Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 2. Tajuk

Apa yang kalian rasakan saat merasa bahwa dunia nyata kalian adalah keluarga? Bukan dunia penuh warna di luar sana. Atau dunia imajiner liar kalian yang selalu ingin kabur dari kenyataan. Seperti melihat lelehan rinai di jendela kaca. Buram.

Selamat datang di dunia nyataku. Perkenalkan, ayahku pak Bramanto. Dengan wajah kebapakannya yang selalu berusaha tersenyum meski badai dan duka melaung. Mamaku, ibu Lintang yang tak secemerlang gemintang. Apalagi menjadi kejora.  Wajah cantiknya dan dandanannya yang bersih, rapi menutupi  beliau penderita skizofrenia. Tentu saja karena ayah yang merawatnya penuh cinta. Dion adik laki-lakiku yang lebih mencintai dunia pesantren dari pada memenuhi obsesi mama agar jadi dokter. Dan adik bungsu perempuanku, Nara  yang berambisi ingin masuk FK. Sepertinya dia berharap mama sembuh jika dia jadi dokter.

Aku bukan tokoh utama dalam novel-novel yang aku baca. Aku adalah peran utama dalam dunia nyataku. Jadi jangan harap aku memiliki segala keajaiban dan keberuntungan, seperti;  memiliki sesorang yang special dan rela menerimaku dan keluargaku apa adanya. Hidupku tak seberuntung itu. Aku bukan cinderella. Aku Nisaka. Perempuan biasa. Setiap pria yang dekat denganku rata-rata mundur begitu tahu kondisi mama.

Aku bosan dengan kalimat berarti dia tidak baik, Nis Orang-orang baik hanya di dekatkan dengan orang-orang baik.

Hemg, aku tertawa miris. Sejak kecil ayah mendidikku dengan baik. Tidak ambil hak orang. Jangan sombong karena di atas langit masih ada langit. Jangan pamer posisi atau apa yang kita miliki hanya untuk cari validasi. Toh tetap saja ada yang tidak suka. Bahkan tega meng-judge seenak udelnya sendiri.

Kurang amal itu makanya mamamu tak sembuh-sembuh.

Oooh .. seolah mereka adalah pemilik syurga dan hanya rajin beramal sendiri. Bukan hanya zakat penghasilan yang kami tunaikan. Infaq. Sedekah. Bahkan dengan diam-diam tanpa digembar-gemborkan.

Kebanyak dosa kali.

Aku tertawa geli. Seolah mereka malaikat pencatat  amal hingga tahu dosa-dosa kami.

Disantet orang kali. Sama teman kantor ayahmu.

Malah menjerebu fitnah yang entah dari anta beranta mana. Apa yang bisa membuat iri seorang guru SD?

Kesurupan kali, Nis? Tapi betah amat ya setannya. Dari kamu kecil.

Dan kadang deritaku dibuat candaan. Aku sudah biasa. Meski kadang nelongso.

Seolah mereka bebas membuat tajuk untuk hidupku. Akibat dosa seorang guru Atau Anak malang ODJG. Atau yang lebih ekstrim, Misteri Kesurupan.

Meski ada yang tak bosan memberi nasehat berharga meski klise,

Sabar. Alloh bersama orang-orang yang sabar. Alloh tidak mungkin bebani seorang hamba kecuali dengan kesanggupannya.

Beragam yang kuterima. Kuanggap sebagai bentuk support system meski kadang berbau sindiran dan cacian terselubung.

"Mas Bian tidak ikut, Kak?"  Nara, adik perempuanku bertanya. Dia fans garis keras mas Bian rekan kerjaku. Aku angkat bahu dengan gelengan.

Sejak mama mas Bian tahu kondisi mamaku. Semua berubah. Mas Bian yang awalnya bisa dengan nyaman jika bersama mama kini mundur teratur. Satu kalimat yang paling kuingat dari mama mas Bian,

"Kamu ingin punya keturunan gil*? Kayak tak ada perempuan lain saja." Sakit. Itu yang aku rasakan. Katanya kita harus positive thangkingself talk yang baik-baik, tapi mengapa yang terjadi masih negatif?

"Mama mana?"

Aku menanyakan di mana mama agar tidak tenggelam dalam rasa sakit.  Dengan isyarat dagunya Nara menunjuk suatu arah. Kamar mama yang terbuka. Tampak mama yang tertidur pulas. Pasti dalam pengaruh obat. Aku menghela napas.

"Kan udah tenang. Kenapa meminta aku pulang?" tanyaku dengan sesal.

"Tadi kuwalahan , mama merasa ada bisikan agar membakar rumah," Nara bercerita dengan raut serius. Itu adalah halusinasi auditory kata dokter Nadira, halusinasi seperti mendengar bisikan, langkah kaki ataupun ketukan berulang.

Kami pernah terjaga semalaman hanya karena mama histeris dan merasa ada yang gedor-gedor pintu. Merasa akan dirampok. Padahal kami tak mendengar apa-apa.

Halusinasi adalah persepsi suara, bau, pengelihatan, pengecap, dan perasaan yang kita rasakan. Meskipun pada kenyataannya tidak benar-benar ada secara fisik.

Aku masuk kamar dan melihat tablet berwarna hijau. Risperdal. Itu adalah obat antipsikotik. Kata dokter Nadira obat itu dapat mengurangi gejala positif psikosis sekitar 7-14 hari. Gejala positif psikosis adalah gejala yang tidak bisa kami ( yang sehat ) lihat, seperti halusinasi mama.

"Udah pulang, Nduk?" Ayah, geletarku dalam keharuan sambil menoleh asal suara. Entah mengapa air mataku menggenang seketika saat melihat ayah yang kurus dengan kaos oblongnya dan celana kolor selutut. Tangannya memegang timba dan alat pel lantai. Aroma bensin masih menyeruak. Dari arah alat pel lantai.

'Tadi mama nuangin bensin ke seluruh dapur. Untung ketahuan Nara." pelan suara ayah. Seperti lelah. Tapi tetap dengan senyum melanjutkan, "Alhamdulillah, tidak terjadi apa-apa."

Aku menelan ludah. Ngeri membayangkan andai keluargaku terbakar hidup-hidup karena halusinasi mama.

Aku menyalami ayah takzim. Dan genangan air mataku kian meluber saat ayah menarik tubuhku dalam dekapnya. Menepuk-nepuk punggungku agar sabar. Aku mengangguk-angguk. Cepat-cepat mengusap air mataku yang luruh tanpa aku mau.

****

"Emang reporter dan jurnalis beda, Nis?" Issabel tiba-tiba bertanya saat seperti biasa, kami menjadi kaum rebahan saat sama-sama luang.

"Bedalah, Sa. Reporter itu turun secara langsung, jadi dia terlibat dalam proses pengumpulan fakta dan penyajian berita. Seperti mewawancarai  nara sumber di lapangan kayak aku." Issabel manggut-manggut. Bangkit dari rebahan dan ngemil ciloknya.

"Kalau jurnalis?" tanyanya sambil menatapku.

"Tidak semua jurnalis dilibatkan langsung dalam proses. Contohnya editor. Tidak bertugas mewawancai narasumber. Tapi perannya masuk ranah jurnalis. Jadi  reporter adalah jurnalis. Sedang jurnalis belum tentu reporter." jelasku di tanggapi oh panjang Issabel.

"O ... Bulet," candaku meniru pak Dhika. Issabel tertawa renyah. Serenyah krupuk.

"Nis, " bisiknya tiba-tiba sambil memberi isyarat ke arah pintu dengan dagunya. Aku masih sibuk mencocol cilokku dengan saus kacang saat lagi-lagi Issabel memberi isyarat agar aku menoleh pintu.

"Apaan sih," gerutuku gemas dengan mulut mengunyah cilok. Tapi hampir saja cilokku terjun bebas turun ke lambung tanpa aku kunyah saat aku menoleh pintu. Mas Bian?

****

Bersambung

****

Akhirnya berhasil up part 2. Thanks a lot yang masih baca. Vote dan komen ya. Biar tahu siapa saja readersku.

****

Bumi Majapahit, 10 Juni 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro