Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 6

Pangeran Anders menghela napas dan menatap sepatu kaca yang gagal menemukan pemiliknya. Sudah sebulan penuh mereka mencari tapi anehnya tidak ada satu pun gadis yang kakinya sesuai dengan ukuran sepatu itu.

"Bagaimana bisa?" gumamnya.

"Yang Mulia, apakah Anda memanggil saya?" Seorang lelaki berjubah coklat memasuki ruangan dan memberi hormat padanya.

Lelaki dengan mata hijau itu mengangguk dan memberikan sepatu kaca padanya. "Roan, Menurutmu apakah ada yang aneh dengan sepatu ini?"

Lelaki bernama Roan yang merupakan penyihir istana itu mengamati sepatunya dan terkejut. "Ini ... sepatu yang terbuat dari sihir murni," ujarnya. "Sepertinya dugaan saya benar, Yang Mulia. Gadis malam itu adalah penyihir."

"Sungguh?"

"Ya, itulah mengapa tidak ada yang tahu tentang dirinya. Sepertinya ia menggunakan sihir tertentu agar orang-orang tidak dapat mengingatnya." Roan membuka tudung jubahnya dan memperlihatkan wajah pucat dengan rambut hitam berponi yang hampir menutupi mata. "Malam itu dia terlalu jauh, tapi saya yakin merasakan energi sihir dari tubuhnya."

"Tapi kenapa aku masih bisa mengingatnya? Bahkan sangat jelas."

"Sepertinya itu karna sihir pelindung dari jimat yang saya berikan."

Pangeran Anders berdiri dan memandang keluar jendela yang menghadap ke taman mawar putih kesukaan ratu. Ia menggenggam kalung liontin berbatu delima kecil dan tersenyum tipis. "Jadi begitu, sepertinya kami memang ditakdirkan untuk bersama."

"Yang Mulia, jika Anda berkenan. Saya bisa membantu melacak keberadaannya melalui sihir yang terdapat pada sepatu ini." Roan menawarkan. Sontak Pangeran Anders berbalik dengan penuh semangat.

"Kau bisa melakukannya?"

"Akan saya coba." Roan meraih sepatunya dan memejamkan mata, mencoba melacak keberadaan sihir pemilik sepatu itu. Seharusnya ada benang sihir yang akan menghubungkan sepatu itu dengan pemiliknya. Akan tetapi, ia hanya dapat merasakan daerah di mana gadis itu berada. Tidak secara spesifik.

"Ia berada di ibu kota."

"Ibu kota? Sedekat itu?" Pangeran Anders terkekeh lalu terbahak. "Menarik. Dia berada sedekat itu tapi tidak bisa ditemukan. Aku memang tidak salah memilih. Dia main petak umpet rupanya?!"

Roan hanya diam melihat sang pangeran yang tertawa tak berkesudahan.

"Besok temani aku mencari pemilik sepatu ini sekali lagi!" titah Pangeran Anders setelah tawanya benar-benar berhenti. "Kita lihat sampai kapan ia bisa bersembunyi."

***Hide and Seek***

Meskipun mengalami banyak kesulitan dan kepalanya hampir dipenggal, pada akhirnya Ella berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan selamat. Bayaran utuh atas pekerjaannya juga telah diberikan oleh Grand Duke Erkan—tentu tanpa sepengetahuan Lady Rose. Sekarang ia bisa tenang tanpa perlu takut kekurangan uang. Akan tetapi untuk mencegah kecurigaan keluarganya, Ella harus rutin keluar setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya—seolah pergi bekerja.

Namun, nyatanya Ella hanya berkeliaran tak tentu arah, menanti matahari terbenam dan ia bisa pulang. Ia memasuki pusat pertokoan dan memilih berjalan kaki untuk melihat-lihat beberapa hal yang mungkin menarik perhatiannya. Akan tetapi, tidak pernah ada hari yang tenang di kota itu. Ella, harus melihat sekelompok prajurit yang sedang membuang barang-barang dari sebuah toko.

"Kalau tidak mau membayar pajak, jangan berjualan di sini!" hardik seorang prajurit berbadan tambun.

"Maafkan saya! Maafkan saya! Tapi sudah seminggu ini dagangan saya tidak ada yang membeli."

"Aku tidak peduli!"

Ella memasang tudung jubahnya dan mendekati mereka. Tanpa mengatakan apa pun, ia menendang bokong prajurit tambun itu hingga terdorong ke depan dan menabrak dinding.

"Hei, berani sekali kau!"

Dalam sekejap, terjadi pertarungan antara Ella melawan lima prajurit. Dengan sangat lincah ia menghindari pukulan dan menjatuhkan mereka satu persatu. Orang-orang berkumpul untuk menonton kejadian langka itu. Sebagiannya bersorak mendukung Ella.

Ella menaruh kakinya di atas punggung seorang prajurit yang sudah tumbang. "Lain kali, jangan seenaknya pada orang lain!" kecamnya, "atau kuremukkan tulang-tulang kalian!"

Semua orang yang melihat kejadian itu langsung bersorak riuh dan bertepuk tangan, membuat Ella tersadar kalau ia telah melakukan hal yang mencolok. Dengan cepat ia merapatkan tudungnya dan bergegas pergi.

Ella bukannya ingin berlagak seperti pahlawan pembela kebenaran, toh dia bukan orang baik karena sudah banyak nyawa yang melayang di tangannya. Hanya saja ia tidak suka melihat seseorang berlagak hanya karena derajatnya lebih tinggi. Itu menyebalkan.

Setelah meninggalkan kerumunan, seorang pria berjubah hitam dan coklat dengan sebagian wajah yang tertutup tudung, mengikuti Ella dari belakang. Terlihat senyuman dari pria berjubah hitam.

"Kau yakin itu dia?" tanya yang berjubah hitam.

"Benar, Yang mulia."

Mereka berdua terus mengikuti Ella, melewati jalanan ramai hingga akhirnya gadis itu hilang di persimpangan. Tidak banyak orang di sana, tapi mereka kehilangan jejak.

"Kenapa kalian mengikutiku?" Tiba-tiba Ella sudah berdiri di belakang mereka.

"Hebat." Pria berjubah hitam berdecak kagum dan membuka tudungnya. Sontak Ella mundur dan menjaga jarak. "Aku yang hendak menangkapmu, malah kau yang menangkapku. Benar-benar hebat!"

"Oh, Pangeran Anders? Beruntung sekali hamba bisa bertemu Yang Mulia di sini." Ella memberi hormat dan tersenyum manis, bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Dia saat ini adalah Ella, bukan Ellysa.

Pangeran Anders mengulas senyum. Ia tahu kalau gadis itu hanya berpura-pura. "Menarik. Kau terlihat sangat familiar tapi sepertinya bukan orang yang kukenal. Katakan, siapa namamu?"

"Saya ...," Ella meragu. "Viona."

Pembohong. Mereka sama-sama berpikir demikian, bahkan Ella mengakui betapa lancarnya ia berbohong. Akan tetapi, tidak ada yang protes, seolah semua adalah kebenaran.

"Senang bertemu denganmu, Viona." Pangeran Anders mendekat. Ella ingin sekali mundur tapi ia harus tetap tenang agar kebohongannya tidak ketahuan. "Maukah kau bicara sebentar denganku?"

"Tapi ... saya tidak layak bicara dengan Anda, Pangeranku. Saya hanya rakyat biasa."

"Jangan berkata begitu. Aku melihat aksimu saat menjatuhkan para prajurit."

"Oh, tidak. Maafkan saya, Pangeran. Saya tidak bermaksud lancang!"

"Tidak masalah, aku malah suka melihatnya. Sangat menarik."

Ella tersenyum canggung, tidak tahu lagi harus apa. Sementara Pangeran Anders meraih tangannya dan menggenggamnya dengan lembut. "Ada hal penting yang ingin kukatakan, boleh minta waktumu sebentar?"

Sekali lagi Ella hanya bisa tersenyum dan pasrah ketika lelaki itu membawanya ke tempat yang lebih sepi. Kali ini hanya ada mereka berdua sementara pria bejubah coklat menunggu agak jauh dari tempat mereka duduk.

"Apa yang ingin Anda bicarakan, Yang Mulia?" tanya Ella. Ia ingin pertemuan ini segera berakhir dan pergi sebelum identitasnya ketahuan.

"Menikahlah denganku!"

Ella segera berdiri dan memasang raut datar. Rupanya ia sudah ketahuan sejak awal. Sungguh bodoh! "Aku tidak mau. Selamat tinggal!"

Pangeran Anders segera menahan tangannya. "Kumohon. Dengarkan aku dulu!"

Ella menoleh dan menghela napas—seolah menyetujui untuk mendengarkan.

"Kau tahu, aku tidak bisa naik takhta jika belum menikah," jelasnya. "Ini hanya pernikahan sementara hingga aku naik takhta. Setelah menjadi raja, jika kau mau kita bisa berpisah."

"Kenapa harus aku?"

"Karena kupikir, hanya kau yang akan menerima tawaran ini."

Ella terdiam. Senyuman yang berujung seringaian dari lelaki di hadapannya itu, menjawab semua pertanyaan di kepalanya. Pangeran Anders jelas-jelas sedang mengancamnya, mengingat kalau rahasianya sudah dipegang dan tidak ada pilihan lain kecuali menerima tawaran itu,  atau semuanya akan berakhir hari ini.

"Baiklah. Hanya sampai Anda naik takhta."

"Deal!"

"Dan satu lagi, aku ingin perjanjian ini hitam di atas putih!"

"Tentu. Sekarang katakan, siapa namamu sebenarnya?"

"Akan kuberitahu setelah perjanjiannya sah!"

Bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro