Bab 2 - Test Anggota OSIS
Happy weekend guys! Pagi-pagi ayoo baca yang manis-manis ^^
Jangan lupa follow wp dan ig @indahmuladiatin
Happy reading 😗😗😗
☁☁☁
Untuk menjadi pengurus OSIS di sekolah ini, seleksi benar-benar ketat harusnya setiap babak ada penyisihan saja agar ruangan tidak sesumpek ini, dan harapan tidak melambung terlalu tinggi bagi para peserta yang tidak akan diterima. Kiara melirik jam tangannya untuk kesekian kali. Sudah magrib tapi ujian wawancara bagiannya belum juga datang. Ponselnya sudah diseram pesan-pesan dari ibunya yang sangat horor. Mulai dari pengurangan uang jajan sampai penghapusan jam nonton tv malam hari.
"Jingga Kiara, masuk," kata kakak kelas berkacamata.
Kiara mendongak, dia menghela napas untuk mengurangi rasa gugupnya. Tadi Sasya sudah maju duluan dan sekarang izin pulang karena ada acara keluarga. Jadi nanti Bang Lion akan menjemput Kiara.
Proses wawancara berjalan dengan lancar, tidak terlalu lancar sebenarnya karena Kiara sempat menjadi bahan ledekan karena ada Wildan di sana. Sebenarnya Kiara merasa bingung, dia pikir tidak ada kakak kelas yang mengenalnya, selain Wildan tentu saja. Tapi ternyata cukup banyak yang tahu namanya.
"Jingga, lo nggak ada baper-bapernya gitu deket sama Wildan? dia adek-adekannya banyak loh," kata Viola.
Kiara cuma tersenyum kecil. "Nggak Kak, dari awal kan udah sering ketemu sama Kak Wildan. Jadi biasa aja."
Wildan yang ada di sana tersenyum puas dan memeletkan lidahnya. "Dibilang gue sama dia nggak ada apa-apa. Masa harus gue kasih tau siapa yang dia suka?"
"Kak!" pinta Kiara.
Meski sekarang tidak ada Kahfi di sini, tapi tetap saja rahasia itu harus aman dari telinga Kahfi. Di sini ada banyak teman cowok itu. Termasuk Reza yang juga sahabat Kahfi seperti Wildan.
"Siapa?" tanya Reza.
Butuh beberapa permohonan sampai Kiara diizinkan untuk keluar ruangan dan pulang. Sudah hampir isya. Kiara langsung memutuskan untuk ke mushola sebentar sebelum keluar.
Suara seorang imam terdengar. Dengan jamaah hanya beberapa orang. Karena sudah jam segini, wajar yang shalat hanya sedikit. Setelah mengambil wudhu segera Kiara menuju tempat wanita di belakang yang dipisah dengan tirai berwarna hijau.
Saat suara itu melantunkan bacaan Al fatihah, rasanya hati Kiara menghangat. Dia kenal suara itu, suara yang membuat Kiara makin gagal move on selama setahun ini. Suara seorang Kahfi Rezvan Adhitama.
Sejak Kiara menyukai cowok itu, ada banyak hal yang sering dia dengar. Tentang Kahfi yang menyukai minum-minuman. Tentang cowok itu yang perokok berat. Suka datang ke club malam dan lain sebagainya. Tidak bisa dipercaya tapi yang mengatakan itu adalah temannya yang kebetulan satu tongkrongan dengan Kahfi.
Bagi Kiara, meski ada beberapa hal buruk tentang Kahfi, ada satu hal yang membuat Kiara tetap bertahan dengan anggapan bahwa cowok itu baik. Seperti sekarang ini, Kahfi bukan orang yang mudah ditemui di sekolah. Sering tidak masuk sekolah padahal ketua OSIS. Tapi saat masuk ke sekolah, Kiara hanya tinggal datang ke mushola saat waktu sholat dzuhur dan ashar. Maka Kiara akan menemukan cowok itu, entah di tempat wudhu, atau menjadi salah satu makmum laki-laki bahkan menjadi imam shalat.
Usai melipat mukenah dengan rapih, Kiara buru-buru keluar dan memakai sepatu. Dia tidak sadar di sampingnya ada Kahfi yang juga sedang memakai sepatu. "Buru-buru?"
Kiara menoleh kaget, matanya melebar. "Kakak?"
Kahfi mengerutkan keningnya. "Kenapa ekspresi lo tiap liat gue itu begitu? gue nyeremin?"
"Emm? nggak Kak," jawab Kiara buru-buru.
"Terus?" tanya Kahfi.
Kiara memikirkan hal yang tepat. "Emm k-kaget, iya aku kagetan."
Kahfi seperti curiga dengan jawaban itu, tapi setelah itu senyumnya terbit. Senyum yang benar-benar membuat kaki Kiara lemas. "Lo balik sendiri?"
"Sama Abang, udah nunggu di depan," jawab Kiara.
"Oh gue kira sama Wildan," kata Kahfi dengan senyum geli. Cowok itu berdiri dan merapihkan seragamnya. "Oke, take care."
Kiara menganggukan kepala dengan wajah panas. Gelapnya malam membuatnya terselamatkan. Setidaknya rona merah itu tidak akan terlihat oleh Kahfi. Ditatapnya punggung tegap yang sudah berjalan menjauh itu. "Take care, Kak." Bisikan itu dia ucapkan pada udara malam. Berharap semilir anginnya bisa menyampaikan suara itu.
"Aduh! Bang Lion berasep nanti," ringis Kiara setelah sadar akan bahaya yang sebentar lagi datang.
Di dekat warung depan sekolah, Lion sudah menunggu sambil memakan beberapa makanan yang dia ambil di warung. Wajahnya kelihatan kesal, dan Kiara tahu pasti alasannya apa. "Maaf Bang lama, tadi gue mampir shalat dulu."
Alasan shalat tidak akan membuat Lion marah. Abangnya itu meskipun nakal dan jailnya keterlaluan juga paham kewajiban. "Lo udah makan belum?"
"Belum lah Bang, kapan makannya?" tanya Kiara.
Lion menaiki motor besar yang berwarna putih itu. "Mampir makan dulu, entar sakit gue yang repot!"
"Nggak ada duit Bang, traktir ya?" tanya Kiara sambil naik di boncengan.
"Hmm," balas Lion.
☁☁☁
Kiara bergulung di tempat tidurnya, perut kenyang hati pun senang. Entah ada angin apa abangnya itu mau mentraktir. Biasanya harus ada pertengkaran dan drama menangis dulu baru dibelikan apapun. Baguslah, mungkin bang Lion dapat hidayah.
Di kamar dengan ukuran yang tidak terlalu besar ini, Kiara kembali termenung memikirkan kejadian tadi. Bicara dengan Kahfi lagi, entah keberuntungan macam apa ini. Dia jadi ingat beberapa permohonan yang dibuat saat berulangtahun beberapa bulan kemarin.
"Jangan-jangan jadi kenyataan," kekeh Kiara.
"Dek," panggil Lion di ambang pintu.
Kiara menoleh dengan kening berkerut. "Apaan?"
"Sibuk nggak?" tanya Lion lagi.
"Tumben nanya dulu, biasanya ganggu terus," jawab Kiara dengan ekspresi heran.
Lion cemberut kesal dan menghampiri adiknya itu. "Geser!"
Kiara bergulung ke samping dan Lion langsung berbaring di sampingnya. Abangnya itu biasanya kalau begini ada maunya. "Minggu lo ada acara nggak?"
"Emm nggak sih Bang, paling mau baca novel."
Lion tersenyum senang dan menoleh. "Temenin gue cari kado buat Aqila, dia juga suka novel. Lo pilihin yang bagus, nanti gue beliin novel juga buat lo Dek."
"Aqila siapa lagi?" tanya Kiara.
"Gebetan baru," kekeh Lion.
Kiara membuka mulutnya. Dasar gila, dalam satu bulan ini abangnya sudah tiga kali ganti pacar. Sedangnya dirinya sendiri selama ini belum pernah punya pacar. Oke harus dia akui abangnya ini memang ganteng. Menyebalkan bukan, kalau punya abang yang ganteng dan suka tebar pesona. Sejak dulu Kiara selalu saja dikejar perempuan untuk mencari informasi tentang Lion.
"Ogah! males. Abang tuh nggak ada kapoknya! udah kena siram air berapa kali juga," kata Kiara kesal. Setiap putus disiram air segelas, salahkan Lion yang memutuskan saat sedang makan. Masih untung tidak dipukul piring atau digetok gelas kaca.
"Yaelah Dek! yang ini jangan sampe lolos. Primadona fakultas kedokteran nih!" kata Lion memelas.
Kiara menggeleng tegas dan langsung menarik selimut. Menutup seluruh wajahnya agar tidak melihat ekspresi memohon yang menyebalkan itu. Dia tidak mau terlibat masalah. Cukup para cewek mengadu sambil menangis karena diputusin Lion.
"Dek! gue kasih dua novel!" kata Lion.
"Nggak," jawab Kiara.
"Lima novel!" tawar Lion.
Kiara berpikir sejenak, lima novel. Lumayan untuk menghemat uang tabungan novelnya. Senyumnya mengembang dan dia menurunkan selimutnya. "Lima ya Bang?"
"Bangkrut gue bangkrut," keluh Lion.
Kiara tertawa geli, emm kalau sogokannya begini dia tidak bisa untuk menolak. Bahan bacaan sudah habis. Kalau dapat lima novel, dia tidak perlu bingung ingin menghabiskan waktu malam minggunya.
☁☁☁
Setelah menjalani beberapa seleksi akhirnya hari pengumuman tiba. Lagi-lagi Kiara harus pulang malam, untungnya hari ini ada Sasya, Mita, dan Luna. Kebetulan Mita sedang ekskul teater karena sebentar lagi akan ada pentas di sekolah. Menyambut serah terima jabatan.
Kiara menghela napas panjang setelah mendengar pengumuman. Dirinya, Luna dan Sasya berhasil menjadi anggota OSIS. Mereka akan mulai pekerjaan untuk proker hari pahlawan yang akan berlangsung sebentar lagi.
"Akhirnya selesai juga, gue jadi anggota paling hits di sekolah," kekeh Sasya.
Kiara mendengus pelan. "Kita bukan mau eksis ya Sya."
"Iyaa gue tau, kan sambil menyelam minum air," kekeh Sasya.
Diana menghampiri Kiara, Luna dan Sasya. Kalau Kiara adalah tipe yang mungkin tidak suka aktif di berbagai organisasi, malu untuk tampil dihadapan umum, lain dengan Diana yang sejak masuk sudah mendaftarkan diri di berbagai organisasi. Tipe cewek populer di semua kalangan, cantik, manis, kalem. Lengkap sudah untuk menjadi kriteria pacar Kahfi.
"Selamat yaa," kata Diana.
Kiara menyalami tangan Diana. "Selamat buat lo juga." Meski sekelas, mereka tidak terlalu akrab karena Diana lebih sering keluar saat istirahat karena urusan organisasi. Saat di kelas, Diana juga hanya fokus pada pelajaran.
"Akhirnya gue punya temen buat diajak rapat OSIS," kata Diana.
Kiara tersenyum tipis, sedikit bingung ingin menanggapi apa lagi. Diliriknya Luna dan Sasya yang bukannya membantu malah tersenyum saja. "Emm iya, nanti ajak-ajak aja kalau ada rapat. Iya kan?"
Sasya dan Luna menganggukan kepala. "Yaap, enggak perlu sungkan."
Rasanya Kiara ingin tertawa mendengar ucapan itu, baru kali ini anak itu kedengaran kaku saat ngobrol dengan teman sendiri. Kiara mengajak dua sahabatnya untuk melihat Mita di aula sekolah. Memberi dukungan pada si Mita yang mencintai drama tapi tidak suka membuat drama di kehidupan nyata.
Di aula ada banyak anak OSIS baru yang ikut menonton. Kiara melihat Mita yang sangat antusias dengan kostum yang akan dipakai nanti. "Samperin Mita yu?" ajaknya.
Sasya menggelengkan kepala. "Gue ke toilet dulu deh, mules."
"Nggak mau ditemenin?" tanya Luna.
"Nggak usah, lama. Ra gue minta minyak telon lo yaa?" kata Sasya sebelum berlari ke kelas.
Luna tertawa kecil dan merangkul bahu Kiara. Mengajaknya langsung ke tempat Mita yang masih sibuk sendiri. Nanti Sasya juga akan menyusul.
"Gimana seleksi OSISnya?" tanya Mita.
"Kita bertiga jadi anggota OSIS," kata Luna dengan wajah senang.
Mita ikut tersenyum lebar. Dia memukul pelan tangan Kiara. "Ciyeee, selamat yaa. Nanti bisa puas liatin Kak Kahfi pas LDK."
"Gue takut nih," kata Kiara pelan.
"Kenapa?" tanya Luna.
Kiara menggigit bibir bawahnya. Jujur dia juga memikirkan acara LDK nanti. Kalau sampai ada Wildan, pasti kejadian waktu tes wawancara akan terulang. Bahayanya adalah Kahfi pasti ada di situ. Rasanya Kiara lebih memilih pura-pura jadi patung seharian daripada menghadapi situasi yang sama dan ada Kahfi di sana.
"Raaaaa," panggil Adrian.
Ketiganya menoleh ke arah cowok itu. Kiara mengerutkan keningnya. "Apaan sih?"
"Dipanggil sama Pak Dani," kata Adrian.
"Emm? perasaan laporan uang kas udah gue kasih," gumam Kiara.
Adrian mengangkat bahunya. Dia juga tidak tahu karena hanya disuruh. "Udah ayo, keburu dia nyanyi."
Nyanyi adalah kata lain dari marah untuk pak Dani. Pembimbing ekstra kulikuler fotografi. Kiara meringis ngeri dan langsung mengikuti Adrian. Bukan masalah suara bapak itu yang seram, tapi yang paling utama adalah saat marah-marah maka liurnya menyembur ke sekitar. Perlu payung untuk melindungi diri dari serangan.
Adrian berjalan di samping Kiara, cowok itu sibuk dengan ponselnya seperti biasa.
"Ck lo tuh nggak ada hari tanpa main game ya?" tanya Kiara.
Adrian tertawa pelan dan mendongak. "Sorry," ucapnya sambil memasukan ponsel kotak itu ke saku seragamnya. "Katanya lo berhasil jadi OSIS?"
"Hemm," jawab Kiara.
"Seneng dong bisa ngeliat si ketua OSIS terus?" tanya Adrian dengan alis terangkat.
Kiara mendengus pelan. "Apaan si, nggak biasa aja."
"Mmmm masaa?" ledek cowok itu.
Langkah keduanya terhenti karena Kiara melihat Kahfi sedang duduk di meja depan ruang guru dengan Fiona. Keduanya kelihatan sangat akrab. Fiona adalah teman satu angkatan dengan Kiara.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Adrian.
Kiara menghela napas panjang. Harusnya begitu, karena dia juga sudah biasa melihat dua orang itu kelihatan sangat dekat. Tapi rasanya tetap saja dia merasa lemas. "Nggak, ayo ke Pak Dani aja."
Lagi, hatinya seperti patah karena seorang Kahfi.
☁☁☁
"Kiara, minggu depan kamu menggantikan Fauzan yaa? kamu akan bapak kirim sama Adrian untuk datang ke sekolah Nusa Persada," kata pak Dani.
Kiara melebarkan matanya, dia menggeleng cepat. "Jangan saya Pak, saya nggak cukup jago. Selama ini saya cuma bagian editing."
"Karena itu kamu harus belajar, saya yakin kamu bisa," kata pak Dani.
"Tapi Pak, kan ada banyak yang bisa gantiin Fauzan," tolak Kiara lagi. Dia takut mengecewakan sekolah.
"Karena yang lain sudah saya daftarkan untuk perlombaan lain. Kali ini kamu harus ikut terjun," jawab pak Dani dengan santai. "Kalian berdua bisa pulang sekarang."
Kalau tahu akan disuruh untuk ikut lomba, lebih baik Kiara tidak menghadap. Mencari alasan saja nanti kalau guru itu marah. Sekarang dia harus bagaimana, dia memang suka memotret tapi tidak percaya diri untuk sampai mengikuti lomba. Apalagi untuk mewakili sekolah. "Gimana dong?"
"Gue bantu," kata Adrian.
"Hemm?" tanya Kiara.
Adrian tersenyum, alis tebalnya terangkat. "Gue bantu lo, masih ada seminggu kan?"
Kiara masih cemberut. Mereka memilih duduk di depan kelas dan membicarakan masalah lomba. "Tapi ini kan lomba? gue kesel banget sama Pak Dani. Kenapa sih nggak yang lain aja? aduh Adrian! lo kan tau gue aja nggak mau ikut lomba antar kelas."
"Yaa mau gimana lagi Ra?" tanya Adrian. Tangannya menepuk pelan tangan Kiara. "Percaya sama gue, lo bisa."
Kiara kembali menghela napas panjang dan mengangguk pasrah. "Ajarin gue yaa?"
"Siap!" kata Adrian dengan wajah senang.
Kiara jadi ikut tersenyum, untung ada Adrian yang mau membantunya. Meski kata orang-orang Adrian itu suka membuat masalah tapi yang Kiara tahu selama mengenal cowok ini, Adrian selalu serius dalam hal fotografi. Setiap memegang kamera matanya benar-benar fokus. Sampai kadang teman-temannya jadi terpesona dengan cowok ini.
☁️☁️☁️
Bab 2 selesai yeyy 😂😂 tunggu bab selanjutnyaa yaa 😉😉😙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro