Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 4

Meskipun gagal di pesta pertama, setidaknya Ella sudah memastikan targetnya. Maka ia hanya perlu mengeksekusinya langsung ke kediaman sang target. Maka di sinilah Ella sekarang. Di depan kediaman Ordius, mengintai dari atas pohon besar di samping gerbang. Kali ini tidak ada gaun yang akan menghambat pergerakannya. Akan tetapi, setelah hampir tiga jam ia mengamati dan mencari celah, rumah besar itu memiliki penjagaan yang terlalu ketat.

Jika nekad untuk masuk, kemungkinan tertangkapnya akan sangat tinggi. "Apa aku tunggu hingga ia keluar rumah saja?" lirih Ella.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya ia kembali pulang. Bersabar adalah hal yang paling dasar dalam pekerjaannya. Tidak masalah.

Ella menyimpan semua peralatan dan pakaiannya ke dalam sebuah kotak kayu yang disimpan di lantai kamarnya. Besok pagi ia harus membereskan pekerjaan rumah secepatnya dan segera memantau kediaman Ordius.

Namun, rencana hanya tinggal rencana. Besoknya Ella harus disibukkan oleh Anatashia dan Drizzela yang ingin membuat gaun satu lagi untuk pesta kedua. Mereka tidak hanya membuang waktu Ella, tapi juga membuang-buang uang.

"Bukankah gaun yang lain masih ada?" keluh Ella di perjalanan ketika mereka bertiga hendak ke tukang jahit langganan. "Baru seminggu yang lalu kalian membuat gaun baru."

"Oh, ayolah! Mana mungkin kami ke sana tanpa gaun baru. Ini pesta penentuan!" ucap Drizzela.

"Pesta penentuan?"

"Pangeran akan menentukan permaisuri pilihannya malam ini!" jawab Anatashia. "Bisa saja salah satu dari kami yang terpilih. Makanya kita butuh gaun terbaik."

"Mana mungkin!" celetuk Ella dan diberi pelototan tajam oleh kedua kakak tirinya. "Lagipula, ini akan menghabiskan hampir sebagian tabungan kita."

"Kau 'kan masih bisa bekerja. Ayolah, Ella. Kita sudah hampir sampai!" rengek Drizzela.

"Tapi ...."

"Tapi aku penasaran, sebenarnya kau kerja apa?" tanya Anatashia.

Jika dipikir-pikir, mereka memang tidak tahu banyak tentang Ella. Apalagi sejak Tuan Albert meninggal dunia, Ella semakin sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Mengurus rumah, lalu pergi dan pulang malam hari.

"Aku hanya pekerja paruh waktu di sebuah toko barang antik. Hanya tukang bersih-bersih."

"Ah, pantas saja. Cobalah cari pekerjaan lain yang lebih menghasilkan!"

"Kakak sendiri, kenapa tidak membantuku bekerja?"

"Aku tidak bisa melakukan hal berat."

Ella mendengkus dan memilih diam. Mereka memang selalu begitu, hanya ingin enaknya saja, sementara Ella harus menjadi tulang punggung keluarga. Bisa saja ia meninggalkan mereka, tapi akan sangat sulit untuk memulai semua dari awal. Saat ini ia hanya perlu melakukan pekerjaan dengan baik dan bersih, lalu mendapatkan uang.

***Hide and Seek***

"Baguslah akhirnya kau sadar diri!" ujar Lady Rose saat mereka sedang bersiap untuk pergi ke pesta dansa. Ella yang mendengarnya hanya tersenyum tipis dan melanjutkan pekerjaannya—menata rambut kedua kakaknya.

"Lihat saja, aku pasti akan terpilih sebagai permaisuri!" ujar Anatashia seraya mematut diri di depan cermin dengan penuh kebanggaan.

Jika pangeran memang memilih hanya berdasarkan paras, maka Ella tidak akan meragukan pernyataan itu. Baik Anatashia maupun Drizzela, mereka sama-sama cantik—sangat. Hanya saja, cantik adalah kelebihan mereka satu-satunya. Bahkan Lady Rose mengakui hal itu, makanya dia selalu memaksimalkan penampilan kedua anaknya, karena memang hanya itu yang bisa ditonjolkan.

Setelah mereka bertiga meninggalkan kediaman Brington, Ella kembali ke kamarnya dan meraih gaun biru yang sebelumnya pernah ia pakai. Kali ini ia mengubahnya menjadi warna merah menggunakan sihir. Pikirnya, jika terkena cipratan darah maka tidak akan terlalu kentara.

Awalnya, Ella memang tidak berniat kembali ke pesta itu, mengingat lelaki bernama Charming yang sepertinya juga akan menghadiri pesta itu lagi. Ah, ia sangat ingat kalau mereka pernah membuat janji untuk bertemu lagi. Akan tetapi, kali ini pertemuannya akan berubah menjadi penangkapan. Jadi, Ella harus bisa menghindari lelaki itu dengan baik.

Sialnya, ketika Ella memasuki lantai dansa dan melewati saudara tirinya yang hanya melirik seolah tidak mengenal, lelaki bernama Charming kembali menghampirinya seolah menampar dan menyadarkan Ella kalau rencananya hancur total dan sekali lagi sihirnya dipatahkan begitu saja.

"Bagaimana bisa?"

"Apanya?" tanya Charming. Ia tersenyum geli melihat ekspresi Ella yang seperti orang linglung. "Senang bisa bertemu denganmu lagi," tambahnya.

Ella mencoba mengendalikan ekspresinya dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja. "Oh, ya tentu. Senang dapat bertemu denganmu lagi!"

Charming meraih tangan Ella dan menciumnya, lalu berbisik. "Tendanganmu kemarin sungguh kuat dan memukau."

Ella tersenyum getir dan segera berbalik untuk pergi tapi tangannya digenggam dengan erat. Ia ditarik pergi, melewati berpuluh pasang mata yang menatap ke arah mereka. Ke mana ia akan dibawa? Ke penjara?

"A-aku bisa menjelaskannya!" ujar Ella.

"Diamlah!" seru Charming tanpa berhenti apalagi menoleh. Mereka meninggalkan aula pesta dan melewati beberapa koridor yang menurut Ella, tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang.

Ella dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan dan ketika pintu ditutup, tubuhnya didorong hingga tersandar ke pintu dan kedua tangan Charming memerangkapnya. Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat dalam keheningan.

"Aku ... bisa menjelaskannya." Ella kembali berucap.

"Siapa kau sebenarnya?" Charming menatap penuh selidik.

Ella menelan ludah dengan bersusah payah.

"Ellysa, siapa kau sebenarnya?" Sekali lagi Charming bertanya.

Tanpa aba-aba Ella memukul perut Charming dan berusaha membuka pintu tapi ternyata terkunci. Ia berbalik. Ini akan mudah. Yang harus dilakukannya sekarang adalah membuat pemuda itu pingsan. Ya, mudah! Namun, ketika ia kembali melayangkan pukulan, tangannya yang lebih kurus ditangkis dan digenggam dengan sangat erat. Ia kembali terperangkap di antara tubuh Charming dan dinding.

"Hebat juga!" Charming tersenyum timpang. Poni yang semula disisir klimis ke belakang, kini jatuh hampir menutupi matanya. "Menarik."

Ketukan terdengar dari luar. "Pangeran, Anda tidak apa?"

Hening. Mereka hanya diam dan saling bertatapan.

"Pangeran?"

Charming menoleh dan menyahut, "Aku tidak apa. Pergilah, aku hanya ingin beristirahat sebentar!"

"Pa-pangeran?" gumam Ella.

Charming tersenyum, "Baru menyadarinya?"

Matilah Ella sekarang!

"Itu artinya namamu bukan Charming. Pangeran seharusnya bernama Anders!" celetuknya.

"Benar, namaku Anders. Salam kenal. Lagi." Anders menekankan kata terakhirnya. "Sekarang giliranmu. Apa kau ingin membunuh Grand Duke Ordius?"

Ella berusaha menenangkan diri. Ia sudah dilatih untuk tetap tenang dalam situasi apa pun. "Bisa lepaskan tanganku?" pintanya. "Kita bisa bicara baik-baik."

Anders menghela napas dan melepas genggamannya. Ella segera mengambil jarak dan mengamati pintu keluar dengan sudut matanya. Ia menggumamkan matra penghilang tapi sang pangeran masih dapat melihatnya bahkan tidak melepas pandangan darinya.

"Sekarang, katakan kau siapa dan kenapa ingin membunuh Grand Duke Ordius?"

TEEENG ....

Suara jam yang menunjukkan tengah malam akhirnya berdentang. Suara yang begitu nyaring, mau tidak mau mengalihkan perhatian mereka. Ella kembali memanfaatkannya untuk membuat asap dan meledakkan pintu dengan sihirnya.

Ella berlari menuju aula pesta. Ia harus segera membunuh targetnya dan kabur secepat mungkin. Ini kesempatan terakhirnya. Jika tidak sekarang, maka akan lebih sulit lagi nantinya. Netra birunya memindai—mencari keberadaan Grand Duke Ordius. Ia menatap tajam ketika lelaki paruh baya dengan kumis tipis itu terlihat di ujung ruangan, menikmati anggur merah di gelasnya seraya berbincang dengan beberapa wanita muda.

Ia melangkah cepat menuju target. Tidak ada waktu lagi, para penjaga sudah berdatangan memasuki aula. Ella berdiri tidak jauh dari punggung sang target dan mengeluarkan belati yang disembunnyikannya di dalam hiasan pada pinggang di gaunnya.

Sebagai orang yang sudah terbiasa membunuh, Ella sudah hafal betul bagian mana yang vital, maka hanya dalam satu kali tusukan, targetnya langsung tumbang.

"KYAAAAH!" jeritan panjang dan robohnya Grand Duke Ordius membuat suasana menjadi kacau. Ada pembunuhan!

Pangeran Anders yang telah berada di aula, langsung mencari keberadaan Ella. Gadis itu sedang berlari menuju pintu keluar. Akan tetapi, pengawal sudah diperintahkan untuk segera menutup semua pintu agar pelaku penusukan tidak dapat melarikan diri.

Ella menyimpan pisaunya dan mengelap darah di tangannya ke gaun merahnya. Sedikit lagi ia dapat keluar tapi tangannya ditahan oleh Pangeran Anders dan pintu tertutup rapat.

"Kemari!"

Pangeran Anders menariknya pergi, memasuki sebuah ruangan di bagian paling sudut aula dan menguncinya. Mereka terdiam dengan napas berat. Ella panik. Tentu saja! Pangeran Anders pasti melihatnya. Hanya dia yang tidak terpengaruh sihirnya.

Ketika cengkeraman pada tangannya dilepas, Ella mengangkat gaunnya dan mendaratkan satu tendangan pada pemuda itu—berharap dapat menumbangkannya, tapi dia lupa kalau Pangeran Anders punya tenaga dan keterampilan yang tidak bisa diremehkan.

Kakinya yang mencoba menendang malah dicengkeram dan didorong hingga jatuh terlentang ke karpet lembut di bawahnya. Ella hendak bangkit tapi Pangeran Anders menindihnya dengan kedua tangannya ditahan di samping kepala.

Pangeran Anders menatapnya dengan sangat tajam. "Siapa kau sebenarnya?"

"Lepas!"

"Kau tahu hukuman apa yang menantimu setelah ini, kan?"

Bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro