Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

"Hide and Die" - anothermissjo

HIDE AND DIE

A Short Story by anothermissjo


Peringatan: Ada beberapa adegan yang mungkin sedikit kasar (seperti menusuk) bagian tubuh.

Prolog

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, tapi sekolah sudah sepi dan hanya tinggal gadis ini yang telat kembali karena ketiduran di kelas setelah jam pulang sekolah. Gadis itu terbangun, menatap sekeliling ruang kelas yang kosong. Ada suara sapu menyapa aspal––itu pasti tukang bersih-bersih sekolah, begitu pikirnya. Gadis itu segera merapikan barang-barangnya ke dalam tas. Di sela kegiatannya, dia merasakan ada sosok yang berdiri memperhatikan dari belakang.

Gadis itu hendak menoleh, tapi tubuhnya memaksa untuk tetap tenang dan melihat ke depan. Gadis itu meneguk ludah takut. Ketika akhirnya gadis itu memberanikan diri, gadis itu melihat sosok berpakaian serba hitam, memakai topeng monster yang menakutkan, dan menenteng pisau—yang mana kemudian berlari mendekatinya. Kontan, gadis itu berlari keluar dan meninggalkan barang-barangnya.

Gadis itu berlari menuruni anak tangga dari lantai tiga menuju lantai paling dasar. Gadis itu ketakutan sambil beberapa kali menoleh ke belakang untuk memastikan orang tersebut tidak mengikutinya. Sialnya sosok itu terus mengikuti tanpa henti. Gadis itu panik. Terlebih ketika melihat pisau yang terus dilayangkan seolah akan menusuk tubuhnya.

Gadis itu terus berlari sampai keluar melewati gerbang diselimuti rasa takut yang terus menguasai diri. Karena terlalu takut, gadis itu sampai tidak menyadari ada mobil dari arah kanan yang melaju kencang.

Nahasnya gadis itu tertabrak. Tubuhnya tak bergerak. Matanya masih dalam kondisi terbuka dengan kepala menghadap ke arah gerbang sekolah seolah melihat pelaku yang membuatnya berakhir mengenaskan.

***


Chapter 1

Suasana ballroom SMA Rembulan ramai dipenuhi siswa-siswi yang memenuhi undangan prom night. Semua murid kelas 12 baru saja lulus. Mereka bersenang-senang menikmati setiap suguhan di atas panggung yang dihias cantik. Tetapi, acara seperti ini tampaknya sangat membosankan untuk keempat murid yang hanya duduk di meja bundar tanpa bersedia ikut berjoget seperti murid lainnya yang menikmati irama lagu beat.

"Boring. Kita main game aja, yuk," ucap Viva mulai mengeluh. Satu tangannya menyisir poni belah tengah yang menjadi ciri khasnya.

"Main apa pas prom night gini?" sahut Akaron.

"UNO?" usul Tawaka.

"Lo bawa kartunya?" tanya Viva kepada Tawaka. Cowok itu menggeleng cepat. "Ya, kalau begitu main game yang lain."

"Petak umpet?" sela Wakaya.

Viva menjentikkan jarinya setuju. "Great! Kita main petak umpet. Mumpung guru-guru nggak terlalu merhatiin kita juga. Mereka sibuk nyanyi di depan sana."

"Lo yakin kita nggak ketahuan seandainya kabur?" tanya Tawaka agak takut.

"Nggak akan." Viva sudah bangun lebih dulu dari tempat duduknya. Lalu, dia melangkah santai menuju pintu keluar, yang mana segera diikuti Akaron dan Wakaya setelahnya. Sementara itu, Tawaka yang masih menimbang-nimbang akhirnya menyusul juga.

Seperti yang dikatakan Viva, tidak ada guru yang mencurigai mereka keluar. Paling hanya dikira ingin menghirup udara segar. Toh, ada beberapa murid yang memang menghirup udara segar dan berpacaran di luar ballroom. Contohnya seperti yang sedang dipergoki Viva sekarang. Viva melihat seorang cewek berambut pendek sepundak sedang menyandarkan kepada di pundak pacarnya.

"Woi! Pacaran aja. Lebih baik ikut main petak umpet, yuk!" ajak Viva kepada Qina.

"Males ah. Kayak anak kecil aja," tolak Qina.

"Lebih baik main petak umpet daripada mesra-mesraan nggak jelas," sindir Viva.

"Ikut aja yuk, Sayang?" bujuk Kumbara—pacarnya Qina. "Kelihatannya seru."

"Ya, boleh, deh," kata Qina akhirnya.

"Kalau gitu lo yang jaga, Waka," kata Viva.

"Kenapa gue?" tanya Wakaya.

"Soalnya jas lo warnanya biru sendiri. Yang lain hitam. Biar adil."

"Ya udahlah." Wakaya pasrah. Dia menutup mata dengan menjadikan lengannya sandaran tepat di dinding. "Gue hitung sampai dua puluh, ya. Satu ... dua ... tiga ...."

***


Chapter 2

Viva berlari secepat mungkin mencari tempat bersembunyi yang tepat. Untung saja karena ada acara di sekolah, lampu di beberapa tempat dinyalakan. Dia memilih naik ke lantai tiga memasuki ruang kelas XII IPA 2 yang terbuka. Biasanya ruang kelas tidak dikunci, lain halnya untuk lab dan beberapa ruang khusus lainnya yang dikunci rapat-rapat.

Viva bersembunyi di balik pintu. Dia menunggu sampai beberapa menit. Ruang kelas gelap. Dia sengaja tidak menyalakan lampu karena takut ketahuan bersembunyi di ruang kelas ini. Sambil sesekali melihat jam tangan yang bisa menyala dalam kegelapan, Viva sudah tidak sabar untuk keluar.

Ketika dia memutuskan keluar, dia melihat Akaron mengintip dari balik pintu ruang kelas XII IPA 1. Cowok itu tampak menaruh jari telunjuk di bibirnya dengan harapan Viva tidak berisik. Viva menuruti permintaan Akaron, kemudian kembali masuk ke dalam ruang kelas.

Viva sudah menunggu cukup lama. Mungkin sudah lewat dari lima belas menit. Dia sudah lelah menunggu. Dia memutuskan keluar dari ruang kelas, lalu melangkah pelan menuju Akaron berada.

"Akaron?" panggil Viva sambil mengetuk pelan pintu ruang kelas. Tak ada jawaban. Dia memberanikan diri membuka pintunya.

Pupil matanya melebar ketika mendapati Akaron tergeletak tak berdaya. Viva melihat ujung sepatu berhak tinggi miliknya tidak sengaja menginjak kubangan darah. Tidak sampai berhenti di sana karena Viva melihat sosok bertopeng badut—seperti wajah Pennywise dalam film IT. Sosok itu memegang pisau yang berlumuran darah dan satu tangannya melambaikan tangan kepada Viva.

"Peek a boo," ucap sosok bertopeng itu dengan suara menyeramkan.

Viva langsung berbalik badan dan berlari sekuat tenaga. Dia mengabaikan soal hak tinggi runcing yang dia pakai bisa saja patah tiba-tiba. Viva takut. Dengan cepat dia berlari menuju ruang kelas XII IPS 2 yang terbuka. Pada saat yang tepat, Viva menabrak tubuh Tawaka ketika sudah masuk ke dalam ruang kelas yang lain.

"Aduh!" Tawaka meringis. "Siapa nih? Viva bukan?" tanyanya bingung. Dalam keadaan gelap seperti ini, Tawaka hanya bisa melihat samar-samar.

"Vi-Viva ...," jawabnya gemetaran.

"Viva? Serius? Kenapa gemetaran gini?" tanya Tawaka khawatir.

"Akaron ... di-di-dia ..." Viva tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia menyentuh dada Tawaka dan meremasnya kemejanya takut. "A-a-ada orang di luar."

"Maksudnya gimana? Ngomong yang jelas dong, Vi."

Viva kesulitan mengutarakan apa yang baru saja dilihat olehnya. Dia tidak ingin ketahuan berada di ruang kelas ini sehingga akhirnya menarik Tawaka dalam keadaan takut bercampur panik. Mereka akhirnya duduk bersembunyi di balik pintu.

"Vi, kenapa sih?" desak Tawaka tidak sabar.

Viva mengambil napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan. Dia mencoba menenangkan diri lebih dulu sebelum bercerita. "Di luar ada orang pakai topeng dan bawa pisau. Terus gue lihat Akaron ... dia tergeletak dan berdarah di ruang kelas XII IPA 1. Di belakangnya ada orang itu," cerita Viva akhirnya.

"Lo bercanda, ya? Gue lagi serius, Vi."

"Apa menurut lo, gue bercanda? Gue serius! Gue takut, Tawaka!" Viva tanpa sadar meninggikan suaranya hingga dia buru-buru menutup mulut dengan telapak tangan.

"Gue cek dulu. Akaron bercanda kali. Dia, kan, sering jahil nggak jelas." Tawaka berdiri. Selagi Tawaka berdiri, Viva membuka sepatu berhak tinggi miliknya, lalu meletakkan di samping tubuhnya.

Tepat saat Tawaka membuka pintu tiba-tiba ada sosok yang dimaksud Viva. "Peek a boo," ucap sosok itu. Tanpa peduli seberapa kagetnya Tawaka, orang itu melayangkan pisaunya hingga mengenai perut Tawaka.

Sontak, Viva berteriak histeris. Dia langsung berdiri karena panik. Tawaka yang kala itu masih mampu melawan langsung menendang si pelaku bertopeng hingga terdorong ke belakang beberapa langkah melewati pintu ruang kelas.

"Vi, cepat pergi. Cari bantuan," suruh Tawaka dengan suara lemah. Dia menarik keluar pisau yang menusuk perutnya.

Viva mengangguk. Dia keluar dari ruang kelas, tapi sayangnya kaki tertangkap oleh sosok bertopeng itu hingga Viva terjatuh. "Lepasin!"

Viva meronta-ronta dan sesekali menendang tangan sosok itu sampai akhirnya dapat terlepas. Namun, ketika dia hendak berdiri sosok itu menarik bagian rok dress sebatas lutut yang dipakainya. Dengan cepat Viva memukul tangan itu hingga terlepas dari rok gaun miliknya. Viva berhasil meloloskan diri untuk kedua kali.

Setelah Viva berdiri, dia melihat Tawaka hendak menusuk sosok bertopeng itu. Selagi Tawaka berusaha, Viva melangkah pergi mencari teman-temannya. Dia kebingungan harus mencari di mana. Ponselnya ditinggal di ballroom. Apa dia langsung turun saja melaporkan kejadian ini kepada gurunya? Di kepala Viva bersarang banyak hal. Ketika dia terus berlari tanpa arah, dia tidak sengaja menabrak tubuh Wakaya.

***


Chapter 3

"Viva! Kena lo! Giliran lo jaga," ucap Wakaya penuh semangat.

"Ini bukan saatnya jaga. Kita harus turun ke bawah bilang sama guru," kata Viva dengan nada panik.

"Bilang kalau kita main petak umpet?"

"Wakaya!" Viva menatap nanar. "Please ... kita ke bawah," bujuknya memohon. Nada bicaranya terdengar bergetar.

"Bodo, ah. Pokoknya lo jaga!"

Ketika Wakaya berbalik badan, pada saat itu juga sosok bertopeng menusuk perut Wakaya.

"Peek a boo." Sosok itu mengucapkan kalimat yang sama. "Viva, ngumpet sekarang karena sebentar lagi aku akan menemukan kamu," lanjut sosok itu. Nadanya terdengar santai, tapi mengisyaratkan banyak hal menakutkan di dalamnya.

Viva berteriak panik dan langsung berlari turun. Ketika kaki menginjak lantai dua, dia menabrak dua orang yang sangat dikenal. Qina dan Kumbara.

"Qin!" Viva memeluk Qina dengan berlinang air mata.

"Vi? Lo nangis?" tanya Qina bingung. "Kenapa? Wakaya udah muncul belum sih?"

Viva melepas pelukan. "Di atas ada orang yang pakai topeng terus dia pegang pisau. Dia nusuk Akaron, Tawaka, dan Wakaya," cerita Viva dengan suara bergetar yang mengisyaratkan ketakutan.

"Vi ...," panggil Kumbara sembari menepuk lengan Qina dan Viva bersamaan. "Itu bukan yang lo maksud?"

"Peek a boo." Seperti sebelumnya, kalimat itu terus diucapkan. "Viva, larilah sekarang karena aku akan menemukanmu."

Sosok bertopeng itu menaikkan pisau yang berlumuran darah ke udara. Kontan, Viva berlari sambil menarik tangan Qina dan Kumbara. Entah ke mana kaki melangkah dan tanpa arah sampai akhirnya Viva memasuki ruang kelas X-A yang terbuka bersama kedua temannya.

***


Chapter 4

Viva, Qina dan Kumbara bersembunyi di bawah masing-masing meja. Meski sempit, tapi setidaknya bisa bersembunyi. Qina yang memakai dress super panjang terpaksa mengikatnya supaya lebih leluasa bergerak bebas. Mereka bertiga menahan suara napas yang terengah-engah supaya tidak terdeteksi oleh sosok itu. Jika terdengar berisik sedikit saja, mereka pasti ketahuan.

"Vi, itu ...." Qina menatap takut.

"Sssttt ...." Viva meletakkan jari telunjuknya di bibir. Tangannya gemetaran

Sosok bertopeng itu masuk ke dalam kelas yang didatangi Viva. Sosok itu berjalan penuh hati-hati. "Viva, where are you?"

Viva dan Qina menutup mulut mereka dengan telapak tangan, sementara Kumbara masih bisa mengontrol diri supaya tidak berisik.

Sosok itu bertanya, "Viva, kamu pasti di sini, kan?"

Terlalu senyap, sosok itu akhirnya melenggang keluar. Baru beberapa langkah, tiba-tiba Qina bersin.

"Gotcha! Aku tahu kamu di sini, Viva!" Sosok itu kembali masuk ke dalam ruang kelas. Ketika hendak melongok ke bawah meja, Kumbara keluar dari posisinya dan menendang sosok itu.

"Lo berdua keluar sekarang!" teriak Kumbara. Dia masih berusaha menghalau sosok itu yang hendak melancarkan pisau ke tubuhnya.

Viva dan Qina berlari keluar. Mereka berdua berlari bersama sambil berpegangan tangan. Sialnya belum terlalu jauh Qina terjatuh. Kakinya tampak terkilir sehingga sulit untuk berjalan cepat.

Sementara itu, di belakang sana sosok bertopeng sudah melangkah mendekat. Viva mengulurkan tangan kepada Qina, tapi cewek itu menolak.

"Vi, lo lapor duluan ke bawah. Gue baik-baik aja. Gue susul lo nanti," kata Qina.

"Nggak." Viva menggeleng kuat menolak ucapan Qina. "Gue nggak bisa ninggalin lo."

"Vi ... please, tinggalin. Gue bakal baik-baik aja."

Viva tidak mau egois. Dia sudah meninggalkan Tawaka sebelumnya jadi dia tidak akan meninggalkan Qina. Dengan cepat dia merangkul pundak Qina, lalu membantunya berjalan sedikit lebih cepat. Sesekali Viva menoleh ke belakang memastikan sosok bertopeng itu yang semakin dekat.

Viva tidak bisa membiarkan Qina berakhir seperti yang lain. Setelah dia berhasil mempercepat langkah lebih dari sosok bertopeng itu, Viva memasuki ruang kelas X-C yang terbuka. Dia membiarkan Qina duduk di lantai dan bersembunyi di bawah meja paling belakang.

"Tunggu di sini, Qin. Kalau kita jalan berdua pasti lebih bahaya. Gue mau lapor ke bawah. Jangan berisik, ya," pinta Viva mengingatkan.

"Lo yakin mau turun, Vi?" tanya Qina takut.

"Iya. Kalau nggak, kita nggak bisa lolos dari kejaran manusia itu. Gue nggak akan lama. Gue akan segera menolong lo. Oke?"

"Viv ...."

"Semua akan baik-baik aja. Tunggu di sini sebentar."

Viva mencari sesuatu lebih dulu di dalam laci ruang kelas. Ternyata ada pulpen. Setidaknya dia punya sesuatu yang dapat digunakan. Seusai menutup pintu rapat-rapat, Viva mengedarkan pandangan mencari sosok misterius itu.

"Viva," panggil sosok misterius itu. Suaranya menggema tapi wujudnya tidak nampak.

Viva semakin penasaran. Ketika dia hendak mencari-cari, ternyata sosok itu sudah berdiri di depannya hanya berjarak kurang lebih lima belas langkah.

"Permainan berakhir, Viva," kata sosok itu.

"Nggak semudah itu." Viva berlari setelahnya. Beruntung dia sudah bertelanjang kaki sehingga memudahkannya berlari secepat mungkin. Dia menuruni anak tangga dengan terburu-buru, bahkan dia sempat melangkahi dua anak tangga sekaligus demi bisa mencapai lantai bawah dengan cepat. Ketika Viva sudah menginjakkan kaki di lantai satu, tubuhnya menabrak salah satu guru.

"Bu Erna! " Viva merasa lega, lalu memeluk gurunya.

"Viva, kenapa kamu turun dari lantai atas?" tanya Bu Erna.

"I-i-ibu itu ...." Viva tergagap.

***


Chapter 5

Mobil ambulans dan mobil polisi datang ke sekolah. Viva duduk di mobil Bu Erna karena akan diantar pulang. Dia sudah memberikan pernyataan kepada polisi mengenai banyak hal. Dia tidak mau melihat ketika ada beberapa mayat yang dimasukkan ke dalam mobil jenazah. Sementara itu, dia melihat Qina baik-baik saja. Kondisi Kumbara lebih memprihatinkan dari yang dia bayangkan. Kumbara segera dibawa ke rumah sakit bersama Qina.

Viva menutup wajah dengan telapak tangan. Semua ini salahnya. Andai tidak mengajak bermain petak umpet, dia mungkin tidak akan kehilangan Akaron, Tawaka, dan Wakaya. Dia takkan mungkin membuat Qina dan Kumbara terluka. Viva memejamkan mata berharap semua ini hanya mimpi. Dia tidak ingin kehilangan orang-orang terdekatnya.

"Sudah siap pulang, Viva? Ibu akan mengantar kamu pulang." Suara Bu Erna terdengar seiring pintu yang ditutup.

"Sudah, Bu. Tolong nanti bantu saya menjelaskan kepada orangtua saya, Bu," pinta Viva lirih.

"Iya, Viva. Kamu istirahat aja dulu supaya tenang."

Viva memejamkan mata. Tak berapa lama mobil yang ditumpanginya meninggalkan pekarangan sekolah. Istirahatnya terganggu setelah mendengar pertanyaan.

"Apa kita akan bermain petak umpet lagi, Viva?"

Viva langsung membuka kelopak mata. Pupil matanya melebar sempurna mendapati Akaron duduk bersebelahan dengan Bu Erna.

"A-A-Akaron?" panggilnya gelagapan. "Bukannya lo ...." Detak jantung Viva seakan berhenti mendadak. Suara dari sosok bertopeng begitu familier—bukan suara yang pertama, tapi suara kedua ketika mengucapkan kalimat 'peek a boo' saat dia bersama Tawaka. Ini berarti suara sosok pertama berbeda dengan suara Akaron mengingat suaranya seperti dipaksakan supaya terdengar berat.

Akaron menarik senyum miring. "Lo pikir gue mati seperti Ella? Tentu nggak. Lo udah bunuh pacar gue. Lo dan teman-teman sampah yang lain nakutin pacar gue sampai meninggal."

Viva bingung. Namun, dia akhirnya paham siapa yang dimaksud Akaron. Dia dan teman-temannya hanya berniat menakut-nakuti Ella, gadis yang selalu pulang terlambat. Dia yang merencanakan untuk menakuti Ella, lalu Wakaya, Qina dan Kumbara menyetujui. Tawaka kebagian memakai jubah dan topeng seram berbentuk monster sekaligus menenteng pisau mainan yang terlihat nyata. Hari itu, Viva telah melupakannya. Kejadian itu terjadi seminggu yang lalu. Dia merasa bersalah atas meninggalnya Ella karena membuat rencana konyol. Dia tidak tahu Akaron berpacaran dengan Ella. Selain karena Ella bukanlah tipe yang diinginkan Akaron, cowok itu tidak pernah membela Ella saat di-bully teman-teman yang lain. Lebih dari apa pun yang tidak terduga hari ini, Viva tidak menyangka Akaron akan balas dendam atas kematian Ella

"Bu Erna merasakan sakit yang sama dengan gue. Beliau akan menjadi ibu tirinya Ella. Gara-gara lo semua hancur. Lo terlalu bossy dan menganggap semua hal buruk bisa dijadikan hal lucu. Lo selalu merasa paling famous dan asyik, tapi lo nggak sadar semua tindakan lo menyakiti semua orang," tutur Akaron. Suaranya terdengar marah. Raut wajahnya menunjukkan hal yang sama ketika menoleh ke belakang. Namun, ada selipan senyum menyeringai yang menakutkan.

Detik itu juga Viva ingat bahwa dia tidak melihat secara langsung Akaron ditusuk atau apa pun itu. Dia tidak mendengar suara langkah lain melewati ruang kelas yang dijadikan tempat bersembunyi olehnya. Pada saat itu hanya ada Akaron. Lalu, siapa sosok bertopeng yang ... tidak. Jangan katakan sosok itu Bu Erna. Wanita itu tampak santai padahal dia sudah menceritakan soal Akaron.

Beruntung Viva masih menggenggam pulpen di tangannya. Dia menggenggam erat-erat pulpen tersebut. "Bu Erna," panggil Viva.

Bu Erna membenarkan posisi kaca spion belakang. Melalui spion belakang mata wanita itu melihat tepat ke arah Viva. Dengan menarik seringaian mengerikan, wanita itu berkata, "Kamu nggak bisa bersembunyi lagi. Game over, Viva."

Selesai


anothermissjo atau biasa disapa Jo gemar membaca novel genre misteri dan thriller, tapi berujung menulis cerita romansa komedi. Dia pernah menulis fanfiction di wordpress sebelum akhirnya terjun menulis di Wattpad. Author favoritnya adalah Agatha Christie, Dan Brown, dan John Green. Jika ada waktu luang, Jo sering menghabiskan waktunya dengan menonton film dan drama Korea, atau membaca komik. Bergabung dalam bagian Wattpad Stars dan Wattpad Paid Stories merupakan mimpi yang tidak pernah dia duga.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro