Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 11 - Yakin Musuh?

Holaaa selamat malam minggu 😂😂😂

Lama nggak nongol di wattpad. Kita ketemu di cerita high school hits list sama Kiara Dimas Adrian dan Kahfi

Follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys! Hope you like this chapter ❤

☁️☁️☁️

Suasana kelas benar-benar gaduh karena guru tidak bisa masuk. Dimas memilih duduk di pojokan kelas dengan teman-temannya. Memulai pertandingan game tidak resmi. Meski begitu, hadiah untuk yang menang lumayan menarik. Makan gratis di kantin Mak Atun yang makanannya terkenal enak-enak apalagi sambelnya.

Satu lawan satu, wajah-wajah itu tampak serius. Mengalahkan wajah seseorang yang sedang belajar untuk menghadapi olimpiade. Danu yang menjadi musuh Dimas di permainan kali ini berubah jadi panik. Bisa habis uang jajannya selama dua hari karena mentraktir Dimas yang porsi makannya melebihi kuli.

Dimas tersenyum licik dan makin bersemangat. "Mati lo mati!"

"Belom!" kata Danu.

Dimas mencibir pelan, kemudian tertawa geli. Yakin sekali akan mendapat makanan gratis. Sesekali kakinya menendang Danu yang makin kelihatan kesal. "Duit jajan gue utuh."

"Sial!" keluh Angga yang sudah menyelesaikan gamenya. Dia Cemberut berat karena kalah.

Dirga tertawa puas bahkan sambil menari tidak jelas. Berteriak, memberikan pengumuman kalau hari ini dewi fortuna sedang memihak padanya. Akhirnya uang saku hari ini bisa ditabung untuk beli diamond.

Pertandingan antara Dimas dan Danu makin sengit. Danu tidak mau mengalah dan ngotot bermain. Mengabaikan ledekan Dimas yang memberikan bayangan kelaparan saat jam istirahat.

"Loh Kak Kiara ngapain ke kelas?" tanya Danu.

Dimas langsung menoleh ke arah pintu. Mengerutkan keningnya, tidak ada Kiara. Dia berdiri, mengecek dari jendela. "Mana?" tanyanya sambil menoleh.

Wajah Danu tampak geli. "Yesss!! gue menang!" Diletakan benda kotak itu di atas meja. Saat mendongak, Danu hanya bisa melihat wajah Dimas yang masih kelihatan bingung.

Angga yang awalnya kesal karena kalah jadi tertawa sambil membungkukan tubuhnya karena perutnya keram. Asli, wajah Dimas kelihatan sangat bodoh sekarang. Bahkan sohibnya ini masih tidak sadar kalau tadi dibohongi. "Yaa lo pikir aja, ngapain Kak Kiara ke sini!"

"Sialan," kata Dimas keki. Dia duduk sambil menyipitkan matanya. "Curang lo! tanding ulang!"

"Ooo kagak bisa," tolak Danu. Tangannya terulur. "Mau ngasih mentahnya aja apa nanti pas ke kantin?"

Dimas cemberut kesal, hilang sudah kesempatan dapat makan gratis. Kalau begini dia saja yang bodoh. Kenapa bisa sampai kena tipu. Benar, ini kan jam pelajaran. Untuk apa Kiara datang ke area kelas sepuluh. Lagian, dia jamin cewek itu tidak akan mau kecuali di seret paksa.

"Kata si Cakra, cowok kemaren ngincer doi juga," kata Angga sambil mengetik pesan pada Jasmin. Gebetannya sejak SMP yang masuk sekolah lain. Usut punya usut, mereka tidak pacaran. Masih dalam fase pendekatan yang berlangsung hampir satu tahun.

"Biarin aja," jawab Dimas dengan santai. "Gue nggak naksir Kia, lo pada jangan bikin gosip kayak anak cewek."

Danu mencibir pelan dan merangkul bahu Dimas. "Nggak naksir tapi manggilnya begitu. Kita-kita manggil dia Kak Kiara."

"Iri lo." Dimas melipat kedua tangan di atas meja. Wajahnya tampak serius, seolah menyampaikan hal yang penting. "Elo elo jangan manggil Kia juga! itu panggilan cuma buat gue."

"Nah kan!" kata Dirga. "Ngaku lo, suka yang lebih tua kan?!"

"Iiiii Dimas jadi dedek gemes," ledek Danu.

Angga tergelak, geleng-geleng kepala melihat wajah Dimas makin keki. Kena bully kan. Lagian sohibnya ini meskipun suka keliaran malam di club, polosnya keterlaluan kalau tentang cewek. Bahkan sampai sekarang meskipun ada banyak cewek di samping Dimas, anak itu sama sekali belum pacaran.

Katanya nanti kalau bosan takut tidak bisa putus karena tidak tega melihat cewek menangis. Katanya lagi, laki-laki itu pantang menyakiti perempuan. Makanya sampai sekarang masih jomblo.

"Kalau gue tetep team Siska, cantik kagak usah ditanya. Body? wihh mantul. Cumaa yaa kagak tau kadar otaknya seberapa, namanya orang kagak ada yang sempurna," kekeh Danu.

Dirga geleng-geleng kepala. "Tuh cewek emang cakep Men, tajir melintir. Tapi gue si ogah, masa cewek gue lebih ganas."

"Yee Sarimin, lagian Siska mana mau ama kutil kuda," jawab Nando yang baru balik dari toilet.

Dirga nyengir sambil garuk-garuk kepala. Dia sih sadar muka. Tapi kan kata cewek yang penting nyaman. Tampang jadi enggak terlalu penting. Entah nyaman dalam artian duit lancar atau apa.

"Anjirrr," balas Angga. "Tapi bener kata si Dirga, nanti kita yang diserang!"

Dimas bertopang dagu, mendengarkan pembicaraan yang makin abstrak. Sesekali dia mengecek ponsel. Kakak perempuannya sedang ada di Bandung. Dia harus update kabar terbaru dari kakak yang selalu menjadi partner bertengkar kalau di rumah.

"Gue pilih Kak Kiara, manis. Nggak bakal macem-macem," kata Dirga.

"Kalau itu si jelas, adem gue mau ninggalin kemana-mana juga. Kagak bakal genit sama cowok lain," balas Angga.

Dimas mendengus geli dan menoyor kepala Angga. "Woy lo kemaren bilang mau sama Siska!"

Bukannya membalas toyoran Dimas, Angga justru tertawa dan memeletkan lidahnya. Jelas dia tidak serius waktu bilang begitu. Bisa dicincang Jasmin nanti. Kalaupun masih PDKT tapi dia sayang cewek itu. Tidak mau kalau sampai membuat Jasmin marah.

"Becanda elah," jawab Angga.

"Jadi lo pilih mana Dim? Siska yang aduhai apa Kak Kiara yang manis?" tanya Dirga seperti seorang salesman yang baru saja menjelaskan apa saja produk yang dia bawa. Wajah-wajah para cowok yang mengelilingi meja juga ikut penasaran. Forum tidak resmi ini beberapa detik lengang.

Dimas mengetuk jemarinya di atas meja. Satu alisnya terangkat dengan seringai yang selalu berhasil membuat para cewek gagal fokus. "Menurut elo-elo yang mana?"

"Yaaaa elahh! Kagak seru lah!" jawab Danu.

☁️☁️☁️

Rapat saat jam istirahat pertama di ruangan ekstrakulikuler fotografi berjalan seperti sebelumnya. Tugas masing-masing anggota telah ditentukan. Saatnya mempromosikan ekskul ini pada anak-anak baru. Sialnya bagi Kiara adalah dia kebagian mengunjungi kelas sepuluh tiga. Ditambah dia juga harus datang kesana dengan Adrian.

Awalnya Kiara tidak tahu kalau kelas itu adalah tempat dimana ada orang yang paling ingin Kiara hindari. Jadi dia oke-oke saja. Dia baru tahu saat Sasya memberitahu setelah mereka kembali ke kelas. Entah sial kuadrat macam apa ini.

Jadilah saat jam istirahat kedua datang, Kiara malas-malasan kembali ke ruangan untuk mengambil formulir pendaftaran. Di ruangan itu sudah ada teman-temannya yang juga sudah bersiap dengan tugasnya masing-masing. Adrian pun juga sudah mengambil kertas-kertas itu.

"Ayo langsung ke sana," ajak cowok itu. Sikapnya masih santai seperti masalah kemarin bukan apa-apa. Syukurlah, setidaknya itu tidak membebani Kiara.

Memasuki area kelas sepuluh, beberapa anak yang ada di luar langsung masuk ke kelas. Sampai di ambang pintu sepuluh tiga yang gaduh. Suara-suara itu perlahan lenyap.

"Wah Dim, diapelin noh!" teriak suara yang tidak Kiara kenal. Suitan bersusulan setelah suara itu. "Eh eh tapi tapi datengnya sama yang laen? wah pengkhianatan!"

Kiara ternganga, apa maksudnya pengkhianatan. Sepatu yang dia pakai rasanya sudah ingin melayang ke gerombolan itu. Dasar bocah-bocah itu. Masih saja belum puas padahal sudah membuat satu minggunya menjadi suram.

"Kalau lo mau duluan balik ke kelas nggak papa, biar gue yang beresin," kata Adrian.

Kiara menoleh dan menggelengkan kepala. Dia juga tidak enak. Abaikan saja ocehan-ocehan absurd dari para ingusan itu. Nanti juga capek sendiri. Kalau tidak capek, setidaknya dia bisa berdoa semoga si tetua tidak ambil tindakan.

Di barisan depan, komplotan anak perempuan hanya bisa geleng-geleng prihatin. Kasihan melihat wajah Kiara. "Diemin aja Kak, biar mereka ngehalu."

Adrian menjelaskan semuanya, gaya bicaranya yang asik mampu mengajak orang-orang untuk memperhatikan semua yang dijelaskan. Kiara hanya duduk di kursi guru sambil menyusun kertas-kertas yang tadi dibawa Adrian.

Usai penjelasan Adrian barulah Kiara membagikan kertas-kertas itu. Saat kertas itu digenggam Dimas. Tangan Kiara ditahan hingga membuat Kiara melotot kesal. "Lepas nggak? belom pernah kena bogem ya?!"

"Galak amat," kekeh Dimas sambil mengangkat alisnya. "Lo sengaja ya milih kelas ini biar ketemu gue? kangen kan lo?"

"Najis!" jawab Kiara langsung.

Dimas dan teman-temannya tertawa geli mendengar jawaban spontan itu. Ditambah wajah Kiara yang kelihatan jijik mendengar ucapan Dimas. Amit-amit jabang bayi, mungkin seperti itulah yang Kiara maksud.

Kiara cemberut kesal dan langsung pergi ke samping Adrian. Matanya masih tajam menatap Dimas dan teman-temannya yang cengengesan. Kalau bisa sudah dia turunkan bom pada anak-anak itu.

"Lo ikut nggak Dim?" tanya orang yang duduk di samping Dimas.

"Si Dimas lagi, ni anak ngikut ekskul basket lah. Calon pemain nasional," jawab Angga sambil menepuk-nepuk bahu Dimas yang masih menatap Kiara dengan wajah meledek.

Ocehan-ocehan itu membuat Kiara memutar mata. Mau calon nasional, mau internasional. Demi soto ayam warteg pinggir jalan dia tidak peduli sama sekali. Masa bodo. "Adrian, ayo cepet. Gue lama-lama mules liat muka tu anak."

Adrian tersenyum dan mengangguk. Tanpa di duga, tangan Kiara di genggam. Membuat Kiara melebarkan mata. "Oke, thanks buat perhatiannya. Kalau berminat kalian bisa kumpulin formnya ke ketua kelas biar saya yang ambil nanti di jam pulang sekolah."

"Behhh Dim!!! digandeng! pengkhianatan tingkat dewa!" teriak suara yang mengiringi kepergian Kiara dari kelas sepuluh itu.

Kiara masih menatap tangannya. Genggaman itu erat, dan hangat. Dia tidak tahu apa maksudnya, segera ditarik tangannya. Senyumnya mengembang tipis, dan tidak enak. "Sorry Adrian, gue nggak mau ada gosip lagi. Gue duluan yaa."

☁️☁️☁️

Kiara bertopang dagu sambil menatap papan tulis kosong di depannya. Di kelas hanya ada segelintir anak-anak yang tidak tertarik mengantri di kantin dan lebih memilih delivery order warteg pinggir jalan.  Lebih praktis, dan masakannya pun enak, point utama adalah harganya murah meriah, paket sepuluh ribu perut kenyang hidup sejahtera.

Sasya, Luna dan Mita sudah ke kantin duluan sejak Kiara pergi ke kelas sepuluh untuk mempromosikan ekskul fotografi. Jadilah Kiara malas ke jalan sendiri ke kantin. Takut bertemu lagi dengan Dimas yang hari ini sudah membuat kepalanya berasap, bertanduk, untung tidak sampai membuatnya berbuntut.

Heran, kenapa anak itu masih membuat masalah pada MOS sudah selesai. Ayolah, dia pikir hari-harinya akan kembali tenang dari gangguan Dimas. Apa satu minggu belum cukup. Apa satu tahun terakhir dalam kehidupan SMAnya harus diwarnai kenelangsaan begini. Oh oke Kiara ingin merengek sekarang, betapa sialnya. Sudah jomblo, menderita pula.

Andai dia secantik teman-temannya. Seperti Sasya yang sudah didekati banyak cowok. Luna yang diam-diam punya gebetan banyak, atau Mita yang bisa akrab dengan cowok-cowok di sekolah ini. Kiara menggelengkan kepala, apa yang dia pikirkan sampai iri pada sahabat-sahabatnya.

"Sssstttt woy!" suara dari pintu.

Kiara menoleh, menatap kepala yang muncul di sana. "Si Sasya ada nggak?" bisik Zidan

"Nggak, lagi di kantin. Kenapa?" tanya Kiara.

Zidan menghela napas lega dan langsung masuk ke kelas. Duduk di samping Kaira dan mengulurkan dua cokelat yang sering Kaira temukan di supermarket  terdekat. "Titip buat si Sasya ya. Jangan bilang dari gue, bilang aja lo nemu di mejanya. Hehe kasian tuh anak lagi pusing tugas."

"Hah?" Kiara mengerjapkan matanya. "Jadi lo yang sering ngasih cokelat diem-diem?"

Zidan tersenyum manis dan mengangguk, kemudian tertawa geli. Dia bersandar di kursi sambil mengetuk-ngetuk jemarinya ke meja. "Emm gue balik dulu deh, inget yaa jangan bilang."

Kiara tertawa kecil dan mengangguk. Diacungkan dua jempolnya. "Sipp deh, si Sasya pasti seneng tuh penggemar rahasianya si Zidan kapten team futsal sekolah."

"Lah lo juga seneng dong penggemar lo mantan kapten team basket sekolah sama calon kapten team basket sekolah?" tanya Zidan sambil mengedipkan satu matanya. "Bye, thanks ya Ra!"

Zidan meninggalkan ruangan kelas yang sepi itu dan Kiara yang bingung dengan ucapan tidak jelas cowok itu. Mantan kapten team basket, maksudnya Kahfi. Iya dia tahu, tapi mungkin maksud Zidan tadi adalah dia yang jadi penggemar Kahfi bukan sebaliknya. Lalu calon kapten team basket, siapa, mana dia tahu calonnya. Lihat team basket main saja kalau ada Kahfi. Itu pun dari jauh karena takut kepalanya terkena lemparan bola.

"Maksudnya apa si?" tanya Kiara sambil geleng-geleng kepala.

Semua mulai kembali ke kelas masing-masing setelah jam istirahat selesai. Termasuk teman-teman Kiara yang membawa beberapa jajanan untuk dimakan nanti karena katanya guru biologi tidak bisa masuk. Sasya duduk di samping Kiara dengan cengiran geli.

"Apaan lo?" tanya Kiara bingung.

Sasya tertawa, diikuti Luna dan Mita. "Dapet salam dari Dimas, katanya kalo kangen boleh main ke kelasnya lagi."

Kiara membuka mulutnya. "Geli," gumamnya.

"Hahaha, gila emang tu anak. Demen banget bikin lo kesel," Sasya membuka jajanannya. "Nih makan, lo laper kan?"

"Laper lah," balas Kiara sambil cemberut. Napasnya tidak beraturan. "Tuh anak emang minta dihajar. Coba badan gue lebih gede, udah gue smackdown deh."

"Wah kalo itu si susah Ra. Lo di senggol sama dia juga udah nyusruk ke tanah," kekeh Mita.

Kiara melipat kedua tangannya di atas meja. Wajahnya tampak serius. "Iya kan? gimana gue mau lawan? sialan emang. Masa gue harus sewa preman."

"Ngaco!" tawa Luna.

Padahal Kiara benar-benar sempat berpikir begitu. Dia mau menghajar wajah Dimas yang selalu membuatnya kesal. Dia menggelengkan kepala, kenapa jadi brutal. Langsung dia ambil cokelat dari Zidan. "Nih Sya tadi gue nemu ini di meja."

"Hemm? lagi?" tanya Sasya.

Kiara hanya meringis kecil dan mengangguk. Tidak enak ingin bicara banyak karena sedang bohong sekarang. Tiga sohibnya ini langsung membicarakan orang misterius yang suka mengantarkan cokelat. Semua spekulasi disebutkan, mulai dari masuk akal sampai ngawur banget. Kiara cuma bisa mengangguk dan menggeleng tanpa banyak berkomentar.

"Yaudah lah, bodo amat. Mending ngomongin acara kemping bentar lagi. Asli yaa gue nggak sabar banget, apalagi katanya nanti alumni bisa ikut," kata Sasya.

Luna menoleh pada Kiara. "Emm seneng dong lo bisa liat Kak Kahfi?"

"Hmm? hehe iya," jawab Kiara. Dia senang, iya mungkin tapi rasa kesal karena masalah kemarin juga belum hilang. Jadi dia justru malas kalau sampai Kahfi ikut. Tiga hari harus lihat cowok itu terus, dan ada Fiona.

"Kenapa lo nggak semangat gitu sih?" tanya Sasya.

"Bukan nggak semangat sih, cuma gue lagi agak males aja. Apa gue nggak usah ikut aja yaa? kan dua tahun ikut acara itu yaa gitu-gitu aja," jawab Kiara sambil bertopang dagu.

Sasya memutar bola matanya. "Hello Kiaraaa. Ini kan tahun terakhir kita di sekolah ini! pokoknya nggak boleh nggak ikut. Kalau nanti Kak Kahfi sama si Fiona yaudah, lo cari yang lain."

"Nah iyaa bener, si Dimas gitu. Apa si Adrian? eh tapi jangan Adrian deh, ceweknya galak," jawab Mita.

Luna mengangguk setuju, dia juga kesal dengan Nazwa. Terlalu berlebihan. "Mending si Dimas. Nggak apa-apa dedek gemes."

"Apaan sih? Kenapa jadi bahas tuh anak. Mood gue jelek nih," omel Kiara sambil membuka bukunya. "Udah ah, jadi males bahas gue."

"Yaaa elah Ra becanda," kekeh Luna.

Kiara mendengus kecil dan mengibaskan rambutnya. "Bodo amat, gue jadi kesel."

"Jangan kesel-kesel entar jatuh cinta."

"Lunaaaa!!" teriak Kiara sambil berusaha mengejar sohibnya itu. Dasar. Suka sekali membuatnya makin kesal. Kepalanya terasa mau berasap sekarang. "Dasar lo yaa! kalo doa yang bagus dong. Doain gue bisa sama aktor Korea gitu! masa doain gue sama raja jenglot!"

"Jahat ih," tawa Sasya di tempat duduknya menyaksikan kejar-kejaran itu. Kiara benar-benar anti Dimas.

☁️☁️☁️

See you in the next chapter ❤❤❤

Apa komentar kalian? Selain next yaa 😂😂

KIARA

DIMAS

Adrian

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro