
"Yaa lo liat aja tuh cewek nempel sama Dimas. Terus lo nggak liat cowok lo enjoy aja, biasanya sama Siska aja dia risih," kata Sasya.
Kiara melirik Dimas, melihat cowok itu sedang asik ngobrol dengan Risa. Perasaan tidak ada yang aneh. Mungkin kalau dengan Siska, Dimas risih karena Siska itu menyebalkan. Kalau Risa, dia asik, ramah dan baik.
"Jangan-jangan Dimas udah bosen sama lo Ra, duh emang hubungan tuh manisnya di awal doang," kata Luna prihatin.
Kiara cemberut kesal dan mulai memakan makanannya. Pasti mereka sekarang cuma meledeknya. Dimas mana mungkin begitu. Iya kan, benar kan dugaannya. Tapi kalau sampai Dimas suka Risa, dia harus bagaimana. Lagi-lagi dia melirik Dimas dan Risa. Kata Angga, Risa mirip dengannya. Apanya yang mirip, dari segi wajah sudah pasti Risa lebih cantik.
"Udah jangan diliat mulu," kata Mona. "Apa mau langsung gue hajar aja si Dimas?"
"Aishh ini anak, gue nggak mikir apa-apa," kata Kiara.
☁️☁️☁️
Berhari-hari intensitas bertemu antara Kiara dan Dimas makin berkurang. Selain Kiara yang sibuk dengan belajar, Dimas juga sedang sibuk persiapan event basket selanjutnya. Bahkan cowok itu sering keluar sekolah karena ada pertandingan di luar.
Gosip kembali beredar, Kiara dan Dimas digosipkan putus karena orang ketiga. Kiara merinding geli mendengar gosip itu. Bahkan Dimas juga tertawa geli mendengar gosip-gosip tentangnya.
Setiap istirahat sekolah, Kiara dan Dimas memang makan di meja masing-masing. Itu karena Kiara malas menjadi tontonan setiap makan. Lagipula sekarang kan ada Risa yang bergabung dengan geng Dimas. Kursinya tidak akan cukup.
Kata teman-teman Dimas, sejak awal masuk, Risa memang sering digoda murid cowok dan Dimas yang melindungi cewek iti. Karena itu Risa jadi dekat dengan Dimas dan ikut gerombolan Dimas. Mereka bilang, sikap Risa itu sama seperti Kiara. Cuek pada murid lain, pemalu, dan agak pendiam. Pokoknya mereka menduga kalau Dimas nyaman dengan Risa karena cewek itu punya kepribadian yang tidak jauh dari Kiara.
Sore ini setelah pulang dari pendalaman materi, Kiara dan teman-temannya menonton pertandingan persahabatan antar tim basket sekolah ini dengan SMA Perwira. Sekolah ini sudah ramai, seperti biasa, pertandingan basket selalu menarik. Khususnya untuk para cewek yang mengincar anak-anak basket.
Di pinggir lapangan ada Dimas yang sedang berdiskusi dengan rekan tim basketnya. Cowok itu kelihatan sangat keren seperti biasa. Kiara mau menghampiri Dimas tapi langkahnya terhenti karena Risa juga datang dan memberi minuman pada Dimas.
Kiara menyipitkan matanya, kenapa sekarang dua orang itu kelihatan lebih dekat. Apa ini cuma perasaannya saja karena selama ini Dimas memang tidak punya teman dekat perempuan. Kepalanya menggeleng, tidak boleh berpikir macam-macam.
Karena sudah ada Risa yang menemani Dimas, Kiara memilih untuk kembali ke teman-temannya. Duduk di antara anak-anak yang juga menunggu pertandingan dimulai. Pertanyaan dari Sasya diabaikan Kiara karena dia sibuk menatap Dimas dan Risa.
Beberapa hari ini dia tidak pernah menemani Dimas latihan. Apa selama itu Risa yang menemani Dimas. Kenapa Dimas tidak cerita apa-apa padahal setiap malam cowok itu menelfonnya. Kenapa harus dirahasiakan. Bahkan dia tidak pernah menyembunyikan pertemuannya dengan Adrian.
"Gue bilang juga apa," kata Sasya.
Mita ikut mengamati. "Kayaknya emang si Risa ini deket sama Dimas."
"Udah jelas, lo tanya langsung aja sama Dimas," saran Luna.
Mona mengepalkan tinjunya. "Gue bisa jadi jasa pukul."
"Semangat amat sih Na kalau mau mukulin orang," kekeh Kiara geli. Kepalanya menggeleng, masih dengan senyum santai, menutupi beberapa pertanyaan yang muncul di kepalanya. "Biarin aja, Dimas kan emang akrab sama semua."
"Nggak, kalau cewek ya cuma Risa yang akrab sama Dimas selain lo," kata Sasya.
"Syaa tenang aja," balas Kiara.
Pertandingan basket dimulai. Sorak penonton terdengar. Kiara mengerutkan keningnya melihat Risa mendekat. Cewek itu tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Hai Kak, kenapa tadi nggak samperin Dimas?" tanya Risa.
Kiara melirik teman-temannya yang memandang sinis Risa. "Ahaha iya tadi nggak sempet."
"Ohh, gue gabung sini yaa Kak? kata Dimas gue disuruh gabung sama Kakak aja biar nggak diliatin sama anak-anak," kata Risa dengan ramah.
Kiara mengerjapkan matanya, dia tersenyum kaku. Dia ingat bagaimana cara Dimas melindunginya, apa cowok itu juga sedang melindungi Risa. "Oh iya lo di sini aja."
"Thanks Kak," ucap Risa. Senyumnya mengembang manis. Meluluhkan Kiara yang mungkin tadi sedikit kesal.
☁️☁️☁️
Kiara duduk dengan gelisah. Saat ini dia memisahkan diri dari keramaian dan memilih pergi ke kelas terdekat. Kenapa dia begitu kesal. Rasanya sampai mau memukul Dimas dan menghajar Risa. Apa ini, kenapa dia kesal pada dua orang itu.
Sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, Kiara dikejutkan suara di belakang. Kursi bergeser keras. Kiara langsung menghampiri kursi itu dan kaget melihat Adrian terbaring di lantai. Tubuhnya meringkuk seperti menahan sakit.
"Adrian!" panggil Kiara yang langsung merengkuh cowok itu. "Lo kenapa?"
Adrian menggelengkan kepala. "Bentar."
"Adrian, tunggu bentarn gue panggil orang dulu," kata Kiara panik.
"Jangan!" cegah Adrian dengan suara serak. "Gue mau tidur bentar."
Kiara ingin membantah tapi melihat Adrian seperti memohon lewat tatapan, akhirnya kepalanya mengangguk. Dia menuntun kepala Adrian ke pangkuannya. Tangannya mengusap wajah cowok itu.
"Lo tuh sebenernya kenapa?" tanya Kiara.
Tidak ada jawaban karena nafas Adrian sudah teratur. Cowok itu tertidur. Wajah kesakitannya sudah memudar, sekarang hanya ada ketenangan. Suara berisik di luar sebenarnya sangat mengganggu. Kiara menutup kedua telinga Adrian.
Kening Kiara mengerut melihat plastik kecil yang hampir keluar dari saku seragam Adrian. Tangannya mengambil plastik kecil itu. Plastik bening yang berisi bubuk putih. Pandangannya beralih pada Adrian. Bubuk apa ini.
Beberapa menit berpikir, Kiara baru menemukan jawabannya. Berdasarkan ciri-ciri Adrian saat ini, sudah jelas bubuk apa yang sedang dia pegang ini. Matanya melebar, kabut menutupi matanya. Airmata mulai menetes.
Tangan gemetarnya mengusap pipi Adrian, pelan agar tidak membangunkan cowok itu. Benarkah kesimpulannya kalau sekarang Adrian menjadi pecandu. Apa kesakitan itu akibat dari ini. Apa bekas suntikan itu juga karena ini.
Apa yang harus Kiara lakukan sekarang. Pura-pura tidak tahu agar cowok ini tidak menjauh, atau jujur dan Adrian akan kembali pergi. Otaknya benar-benar buntu sekarang.
"Kenapa Adrian?" lirih Kiara.
Melihat Adrian akan bangun, buru-buru Kiara mengembalikan plastik kecil itu dan mengusap airmatanya. Kiara pura-pura santai saat mata cowok itu terbuka. "Kenapa tidurnya bentar?"
"Hem? kenapa lo di sini?" tanya Adrian.
Kiara cemberut kesal dan membantu Adrian bangun. "Lo ngagetin gue tau! tadi lo kenapa sih?"
"Oh emm pusing, gue kurang tidur," jawab Adrian. Matanya tidak menatap mata Kiara. Bohong, itu yang sudah Kiara sadari. "Gue balik dulu, lo nunggu Dimas kan?"
"Hemm," jawab Kiara sambil mengangguk.
Adrian juga mengangguk. "Oke, duluan Ra."
Kiara menatap Adrian yang pergi menjauh hingga tidak terlihat. Lagi-lagi matanya basah. Sejak kapan Adrian begitu. Kenapa dia tidak tahu sama sekali. Oh apa itu sejak perceraian orangtua Adrian. Waktu itu cowok itu sangat berubah. Tidak punya teman. Jarang masuk sekolah, penampilannya selalu kacau. Dia pun meski sudah tahu keadaan Adrian sedang kalut, masih saja tetap memilih sibuk dengan Dimas.
Andai waktu itu dia tidak egois. Kiara menutup wajahnya, tiba-tiba ada rasa bersalah yang menjalar, membuatnya ikut merasakan sakit. Apa Nazwa tahu ini, kalau dia tahu bagaimana perasaannya nanti.
Apa dia harus menceritakan ini pada Nazwa. Tapi sepertinya Adrian tidak mau ada yang tahu tentang ini. Oh lagi-lagi dia hanya bisa bertanya dalam hati, apa yang harus dia lakukan sekarang.
Suara teriakan yang makin kencang menandakan kalau pertandingan sudah berakhir. Kiara langsung merapihkan wajahnya, mengusap sisa-sisa airmata karena tidak mau mengundang pertanyaan. Dia ingin cerita pada Dimas, dia butuh teman untuk meminta pendapat.
☁️☁️☁️
Kiara menghampiri Dimas. "Udah selesai?"
"Udah, lo darimana?" tanya Dimas.
"Dimas!" panggil Risa. Senyum menghiasi wajah cantiknya. "Selamat yaa! permainan sekolah ini keren banget."
Dimas tertawa dan menganggukan kepalanya. "Hari ini lo jadi mau cari buku? gue juga mau cari buat tugas besok."
"Lo mau pergi?" tanya Kiara.
Dimas menganggukan kepala dan mengusap puncak kepala Kiara. "Lo ada les kan? gue mau cari buku sama Risa yaa."
"Hari ini les gue libur, kan semalem gue bilang," kata Kiara. Wajahnya mulai datar. Kalau selama ini dia hanya kesal yang biasa, maka hari ini sepertinya dia benar-benar marah.
Dimas menepuk keningnya sendiri. "Astaga! gue lupa Ki, yaudah lo ikut ke toko buku yaa?"
"Nggak, gue balik aja. Nanti malem nggak usah nelfon, gue mau tidur cepet," kata Kiara sebelum berbalik pergi. Meninggalkan Dimas yang wajahnya kelihatan bingung.
Kiara merapihkan tasnya, masih dengan ekspresi kesal. Pergi sana, terserah, siapa yang peduli. Siapa yang butuh Dimas. Dia bisa cerita pada Lion yang lebih bijak. Kenapa harus cerita pada bocah itu.
"Marah ya?" tanya Dimas yang ternyata menyusulnya.
Kiara selesai merapihkan tasnya. "Nggak, gue mau balik. Duluan Dim."
"Gue beneran lupa Kia," kata Dimas pelan. Cowok itu menahan tas Kiara. "Oke, gue nggak jadi ke toko buku. Ayo balik aja."
"Nggak usah, udah sana lo ke Risa. Kasian kan dia udah nunggu? toh lo tadi udah janjian pergi sama dia," jawab Kiara dengan ketus.
Dimas menghela nafas panjang. "Kia, lo kenapa?"
"Nggak, gue cuma mau balik. Terserah lo mau kemana, bukan urusan gue," balas Kiara yang kembali duduk di kursinya. Kali ini emosinya sedang berada di puncak. Dia butuh Dimas tapi cowok ini malah ingin pergi dengan cewek lain. Siapa yang tidak kesal.
"Kenapa jadi lo yang marah? bukannya tadi lo yang berduaan sama Adrian di kelas?" tanya Dimas.
Kiara mengerutkan keningnya. Jadi Dimas tahu. "Yap bener, gue mau cerita tapi lo sibuk sama Risa. Yaudah nggak penting juga."
"Lo sama Adrian ada apaan sekarang?" tanya Dimas.
Kiara menggebrak meja. "Lo yang ada apaan sama Risa?! lo tau kan Dim, gue sama Adrian cuma sahabatan. Gue juga selalu bilang sama lo kalau gue ngobrol sama Adrian. Nggak kayak lo yang diem-diem aja padahal tiap hari Risa bareng lo."
Dimas kaget melihat kemarahan Kiara. Selama ini baru sekarang dia melihat emosi cewek ini memuncak. "Wajar gue nggak cerita, gue sama Risa cuma temen. Kalau lo sama Adrian, jelas dia suka lo."
"Cuma temen?" tanya Kiara sinis. Dia mengambil tasnya. "Lo pikir sebelum pacaran, gue sama lo tuh apa?"
"Kia!" panggil Dimas sambil menahan tangan Kiara.
Kiara melepaskan tangan Dimas dengan wajah datar. Dia tidak membuka suara, hanya menatap sebentar lalu pergi. Bukan percakapan macam ini yang dia butuhkan hari ini. Tidak di saat dia sedang sedih dan merasa bersalah pada Adrian. Tidak di saat dia merasa bingung harus bagaimana. Tidak di saat dia mulai ragu dengan hubungannya dengan Dimas.
☁️☁️☁️
See you on the next chapter ❤❤
Shipper Adrian Kiara mana suaranya 😂😂
Jangan percaya kalau aku kasih yang manis-manis kemaren wkwk. Jadi ada di kapal yang mana nih kalian?
#kiaradimas
#kiaraadrian
Dimdim & Kia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro